Vous êtes sur la page 1sur 19

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya kesehatan lanjut usia adalah upaya paripurna dasar dan
menyeluruh dibidang kesehatan usia lanjut yang meliputi peningkatan
kesehatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Pembangunan kesehatan
meningkat diberbagai bidang di Indonesia telah mewujudkan peningkatan
kualitas kesehatan penduduk. Salah satu outcome atau dampak dari
keberhasilan pembangunan sosial yang telah dirasakan antara lain adalah
meningkatnya angka rata-rata usia harapan hidup (UHH) penduduk.
Peningkatan rata-rata UHH tersebut mencerminkan bertambah panjangnya
masa hidup penduduk lanjut usia dan pertumbuhan penduduk lanjut usia di
Indonesia diperkirakan lebih cepat dibandingkan dengan Negara-negara lain
(Dinkes Kota Palembang, 2013).
Menurut World Health Organisation (WHO) Lansia adalah suatu
proses penuaan yang terjadi secara alami, dapat dikatakan lanjut usia jika usia
seseorang mencapai > 60 tahun. Menurut World population prospects (WPP)
Jumlah lanjut usia di Dunia diperkirakan mencapai 13,4% didunia
diperkirakan terjadi peningkatan jumlah lansia hingga tahun 2050 yaitu
sebanyak 25,3% dan pada tahun 2100 yaitu meningkat menjadi 35,1%
didunia. Di Indonesia jumlah lansia pada tahun 2014 mencapai 11,34% dan di
Sumatera Selatan terdapat 224.657 jiwa lansia dari 1.580.517 jiwa penduduk
(Dinkes Kota Palembang, 2013).
Menurut Kementrian Kesehatan RI, Riskesdas, di tahun 2013
penyakit tersering yang diderita kelompok lansia adalah golongan penyakit
tidak menular, penyakit kronik dan degeneratif, terutama golongan penyakit
kardiovaskuler, diantaranya adalah hipertensi, arthritis, stroke, penyakit paru
obstruksi kronik, DM, kanker, penyakit jantung koroner, batu ginjal, gagal
jantung, gagal ginjal, Dan salah satu penyakit yang banyak ditemukan pada
lansia adalah asma.
Asma merupakan penyakit kronis yang terjadi pada saluran
pernafasan dimana banyak sel-sel dan elemen-elemen yang berperan (GINA
Global Initiative For Asthma, 2011). Asma adalah suatu gejala yang
ditimbulkan oleh kelainan saluran nafas berupa kepekaan yang meningkat
terhadap rangsangan dari luar sebagai pemicu (Wawan S dan Sutanto 2013).
Menurut WHO tahun 2007 terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita
asma, jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah sebanyak 100 juta
(1,43%) jiwa pada tahun 2025. Berdasarkan laporan hasil RISKESDAS,
prevalensi asma di Indonesia yaitu sebanyak 14.624 jiwa.
Menurut Penelitian Jiang, Chao Qiang, dkk. (2012) yang menggunakan
metode korelasional, tentang Kesehatan mental dan Asma di Cina, peneliti
menggunakan data dari Guangzhou Biobank Cohort Study fase 3. prevalensi
asma lebih tinggi pada orang-orang dengan tingkat depresi sedang atau berat.
Prevalensi asma meningkat sebesar 46% dengan setiap 1 peningkatan standar
deviasi dari skor GDS-C. Kesimpulan penelitian ini memberikan bukti
hubungan positif asma dengan gejala depresi di Guangzhou, China.
Berdasarkan laporan hasil RISKESDAS tahun 2013, prevalensi asma di
Indonesia adalah 4,5% dan jumlah ini diperkirakan meningkat sebesar 1%
dari tahun 2007.
Menurut Desain Penelitian Andayani, N & Zabit W, (2014) yang
menggunakan metode deskriptif tentang hubungan tingkat pengetahuan
pasien asma dengan tingkat kontrol asma di Poliklinik Paru Rsud dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh, peneliti mendapatkan responden sejumlah 41 responden.
Hasil penelitian ini menunjukkan responden berjenis kelamin perempuan
lebih banyak yaitu 27 orang (61,9%) dibandingkan laki-laki yaitu 14 orang
(34,1%). Hal ini sejalan dengan penelitian Pierre (2006), yang melakukan
penelitian kontrol asma, dimana responden berjenis kelamin perempuan lebih
banyak, yaitu 57 orang (57%) dibandingkan dengan laki-laki yang berjumlah
43 orang (43%).
Berdasarkan hasil pengamatan penulis pada saat praktik keperawatan
gerontik pada tanggal 28 Desember 2015 di Panti Tresna Werdha Teratai
Palembang, didapatkan 63 jiwa lansia, terdiri dari 28 laki-laki dan 34
perempuan, dan hasil wawancara pada pengelola panti, lansia yang memiliki
penyakit asma bronchial berjumlah 6 orang , yaitu 4 laki-laki dan 2
perempuan. Dan sebagian besar lansia yang mengidap penyakit asma
bronchial masih kurang dan tidak tahu sama sekali tentang bagaimana cara
pencegahan, perawatan, dan tindakan terhadap penyakit asma bronchial
tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
lebih lanjut mengenai Asuhan keperawatan Gerontik dengan gangguan
sistem pernafasan : Asma bronchial di Panti Tresna Werdha Teratai
Palembang tahun 2016.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah
sebagai berikut:
Bagaimana asuhan keperawatan gerontik pada klien dengan
gangguan sistem pernafasan asma bronchial di Panti Sosial Tresna Wherda
Palembang 2016 ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum adalah agar penulis mendapatkan gambaran bagaimana
melaksanakan asuhan keperawatan gerontik pada pasien dengan gangguan
sistem pernafasan asma bronchial di Panti Sosial Tresna Wherda Teratai.
2. Tujuan Khusus
Dalam penyusunan studi kasus pada pasien diharapkan penulis mampu:
a. Melakukan pengkajian pada klien TnS dengan gangguan sistem
pernafasan asma bronchial di Panti Sosial Tresna Wherda Teratai.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien TnS dengan
gangguan sistem pernafasan asma bronchial di Panti Sosial Tresna
Wherda Teratai.
c. Menyusun intervensi keperawatan pada klien TnS dengan gangguan
sistem pernafasan asma bronchial di Panti Sosial Tresna Wherda
Teratai.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada klien TnS dengan
gangguan sistem pernafasan asma bronchial di Panti Sosial Tresna
Wherda Teratai.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien TnS gangguan sistem
pernafasan asma bronchial di Panti Sosial Tresna Wherda Teratai.
f) Melakukan discharge planning keperawatan pada klien TnS
dengan gangguan sistem pernafasan asma bronchial di Panti Sosial
Tresna Werdha Teratai.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi STIKes Muhammadiyah Palembang
Diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan mahasiswa dan sebagai
referensi perpustakaan khususnya Asuhan Keperawatan Gerontik pada
lanjut usia dengan kasus sistem pernafasan di Panti Sosial Tresna Werdha
Teratai Palembang.
2. Bagi Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang
Sebagai informasi data, sebagai bahan pertimbangan dan masukan
bagi petugas kesehatan khususnya penjaga panti dalam upaya menyusun,
merancang juga menerapkan SOP dan meningkatkan pelayanan kesehatan
pada pasien asma.
3. Bagi Penulis
Studi kasus ini berguna untuk memperluas wawasan dan
menambah pengetahuan penulis dalam bidang keperawatan serta
sekaligus sebagai media untuk mengemukakan pendapat secara objektif
mengenai asma dibidang keperawatan sehingga dapat memperluas dan
mengembangkan cakupan penelitian tentang pengaruh terjadinya salah
satu penyakit tidak menular yaitu penyakit asma.
TINJAUAN PUSTAKA

BAB II

A. Lansia
1. Definisi
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada
daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4)
UU No.13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut
adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam
dkk, 2008.
Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa
umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu
penyakit, akan tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Padila, 2013).
Usia lanjut dapat dikatakan usia emas karena tidak semua orang
dapat mencapai usia tersebut, maka orang berusia lanjut memerlukan
tindakan keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif,
agar ia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang
berguna dan bahagia (Maryam dkk, 2008).
2. Perubahan-perubahan fisiologis sistem pernafasan
Perubahan fisiologik (fungsi) pada sistem pernafasan yang terjadi antara
lain :
a. Gerak pernafasan
Distribusi gasadanya perubahan hentuk, ukuran dada,
maupun volume rongga dada akan merubah mekanika pernafasan,
amplitudo pernafasan menjadi dangkal, timbul keluhan sesak nafas.
Kelemahan otot pernafasan menimbulkan penurunan kekuatan gerak
nafas, lebih-Iebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat
penuaan.
Perubahan struktur anatomik saluran nafas akan
menimbulkan penumpukan lendir dalam alveolus (air trapping)
ataupun gangguan pendistribusian udara nafas dalam cabang-cabang
bronkus.
b. Volume dan kapasitas paru menurun
Hal ini disebabkan karena beberapa faktor: kelemahan otot
nafas, elastisitas jaringan parenkim paru menurun, resintensi saluran
nafas. Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut terjadi
pengurangan ventilasi paru.
c. Gangguan transport gas
Pada usia lanjut terjadi penurunan Pa02 secara bertahap, yang
penyebabnya terutama disebabkan adanya ketidakseimhangan
ventilasi-perfusi. Selain itu diketahui bahwa pengambilan 02 oleh
darah dari alveoli (difusi) dan transport 02 ke jaringan-jaringan
berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan olah raga.
Penurunan pengambilan 02 maksimal disebabkan antara lain karena
berbagai perubahan pada jaringan paru yang menghambat difusi gas,
dan berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah
jantung.
d. Gangguan perubahan ventilasi pain
Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru,
akibat adanya penurunan kepekaan kemoreseptor perifer,
kemoreseptor sentral ataupun pusat-pusat pernafasan di medulla
oblongata dan pons terhadap rangsangan berupa penurunan Pa02,
peninggian PaCO2, perubahan pH darah arteri dan sebagainya.
B. Asma
1. Definisi
Asma adalah penyakit yang terjadi akibat adanya penyempitan
saluran pernafasan sementara waktu sehingga sulit bernafas (Hasdianah,
2014).
Asma bronchial adalah penyempitan bronkus yang bersifat
reversible yang terjadi oleh karena bronkus yang bersifat hiperaktif
mengalami kontaminasi dengan antigen (Rab, 2010).
Asma bronchial adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempian ini bersifat
berulang namun reversible, dan diantara episode penyempitan bronkus
tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal (Price, 2006).
2. Etiologi
Menurut Hasdianah, 2014 penyebab penyakit asma ini dibagi
menjadi 2 yaitu :
a. Faktor Intrinsik
1) Psikologis
Rangsangan psikologis dapat mencetuskan suatu
serangan asma , karena rangsangan tersubut dapat mengaktivasi
sistem parasimpatis yang diaktifkan oleh emosi, rasa takut dan
cemas. Karena rangsangan parasimpatis ini juga dapat
mengaktifkan otot polos bronkious, maka apapun yang
meningkatkan aktivitas parasimpatis dapat mencetuskkan asma.
Dengan demikian individu yang mengalami asma mungkin
mendapat serangan akkibat gangguan emosinya.
2) Kegiatan jasmani
Asma yang timbul karna bergerak badan atau olahraga
terjadi bila seseorang mengalami gejala-gejala asma selama atau
setelah berolahragaatau melakukan gerak badan. Pada saat
penderita sedang istirahat, ia bernafas melalui hidung. Sewaktu
udara masuk melalui hidung udara dipanaskan dan menjadi
lembab. Saat melakukan gerak badan, pernafasan terjadi melalui
mulut, nafasnya semakin cepat dan volume udara yang dihirup
semakin banyak, hal ini lah yang menyebabkan otot yang peka
disaluran pernafasan mengencang sehingga sauran udara
menjadi lebih sempit, yang menyebabkan bernafas menjadi
lebih sulit sehingga terjadilah gejala asma.
b. Faktor Ekstrinsik
1. Alergen
Merupakan factor pencetus asma yang sering dijumpai.
debu, bulu, polusi udara dan sebagainya yang dapat
menimbukan serangan asma pada penderita yang peka.
2. Obat-obatan
Obat-obatan yang sering mencetuskan serangan asma
adalah reseptor beta, atau biasanya disebut dengan beta-blocker.
3. Factor Lingkungan
Cuaca lembab serta hawa gunung sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak menjadi dingin sering
merupakan factor provokatif untuk serangan. Kadang-kadang
asma berhubungan dengan satu musim. Lingkungan lembab,
apalagi disertai banyaknya debu rumah atau berkembangnya
virus infeksi saluran pernafasan, merupakan pencetus serangan
asmayang perlu diwaspadai.
3. Anatomi fisiologi
1) Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat
hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna
untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam
lubang hidung.
2) Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara
jalan pernafasan dan jalan makanan, terdapat didasar bawah
tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas
tulang leher.
3) Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran udara yang
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di
bawahnya.
4) Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C).
5) Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari
trakea, bronkus ini sendiri merupakan saluran pernafasan yang
terdapat dirongga dada. Saluran ini merupakan hasil percabangan
primer saluran utama pernafasan yaitu trakea ( tenggorokan ).
6) Bronkiolus
Bronkiolusadalah percabangan dari bronkus. Saluran ini lebih
halus dan dindingnya lebih tipis. Bronkiolus kiri berjumlah 2,
sedangkan bronkiolus kanan berjumlah 3. Percabangan ini
membentuk cabang yang lebih halus seperti pembuluh darah.
7) Alveolus
Alveolus berupa saluran udara buntu membentuk gelembung-
gelembung udara. Dindingnya tipis setebal selapis sel, lembab, dan
berlekatan dengan kapiler darah. Alveolus berfungsi sebagai
permukaan respirasi. Luas total mencapai 100 m (50 x luas
permukaan tubuh) cukup untuk melakukan pertukaran gas keseluruh
tubuh.
8) Paru
Adalah organ utama dari sistem pernafasan yang ada. Udara
dari atmosfer masuk ke hidung lalu disaring dan dilembabkan oleh
bulu hidung dilanjutkan ke faring, laring, treake, bronkus, alveli dan
alveolus , lalu terjadi lah pertukaran gas dari CO2 menjadi O2 dan
diangkut oleh darah untuk diantarkan ke seluruh sel tubuh yang
membutuhkan.
4. Patofisiologi
Menurut Naga, 2012 Secara umum, allergen menimbulkan
reaksi yang hebat pada mukosa bronkus yang mengakibatkan kontriksi
otot polos, hyperemia, serta sekresi lender putih yang tebal. Mekanisme
reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi sangat rumit. Penderita yang
telah disensitisasi terhadap satu bentuk allergen yang spesifik, akan
membuat antibody terhadap allergen yang dihirup tersebut. Antibodi
yang merupakan imunoglobin jenis IgE ini kemudian melekat
dipermukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain
adalah basofil yang kita gunakan pada saat menghitung leukosit.
Bila satu molekul IgE terdapat pada permukaan sel mast
menangkap satu permukaan allergen, maka sel mast tersebut akan
memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan
kontriksi bronkus. Salah satu contohnya adalah histamine dan
prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2
adrenergik, sedangkan pada jantung mempunyai reseptor beta-1.
Apabila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat antiasma
salbutamol, maka pelepasan histamine akan terhalang. Tidak hanya itu,
aminofilin obat antiasma yang sudah terkenal, juga menghalangi
pembebasan histamine. Pada mukosa bronkus dan dalam darah tepi,
terdapat banyak eosinofil. Adanya eosinofil dalam sputum dapat dengan
mudah terlihat.
Pada mulanya fungsi eosinofil di dalam sputum tidak dikenal,
tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir granula eosinofil
terdapat enzim yang dapat menghancurkan histamine dan prostaglandin.
Jadi eosinofil ini memberikan perlindungan terhadap serangan asma
5. Tanda dan gejala klinis
Gejala klinis asma bronchial yang khas adalah sesak napas yang
berulang dan suara mengi (wheezing). Gejala ini bervariasi pada tiap-tiap
orang berdasarkan tingkat keparahan dan frekuensi (WHO, 2014).
a. Intermintten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1
kali dalam seminggu dan gejala asma bronchial malam berkurang
dari 2 kali dalam sebulan.Jika seperti itu yang terjadi,berarti faal
paru masih baik.
b. Persisten ringan, yaitu gejala asma bronchial lebih dari 1 kali dalam
seminggu dan serangannya sampai mengganggu aktivitas,termasuk
tidur.Gejala asma malam lebih dari 2 kali dalam sebulan,semua ini
membuat faal paru relatif menurun.
c. Persisten sedang, yaitu gejala asma bronchial terjadi setiap hari dan
serangan sudah mengganggu aktivitas,serta terjadinya 1-2 kali
seminggu.Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam seminggu.Faal
paru menurun.
d. Persisten berat, yaitu gejala asma bronchial terjadi terus
menerus.Gejala asma malam dapat terjadi hampir setiap malam
akibatnya faal paru sangat menurun.
6. Pemeriksaan penunjang
Spirometer: Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup
(neibulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%

a. Sputum : eosinofil meningkat


b. Uji kulit
c. RO dada yaitu patologis paru/komplikasi asma
d. AGD : terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan
hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan
hiperkapnia (PCO2 naik).
e. Foto dada AP dan laterai. Hiperinflasi paru, diameter
anterioposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak
konsolidasi yang tersebar.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas ssehari-hari. Program
penatalaksaan asma meliputi 7 komponen, yaitu : (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia)
1) Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiliti dan mortali.
Edukasi tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi
juga pihak lain yang membutuhkan seperti pemegang keputusan,
pembuat perencanaan bidang kesehatan/ asma, profesi kesehatan.
2) Menilai dan monitor berat badan seseorang yang mengalami
penyakit asma secara berkala.
Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan
perubahan terapi
b. Pejanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan
pada asmanya
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang harus
direview, sehingga sehingga membantu penanganan asma
terutama asma mandiri.
3) Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4) Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
1) Medikasi (obat-obatan)
Medikasi ini ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala
obstruksi jalan nafas, terdiri dari pengontrol dan pelega.
2) Terapi
Bronkodilator : mengembangkan pembuluh darah bronkus
(Aminophilin, Adrenalin, Epiderin, dll)
Antihistamin ( anti alergi ) : Chlortimeton ( CTM ), Antistin, dll
3) Tahapan pengobatan yang diindikasikan sesuai berat asma
a. Menetapkan pengobatan pada serangan segera
Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat asma
penderita.
b. Kontrol secara teratur
a) Tindak lanjut (follow-up) teratur
b) Rujuk keahli paru untuk konsultasi dan penanganan lanjut
bila diperlukan
c. Pola hidup sehat
a) Meningkatkan kebugaran fisik
b) Berhenti atau tidak pernah merokok
c) Linkungan kerja (pencetus asma)
BAB III

Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Merupakan tahapan awal dari proses keperawatan yang merupakan
dasar dari kegiatan selanjutnya, yang dilaksanakan dengan menggunakan
pendekatan sistematis dalam mengumpulkan data dan menganalisanya
sehingga dapat diketahui kebutuhan klien sesuai dengan masalah yang ada.
Tahap pengkajian adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta
mempelajari cacatan lain tentang status kesehatan klien
a. Identitas / Biodata
Berisikan tentang nama, umur, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku / bangsa
b. Riwayat Kesehatan
a. Alasan Datang ke Panti tresna wherda Dikirim dari (rumah sendiri,
atau lain-lain).
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan saat ini mengenai penyakit yang diderita oleh klien.
d. Riwayat Penyakit yang Lalu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit sebelumnya,
penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alcohol dan merokok.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama
(genetik/keturunan).
f. Pola Aktivitas dan Latihan
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan
sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman
pernapasan.
g. Pola Nutrisi
Menggambarkan tentang bagaimana nutrisi nya, balance cairan,
dan elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan,
mual/muntah, dan makanan kesukaan.
h. Pola Eleminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada
tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter.
i. Pola Istirahat/Tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap
energy, jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur, dan
insomnia.
j. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum
a. Keadaan umum klien lansia.
b. Kesadaran
Kesadaran klien biasanya Composmentis dan apatis.
2) Tanda-Tanda Vital
Pemeriksaan nadi, tekanan darah, suhu, pernafasan.
3) Sistem pernafasan
Kaji keadaan pernafasan, sesak nafas, batuk, lendir susah
keluar, tachypnea, orthopnea, penggunaan otot aksesoris pernafasan.
Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan dan kiri, retraksi iga (-) batuk
(+), Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri, perkusi : sonor
diseluruh lapang paru, Auskultasi : whezzing (+), ekspirasi
memanjang.
4) Sistem Integumen
Kaji keadaan kulit, temperatur, turgor, apakah ada benjolan,
apakah kemerahan, adanya gatal.
5) Sistem Neurosensori
Gejala yang ada pusing, ditandai adanya perubahan
keterjagaan, orientasi, pola proses berpikir memori ingatan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada
area jaringan, kekuatan otot, kontraktur, atrofi otot, dan laserasi
kulit.
7) Pola Persepsi-Kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi
sensori meliputi penggkajian penglihatan, pendengaran, perasaan,
dan pembau.
8) Pola Konsep Diri (Koping)
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan konsep diri. Manusia sebagai sistem terbukan
dan makhluk bio-psiko-sosio-kultural-spiritual, kecemasan,
ketakutan, dan dampak terhadap sakit.
9) Pola Kasih Sayang
Menggambarkan sikap klien terhadap apakah ia seseorang
yang penuh dengan kasih sayang terhadap keluarganya.
10) Pola Hubungan-Peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat, pekerjaan, dan masalah
keuangan.
11) Pola Kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan
termasuk spiritual.
B. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d spasme jalan nafas


2. Ketidakefektifan pola nafas b/d perubahan kedalaman pernafasan
3. Hambatan mobilitas fisikb/d penurunan ketahanan tubuh
4. Ketidakseimbangan nutrisi b/d hilang nafsu makan
5. Resiko jatuh b/d inefektifitas indra pengelihatan
6. Defisiensi pengetahuan b\d tidak familier dengan sumber informasi

C. Intervensi keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Berhubungan dengan sekresi
mucus
Batasan Karakteristik:
1. Dispneu,
2. suara nafas tambahan
3. Orthopneu
4. Cyanosis
5. Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
6. Kesulitan berbicara
7. Batuk, tidak efektif atau tidak ada
8. Mata melebar
9. Produksi sputum yang berlebih
10. Gelisah
NIC :
Airway Management
1. Buka jalan nafas, mengunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
2. Posisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
6. Atur intake cairan
7. Monitor respirasi dan status O2
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan perubahan kedalaman
pernafasan
Batasan karakteristik :
1. perubahan kedalaman pernafasan
2. perubahan ekskursi dada
3. mengambil posisi tiga titik
4. bradipneu
5. penurunan tekanan ekspirasi
6. penurunan ventilasi semenit
7. penurunan kapasitas vital
8. dipneu
9. peningkatan diameter anterior-posterior
10. pernafasan cuping hidung
11. ortopneu
12. fase ekspirasi memenjang
13. pernafasan bibir
14. takipneu
15. penggunaan otot aksesorius untuk bernafas
NIC :
Airway Management
1. Buka jalan nafas, mengunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
6. Atur intake cairan
7. Monitor respirasi dan status O2
Oxygen therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenisasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien

Vital sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


2. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
3. Monitor pola pernafasan abnormal

Vous aimerez peut-être aussi