Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001). Beberapa kelainan
kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit atresia ani, namun hanya 2
kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni down syndrome (5-
10%) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka
dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan
gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990).
Insiden penyakit atresia ani adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup, dengan jumlah
penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan
setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani. Kartono mencatat
20-40 pasien penyakit atresia ani yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto
Mangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki: perempuan adalah 4:1. Insidensi ini
dipengaruhi oleh group etnik, untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000
kelahiran, Caucassian 1,5 dalam 10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000
kelahiran (Holschneider dan Ure, 2005; Kartono,1993). Menurut catatan Swenson,
81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan
Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57
kasus dalam 24 keluarga).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
C. Ruang Lingkup
Penulis hanya membahas tentang Asuhan keperawatan pada Anak dengan Atresia
Ani
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penyusun dalam penyusunan makalah ini
adalah metode deskripsi untuk mendapatkan gambaran mengenai Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Atresia Ani itu sendiri.
E. Sistematika Penulisan
Penyusunan makalah Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Atresia Ani dari
tiga Bab, pada Bab I yaitu pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan
penulisan, metode penulisan, ruang lingkup, dan sistematika penulisan. Bab II
yaitu pembahasan mengenai materi Asuhan keperawatan pada Anak dengan
Atresia Ani. Bab III yaitu penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Wong, D. L, 2003).
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, C. L and Sowden, L. A, 2002).
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001).
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa atresia ani adalah suatu
kelainan bawaan dimana tidak terdapatnya lubang atau saluran anus.
B. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
C. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung
ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya
penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu
dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan
usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke
arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya
akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90%
dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-
laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke
prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis).
2. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rektal, adanya membran
anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi & Yuliani, R, 2001). Gejala lain
yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam
setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit
abdomen akan terlihat menonjol. Bayi muntah-muntah pada usia 24-48 jam setelah
lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan
akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam
kehijauan karena cairan mekonium.
3. Komplilkasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia.
(Ngastiyah, 2005).
4. Klasifikasi
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum
dengan anus.
D. Penatalaksanaan Medis
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk
kelainan dilakukan kolostomi setelah beberapa hari kelahiran lahir, kemudian
anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum
abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada
usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan
pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk
menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Jenis tindakan
pembedahan yang dapat dilakukan adalah:
Kecepatan pertambahan lingkar kepala melambat pada akhir masa bayi, dan
lingkar kepala biasanya sama dengan lingkar dada pada usia 1-2 tahun. Total
pertambahan lingkar kepala umumnya selama tahun kedua adalah 2,5 cm.
Kemudian kecepatan pertambahan melambat sampai usia 5 tahun, pertambahan
tinggi badan menjadi kurang dari 1,25 cm/tahun. Fontanale anterior menutup
antara usia 12 sampai 18 bulan.
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Selama
proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang
menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat
traumatik dan penuh dengan stress. Berbagai perasaan yang sering muncul pada
anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2000 dikutip dari
Supartini, 2004). Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang
baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman,
perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya, dan sesuatu yang dirasakan
menyakitkan.
Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress pula, dan
stress orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat (Supartini,
2004). Anak adalah bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada
pengalaman yang mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat
stress (Brewis, 1995 dikutip dari Supartini, 2004). Dengan demikian, asuhan
keperawatan tidak bisa hanya berfokus pada anak, tetapi juga pada orang tuanya.
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stressnya. Sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respons
perilaku anak sesuai dengan tahapannya, yaitu tahap protes, putus asa, dan
pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah
menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang
diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah
menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain
dan makan, sedih dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan
adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara
dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya.
G. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata klien.
b. Riwayat keperawatan.
c. Riwayat psikologis.
1) BB lahir abnormal.
e. Riwayat sosial.
f. Pemeriksaan fisik.
g. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologis
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4) CT Scan
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa preoperasi:
Diagnosa postoperasi:
3. Perencanaan keperawatan
Kriteria hasil:
2) Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi:
Kriteria hasil:
Intervensi:
1) Pantau TTV.
Kriteria hasil:
Intervensi:
1) Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan
fisiologi saluran pencernaan normal.
Kriteria hasil:
Intervensi:
Kriteria hasil:
Intervensi:
2) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area
stoma.
Kriteria hasil:
2) TTV normal.
3) Leukosit normal.
Intervensi:
Kriteria hasil:
1) BAB normal.
Intervensi:
3) Anjurkan orang tua klien untuk memberi minum banyak dan mengandung
tinggi serat jika konstipasi.
Kriteria hasil:
Intervensi:
1) Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai
mereka dapat melakukan perawatan.
4. Pelaksanaan keperawatan
5. Evaluasi keperawatan
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat
pada tahap ini adalah memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan mengembalikan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada
tahap evaluasi ini terdiri dari 2 kegiatan yaitu:
a. Evaluasi formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat
memberikan intervensi dengan respon segera.
1) Tujuan tercapai
Tujuan dikatakan tercapai bila klien telah menunjukan perubahan dan kemajuan
yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara
keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya,
seperti klien dapat makan sendiri tetapi masih merasa mual. Setelah makan bahkan
kadang-kadang muntah.
Adapun evaluasi akhir yang ingin dicapai dari tiap-tiap diagnosa adalah:
http://seliaprilyani.blogspot.co.id/2014/04/askep-atresia-ani-pada-anak.html
http://sukma08nov.blogspot.co.id/2015/01/asuhan-keperawatan-pada-anak-
dengan_99.html
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
1. Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang artinya tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia
ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
2. Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata
meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).
3. Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran
yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus
yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto,
2001).
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa atresia ani adalah suatu
kelainan bawaan dimana tidak terdapatnya lubang atau saluran anus.
B. Macam-macam
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
e. Anus imperforata dan ujung rektum buntu terletak pada berbagai jarak dari
peritoneum.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi, yaitu :
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung rectum buntu sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm.
c. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit
dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
C. Etiologi
a. Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
b. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila
bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak
pernah rektourinarius.
c. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di
kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal.
f. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
k. Bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan
intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat
menonjol
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia.
D. Patologi
Perjalanan penyakit
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung
ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya
penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu
dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan
usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke
arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya
akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90%
dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-
laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke
prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis).
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
d. CT Scan
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau
jari.
F. Penatalaksanaan
1. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi,
dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Kemudian dilanjutkan dengan
operasi "abdominal pull-through"
3. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi,
anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu
setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
4. Dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau
speculum
1. Pengkajian
a. Biodata klien.
b. Riwayat keperawatan.
c. Riwayat psikologis.
1) BB lahir abnormal.
e. Riwayat sosial.
f. Pemeriksaan fisik.
g. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologis
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4) CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau
jari.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa preoperasi:
Diagnosa postoperasi:
3. Perencanaan keperawatan
Kriteria hasil:
2) Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi:
Kriteria hasil:
1) Output urin 1-2 ml/ Kg/ Jam.
Intervensi:
1) Pantau TTV.
Kriteria hasil:
Intervensi:
1) Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan
fisiologi saluran pencernaan normal.
Kriteria hasil:
Intervensi:
Kriteria hasil:
Intervensi:
Kriteria hasil:
2) TTV normal.
3) Leukosit normal.
Intervensi:
2) Pantau TTV.
1) BAB normal.
Intervensi:
3) Anjurkan orang tua klien untuk memberi minum banyak dan mengandung
tinggi serat jika konstipasi.
Kriteria hasil:
Intervensi: