Vous êtes sur la page 1sur 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan WHO (2012), rubela adalah penyakit infeksi virus RNA
yang menular dan belum ada pengobatan khusus untuk infeksi rubela. Virus
rubela bersifat teratogen terhadap janin jika menginfeksi wanita hamil
terutama wanita yang tidak memiliki proteksi immunologi spesifik (Santis et
al.,2005). Wanita hamil yang terinfeksi rubela pada awal trimester pertama
kehamilan, dapat meningkatkan risiko terinfeksinya fetus lebih dari 80%
(Reddy et al.,2006). Infeksi rubela kongenital pada fetus dapat mengakibatkan
sel tubuh janin tidak berkembang atau rusak sehingga terjadi abortus, bayi
lahir mati, serta defek permanen yang disebut dengan Sindrom Rubela
Kongenital (Burg and Janis.,2007). Sindrom rubela kongenital merupakan
salah satu kasus terbanyak yang menyebabkan terjadinya kecacatan pada bayi
dan anak di negara berkembang. Saat ini diperkirakan sekitar 110.000 infant
mengalami sindrom rubela kongenital (SRK) setiap tahunnya (Robertson et
al.,2003). Berdasarkan data model statistik Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) tahun 2010, mengestimasikan 46.621 bayi yang baru lahir
menderita SRK setiap tahun pada tahun 2000-2009 di South East Asian
Region (SEAR), akan tetapi masih banyak data yang belum tercatat mengenai
angka kejadian kasus SRK di negara berkembang.
Manifestasi klinis sindrom rubela kongenital (SRK) disebut trias
rubela yaitu berupa gangguan jantung, gangguan mata serta gangguan
pendengaran (Banatvala and Brown.,2004). Tuli sensorineural adalah
gangguan pendengaran yang paling sering terjadi pada anak dengan SRK
(Dammeyer.,2010). Kasus tuli sensorineural pada anak dengan SRK sekitar
80% merupakan tuli dengan derajat berat dan sangat berat (Bento et al.,2005).
Tuli sensorineural juga merupakan delayed manifestation dari sindrom rubela

1
kongenital pada anak, akan tetapi sampai saat ini belum diketahui pasti
patogenesis (Dammeyer.,2010). Hal tersebut menyebabkan sulitnya
mendiagnosis dan mendeteksi tuli kongenital pada bayi dan anak, khususnya
akibat infeksi rubela kongenital yang asimptomatik (Reddy et al.,2006).
Orang tua baru menyadari anak mengalami tuli kongenital saat anak berumur
2-5 tahun karena awal-awal tahun tersebut baru dapat teramati pertumbuhan
dan perkembangannya, khususnya kemampuan bicara dan bahasa pada anak
(Smith et al.,2005). Anak dengan tuli kongenital dapat mengakibatkan
keterlambatan bicara, gangguan bahasa, penyimpangan perilaku sosial serta
penurunan kemampuan kognitif (Moeller.,2000).
Bayi dan anak yang mempunyai memiliki riwayat terinfeksi rubela
dalam kandungan memiliki risiko 10,2 kali lebih besar mengalami ketulian
dibandingkan yang tidak memiliki faktor risiko, oleh karena itu bayi baru lahir
dengan faktor risiko seharusnya menjalani screening untuk tes pendengaran.
Tes screening pendengaran adalah deteksi awal agar dilakukannya intervensi
secara dini (JCIH.,2000). Tes pendengaran yang objektif, non-invasif, dan
praktis untuk memeriksa bayi dan anak adalah Brainstem Evoked Response
Audiometry (BERA), akan tetapi banyak rumah sakit di beberapa negara tidak
memiliki alat tes pendengaran untuk bayi dan anak yaitu BERA
(Wrighston.,2007).

1.2 Rumusan Masalah


1.1.1 Apa itu Rubella?
1.1.2 Apa penyebab (etiologi) dari Rubella?
1.1.3 Bagaimana patofisiologi dari Rubella?
1.1.4 Apa saja manifestasi klinis dari Rubella?
1.1.5 Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan Rubella?
1.1.6 Apa saja penatalaksanaan dari Rubella?

2
1.1.7 Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengetahui penyakit Rubella?
1.1.8 Apa saja pengkajian yang harus dilakukan pada penderita Rubella?
1.1.9 Apa saja pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk mengetahui
penyakit Rubella?
1.1.10 Apa saja diagnose keperawatan yang dapat timbul pada penyakit
Rubella?
1.1.11 Bagaimana intervensi keperawatan Rubella?
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui apa itu Rubella
1.2.2 Untuk mengetahui penyebab (etiologi) dari Rubella
1.2.3 Untuk mengetahui patofisiologi dari Rubella Untuk mengetahui
manifestasi klinis dari Rubella
1.2.4 Untuk mengetahui komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Rubella
Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Rubella
1.2.5 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk mengetahui penyakit Rubella
1.2.6 Untuk mengetahui pengkajian yang harus dilakukan pada penderita
Rubella
1.2.7 Untuk mengetahui pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk
mengetahui penyakit Rubella
1.2.8 Untuk mengetahui diagnose yang dapat timbul pada penyakit Rubella
1.2.9 Untuk mengetahui intervensi keperawatan Rubella

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Medis
2.1.1 Definisi
Rubela merupakan suatu penyakit virus yang umum pada anak dan
dewasa muda, yang ditandai oleh masa prodromal yang pendek,
pembesaran kelenjar getah bening servikal, suboksipital dan
postaurikular, disertai erupsi yang berlangsung 2-3 hari. Pada anak yang
lebih besar dan orang dewasa dapat terjadi infeksi berat disertai kelainan
sendi dan paru-paru. (sumarno,2002).

Rubela juga dapat terjadi pada ibu hamil dan dapat menimbulkan
infeksi pada janin dengan kelainan teratogenesis yang bergantungdari
umur kehamilan. Pada sebagian besar ibu yang mengalami infeksi
rubella tidak menunjukkan gejala atau tanda klinis tetapi virus dapat
menimbulkan infeksi pada plasenta yang diteruskan ke janin,
kemungkinan yang ditimbulkan dijanin yaitu :

a. Non-infeksi
b. Infeksi tanpa kelainan apapun
c. Infeksi dengan kelainan congenital
d. Resorpsi embrio
e. Abrotus atau
f. Kelahiran mati

Berdasarkan WHO (2012) rubela adalah penyakit infeksi virus


RNA yang menular dan belum ada pengobatan khusus untuk infeksi
rubela. Virus rubela bersifat teratogen terhadap janin jika menginfeksi
wanita hamil terutama wanita yang tidak memiliki proteksi immunologi
spesifik (Santis et al.,2005).

4
Wanita hamil yang terinfeksi rubela pada awal trimester pertama
kehamilan, dapat meningkatkan risiko terinfeksinya fetus lebih dari
80% (Reddy et al.,2006).
Infeksi rubela kongenital pada fetus dapat mengakibatkan sel tubuh
janin tidak berkembang atau rusak sehingga terjadi abortus, bayi lahir
mati, serta defek permanen yang disebut dengan Sindrom Rubela
Kongenital (Burg and Janis.,2007).
Sindrom rubela kongenital merupakan salah satu kasus terbanyak
yang menyebabkan terjadinya kecacatan pada bayi dan anak di negara
berkembang. Saat ini diperkirakan sekitar 110.000 infant mengalami
sindrom rubela kongenital (SRK) setiap tahunnya (Robertson et
al.,2003). Berdasarkan data model statistik Centers for Disease Control
and Prevention (CDC) tahun 2010, mengestimasikan 46.621 bayi yang
baru lahir menderita SRK setiap tahun pada tahun 2000-2009 di South
East Asian Region (SEAR), akan tetapi masih banyak data yang belum
tercatat mengenai angka kejadian kasus SRK di negara berkembang.

2.1.2 Etiologi
Rubella disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus, famiily
Togaviridae. Secara fisikokimiawi virus ini sama dengan anggota virus
lain dari famili tersebut, tetapi secara serologic virus rubella berbeda.
Sindrom rubella kongenital merupakan penyakit yang sangat menular
yang penularannya melalui oral droplet, dari nasofaring, atau rute
pernafasan dan selanjutnya memasuki aliran darah. Namun terjadi erupsi
dikulit dan belum diketahui patogenesisnya. Virus rubela hanya
menjangkiti manusia saja dan penularan dapat terjadi biasanya sejak 7
hari sebelum hingga 5 hari sesudah timbulnya erupsi, daya tular tertinggi
terjadi pada akhir masa erupsi, kemudian menurun hingga 5 hari sesuda
timbulnya erupsi, daya tular tertinggi terjadi pada akhir massa erupsi,
5
kemudian menurun hingga cepat dan berlangsung hingga hilangnya
erupsi. (Sumarmo, 2002).

2.1.3 Manifestasi Klinis


1. Masa inkubasi 14-21 hari. Pada anak erupsi timbul tanpa keluhan
jarang disertai gaejala dan tanda pada masa prodromal.
2. Pada remaja masa prodromal berlangsung 1-5 hari dan terdiri dari
demam ringan, sakit kepala, nyeri tenggorokkan, kemerahan pada
konjungtiva, rhinitis, batuk dan limfadenopati.
3. Hari pertama erupsi timbul suatu enantema, forschheimer sport,
yaitu macula atau petekia pada pallatum molle, bisa saling
merengkuh sampai seluruh permukaan faucia.
4. Pembesaran kelenjar limfe timbul 5-7 hari sebelum timbul
eksantema, khas mengenai kelenjar suboksipital, postauikular dan
servikal, dan disertai nyeri tekan.
5. Gejala prodromal menghilang saat erupsi timbul
6. Bayi yang lahir dari ibu hamil yang menderita rubella pada
trimester pertama bisa terkena sindrom rubella congenital, yaitu
trias anomaly kognital pada mata (katarak, mikroftalmia, glaucoma,
retinopati), telinga (ketulian) dan defek jantung. Kerusakan jantung
dan mata terjadi karena infeksi embrio yang berumur 6 minggu,
sedangkan ketulian dan defekmental terjadi pada semua embrio
yang berumur sampai kira-kira 16 minggu.(sumarmo,2002).

6
2.1.4 Patofisiologi dan Pathway
Virus RNA masuk kedalam tubuh manusia melalui oral droplet
kemudian di tangkap oleh makrofag dan menyebar ke kelenjar limfe
regional dan terjadi replikasi virus dan masuk pada sel-sel jaringan limfa
lokal sehingganya virus di lepas ke aliran darah dan menyebar ke
berbagai organ. Pertama terjadi poliferasi endotel kapiler dalam korium.
Eksudasi serum/eritos dalam epidermis sehingganya terjadi ruam-ruam
kemerahan. Kedua terjadi replikasi virus dan viremia sekunder sehingga
terjadi reaksi radang dan terjadilah pengeluaran mediator kimia
sehingganya sel point meningkat yang menyebabkan suhu tubuh
meningkat. Ketiga virus menempel dan berkembang pada epitel
nasofaring sehingga terjadi invasi dan hiperemia dinding posterior faring
oleh palut lendir yang menyebabkan nyeri tenggorokan dan terjadi
infeksi mukosa faring.

7
Virus RNA Viremia sekunder

Oral Droplet Reaksi radang

Ditangkap oleh mikrofag Pengeluaran


mediator kimia

Menyebar ke kelenjar
Sel point meningkat
limfe regional

Replikasi virus Suhu tubuh meningkat

Dx. Hipertermi
Virus di lepas ke aliran darah Sel-sel jaringan limfa local

Menempel & berkembang Ruam menyebar


Menyebar ke berbagai organ
pada epitel nasofaring sampai ke oral

Poliferasi endotel Perubahan mukosa oral


Invasi
kapiler dalam korium
Penurunan intake makanan
Eksudasi serum/eritos Hiperemia dinding
dalam epidermis posterior faring
Anoreksia

Ruam berbintik-bintik Infeksi mukosa faring


kemerahan Dx. ketidak seimbanangan nutrsisi
Nyeri tenggorokan kurang dari kebutuhan tubuh

Dx. Kerusakan
integritas kulit Dx. Ketidakefetifan
bersihan jalan nafas

8
2.1.5 Komplikasi
Rubella adalah infeksi ringan. Sekali saja seseorang terkena rubella,
maka ia akan kebal seumur hidup. Sebagian wanita yang terkena rubella
mengalami arthritis pada jari-jari, pergelangan tangan dan lutut, yang
umumnya berlangsung selama 1 bulan. Dalam kasus yang cukup jarang
terjadi, rubella dapat menyebabkan infeksi telinga (otitis media) atau radang
otak (ensefalitis).Yang berbahaya adalah ketika seorang wanita hamil dan
terkena rubella, konsekuensinya berat pada bayi yang dikandungnya. Sekitar
90 persen bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengidap rubella selama
trimester pertama kehamilan mengembangkan sindrom rubella bawaan. Hal
ini akan mengakibatkan satu atau beberapa gangguan, antara lain:
Retardasi pertumbuhan
Katarak
Ketulian
Cacat jantung bawaan
Cacat pada organ lain
Keterbelakangan mental.

Risiko tertinggi janin akan berada selama trimester pertama kehamilan,


namun trimester selanjutnya juga berbahaya.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Tes darah serologi antigen rubella
Pemeriksaan serologis digunakan untuk mendiagnosis infeksi virus
rubella bawaan dan pascanatal (sering dikerjakan di anak-anak dan
orang dewasa muda) dan untuk menentukan keadaan (status)
imunologik terhadap rubella. Metode yang tersedia antara lain:
a. Hemaglutinasi pasif
b. Uji hemolisis radial

9
c. Uji aglutinasi lateks
d. Uji inhibisi hemaglutinasi
e. Imunoasai fluoresens
f. Imunoasai enzim.

Pemeriksaan terhadap wanita hamil yang pernah bersentuhan


dengan penderita rubella, memerlukan upaya diagnosis serologis secara
tepat dan teliti (akurat). Jika penderita memperlihatkan gejala klinis
yang semakin memberat, maka harus segera dikerjakan pemeriksaan
imunoasai enzim terhadap serum penderita untuk menetukan adanya
IgM spesifik-rubella, yang dapat dipastikan (konfirmasi) dengan
memeriksa dengan cara yang sama setelah 5 hari kemudian. Penderita
tanpa gejala klinis tetapi terdiagnosis secara serologis merupakan
sebuah masalah khusus.Mereka mungkin sedang mengalami infeksi
pratama (primer) atau re-infeksi karena telahmendapatkan vaksinasi dan
memiliki antibodi. Pengukuran kadar IgG rubella dengan imunoasai
enzim juga dapat membantu membedakan infeksi pratama (primer) dan
re-infeksi.
Pemeriksaan serologis pada kasus yang dicurigai menderita CRS
memerlukan tiga pendekatan.Pendekatan pertama untuk mengetahui
adanya antibodi IgM spesifik-rubella pada serum bayi.Pendekatan kedua
dengan melakukan titrasi serial antibodi serum selama 6 bulan pertama
kehidupannya.Kadar titer yang tetap atau meningkatselama pemeriksaan
ini menunjukkan bahwa telah terjadi infeksi rubella bawaan.Pendekatan
ketiga adalah dengan melakukan immunoblotting dan imunoasai enzim
peptide serum yang dikumpulkan selama masa neonatus untuk mencari
adanya penurunan pita protein E1 dan E2.

10
Secara spesifik, ada 5 tujuan pemeriksaan serologis rubella, yaitu:
a. membantu menetapkan diagnosisrubella bawaan. Dalam hal ini
dilakukan imunoasaiIgM terhadap rubella
b. membantu menetapkandiagnosis rubella akut pada penderita yang
dicurigai.Untuk itu perlu dilakukan imunoasai IgM terhadap
penderita
c. memeriksa ibu dengan anamnesis ruamrubellaform di masa lalu,
sebelum dan pada awalkehamilan. Sebab ruam kulit semacam ini,
dapatdisebabkan oleh berbagai macam virus yang lain.
d. memantau ibu hamil yang dicurigai terinfeksirubella selama
kehamilan sebab seringkali ibu tersebutpada awal kehamilannya
terpajan virus rubella(misalnya di BKIA dan Puskesmas)
e. mengetahuiderajat imunitas seseorang pascavaksinasi.Adanya
antibodi IgG rubella dalam serumpenderita menunjukkan bahwa
penderita tersebutpernah terinfeksi virus dan mungkin
memilikikekebalan terhadap virus rubella.
Penafsiran hasilIgM dan IgG ELISA untuk rubella sebagai uji
saring untuk kehamilan adalah sebagai berikut sebelum kehamilan, bila
positif ada perlindungan (proteksi) dan bila negatif berarti tidak
diberikan, kehamilanmuda (trimester pertama).

2. Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbentassay)


Tes ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi maupun
antigen. Pemeriksaan ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi
antibodi dalam tubuh manusia ataupun hewan. Ada berbagai teknik
pemeriksaan ELISA.Tes ini dapat dilakukan dengan kit yang sudah jadi
atau dapat juga dilakukan dengan menggunakan antigen yang diracik
sendri.Dalam mendeteksi antibodi, tes ELISA dapat digunakan untuk
mendeteksi antibodi IgM, dan kadang-kadang juga digunakan untuk
11
mendeteksi IgG. Adanya antibodi IgM merupakan tanda aanya infeksi
Leptospira baru, atau infeksi yang terjadi beberapa hari atau beberapa
mingg yang telah lewat.
Prinsip teknik ELISA secara umum aalah antibodi yang terdapat di
dalam serum dimasukkan ke dalam antigen yang sudah difiksasi pada
penyangga padat. (plat mikrotiter), kemudian diikubasi selama waktu
tertentu, dan dicuci untuk menghilangkan antibodi yang
berlebihan.Selanjunya, ditambahkan antibodi anti spesies yang
dikonjugasi dengan enzim. Aktifitas enzim ditentukan setelah di
tambahkan substrat chromogenic spesifik intensitas reaksi warna yang
tidak sesuai anti-bakteri monokial, kemudian di tambahkan sistem
defektor substar chromogen yang di pakai sebagai indikator ada tau
tidak adanya antibodi IgM pada sampel yang di tes.

2.1.7 Penatalaksanaan
Untuk tahap penyembuhan sebenarnya tidak ada obat yang spesifik.
Berikut beberapa penanganan yang dilakukan jika terinfeksi :
1. farmakologi : aceteminophen atau ibuprofen dapat mengurangi demam
dan nyeri.
2. Pengobatan rawat jalan (di rumah)
3. Pengobatan untuk wanita yang hamil
Ada wanita hamil jika terserang virus ini maka sebaiknya periksa ke
dokter dan kemungkinannya dokter memberikan suntikan imunoglobin
(IG). Ig tdak dapat menghilangkan virus rubella tetapi ig dapat
membantu dalam meringankan gejala yang diberikan oleh virus ini dan
dapat dalam meringankan gejala yang diberikan oleh virus ini dan dapat
mengurangi resiko-resiko pada janin.
Walalupun tidak ada obat yang spesifik untuk virus ini, namun dapat
diberikan pencegahan yaitu dengan vaksin dalam bentuk vaksin

12
kombinasi yang sekaligus digunakan untuk mencegah inveksi campak
dan gondongan, dikenal sebagai vaksin MMR (Mumps, Measles,
Rubella).

.
13
2.2 Konsep Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Anamnesa
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register,
tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan
untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur
dan alamat.
2. Keluhan Utama
Ruam berbintik-bintik kemerahan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Demam ringan,hidung tersumbat,pembesaran kelnjar getah bening
(di dasar tengkorak, bagian belakang leher, dan belakang telinga)
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Belum ada penyakit tertentu hanya saja sebelumnya klien hanya
mengalami demam dan flu
5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Tidak ada
2.2.2 Pemeriksaan Fisik
Secara keseluruhan tidak di temukan kelainan tapi pada beberapa
anggota tubuh yaitu ditemukan:
Wajah :Terdapat ruam merah
Mata : Sclera agak merah, conjugtiva pucat, terdapat nyeri tekan pada
alpebral
Hidung : Terdapat secret.
Leher : terdapat pembesaran pada kelnjar limfe
Abdomet : Tidak ada bekas luka operasi, terdapat ruam merah.
Genetalia : Keersihan cukup, tidak terdapat lesi, tidak terdapat secret.
Ektremitas : Kulit kering, terdapat ruam merah.
14
2.2.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa kperawatan yang diambil berdasarkan buku Ahem Wilkinson
(2011), Gloria M. Bluecheck, dkk (2013) dan Sue Moorhead, dkk
(2013) adalah sebagai berikut.
No Diagnosa
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
Kode diagnosa : 00031
1. Domain : 11. Keamanan/perlindungan
Kelas : 2 Cedera fisik
Hipertermia
2. Kode diagnosa : 00007
Domain : 11. Keamanan/perlindungan
Kelas : 6 Termoregulasi
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Tubuh
Kode diagnosa: 00002
3.
Domain : 2. Nutrisi
Kelas : 1. Ingesti
Kerusakan Integritas Kulit
4. Kode diagnosa : 00046
Domain :11. Keamanan/perlindungan
Kelas : 2. Cedera Fisik

15
2.2.4 Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO. INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL
1. Ketidakefektifan Bersihan NOC NIC
Jalan Nafas 1. Respiratory status : Menejemen Jalan Nafas
Kode diagnosa : 00031 Ventilation 1. Posisikan pasien untuk 1. Untuk memperlancar
2. Respiratory status : memaksimalkan ventilasi sirkulasi udara agar klien
Domain:11.Keamanan/perlindun
Airway patency bisa mendapatkan udara
gan
Kelas : 2 Cedera fisik Kriteria Hasil: yang cukup
Definisi : 1. Mendemonstrasikan 2. Identifikasi kebutuhan 2. Agar klien merasa nyaman
Ketidakmampuan untuk batuk efektif dan suara aktual/potensial pasien dan memudahkan klien
membersihkan sekresi atau untuk memasukan alat untuk bernpas dengan baik.
nafas yang bersih, tidak
obstruksi dari saluran napas membuka jalan nafas
untuk mempertahankan bersihan ada sianosis dan dyspneu
3. Lakukan fisioterapi dada, 3. Untuk mengeluarkan sekret
jalan napas. (mampu mengeluarkan
sebagaimana mestinya. yang mengahalan jalan nafas
Batasan Karakteristik: sputum, mampu bernafas
klien
1. Tidak ada batuk dengan mudah, tidak ada 4. Buang sekret dengan 4. Untuk memperlancar klien
2. Suara napas tambahan pursed lips) memotivasi pasien untuk untuk bernapas dan
3. Perubahan frekuensi napas 2. Menunujukan jalan nafas melakukan batuk atau memeberikan rasa nyaman
4. Perubahan irama napas menyedot lendir
yang paten (klien tidak
5. Sianosis 5. Instrusikan bagaimana agar 5. Untuk memberikan rasa
6. Kesulitan berbicara atau merasa tercekik, irama
bisa melakukan batuk nyaman kepada klien dengan
mengeluarkan suara nafas, frekuensi
efektif mengajarkan batuk efektif
7. Penurunan bunyi napas pernafasan dalam rentang
8. Dispneu normal, tidak ada suara
9. Sputum dalam jumlah yang nafas abnormal) Fisioterapi Dada 6. Untuk meminimalisir

16
berlebihan 3. Mampu 6. Kenali ada tidaknya kontra terjadinya malpraktik atau
10. Batuk yang tidak efektif mengidentifikasikan dan indikasi dilakukanya kesalahn dalam memberikan
11. Orthopneu mencegah facktot yang fisioterapi dada pada pasien tindakan kepada klien karena
12. Gelisah (misalnya, PPOK penyakit yang dialami klien,
dapat menghambat jalan
13. Mata terbuka Lebar eksaserbasi akut, karena jikadiberikan
nafas. pneumonia tanpa produksi tindakan tampa menyakan
Faktor-faktor yang sputum berlebih, penyakit yang di alami klien
Berhubungan: osteoporosis, kanker paru dapat menimbulkan
1. Lingkungan dan edema serebri) terjadinya kontra indikasi
Perokok pasif yang dapat membahayakan
Mengisap asap klien.
Merokok 7. Untuk memberikan rasa
2. Obstruksi Jalan nafas: 7. Gunakan bantal untuk nyaman pada klien agar
Spasme jalan nafas menopang posisi pasien memperlancar jalan nafas
Mokus dalam julah yang 8. Untuk memudahkan klien
berlebihan 8. Lakukan fisioterapi dada bernapas dengan baik.
Eksudat dalam jalan minimal 2 jam setelah
alveoli makan 9. Untuk meningkatkan
9. Instruksikan pasien untuk ventilasi paru dan
Materi asing dalam jalan
mengeluarkan nafas dengan meningkatkan oksigen darah
napas
tekhnik nafas dalam sehingga klien bisa bernapas
Adanya jalan nafas
dengan baik.
buatan
10. Agar klien megetahui
Sekresi bertahan/ sisa 10. Jelaskan tujuan dan tindakan apa yang akan
sekresi
prosedur tindakan diberkan perawat lepadanya
Sekresi dalam bronki fisioterapi dada kepada dan mengetahui efek dar
3. Fisiologis pasien tindakan tersebut.
Jalan napas alergik
Asma Monitor Pernafasan 11. untuk mengetahui kepatenan
Penyakit paru obstruktif

17
kronik 11. Monitor pola nafas jalan napas, kepatenan jalan
Hiperpalpasi dinding (misalnya bradipneu, napas yang tentunya akan
bronkial takipneu, hiperventilasi, berpengaruh terhadap
Infeksi pernafasan kusmaul, kecukupan pertukaran udara.
Disfungsi pernafasan 1:1, apneustik,
neuromuskular. respirasi biot, dan pola
ataxic) 12. Untuk mngetahui apakah
12. Monitor kemampuan batuk klien mampu batuk dengan
efektif pasien efektif dengan tidak karena
batuk efektif dapat merikan
rasa lega kepada klien.
13. Untuk melihat dan
13. Monitor sekresi pernafasan memastiakan kebersihan dari
pasien jalan napas klien.
2. Hipertermia NOC NIC
Kode : 00007 1. Termoregulasi Perawatan Demam
Diagnosa :11. Kriteria hasil : 1. Monitor warna kulit dan suhu 1. Untuk mengetahui apakah
1. Suhu tubuh dalam
Keamanan/perlindungan klien mengalami kenaikan
rentang normal
Kelas : 6 Termoregulasi 2. Nadi dan RR dalam suhu atau tidak karena
Definisi : rentang normal
Peningkatan suhu tubuh di atas perubahan pada warna dan
3. Tidak ada perubahan
kisaran norma. warna kulit dan tidak suhu kulit merupakan
Batasa Karakteristik : ada pusing.
1. Konvulsi indikasi demam.
2. Kulit kemerahan
3. Peningkatan suhu tubuh
diatas kisaran normal
4. Kejang 2. Untuk mengetahui penyabab
5. Takikardi

18
6. Takipneu 2. Pantau komplikasi- dari demam itu sendiri dan
7. Kulit terasa hangat komplikasi yang
menghidari terjadinya
Faktor-faktor yang berhubungan dengan demam
berhubungan : serta tanda dan gejala kondisi komplikasi yang dapat
1. Anastesia penyebab demam(misalnya,
membahayakan klien.
2. Penurunan respirasi kejang, penurunan tingkat
3. Dehidrasi kesadaran, status elektrolit
4. Pemajanan lingkungan yang abnormal,
3. Untuk mengetahui apakah
panas
5. Penyakit 3. Pastikan tanda lain dari klien mengalami tanda dan
6. Pemakaian pakaian yang infeksi yang terpantau pada
gejala selain demam akibat
tidak sesuai dengan suhu orangtua, karena hanya
lingkungan menunjukkan demam ringan infeksi yang terjadi.
7. Peningkatan laju atau tidak demam sama
metabolisme sekali selama proses infeksi.
4. Untuk merangsang
8. Medikasi
9. Trauma 4. Kompres pasien pada lipat penurunan panas melalui
10. Aktivitas berlebihan. paha dan aksila
efek kerja konduksi

5. Obat antipiretik bekerja


5. Berikan antipiretik
sebagai pengatur kembali
pusat pengatur panas.

Pengaturan Suhu
6. Untuk memantau suhu tubuh
6. Monitor suhu paling tidak

19
setiap 2 jam, sesuai dari klien apakah mangalami
kebutuhan
kenaikkan suhu atau tidak

7. Obat antipiretik bekerja


sebagai pengatur kembali
7. Berikan pengobatan
pusat pengatur panas
antipiretik, sesuai kebutuhan.
sehingga dapat menurunkan
suhu tubuh klien yang diatas
normal.

3. Ketidakseimbangan Nutrisi NOC: NIC :


Kurang dari Kebutuhan 1. Nutritional Status: Manajemen Nutrisi
Tubuh 2. Nutritional status : 1. Kaji adanya alergi makanan
food and fluid 1. Untuk mengetahui apakah
Kode diagnosa: 00002
3. Intake klien mengalami alergi
Domain : 2. Nutrisi 4. Nutrition status : terhadap makanan
Kelas : 1. Ingesti nutrient intake tertentu.
Definisi : 2. Berikan makanan yang 2. Menghindari terjadinya
Asupan nutrisi tidak cukup untuk Kriteria Hasil: terpilih (sudah alergi makan pada klien
memenuhi kebutuhan tubuh 1. Adanya peningkatan dikonsultasikan dengan ahli dan agar nutrisi klien
metabolic. berat badan sesuai gizi) terpenuhi sesuai dengan
Batasan Karakteristik : dengan tujuan yang diinstrusikan oleh
1. Kram abdomen 2. Berat badan ideal sesuai ahli gizi.
2. Nyeri abdomen dengan tinggi badan 3. Agar klien dan keluerga
3. Menghindari makanan 3. Mampu 3. Berikan informasi tentang mengetahui kebutuhan fizi
4. Berat badan 20% atau lebih mengidentifikasi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan tubuh.
dibawah berat badan ideal. kebutuhan nutrisi
5. Diare

20
6. Kehilangan rambut 4. Tidak ada tanda-tanda 4. Karena mulut yang bersih
berlebihan malnutrisi 4. Lakukan atau bantu pasien dapat meningkatkan nafsu
7. Bising usus hiperaktif 5. Menunjukan terkait dengan perawatan makan dan Untuk
8. Kurang makanan peningkatan fungsi mulut sebelum makan. membersihkan mulut klien
9. Kurang informasi pengecapan dari agar bakteri yang berada
10. Kurang minat pada makanan menelan di sekitar mulut klien tidak
11. Penurunan berat badan 6. Tidak terjadi penurunan ikut masuk kedalam mulut
dengan asupan makanan berat badan yang berarti. saat makan.
adekuat 1.
12. Kesalahan konsepsi Manajemen Gangguan
13. Kesalahan informasi Makan 5. Agar klien bisa
14. Membran mukosa pucat 5. Ajarkan dan dukung konsep mengetahui nutrisi yang
15. Ketidakmampuan memakan nutrisi yang baik dengan baik untuk memenuhi
makanan kurang dari RDA klien kebutuhan tubuh.
(recommended daily
allowance)
16. Cepat kenyang setelah 6. Mengetahui apakah
makan 6. Monitor intake/asupan dan asupan akan yang masuk
17. Sariawan rongga mulut asupan cairan secara tepat sudah tepat atau tidak
18. Steatorea sesuai dengan takaran
19. Kelemahan otot pengunyah yang dianjurkan oleh ahli
20. Kelemahan otot untuk gizi.
menelan.
Faktor-faktor yang 7. Untuk merencanakan
berhubungan : 7. Kolaborasikan dengan tim tindakan selanjutkan yang
1. Faktor biologis kesehatan lain untuk akan diberikan kepada
2. Faktor ekonomi mengembangkan rencana klien untuk lebih
3. Ketidakmampuan untuk perawatan dengan memenuhi nutrisi klien.
mengabsorbsi nutrient melibatakan klien dan

21
4. Ketidakmampuan untuk orang-orang terdekatnya
mencerna makanan dengan tepat.
5. Ketidakmampuan menelan
makanan
6. Faktor Psikologis Bantuan Perawatan Diri:
Pemberian Makan 8. Untuk mungetahui apakah
8. Monitor kemampuan pasien klien bisa menelan atau
untuk menelan tidak

9. Agar klien merasa nyaman


saat makan dan nutrisi
9. Berikan penurunan nyeri klien dapat terpenuhi.
yang cukup sebelum makan,
dengan tepat

10. Agar klien dapat makan


10. Posisikan pasien dalam dengan baik.
posisi makan yang nyaman

Pemberian Makan dengan


Tabung Enteral 11. Agar klien mengetahui
11. Jelaskan prosedur kepada tindakan apa yang akan
pasien diberikan kepadanya dan
klien tau kenapa dan
dampak apa yang akan
terjadi.

12. Untuk membantu klien

22
12. Sisipkan selang dalam memenuhi nutrisi
nasogastrik,nasoduodenal, karean klien tidak makan
nasojejunal, sesauiperintah seperti biasa.
lembaga

13. Agar selang tetap pada


13. Berikan zat penahan dikulit posisi ang benar
dan amankan selang makan
dengan plester/perekat
14. Untuk mengatahui
14. Monitor penempatan selang apakah selang sudah
yang tepat dengan masuk apada tempatnya
memeriksa ronga mulut, sesuai dengan prosedur
memeriksa residu lambung atau tidak agar tidak
atau mendengarkan suara terjadi kesalahan yang
saat udara di masukan dan bisa membuat klien
di tarik, sesuai prosedur merasa tidak nyaman.

15. Untuk menjaga agar


15. Gunakan teknik yang terhindar dari kiman dan
bersih dalam bakteri yang dapat
membersihkan makanan mengganggu kesehatan
lewat selang klien.

Terapi Nutrisi 16. Untuk mengatahuiapakah


16. Monitor intake nutrisi klien sudah
makanan/cairan dan hitung sesusai dengan yang di
masukan kalori perhari, anjurkan ole ahli gizi atau
sesuai kebutuhan belum

23
17. Dorong pasien untuk 17. Agar nutrisi klien bisa
memilih makanan setengah tetap terpenuhi dan
lunak, jika pasien Memudahkan klien untuk
mengalami kesulitan makan kareana kesulitan
menelan karena dalam menelan
menurunnya jumlah saliva

4. Kerusakan Integritas Kulit NOC NIC


Kode diagnosa : 00046 1. Tissue integrity: skin 1. Anjurkan pasien untuk 1. Agar pasien merasakan
Domain :11. and and mucous menggunakan pakaian nyaman
2. Membranes yang longgar
Keamanan/perlindungan
3. Hemodyalis akses 2. Hindari kerutan pada 2. Untuk menghindari
Kelas : 2. Cedera Fisik Kriteria hasil : tempat tidur ketidanyamanan pasien
1. Integritas kulit yang pada saat pasien istirahat
Definisi: baik bisa dipertahankan dan tidak menimbulkan
(sensasi, elastisitas, penyakit yang lain.
perubahan/gangguanepidermis temperature, hidrasi, 3. Jaga kebersihan kulit 3. Agar tetap bersih dan
dan/atau dermis: pigmentasi) kering sehingga terbebas
2. Tidak ada luka/lesi dari bakteri yang dapat
Batasa Karakteristik: pada kulit membahayakan kulit
1. Kerusakan lapisan kulit 3. Perfusi jaringan baik pasien
(dermis) 4. Menunjukkan 4. Mobilisasi pasien (ubah 4. Untuk menghindari
2. Gangguan permukaan pemahaman dalam posisi pasien) setiap dua terjadinya kubitus pada
kulit (epidermis) proses perbaikan kulit jam sekali kulit klien karena terlalu
3. Invasi struktur tubuh dan mencegah lama pada posisi yang
Faktor yang berhubungan: terjadinya cedera sama
Eksternal : berulang 5. Monitor area kulit dari 5. Pantau keadaan pasien
1. Zat kimi, radiasi 5. Mampu melindungi adanya kemerahan dan apakah adanya alergi pada
2. Usia yang ekstrim

24
3. Kelembapan kulit dan adanya pecah-pecah obat-obatan
4. Hipertermia, hipotermia mempertahankan 6. Monitor aktivitas dan 6. pantau keadaan pasien
5. Faktor mekanik (mis., gaya kelembaban kulit dan mobilisasi pasien apakah adanya perubahan
gunting [shearing forces] perawatan alami pada alergi pasien.
6. Medikasi 7. Memandikan pasien 7. Mencegah kebersihan
7. Lembab dengan sabun dan air pasien agar terhindari dari
8. Imobilitasi fisik hangat kuman dan bakteri
Internal : 8. Gunakan alat pengkajian 8. Menghindari masuknya
1. Perubahan status cairan risiko yang ada untuk bakteri,kuman pada alergi
2. Perubahan pigmentasi memonitor factor resiko pasien dan mengurangi
3. Perubahan turgor pasien(misalnya, skala kemerahan pasien
4. Faktor perkembangan Braden)
5. Kondisi ketidakseimbangan
nutrisi (mis., obesitas,
emasiasi)
6. Penurunan imunologis
7. Penurunan sirkulasi
8. Kondisi gangguan
metabolik
9. Gangguan sensasi
10. Tonjolan tulang

25
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Rubela adalah penyakit infeksi virus RNA yang menular dan belum ada
pengobatan khusus untuk infeksi rubela.Rubela adalah penyakit sejenis
campak yang berbahaya bila terkena pada ibu hamil karena dapat
menyebabkan kecacatan pada janin yang di kandungya(congenital rubella
sindroma/CRS)Penyakit ini akan menimbulkan masalah serius bila infeksi
virus Rubella terjadi pada perempuan hamil, khususnya pada umur kehamilan
di bawah 12 minggu (Trimester pertama kehamilan).Pada penyakit ini yang
ditandai dengan gejala prodormal yang terdiri dari demam ringan,sakit kepala,
nyeri tenggorokan dan batuk.

1.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka penulis
memberikan saran agar dapat meningkatkan pengetahuan Diharapkan karya
tulis ini dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan tentang asuhan
keperawatan pada pasien rubella.
.

26
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria.M, dkk.2016.Nursing Interventions Classification (NIC)


Edisi Bahasa Indonesia. Singapore:ELSEVIER

Hinchliff, sue.2013.Kamus Keperawatan Edisi 17.Jakarta:EGC

Heather Herdman, S. K. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-


2017. Jakarta: ECG

Nurarif Huda, Amin. Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta:
Penerbit Mediaction Publishing.

27

Vous aimerez peut-être aussi