Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TIC FASIALIS
Pembimbing:
dr. Andar Setyawan, Sp.S
Disusun oleh :
Malun Nasrudin 121611101094
Nurlailiyatul 101611101030
1.2. Anamnesa
Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan mata sebelah kiri kedutan.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan mata sebelah kirinya terasa berkedut sejak 6 bulan
yang lalu. Kedutan tersebut muncul terutama saat pasien kecapekan dan saat
bergurau dengan teman dipasar. Keluhan ini hilang timbul, kadang timbul 10-
15 kali sehari dan timbulnya bisa tiba-tiba tanpa rangsangan. Kedutan yang
dirasakan pasien kadang juga bisa terasa sampai mulut. Pasien juga
mengeluhkan batuk pilek sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak memiliki riwayat seperti dikeluhkan pasien
1.3 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik status generalis
Vital sign
TD : 160/100 mmHg
Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 95 x/menit
2
b. Status neurologis
Kesadaran
GCS (Glasgow Coma Scale) : 4-5-6
Pada GCS ada skala penilaian:
Respon buka mata/Eye opening 1-4 (E)
Respon verbal terbaik 1-5 (V)
Respon motorik terbaik 1-6 (M)
c. Pemeriksaan N.Cranialis
N I (N. Olfactorius) : tidak dilakukan
N II (N. Opticus) : Tes ketajaman penglihatan tidak dilakukan
Refleks Cahaya langsung +/+
Refleks Cahaya Tidak langsung +/+
N III, IV, VI (N. Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen)
Ptosis (-/-), Endophtalmus (-/-), Exophtalmus (-/-)
Pupil bulat, isokor, tepat berada di tengah,
Gerak bola mata baik kesegala arah
N V (N. Trigeminus)
a) Sensorik
N. Ophtalmicus : Normal
N. Maxilaris : Normal
N. Mandibularis : Normal
b) Motorik: gerakan membuka dan menutup mulut baik
N VII (N.Fasialis)
Mengangkat alis +/+,
Menutup dan membuka mata +/+
Lipatan Nasolabial (Nasolabial fold) +/+
N VIII (N.Vestibulococlearis) : tidak dilakukan
N IX,X ( N.Glossopharingeus, N.Vagus)
Posisi uvula tepat berada di tengah
Refleks menelan (+)
3
N XI (N. Accesorius)
Mengangkat bahu kanan/kiri normal, Kontraksi M. Sternocleidomastoideus
normal
N XII (N. Hipoglossus)
Kedudukan lidah simetris saat dijulurkan.
d. Pemeriksaan intraoral dan ekstra oral
a) Ekstra Oral: sudut mulut bagian kanan terangkat (posisi sudut mulut sebelah
kanan lebih tinggi daripada sebelah kiri)
b) Intra Oral
Periodontitis (+)
Gangren pulpa (+)
Gangren radiks (+)
c) Pemeriksaan Kelenjar
Kelenjar limfe subamndibula dexter : teraba, tidak sakit
Kelenjar limfe submandibula sinister : tidak teraba, tidak sakit
Kelenjar limfe submentalis : tidak teraba, tidak sakit
e. Pemeriksaan penunjang
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
1.4 Resume
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan:
Pasien perempuan berusia 63 tahun, Pasien mengeluhkan mata sebelah kirinya
terasa berkedut sejak 6 bulan yang lalu. Kedutan tersebut muncul terutama saat
pasien kecapekan dan saat bergurau dengan teman dipasar. Keluhan ini hilang
timbul, kadang bisa hilang timbul seharian penuh dan timbulnya tiba-tiba tanpa
rangsangan. Kedutan yang dirasakan pasien kadang juga bisa terasa sampai mulut.
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat seperti dikeluhkan pasien
4
Vital sign
TD: 160/100 mmHg
Respirasi: 20 x/menit
Nadi: 95 x/menit
Status kesadaran pasien compos mentis, GCS 4-5-6
1.5 Diagnosa
Diagnosa klinis : Mata dan pipi kedutan
Diagnosa topik : Nervus Facialis
Diagnosa etiologi : Tic Facialis
1.6 Penatalaksanaan:
1. Medikamentosa
Drug of choice : benzodiazepine
- Antikonvulsi : Clobazam 0-0-5
- Antipsikotik : Halloperidol 1,5 mg 3x0,5
2. Kuratif
Terapi ini bertujuan untuk mengurangi gejala penyakit yang dapat berupa
terapi farmakologi atau non farmakologi. Pada kasus ini, terapi yang dilakukan
adalah terapi farmakologi yaitu mengonsumsi obat antikonvulsi dan antipsikotik.
Tindakan ini dilakukan untuk mengurangi gejala yaitu adanya rasa kedutan pada
mata kiri.
5
BAB 2. KAJIAN TEORI
7
2.2 TIC FASIALIS
Tic fasialis berasal dari kata tic dan fasialis. Tic termasuk salah satu
bentuk hyperkinetic movement disorders, disamping athetosis, chorea, dystonia,
myoclonus, dan tremor (Dito 2009). Tic merupakan gerakan involunter yang
sifatnya, mendadak, cepat, singkat, stereotipik, kompulsif dan tak berirama, dapat
merupakan bagian dari kepribadian normal. Sedangkan fasialis merupakan syaraf
cranial ke VII (N.VII) yang mempersarafi daerah wajah.
Tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak
disadari, yang tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial
VII (N. Fasialis).Gerakan pada tic fasialis bersifat setempat pada otot tertentu,
sejenak, namun berkali. Gerakannya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis
atau mata yang berkedip-kedip.Tic fasialis tersebut kemungkinan disebabkan oleh
kelainan posisi arteri atau simpul pada arteri yang menekan syaraf cranial VII
dimana terdapat batang otak.
2.2.1 ETIOLOGI
Penyebab tic fasialis yaitu:
a. Herediter/diwariskan (inherited)
1. Distonia torsi
2. Neuroakantosis
3. Penyakit Huntington
4. Penyakit Wilson
b. Didapatkan/diperoleh (acquired)
1. Infeksi (misal: chorea sydenham, ensefalitis).
2. Obat-obatan
Dicetuskan misalnya oleh:
a. Stimulan
b. Levodopa (obat parkinson)
c. Antikonvulsan (antikejang): karbamazepin, lamotrigin.
d. Neuroleptik
3. Pertumbuhan/perkembangan (developmental)
8
4. Stroke
5. Toksin (misal: karbon monoksida)
6. Trauma kepala
2.2.2 KLASIFIKASI
Tic fasialis diklasifikasi menjadi:
1. Tic Motor
Tic motor dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh, tetapi mereka
sering melibatkan otot-otot wajah, mata, kepala dan leher. Gerakan-gerakan ini
menghasilkan seperti, wajah berkedut, meringis, berkedip, mengangkat bahu.
a. Simple/sederhana
Biasanya tiba-tiba, singkat, berarti gerakan yang biasanya hanya
melibatkan satu kelompok otot, seperti mata berkedip, sentakan kepala, atau
mengangkat bahu, wajah meringis, berjongkok dan melompat, menjentikkan jari,
mengangkat bahu.
b. Kompleks/kronik
Tic motorik kompleks biasanya lebih terarah-muncul dan yang bersifat
lebih lama. Melibatkan lebih dari satu kelompok otot atau mereka terdiri dari
serangkaian tics motor sederhana.
Contoh tic motorik yang kompleks yang menarik-narik baju, menyentuh
orang, menyentuh benda, echopraxia dan copropraxia.
2. Tic vokal (Phonic)
Tic Phonic adalah suara disengaja dihasilkan oleh udara yang bergerak
melalui hidung, mulut, atau tenggorokan.
a. Simple/sederhana
Tic phonic sederhana melibatkan membuat suara dengan menggerakkan
udara melalui hidung atau mulut. Contohnya membersihkan tenggorokan,
sniffing, atau mendengkur, batuk, dan desis.
b. Kompleks/kronik
9
Tic phonic kompleks termasuk echolalia, palilalia, lexilalia, dan coprolalia.
Coprolalia adalah gejala yang sangat dipublikasikan Tourette Sindrom (TS),
namun hanya sekitar 10% dari pasien TS menunjukkan coprolalia.
3. Sindrome Tourete
2.2.3 PATOGENITAS
Sebagian besar kasus tic fasialis sebelumnya yang dianggap idiopatik
mungkin disebabkan oleh pembuluh darah yang menyimpang (misalnya cabang
distal dari arteri anterior inferior cerebellar atau arteri vertebralis) mengompresi
nervus fasialis dalam cerebellopontine angle.Lesi kompresi misalnya pada tumor
mungkin dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus fasialis.
Gerakan involuntar pada tic timbul akibat lesi difus pada putamen dan
globus palidus; disebabkan oleh terganggunya kendali atas refleks-refleks dan
rangsang yang masuk, yang dalam keadaan normal ikut memengaruhi putamen
dan globus palidus. Ini disebut release phenomenon, yang berarti hilangnya
aktivitas inhibisi yang normal.
Gerakan klonik berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari otot
yang terlibat. Iritasi kronis pada nervus fasialis atau nukleus fasialis merupakan
penyebab yang mungkin daritic fasialis. Iritasi dari nucleus nervus fasialis
diyakini menyebabkan hipereksitabilitas dari nucleus nervus fasialis, sementara
iritasi pada segmen proksimal saraf dapat menyebabkan ephatic transmisi dalam
nervus fasialis.
Gerakan otot wajah involunter pada tic bisa bangkit sebagai suatu
pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut
mulut dapat terangkat dan kelopak mata memejam secara berlebihan. Gerakan
otot wajah sebagai gerakan kebiasaan sering dijumpai pada anak atau orang
dewasa yang psikolabil. Nervositas dan kurang kepercayaan diri sering terlihat
pada wajah seseorang. Adakalanya gerakan involunter kebiasaan sangat keras dan
bilateral, sehingga raut muka saling berubah. Meringis, mencucu, memejamkan
mata merupakan gerakan involunter kebiasaan pada kebanyakan psikopat.
10
Adakalanya kata-kata yang kotor atau ludah dikeluarkan pada waktu yang
bersamaan pada saat gerakan involunter terjadi. Sindrom tic fasialis yang disertai
koprolalia (mengelurkan kata-kata kotor) dikenal sebagai tic gilles de la tourette.
2.2.4 EPIDEMIOLOGI
Tik sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari. Gejala awal muncul
sekitar usia 5-10 tahun. Prevalensi tertinggi usia 9-11 tahun. Rasio pria:wanita =
3:1.
2.3 DIAGNOSIS
Tic fasialis secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot
wajah yang dipersarafi N.VII (N. fasialis),tidak disadari, yang tidak terasa sakit
yang bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat
12
terjadinya biasanya di satu sisi saja misalnya pada pipi, mulut,atau kelopak mata.
Gerakannya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang
berkedip-kedip.
Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia.Secara klinis karakteristik
facial myokimia berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang
menetap dan berlanjut. Gambaran EMG berupa salah satu cetusan (discharge)
spontan yang asinkron dari motor unit yang berdekatan.
Pada tic, gerakan biasanya bersifat tiba-tiba, sesaat,stereotipik dan
terkoordinasi serta berulang dengan interval yang tidak teratur. Penderita biasanya
merasakan keinginan untuk melakukan gerakan-gerakan tersebut. Dengan
demikian penderita merasa lega. Penderita tic biasanya berhubungan dengan
penyakit obsesive compulsive.
Diagnosa pasti penyebab tic fasialissulit ditegakkan. Menegakkan
diagnosis tic fasialis dapat dengan pemeriksaan fisik saja, tidak ada
pemeriksaanpenunjang khusus yang diperlukan. Namun pada keadaan khusus
diperlukan EEG untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kejangAda beberapa
penyebab yang dapat menimbulkan tic fasialis yaitu tumor, malformasi pembuluh
darah dan proses infeksi lokal yang semuanya dapat menimbulkan penekanan
pada nervus VII.
Sebagai penyebab terbanyak dan telah dibuktikan yaitu adanya penekanan
oleh pembuluh darah . Dari 140 kasus tic fasialis yang dilakukan tindakan
mikrovaskular dekompresi didapatkan copressing vessel yang paling sering adalah
Anterior Inferior Cerebellar Artery ( AICA) pada 73 kasus ( Madjid S.dkk,1998).
2.4 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada tic fasialis sebaiknya diobati terlebih dulu dengan
medika mentosa dengan pemberian Carbamazepin dengan dosis 600-1200
mg/hr.Pada hasil penelitian lain dikatakan carbamazepin efektif pada lebih dari
50% kasus. Dapat pula diberikan pelemas otot (baclofen dengan dosis 10-60 mg/
hari).
13
Bila dengan kedua macam obat tersebut kurang berhasil maka dapat
digunakan Botulinum Toxin injeksi (BOTOX) dengan dosis rata-rata 3,22
unit/cm2 secara langung pada lokasi nyeri. Toksin botulinum merupakan
neurotoksin hasil produksi Clostridium Botulinum yang menghambat pelepasan
asetilkolin di muscular junction. Cara kerjanya yaitu menimbulkan efek paralisis
pada otot yang disuntik dengan jalan memblokade secara irreversibel transmisi
kolinergik pada terminal saraf presinap. Dosis yang digunakan tergantung dari
daerah otot yang akan disuntik. Obat suntikan ini merupakan hasil pengolahan
toksin botulinum serotipe A. Secara klinis kelemahan akan tampak 1-3 hari
setelah pemberian toksin ini dan akan berakhir 3-6 bulan kemudian tergantung
dosis dan kepekaan individu.
Operasi dekompresi terhadap pembuluh darah juga merupakan suatu cara
pengobatan terhadap Tic fasialis. Operasi ini memiliki efek samping yang cukup
serius. Menurut penelitian Janneta dkk dekompresi mikrovaskuler merupakan
terapi pilihan bagi tic fasialis disamping botox.
14
2. Hemifacial spasme
Hemifasial spasme secara karakteristik ditandai adanya kontraksi
involunter otot wajah yang dipersarafi N.VII (N. fasialis), bersifat paroksismal,
timbil secara sinkron dan intermitten pada satu sisi wajah.
Pada spasme hemifasial typical kontraksi dimulai pada musculus
orbicularis oculi dan menjalar secara bertahap ke otot daerah pipi dan menyebar
ke daerah mulut, meliputi musculus orbicularis oris,buccinator dan platysma.
Spasme hemifasial atypical lebih jarang ditemukan. Pada spasme hemifasial
typikal kontraksi dimulai pada musculus orbicularis oris dan buccinator, dan
menyebar ke musculus orbicularis oculi.
2.6 PROGNOSIS
Prognosis dari tic fasialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana
respon pasien terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari
gejala, beberapa mungkin membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya
dapat diobati dengan toksin botulinum atau obat-obatan.Pada tic fasialis kurang
dari 10 % pasien mengalami kambuh kembali dari gejala mereka.
15
6. Pada prinsipnya pengobatan dimulai dengan obat antiepilepsi lini pertama.
Bila diperlukan penggantian obat, obat pertama diturunkan bertahap dan
obat kedua dinaikkan secara bertahap.
7. Bila didapatkan kegagalan monoterapi maka dipertimbangkan kombinasi
OAE.
8. Bila memungkinkan dilakukan pemantauan kadar obat sesuai indikasi.
Derivat anti depresan trisiklik ini efektif untuk serangan parsial dan
general tonik klonik, dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi. Mekanisme
kerja obat ini dengan menghambat kanal Na selama pelepasan dan mengalirnya
muatan listrik sel-sel saraf serta mencegah potensial post tetanik.
c). Etosuksimid
16
Etosuksimid sebagai obat pilihan untuk serangan absence pada anak-anak
yang tidak disertai serangan tonik-klonik atau mioklonik.Mekanisme kerja obat
ini menghambat kanall Ca tipe T. Etosuksimid mempunyai efek penting pada arus
Ca2+, menurunkan arus nilai ambang rendah (tipe T).Arus kalsium tipe T
diperkirakan merupakan arus yang menimbulkan pemacu pada saraf talamus
sehingga terjadi gelombang korteks yang ritmis dari serangan
absence.Penghambat arus tersebut karenanya merupakan kerja terapeutik dari
etosuksimid.
17
fenitoin dan karbamazepin.Lamotrigin memiliki toksisitas tergantung dosis yang
minimal dan tidak memerlukan monitoring hasil laboratorium.
(1). Felbamat
19
BAB 3. PEMBAHASAN
20
Penatalaksanaan
1. Istirahat untuk mengurangi rasa gelisah terutama saat rasa berkedut mulai
muncul
2. Terapi
Terapi yang digunakan adalah terapi kuratif untuk mengurangi gejala yang
muncul. Terapi yang dilakukan adalah terapi farmakologi yaitu mengonsumsi obat
antidepresan (Clobazam) dan antipsikotik (Halloperidol 1,5 mg sebanyak 3x0,5).
Klobazam termasuk golongan benzodiazepin yang bekerja berdasarkan
potensiasi inhibisi neuron dengan asam gama-aminobutirat (GABA) sebagai
mediator. Klobazam merupakan derivat 1,5-benzodazepin (1982) yang memiliki
khasiat antikonvulsi yang sama kuatnya dengan diazepam. Klobazam digunakan
sebagai obat tambahan pada absence yang resisten terhadap klonazepam. Tidak
dapat dikombinasi dengan valproat. Klobazam merupakan terapi tambahan pada
serangan parsial, umum, terapi intermittent, terapi one-off profilaktik, dan non-
konvulsif status epileptikus.
21
Implikasi Dental Pasien Dengan Pengobatan Sedatif-Anxiolitik
Satu-satunya interaksi obat dengan benzodiazepin yang perlu diperhatikan
dokter gigi adalah penggunaan antibiotik macrolide, seperti erytromycin.
Antibiotik jenis ini berkompetisi untuk enzym CYP3A4, yang mengkatalis reaksi
oksidatif yang menon-aktifkan banyak obat golongan benzodiazepine dengan
demikian meningkatkan level dalam serum dan memperpanjang waktu paruhnya.
Lorazepam (Ativan) merupakan eksepsional karena obat ini dimetabolisme via
konjugasi daripada melalui oksidasi.
22
BAB 4. KESIMPULAN
1. Definisi tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak
disadari, yang tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial
VII (N. Fasialis).Gerakan pada tic fasialis bersifat setempat pada otot tertentu,
sejenak, namun berkali-kali.
2. Etiologitic fasialis idiopatik, facial nerve compression by mass, rangsangan iritatif
pada ganglion geniculatum, kegelisahan.
3. Gejala dari tic fasialisantara lain yaitu berkedut intermitten dari otot kelopak
mata, mata berkedip secara berlebihan, wajah yang berkedut, Ekpresi wajah
seperti meringis atau mencucu, Sudut mulut terangkat
4. Penatalaksanaan dari tic fasialis antara lain carbamazepin dosis 600-1200 mg/hari,
Botulinum toxin injeksi serotype A, danoperasi dekompresi pembuluh darah.
5. Prognosis dari tic fasialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana respon
pasien terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari gejala,
beberapa mungkin membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya dapat
diobati dengan toksin botulinum atau obat-obatan.Padatic fasialis kurang dari 10
% pasien mengalami kambuh kembali dari gejala mereka.
23
DAFTAR PUSTAKA
24