Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
I. Konsep Asfiksia
1.1 Definisi
Asfiksia neonatorium adalah keadaan bayi lahir yang tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2
dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut. (Sarwono Prawirohardjo, 1992).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan
pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau
beberapa saat sesudah lahir (APN).
1.2 Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit
pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen
dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan
ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah
lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan
kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa
kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk
keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau
persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir
dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat
dan maksimal pada saat lahir.
a. Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi
akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.Gangguan
aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus
yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan
janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan
kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus
akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna
perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat
gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta,
perdarahan plasenta, dan lain-lain.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat
ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ;
pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu
secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan
janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan
intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia
paru dan lain-lain.
Gejala klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang
cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan
pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan
tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan
memasuki periode apnue primer.
Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
a. Pernafasan megap-magap dalam
b. Denyut jantung terus menurun
c. Tekanan darah mulai menurun
d. Bayi terlihat lemas (flaccid)
e. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
g. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)
h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
i. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
1.4 Patofisiologi
Bayi dapat mengalami apnue dan menunjukan upaya pernafasan
yang tidak cukup untuk kebutuhan fentilasi paru-paru. Kondisi ini
menyebabkan kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran
CO2. Penyebab depresi bayi pada saat lahir ini mencakup :
a. Asfiksia intra uterin
b. Bayi kurang bulan
c. Obat-obat yang diberikan/diminum oleh ibu
d. Penyakit neuromuskular bawaan
e. Cacat bawaan
f. Hipoksia intra partum
Asfiksia berarti hopoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan
asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat
mengakibatkan kerusakan otak/kematian. Asfiksia juga
mempengaruhi organ vital lainnya. Pada bayi yang mengalami
kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut gerakan pernafasan
akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus
neuromuskular berkurang sacara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apnue yang dikenal dengan nama apnue primer.
Perlu diketahui bahwa pernafasan yang megap-megap dan tonus otot
yang juga turun terjadi akibat obat-obat yang diberikan pada ibunya.
Biasanya pemberian rangsangan dan oksigen selama periode apnue
primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.
Apabila asfiksia berlanjut bayi akan menunjukan megap-megap yang
dalam, denyut jantung terus menurun, dan bayi akan terlihat lemas
(flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apnue yang disebut apnue sekunder, selama apnue
sekunder ini denyut jantung, tekanan darah, dan kadar oksigen dalam
darah(PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera.
Gejala dan tanda-tanda asfiksia termasuk:
a. Tidak bernafas /bernafas megap-megap
b. Warna kulit kebiruan
c. Kejang
d. Panurunan kesadaran
1.6 Komplikasi
a. Hipoksia serebri, gagal ginjal, keracunan O2, pneumothorak
b. Sepsis, kejang, retardasi mental, epilepsi, palsi serebral
1.7 Penatalaksaan
Bila bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap sambil
melakukan lebih awal :
a. Beritahukan ibu dan keluarga bayinya perlu bantuan nafas
b. Mintalah salah seorang keluarganya untuk mendampingi
ibu memberi dukungan moral, menjaga ibu dan melaporkan bila ada
perdarahan
Tahap I
Langkah awal perlu dilakukan dalam 30 detik langkah tersebut
adalah :
a. Jaga bayi tetap hangat
1) Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu
2) Bungkus bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat
3) Pindahkan bayi ke atas kain ditempat resusitasi
b. Atur posisi bayi
1) Baringkanlah bayi terlentang dengan kepala didekat
penolong
2) Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi
c. Isap Lendir
Gunakan alat penghisap lendir De Lee dengan cara sebagai
berikut :
1) Isap lendir mulut dari mulut dulu kemudian hidung
2) Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar,
jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut dan lebih dari 3 cm ke
dalam hidung.
d. Keringkanlah dan Rangsang Bayi
1) Keringkanlah bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat
membantu BBL mulai bernafas sedikit tekanan. Rangsangan
ini dapat membantu BBL mulai bernafas
2) Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara:
(a) Menepuk atau menyentil telapak kaki
(b) Menggosok perut, dada, punggung atau tungkai kaki
dengan telapak tangan
e. Atur kembali posisi kepala bayi dan bungkus bayi
1) Ganti kain yang telah basah dengan kain yang ada di
bawahnya
2) Bungkus bayi dengan kain tersebut, jangan menutupi muka,
dada agar biasa memantau pernafasan bayi
3) Atur kembali posisi kepala bayi sehingga sedikit ekstensi
f. Lakukan Penilaian Bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, atau tidak
bernafas megap-megap
1) Bila bayi bernafas normal, berikan ibunya untuk disusui
2) Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap mulai lakukan
ventilasi
Tahap II : Ventilasi
a. Pasang sungkup
Pasang sungkup dan pegang agar menutupi mulut dan hidung
bayi.
b. Ventilasi 2 kali
1) Lakukan tiupan dengan tekanan 30 cm air
2) Lihatlah apakah dada bayi mengembangl. Bila dada tidak
mengembang periksa posisi kepala, pastikan sudah ekstensi,
periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara bocor
dan periksa cairan atau ledir di mulut bila ada mengembang
lakukan tahapan berikutnya.
c. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
1) Lanjutkan ventilasi tiap 20 x dalam 30 detik (dengan tekanan
20 cm air)
2) Hentikan ventilasi setiap 30 detik
3) Lakukanlah penelitian bayi, apakah bayi bernafas, bernafas
tidak normal atau megap-megap
(a) Bila bayi normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi
dengan seksama
(b) Bila bayi tifak bernafas atau megap-megap, teruskan
ventilasi 20 x dalam 30 detik, kemudian lakukan
penilaian setiap 30 detik.
d. Siapkan rujukan bila bayi belum bernafas normal sesudah 2
menit ventilasi
1) Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan
2) Hentilan ventilasi sesudah 20 menit tidak berhasil
1.8 Patway
II. Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan Asfeksia
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan Asfeksia
a. Keluhan Utama
Berisi tentang keluhan klien atau keluarga klien
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi tentang penyebab klien dirujuk kerumah sakit.
Nilai APGAR Score menit pertama dan kelima.
2.2.1 Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi
dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan
jalan nafas.
2.2.2 Batasan Karakteristik
a. Tidak ada batuk
b. Suara napas tambahan
c. Perubahan frekuensi napas
d. Sianosis
e. Perubahan irama napas
f. Kesulitan berbicara/mengeluarkan suara
g. Pernurunn bunyi napas
h. Dispnea
i. Sputum dalam jumlah yang berlebihan
j. Batuk yang tidak efektif
k. Ortopnea
l. Gelisah
m. Mata terbuka lebar
I.2.4 Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
yang adekuat
I.2.5 Batasan Karakteristik
a. Perubahan kedalaman pernapasan
b. Perubahan ekskursi dada
c. Mengambil posisi tiga titik
d. Bradipnea
e. Penurunan tekanan ekspirasi
f. Penurunan tekanan inspirasi
g. Penurunan ventilasi semenit
h. Dispnea
i. Peningkatan diameter anterior-posterior
j. Pernapasan cuping hidung
k. Ortopnea
l. Fase ekspirasi memanjang
m. Pernapasan bibir
n. Takipnea
o. Penggunaan otot aksesorious untuk bernapas
p. Penurunan kapasitas vital
I.2.6 Faktor yang Berhubungan
a. Ansietas
b. Posisi tubuh
c. Deformitas tulang
d. Deformitas dinding dada
e. Keletihan
f. Hiperventilasi
g. Sindrom hipoventilasi
h. Gangguan musculoskeletal
i. Kerusakan neurologis
j. Imaturitas neurologis
k. Disfungsi neuromuscular
l. Obesitas
m. Nyeri
n. Keletihan otot pernapasan
o. Cedera medulla spinalis
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Bersihan jalan napas tidak efektif
2.3.1 Tujuan dan Kiteria Hasil
Setelah diberikan askep selama 5x 24 jam, diharapkan
bersihan jalan nafas klien kembali efektif dengan kriteria
hasil:
a. Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt)
b. Irama pernapasn normal
c. Kedalaman pernapasan normal
d. Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif
e. Tidak ada akumulasi sputum
Intervensi Rasional
NIC Label >> Respiratory 1. Mengetahui tingkat gangguan
monitoring yang terjadi dan membantu dalam
1. Pantau rate, irama, menetukan intervensi yang akan
kedalaman, dan usaha diberikan.
respirasi 2. menunjukkan keparahan dari
2. Perhatikan gerakan dada, gangguan respirasi yang terjadi
amati simetris, penggunaan dan menetukan intervensi yang
otot aksesori, retraksi otot akan diberikan
supraclavicular dan 3. suara napas tambahan dapat
interkostal menjadi indikator gangguan
3. Monitor suara napas kepatenan jalan napas yang
tambahan tentunya akan berpengaruh
4. Monitor pola napas : terhadap kecukupan pertukaran
bradypnea, tachypnea, udara.
hyperventilasi, napas 4. mengetahui permasalahan jalan
kussmaul, napas cheyne- napas yang dialami dan
stokes, apnea, napas biots keefektifan pola napas klien untuk
dan pola ataxic memenuhi kebutuhan oksigen
NIC Label >> Airway tubuh.
Management 5. Adanya bunyi ronchi menandakan
5. Auskultasi bunyi nafas terdapat penumpukan sekret atau
tambahan; ronchi, sekret berlebih di jalan nafas.
wheezing. 6. posisi memaksimalkan ekspansi
6. Berikan posisi yang nyaman paru dan menurunkan upaya
untuk mengurangi dispnea. pernapasan. Ventilasi maksimal
7. Bersihkan sekret dari mulut membuka area atelektasis dan
dan trakea; lakukan meningkatkan gerakan sekret ke
penghisapan sesuai jalan nafas besar untuk
keperluan. dikeluarkan.
8. Anjurkan asupan cairan 7. Mencegah obstruksi atau aspirasi.
adekuat. Penghisapan dapat diperlukan bia
9. Ajarkan batuk efektif klien tak mampu mengeluarkan
10. Kolaborasi pemberian sekret sendiri.
oksigen 8. Mengoptimalkan keseimbangan
11. Kolaborasi pemberian cairan dan membantu
broncodilator sesuai mengencerkan sekret sehingga
indikasi. mudah dikeluarkan
NIC Label >> Airway 9. Fisioterapi dada/ back massage
suctioning dapat membantu menjatuhkan
12. Putuskan kapan dibutuhkan secret yang ada dijalan nafas.
oral dan/atau trakea suction 10. Meringankan kerja paru untuk
13. Auskultasi sura nafas memenuhi kebutuhan oksigen
sebelum dan sesudah serta memenuhi kebutuhan
suction oksigen dalam tubuh.
14. Informasikan kepada 11. Broncodilator meningkatkan
keluarga mengenai tindakan ukuran lumen percabangan
suction trakeobronkial sehingga
15. Gunakan universal menurunkan tahanan terhadap
precaution, sarung tangan, aliran udara.
goggle, masker sesuai 12. waktu tindakan suction yang tepat
kebutuhan membantu melapangan jalan nafas
16. Gunakan aliran rendah pasien
untuk menghilangkan sekret 13. Mengetahui adanya suara nafas
(80-100 mmHg pada tambahan dan kefektifan jalan
dewasa) nafas untuk memenuhi O2 pasien
17. Monitor status oksigen 14. memberikan pemahaman kepada
pasien (SaO2 dan SvO2) keluarga mengenai indikasi
dan status hemodinamik kenapa dilakukan tindakan suction
(MAP dan irama jantung) 15. untuk melindungai tenaga
sebelum, saat, dan setelah kesehatan dan pasien dari
suction penyebaran infeksi dan
memberikan pasien safety
16. aliran tinggi bisa mencederai jalan
nafas
17. Mengetahui adanya perubahan
nilai SaO2 dan satus
hemodinamik, jika terjadi
perburukan suction bisa
dihentikan.
Diagnosa 2:
2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam
pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dengan kriteria
hasil:
NOC Label : Respiratory Status: Airway patency
a. Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas
normal
b. Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan
NOC Label : Vital Signs
c. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah,
nadi, pernafasan) (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100
x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 37,5 C)
Intervensi Rasional
NIC Label : Airway Management NIC Label : Airway Management
1. Posisikan pasien semi fowler 1. Untuk memaksimalkan potensial
2. Auskultasi suara nafas, catat hasil ventilasi
penurunan daerah ventilasi atau 2. Memonitor kepatenan jalan napas
tidak adanya suara adventif 3. Memonitor respirasi dan
3. Monitor pernapasan dan status keadekuatan oksigen
oksigen yang sesuai NIC Label : Oxygen Therapy
NIC Label : Oxygen Therapy 4. Menjaga keadekuatan ventilasi
4. Mempertahankan jalan napas 5. Meningkatkan ventilasi dan asupan
paten oksigen
5. Kolaborasi dalam pemberian 6. Menjaga aliran oksigen mencukupi
oksigen terapi kebutuhan pasien
6. Monitor aliran oksigen NIC Label : Respiratory Monitoring
NIC Label : Respiratory Monitoring 7. Monitor keadekuatan pernapasan
7. Monitor kecepatan, ritme, 8. Melihat apakah ada obstruksi di
kedalaman dan usaha pasien saat salah satu bronkus atau adanya
bernafas gangguan pada ventilasi
8. Catat pergerakan dada, simetris 9. Mengetahui adanya sumbatan pada
atau tidak, menggunakan otot jalan napas
bantu pernafasan 10. Memonitor keadaan pernapasan
9. Monitor suara nafas seperti klien
snoring
10. Monitor pola nafas: bradypnea,
tachypnea, hiperventilasi, respirasi
kussmaul, respirasi cheyne-stokes
dll
III. Daftar Pustaka
Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita/Ai Yeyeh Rujukiyah, S,Si.T, Lia
Yulianti, Am.keb, MKM, ; Jakarta: Trans info Media, 2010
Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah. Marmi S.ST. dan
Kukuh Rahardjo.Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2012
http://askepkita.com/ketidakefektifan-pola-nafas-breathing-pattern-
ineffective/
http://www.tokoaank.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=88&Itemid=86
http://himmaafidah.blogspot.co.id/p/asfiksia-neonatorum-dian-
husada.html
(...........................) (...........................)