Vous êtes sur la page 1sur 35

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelenjar tiroid terletak di dalam leher bagian bawah, di sebelah kanan-k i r i a n t e r i o r

t r a k e a , m e l e k a t p a d a t u l a n g l a r i n g d a n p a d a d i n d i n g l a r i n g . Kelenjar ini

terdiri dari 2 lobus yaitu lobus dextra dan sinistra yang saling berhubungan oleh

istmus. Masing-masing lobus tebalnya 2 cm, panjangnya 4cm dan lebarnya 2,5 cm.

Struktur dari kelenjar tiroid terdiri dari ban yak folikel-folikel tertutup (100-300

mikrometer) yang dibatasi sel epitel kuboid. Saraf vasomotor pada kelenjar tiroid sebagian besar tidak

bermielin dan terdapat pada dinding arteri tiroid, sedangkan saraf simpatis berakhir pada lamina

basal folikel yang merangsang langsung pada sel folikel.

Sel folikel mengeluarkan cairan lekat yaitu koloida tiroid

( m a t e r i proteinaseosa berwarna merah muda) mengandung yodium yang dinamakan hormon

tiroxin (T4) dan triiodotironin (T3). T 4 d a n T 3 m e n i n g k a t k a n kecepatan

metabolisme basal tubuh (BMR) dengan mempercepat reaksi kimia tubuh, mengatur

penggunaan oksidasi dan udara pernapasan. Sekresinya dipengaruhi hormon dari

lobus anterior kelenjar hipofisis yaitu tirotropik/TSH. T3 disekresikan oleh kelenjar tiroid

hanya 7 % sehingga jumlahnya di dalam darah jauh lebih sedikit dan lebih sebentar daripada

T4 namun T3 empat kali lebih kuat intensitas dan kecepatan kerjanya. T4 juga

nantinya akan diubah

Kanker tiroid menempati 1% dari semua kanker yang ada, sering terjadi pada anak-anak

dan wanita berusia 40 tahun ke atas, rasio perbandingan antara pria dan wanita adalah 1:2.4.

Papiler adenokarsinoma pasca operasi memiliki kelangsungan hidup hingga 5 tahun dengan

persentase 90%. Pemahaman konsep dasar penyakit Tumor Thyroid dan Thyroidektomi
sangat penting bagi perawat dalam melakukan pencegahan, perawatan dan pengobatan bagi

pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka beberapa rumusan masalah yang akan diuraikan pada tugas

kelompok ini yaitu Bagaimanakah konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan pada tumor

thyroid dan thyroidektomy?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tentang konsep dasar Penyakit Tumor Thyroid dan Thyroidektomy

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang Definisi Tumor Thyroid dan

Thyroidektomy

2. Untuk mengetahui etiologi Tumor Thyroid dan Thyroidektomy

3. Untuk mengetahui WOC /pathway Tumor Thyroid dan Thyroidektomy

4. Untuk mengetahui gejala klinis Tumor Thyroid dan Thyroidektomy

5. Untuk mengetahui pemeriksaan Diagnostik Tumor Thyroid dan Thyroidektomy

6. Untuk mengetahui penatalaksanaan Tumor Thyroid dan Thyroidektomy

.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Penyakit Tumor Thyroid dan Thyroidektomy


2.1.1 Definisi

Kanker Tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki empat tipe yaitu: papiler,
folikuler, anaplastik, dan meduler (Sudoyo, 2009)

Karsinoma tiroid termasuk kelompok penyakit keganasan dengan prognosis relatif baik
namun perjalanan klinisnya sukar diramalkan. Klien dengan Ca Tiroid mengalami stres dan
kecemasan yang tinggi (Soeparman, 1998).

Kanker Thyroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler,
folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar,
lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul
tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.

2.1.2 Etiologi

Tiga penyebab yang sudah jelas dapat menimbulkan karsinoma tiroid :

1. Kenaikan sekresi hormon TSH ( Thyroid Stimulating Hormon) dari kelenjar hipofise
anterior disebabkan berkurangnya sekresi hormon T3 dan T4 dari kelenjar tiroid oleh
karena kurangnya intake iodium. Ini menyebabkan tiroid yang abnormal dapat
berubah menjadi kanker.

2. Penyinaran (radiasi ion) pada daerah kepala, leher, dada bagian atas terutama anak-
anak yang pernah mendapat terapi radiasi di leher dan mediastinum.

3. Faktor genetik.

Adanya riwayat keturunan dari keluaraga.

2.1.3 Klasifikasi
Menurut WHO, tumor epitel maligna tiroid dibagi menjadi :
1. Karsinoma Folikuler.
Terdapat kira-kira 25 % dari seluruh karsinoma tiroid yang ada, terutama mengenai kelompok
usia diatas 50 tahun. Menyerang pembuluh darah yang kemudian menyebar ke tulang dan
jaringan paru. Jarang menyebar ke daerah nodes limpa tapi dapat melekat/menempel di
trakea, otot leher, pembuluh darah besar dan kulit, yang kemudian menyebabkan dispnea serta
disfagia. Bila tumor mengenai The Recurrent Laringeal Nerves, suara klien menjadi serak.
Prognosisnya baik bila metastasenya masih sedikit pada saat diagnosa ditetapkan.
2. Karsinoma Papilar.
Merupakan tipe kanker tiroid yang sering ditemukan, banyak pada wanita atau kelompok usia
diatas 40 tahun. Karsinoma Papilar merupakan tumor yang perkembangannya lambat dan
dapat muncul bertahun-tahun sebelum menyebar ke daerah nodes limpa. Ketika tumor
terlokalisir di kelenjar tiroid, prognosisnya baik apabila dilakukan tindakan Tiroidektomi
parsial atau total.
3. Karsinoma Medular.
Timbul di jaringan tiroid parafolikular. Banyaknya 5 10 % dari seluruh karsinoma tiroid dan
umumnya mengenai orang yang berusia diatas 50 tahun. Penyebarannya melewati nodes
limpa dan menyerang struktur di sekelilingnya. Tumor ini sering terjadi dan merupakan
bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia (MEN) Tipe II yang juga bagian dari penyakit
endokrin, dimana terdapat sekresi yang berlebihan dari kalsitonin, ACTH, prostaglandin dan
serotonin.
4. Karsinoma berdiferensiasi buruk (Anaplastik).
Merupakan tumor yang berkembang dengan cepat dan luar biasa agresif. Kanker jenis ini
secara langsung menyerang struktur yang berdekatan, yang menimbulkan gejala seperti:
a. Stridor (suara serak/parau, suara nafas terdengar nyaring).
b. Suara serak.
c. Disfagia
Prognosisnya jelek dan hampir sebagian besar klien meninggal kira-kira 1 tahun setelah
diagnosa ditetapkan. Klien dengan diagnosa karsinoma anaplastik dapat diobati dengan
pembedahan paliatif, radiasi dan kemoterapi.

Stadium Cancer Thyroid :


Stadium kanker ini tidaksaja berdasarkan histopatologi, ekstensi lokal, regional dan metastase
jauh, tetapi juga pada umur dan jenis kelamin. Klasifikasi TNM adalah sebagai berikut:
Tipe dan stadium <45 tahun > 45 tahun
Papiler
Stadium I Setiap T, setiap N, M0 T1, N1, M0
Stadium II Setiap T, setiap N, M1 T2-4, N1, M0
Stadium III Setiap T, N0, M0,
Stadium IV Setiap T, setiap N, M0

Tipe dan stadium <45 tahun >45 tahun


Folikuler
Stadium I Setiap T, setiap N, M0 T1, N0, M0
Stadium II Setiap T, setiap N, M1 T2-4, N0, M0
Stadium III - Setiap T, N1, M0
Stadium IV - Setiap T, setiap N, M0
Meduler
Stadium I - T1, N0, M0
Stadium II setiap T, setiap N, M0 T2-4, N0, M0
Stadium III - Setiap T, N1, M0
Stadium IV setiap T, setiap N, M1 Setiap T, setiap N, M1
Tdk dapat
dikalsifikasikn - -
Stadium I - -
Stadium II - -
Stadium III setiap T, setiap N, etiap M setiap T, setiap N, setiap M
Stadium IV

Catatan :
Tx : tumor tidak dapat ditentukan
T0 : Tidak ada tumor
T1 : tumor berdiameter terpanjang < 3 cm
T2 : tumor berdiameter terpanjang >3 cm
T3 : fikus intraglanduler multiple
T4 : tumor primer terfiksasi
2.1.4 Patofisiologi dan Pathway/WOC Tumor Thyroid
Karsinoma tiroid biasanya menangkap iodium radio aktif dibandingkan dengan
kelenjar tiroid normal yang terdapat di sekelilingnya. Oleh karena itu, bila dilakukan
scintiscan, nodula akan tampak sebagai suatu daerah dengan pengambilan yang kurang, suatu
lesi dingin. Teknik diagnostik lain yang dapat digunakan untuk diagnosis banding nodula
tiroid adalah ekografi tiroid. Teknik ini memungkinkan membedakan dengan cermat antara
massa padat dan massa kistik. Karsinoma tiroid biasanya padat, sedangkan massa kistik
biasanya merupakan kista jinak.

Karsinoma tiroid harus dicurigai berdasarkan tanda klinis jika hanya ada satu nodula
yang teraba, keras, tidak dapat digerakkan pada dasarnya, dan berhubungan dengan
limfadenopati satelit.

Secara umum telah disepakati bahwa kanker tiroid secara klinis dapat dibedakan
menjadi suatu kelompok besar neoplasma berdeferensiasi baik dengan kecepatan
pertumbuhan yang lambat dan kemungkinan penyembuhan tinggi, dan suatu kelompok kecil
tumor anaplastik dengan kemungkinan fatal. Terdapat empat jenis kanker tiroid menurut sifat
morfologik dan biologiknya : papilaris, folikularis, medularis, dan anaplastik.

(Price, 1995, hal:1078)

Karsinoma papiler kelenjar tiroid biasanya berbentuk nodul keras, tunggal, dingin
pada scan isotop, dan padat pada ultrasonografi tiroid, yang sangat berbeda dengan bagian-
bagian kelenjar lainnya. Pada goiter multinodular, kanker berupa nodul dominan lebih
besar, lebih keras dan jelas dari bagian sekelilingnya. Kira-kira 10% karsinoma papiler,
terutama pada anak-anak, disertai pembesaran kelenjar getah bening leher, tapi pemeriksaan
teliti biasanya akan mengungkapkan nodul dingin pada tiroid. Jarang, akan perdarahan,
nekrosis dan pembentukan kista pada nodul ganas tetapi pada ultrasonografi tiroid, akan
terdapat echo interna yang berbatas jelas yang berguna untuk lesi ganas semi kistik dari kista
murni yang tidak ganas. Akhirnya, karsinoma papiler dapat ditemukan tanpa sengaja sebagai
suatu fakus kanker mikroskopik di tengah-tengah kelenjar yang diangkat untuk alasan-alasan
lain seperti misalnya : penyakit graves atau goiter multinodular.

Secara mikroskopis, tumor terdiri dari lapisan tunggal sel-sel tiroid teratur pada
vascular stalk, dengan penonjolan papil ke dalam ruang mikroskopis seperti kista. Inti sel
besar dan pucat sering mengandung badan inklusi intra nukleus yang jelas san seperti kaca.
Kira-kira 40% karsinoma papiler membentuk bulatan klasifikasi yang berlapis, sering pada
ujung dari tonjolan papil disebut psammoma body, ini biasanya diagnostik untuk karsinoma
papiler. Kanker ini biasanya meluas dengan metastasis dalam kelenjar dan dengan invasi
kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening lokal. Pada pasien tua, mereka bisa jadi lebih agresif
dan menginvasi secara lokal kedalam otot dan trakea. Pada stadium lebih lanjut, mereka dapat
menyebar ke paru. Kematian biasanya disebabkan penyakit lokal, dengan invasi kedalam pada
leher, lebih jarang kematian bisa disebabka metastasis paru yang luas. Pada beberapa
penderita tua, suatu karsinoma papiler yang tumbuh lambat akan mulai tumbuh cepat dan
berubah menjadi karsinoma anaplastik. Perubahan anaplastik lanjut ini adalah penyebab
kematian lain dari karsinoma papiler, banyak karsinoma papiler yang mensekresi tiroglobulin,
yang dapat digunakan sebagai tanda rekurensi atau metastasis kanker.

Karsinoma folikular ditandai oleh tetap adanya folikel-folikel kecil walaupun


pembentukan koloid buruk. Memang karsinoma folikular bisa tidak dapat dibedakan dari
adenoma folikular kecuali dengan invasi kapsul atau invasi vaskular. Tumor ini sedikit lebih
agresif daripada karsinoma papilar dan menyebar baik dengan invasi lokal kelenjar getah
bening atau dengan invasi pembuluh darah disertai metastasis jauh ke tulang atau paru. Secara
mikroskopis, sel-sel ini berbentuk kuboid dengan inti besar yang teratur sekeliling folikel
yang sering kali mengandung koloid. Tumor-tumor ini sering tetap mempunyai kemampuan
untuk mengkonsentrasi iodium radioaktif untuk membentuk tiroglubulin dan jarang, untuk
mensintesis T3 dan T4. Jadi, kanker tiroid yang berfungsi yang jarang ini hampir selalu
merupakan karsinoma folikular. Karakteristik ini membuat tumor-tumor ini lebih ada
kemungkinan untuk memberi hasil baik terhadap pengobatan iodin radioaktif . Pada penderita
yang tidak diobati, kematian disebabkan karena perluasan lokal atau karena metastasis jauh
mengikuti aliran darah dengan keterlibatan yang luas dari tulang, paru, dan visera.

Suatu varian karsinoma folikular adalah karsinoma sel Hurthle yang ditandai dengan
sel-sel sendiri-sendiri yang besar dengan sitoplasma yang berwarna merah muda berisi
mitokondria. Mereka bersikap lebih seperti karsinoma papilar kecuali mereka jarang ada
ambilan radioiodin. Karsinoma campuran papilar dan folikular lebih seperti karsinoma
papilar. Sekresi tiroglobulin yang dihasilkan oleh karsinoma folikular dapat digunakan untuk
mengikuti perjalanan penyakit.

Karsinoma medular adalah penyakit dari sel C (sel parafolikular) yang berasal dari
badan brankial utama dan mampu mensekresi kalsitonin, histaminase, prostaglandin,
serotonir, dan peptida-peptida lain. Secara mikoroskopis, tumor terdiri dari lapisan-lapisan
sel-sel yang dipisahkan oleh substansi yang terwarnai dengan merah. Amiloid terdiri dari
rantai kalsitonin yang tersusun dalam pola fibril atau berlawanan dengan bentuk-bentuk lain
amiloid, yang bisa mempunyai rantai ringan imunoglobulin atau protein-protein lain yang
dideposit dengan suatu pola fibri.

Karsinoma medular lebih agresif daripada karsinoma papilar atau folikular tetapi tidak
seagresif kanker tiroid undifferentiated. Ini meluas secara lokal ke kelenjar getah bening dan
ke dalam otot sekeliling dan trakea. Bisa invasi limfatik dan pembuluh darah dan metastasisi
ke paru-paru dan visera.kalsitonin dan antigen karsinoembrionik (CEA = Carsinoembryonic
antigen) yang disekresi oleh tumor adalah tanda klinis yang membantu diagnosisdan follow-
up. Kira-kira sepertiga karsinoma medular adalah familial, melibatkan kelenjar multipel
(Multiple Endocrin neoplasia tipe II = MEN II, sindroma sipple). MEN II ditandai dengan
dengan karsinoma medular, feokromositoma, dan neuroma multipel pada lidah, bibir, dan
usus. Kira-kira sepertiga dalah kasus keganasan semata. Jika karsinoma medular di diagnosis
dengan biopsi aspirasi jarum halus atau saat pembedahan, maka penting kiranya pasien
diperiksa untuk kelainan endokrin lain yang di jumpai pada MEN II dan anggota diperiksa
untuk adanya karsinoma medular dan juga MEN II. Pengukuran kalsitonin serum setelah
stimulasi pentagastrin atau infus kalsium dapat digunakan untuk skrining karsinoma medular.
Pentagastrin diberikan per intravena dalam bentuk bolus 0,5g/kg, dan contoh darah vena
diambil pada menit 1, 3, 5, dan 10. Peningkatan abnormal kalsitonin serum pada menit ke 3
atau 5 adalah indikatif adanya keganasan. Gen untuk MEN Iia telah dilokalisasi pada
kromosom 10, dan sekarang memungkinkan menggunakan pemeriksaan DNA polimorfik dan
polimorfisme panjang fragmen terbatas untuk identifikasi karier gen sindroma ini. Jadi
anggota keluarga yang membawa gen ini dapat diidentifikasi dan diperiksa sebagai orang
berisiko tinggi untuk timbulnya sindroma ini.

Karsinoma anaplastik, tumor kelenjar tiroid undifferentiated termasuk karsinoma sel


kecil, sel raksasa, dan sel kumparan. Biasanya terjadi pada pasien-pasien tua dengan riwayat
goiter yang lama dimana kelenjar tiba-tiba dalam waktu beberapa minggu atau bulan mulai
membesar dan menghasilkan gejala-gejala penekanan, disfagia atau kelumpuhan pita suara,
kematian akibat perluasan lokal yang biasanya terjadi dalam 6-36 bulan. Tumor-tumor ini
sangat resisten terhadap pengobatan.

Pathway / WOC terlampir


2.1.5 Tanda dan Gejala
1. Sebuah benjolan, atau bintil di leher depan (mungkin cepat tumbuh atau keras) di dekat
jakun.

Nodul tunggal adalah tanda-tanda yang paling umum kanker tiroid.

2. Sakit di tenggorokan atau leher yang dapat memperpanjang ke telinga.

3. Serak atau kesulitan berbicara dengan suara normal.

4. Pembengkakan kelenjar getah bening, terutama di leher . Pembesaran kelenjar limpa


regional

5. Kesulitan dalam menelan atau bernapas atau sakit di tenggorokan atau leher saat
menelan. Ini terjadi ketika mendorong tumor kerongkongan Anda.

6. Batuk terus-menerus, tanpa dingin atau penyakit lain.

7. Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga.


Pertumbuhan tumor cepat.
Fiksasi daerah sekitar.
Paralisis pita suara.
Adanya metastasis jauh
Diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Kanker Tiroid

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid belum ada yang
khusus, kecuali kanker meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonon dalam serum. Pemeriksaan T3
dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tiroktositosis
walaupun jarang. Human Tiroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker
dan kanker tiroid diferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk kanker tiroid,
namun peninggian HTG ini setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif atau
tumbuh kembali (barsano). Kadar kalsitonin dalam serum dapat ditentukan untuk diagnosis
karsinoma meduler.

2. Radiologis
a. Foto X-Ray

Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang diperlukan untuk melihat


obstruksi trakhea karena penekanan tumor dan melihat kalsifikasi pada massa tumor. Pada
karsinoma papiler dengan badan-badan psamoma dapat terlihat kalsifikasi halus yang disertai
stippledcalcification, sedangkan pada karsinoma meduler kalsifikasi lebih jelas di massa
tumor. Kadang-kadang kalsifikasi juga terlihat pada metastasis karsinoma pada kelenjar getah
bening. Pemeriksaan X-Ray juga dipergunnakan untuk survey metastasis pada pary dan
tulang. Apabila ada keluhan disfagia, maka foto barium meal perlu untuk melihat adanya
infiltrasi tumor pada esophagus.

b. Ultrasound

Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman dan tepat, namun cara ini
cenderung terdesak oleh adanya tehnik biopsy aspirasi yaitu tehnik yang lebih sederhana dan
murah.

c. Computerized Tomografi

CT-Scan dipergunakan untuk melihat perluasan tumor, namun tidak dapat membedakan
secara pasti antara tumor ganas atau jinak untuk kasus tumor tiroid.

d. Scintisgrafi

Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan hot nodule dan cold nodule. Daerah
cold nodule dicurigai tumor ganas. Teknik ini dipergunakan juga sebagai penuntun bagi
biopsy aspirasi untuk memperoleh specimen yang adekuat.

3. Biopsi Aspirasi

Pada dekade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak dipergunakan sebagai prosedur diagnostik
pendahuluan dari berbagai tumor terutama pada tumor tiroid. Teknik dan peralatan sangat
sederhana , biaya murah dan akurasi diagnostiknya tinggi. Dengan mempergunakan jarum
tabung 10 ml, dan jarum no.22 23 serta alat pemegang, sediaan aspirator tumor diambil
untuk pemeriksaan sitologi. Berdasarkan arsitektur sitologi dapat diidentifikasi karsinoma
papiler, karsinoma folikuler, karsinoma anaplastik dan karsinoma meduler.
2.1.7 Penatalaksanaan medik

1. Pembedahan

Macam Pembedahan Tiroid, yaitu :

1) Ismektomi

Ismektomi adalah pengangkatan tonjolan tiroid jinak yang berada pada ismus tiroid, beserta
bagian ismus dari kelenjar tiroid.

2) Lobektomi Subtotal

Lobektomi Subtotal adalah pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan tiroid sekitarnya pada
satu sisi, dengan meninggalkan sebanyak kurang lebih 5 gram jaringan tiroid normal dibagian
posterior.

Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid.

3) Lobektomi Total / Hemitiroidektomi

Lobektomi Total adalah pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan tiroid seluruhnya pada
satu sisi.

Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid yang mengenai seluruh jaringan tiroid satu
lobus, atau pada tonjolan tiroid dengan hasil pemeriksaan FNA menunjukkan neoplasma
folikuler. Bila hasil pemeriksaan histopatologis dari spesimen menunjukkan karsinoma tiroid,
maka tindakan lobektomi total tersebut sudah dianggap cukup pada penderita dengan faktor
prognostik yang baik.

4) Tiroidektomi Subtotal

Tiroidektomi Subtotal adalah pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan tiroid disekitarnya
pada kedua sisi, dengan meninggalkan sebanyak kurang lebih 5 gram jaringan tiroid normal
dibagian posterior. Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid yang mengenai kedua sisi.

5) Tiroidektomi hampir Total

Tiroidektomi hampir total adalah pengangkatan tonjolan tiroid beserta seluruh jaringan tiroid
pada satu sisi disertai pengangkatan sebagian besar jaringan tiroid sisi kontralateral dengan
menyisakan 5 g saja pada sisi tersebut.
Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid yang mengenai seluruh jaringan tiroid satu
lobus dan sebagian jaringan tiroid kontralateral. Tindakan tersebut juga dapat dilakukan pada
karsinoma tiroid deferensiasi baik pada satu lobus dan belum melewati garis tengah, untuk
menghindari kelenjar paratiroid bilateral. Penderita karsinoma tiroid yang dilakukan prosedur
ini harus dilanjutkan dengan pemberian ablasi sisa jaringan tiroid menggunakan yodium
radioaktif.

6) Tiroidektomi Total

Tiroidektomi Total adalah pengangkatan tonjolan tiroid beserta seluruh jaringan tiroid.

Operasi ini dikerjakan pada karsinoma tiroid deferensiasi terutama bila disertai adanya faktor
prognostik yang jelek, karsinoma tiroid tipe meduler, karsinoma tiroid tipe anaplastik yang
masih operabel.

2. Non Pembedahan

1) Radioterapi

Radioterapi adalah penggunaan radiasi ion di bidang kedokteran sebagai satu bagian
pengobatan kanker dengan mengontrol pertumbuhan sel ganas. Radioterapi digunakan
sebagai terapi kuratif maupun bersifat adjuvan. Lapangan radiasi juga mencakup jaringan
limfonodus dan pembuluh darah yang menjadi risiko utama untuk metastase tumor.
Radioterapi adalah penggunaan radiasi untuk menghancurkan sel kanker atau merusak sel
tersebut sehingga tidak dapat bermultiplikasi lagi. Walaupun radiasi ini akan mengenai
seluruh sel, tetapi umumnya sel normal lebih tahan terhadap radiasi dibandingkan dengan sel
kanker.

Kegunaan radioterapi adalah sebagai berikut:

(1) Mengobati : banyak kanker yang dapat disembuhkan dengan radioterapi, baik dengan atau
tanpa dikombinasikan dengan pengobatan lain seperti pembedahan dan kemoterapi.

(2) Mengontrol : Jika tidak memungkinkan lagi adanya penyembuhan, radioterapi berguna
untuk mengontrol pertumbuhan sel kanker dengan membuat sel kanker menjadi lebih kecil
dan berhenti menyebar.
(3) Mengurangi gejala : Selain untuk mengontrol kanker, radioterapi dapat mengurangi gejala
yang biasa timbul pada penderita kanker seperti rasa nyeri dan juga membuat hidup penderita
lebih nyaman.

(4) Membantu pengobatan lainnya : terutama post operasi dan kemoterapi yang sering
disebut sebagai adjuvant therapy atau terapi tambahan dengan tujuan agar terapi bedah dan
kemoterapi yang diberikan lebih efektif.

Jenis radioterapi :

(1) Radioterapi eksternal (radioterapi konvensional).

Pada terapi eksternal, mesin akan mengeluarkan sinar radiasi pada tempat kanker dan jaringan
sekitarnya. Mesin yang digunakan dapat berbeda, tergantung dari lokasi kanker.

(2) Radioterapi internal (Radioisotope Therapy (RIT)).

Radioterapi diberikan melalui cairan infus yang kemudian masuk ke dalam pembuluh darah
atau dapat juga dengan cara menelannya. Contoh obat radioterapi melalui infus adalah
metaiodobenzylguanidine (MIBG) untuk mengobati neuroblastoma, sedangkan melalui oral
contohnya iodine-131 untuk mengobati kanker tiroid.

(3) Kemoterapi

Kemoterapi memerlukan penggunaan obat untuk menghancurkan sel kanker. Walaupun obat
ideal akan menghancurkan sel kanker dengan tidak merugikan sel biasa, kebanyakan obat
tidak selektif. Malahan, obat didesain untuk mengakibatkan kerusakan yang lebih besar pada
sel kanker daripada sel biasa, biasanya dengan menggunakan obat yang mempengaruhi
kemampuan sel untuk bertambah besar. Pertumbuhan yang tak terkendali dan cepat adalah
cirri khas sel kanker. Tetapi, karena sel biasa juga perlu bertambah besar, dan beberapa
bertambah besar cukup cepat (seperti yang di sumsum tulang dan garis sepanjang mulut dan
usus), semua obat kemoterapi mempengaruhi sel biasa dan menyebabkan efek samping.

Kemoterapi secara umum menyebabkan mual, muntah, kehilangan selera makan, kehilangan
berat badan, kepenatan, dan sel darah hitung rendah yang menyebabkan anemia dan risiko
infeksi bertambah. Dengan kemoterapi, orang sering kehilangan rambut mereka, tetapi akibat
sampingan lain bevariasi tergantung jenis obat.
Mual dan Muntah: gejala ini biasanya bisa dicegah atau dikurangi dengan obat (kontra-obat
emesis). Mual juga mungkin dikurangi oleh makanan makan kecil dan dengan menghindari
makanan yang tinggi di serat, gas barang hasil bumi itu, atau yang sangat panas atau sangat
dingin.

Sel Darah Hitung rendah: Cytopenia, kekurangan satu atau lebih tipe sel darah, bisa terjadi
karena efek racun obat kemoterapi pada sumsum tulang (di mana sel darah dibuat). Misalnya,
penderita mungkin membuat sel darah merah yang rendah secara abnormal (anemia), sel
darah putih (neutropenia atau leukopenia), atau platelet (thrombocytopenia). Jika anemia
parah, faktor pertumbuhan spesifik, seperti erythropoietin atau darbepoietin, bisa diberikan
untuk pertambahan pembentukan sel darah merah, atau sel darah merah bisa ditransfusikan.
Jika thrombocytopenia hebat, platelet bisa ditransfusikan untuk merendahkan risiko
pendarahan.

2) Terapi Ablasi Iodium Radioaktif

Pada jaringan tiroid sehat dan ganas yang tertinggal setelah operasi,selanjutnya diberikan
terapi ablasi iodium radioaktif. Mengingat adanya uptake spesifik iodium ke dalam sel
folikuler tiroid termasuk sel ganas tiroid yang berasal dari sel folikuler.

Ada 3 alasan terapi ablasi pada jaringan sisa setelah operasi, yaitu:

(1) Merusak atau mematikan sisa fokus mikro karsinoma.

(2) Untuk mendeteksi kekambuhan atau metastasis melalui eliminasi uptake oleh sisa
jaringan tiroid normal.

(3) Meningkatkan nilai pemeriksaan tiroglobulin sebagai petanda serum yang dihasilkan
hanya oleh sel tiroid.

Untuk memaksimalkan uptake iodium radioaktif setelah tiroidektomi total, kadar hormone
tiroid diturunkan dengan menghentikan obat L-tiroksin, sehingga TSH endogen terstimulasi
hingga mencapai kadar diatas 25-30 mU/L.

3) Terapi Supresi L-Tiroksin

Evaluasi lanjutan perlu dilakukan selama beberapa dekade sebelum dikatakan sembuh total.
Target kadar TSH pada kelompok risiko rendah untuk kesakitan dan kematian karena
keganasan tiroid adalah 0,1-0,5 mU/L, sedang untuk kelompok risiko tinggi adalah 0,01
mU/L.

2.1.8 Komplikasi

1. Komplikasi yang sering muncul pada kanker tiroid adalah :

1) Perdarahan

Resiko ini minimum, namun hati-hati dalam mengamankan hemostatis dan penggunaan drain
pada pasien setelah operasi.

2) Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan menyebabkan embolisme
udara.

3) Trauma pada nervus laringeus rekurens

Ini dapat menimbulkan paralisis sebagian atau total pada laring.

4) Sepsis yang meluas ke mediastinum

Seharusnya ini tidak boleh terjadi pada operasi bedah sekarang ini, sehingga antibiotik tidak
diperlukan sebagai pofilaksis lagi.

(Sutjahjo, 2006, hal:86)

2. Kompilkasi akibat tiroidektomi dibagi dalam 3 golongan, yaitu:

1) Minor : seroma

2) Jarang : kerusakan trunkus simpatikus

3) Mayor : perdarahan intraoperative, perdarahan pasca operatif, trauma pada n. laringeus


rekuren/ superior, hipoparatiroidisme, hipotiroidisme, krisis tiroid, infeksi

2.1.9 Indikasi Tiroidektomi

Tiroidektomi pada umumnya dilakukan pada :

1. Penderita dengan tirotoksikosis yang tidak responsif dengan terapi medikamentosa atau
yang kambuh

2. Tumor jinak dan ganas tiroid


3. Gejala penekanan akibat tonjolan tumor

4. Tonjolan tiroid yang mengganggu penampilan seseorang

5. Tonjolan tiroid yang menimbulkan kecemasan seseorang

2.1.10 Peran perawat adalah dalam penatalaksanaan Pre-Operatif, Intra Operatif dan
Post Operasi

1. Penatalaksanaan Pre Operasi yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut:


1) Inform Concern (Surat persetujuan operasi) yang telah ditandatangani oleh
penderita atau penanggung jawab penderita

2) Keadaan umum meliputi semua system tubuh terutama system respiratori dan
cardiovasculer

3) Hasil pemeriksaan / data penunjang serta hasil biopsy jaringan jika ada

4) Persiapan mental dengan suport mental dan pendidikan kesehatan tentang


jalannya operasi oleh perawat dan support mental oleh rohaniawan

5) Konsul Anestesi untuk kesiapan pembiusan

6) Sampaikan hal-hal yang mungkin terjadi nanti setelah dilakukan tindakan


pembedahan terutama jika dilakukan tiroidectomi total berhubungan dengan
minum suplemen hormone tiroid seumur hidup.

2. Penatalaksanaan Intra Operasi

Peran perawat hanya membantu kelancaran jalannya operasi karena tanggung jawab
sepenuhnya dipegang oleh Dokter Operator dan Dokter Anesthesi.

3. Penatalaksanaan Post Operasi (di ruang sadar)


1) Observasi tanda-tanda vital pasien (GCS) dan jaga tetap stabil

2) Observasi adanya perdarahan serta komplikasi post operasi

3) Dekatkan peralatan Emergency Kit atau paling tidak mudah dijangkau apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan atau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
4) Sesegera mungkin beritahu penderita jika operasi telah selesai dilakukan
setelah penderita sadar dari pembiusan untuk lebih menenangkan penderita

5) Lakukan perawatan lanjutan setelah pasien pindah ke ruang perawatan umum

2.2 Asuhan Keperawatan Pasien denan Tumor Thyroid dan Thyroidektomi

1. Pengkajian

Anamnesis : pasien dengan nodul tiroid nontoksik baik jinak maupun ganas, biasanya datang
dengan keluhan kosmetik atau takut timbulnya keganasan. Sebagian besar keluhan dengan
adanya nodul yang cepat membesar dalam beberapa minggu, pasien mengeluh adanya gejala
penekanan pada jalan napas (sesak) atau sulit menelan. Adanya perdarahan atau disertai
infeksi, nyeri, suara serak/parau.

Pada pemeriksaan fisik : nodul dengan konsistensi lunak, rata dan tidak terfiksir, gejala
penekanan dan penyebarannya tidak ada (pada nodul jinak, strumadifus, multinoduler).
Sedangkan yang ganas, dari riwayat keluarga : Karsinoma medulare, nodul soliter.Riwayat
terekspos radiasi leher, pertumbuhannya cepat membesar, konsistensi padat, keras, tidak rata
dan terfiksir. Adanya gejala penekanan, adanya gangguan menelan dan suara serak.
Penyebarannya terjadi pembesaran kelenjar limfe leher.

Pada hasil pemeriksaan penunjang : kadar TSHs dan hormone thyroid, USG, CT Scan/MRI,
biopsy aspirasi.

a. Foto X-Ray

Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang diperlukan untuk melihat


obstruksi trakhea karena penekanan tumor dan melihat kalsifikasi pada massa tumor. Pada
karsinoma papiler dengan badan-badan psamoma dapat terlihat kalsifikasi halus yang disertai
stippledcalcification, sedangkan pada karsinoma meduler kalsifikasi lebih jelas di massa
tumor. Kadang-kadang kalsifikasi juga terlihat pada metastasis karsinoma pada kelenjar getah
bening. Pemeriksaan X-Ray juga dipergunnakan untuk survey metastasis pada pary dan
tulang. Apabila ada keluhan disfagia, maka foto barium meal perlu untuk melihat adanya
infiltrasi tumor pada esophagus.

b. Ultrasound
Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman dan tepat, namun cara ini
cenderung terdesak oleh adanya tehnik biopsy aspirasi yaitu tehnik yang lebih sederhana dan
murah.

c. Computerized Tomografi

CT-Scan dipergunakan untuk melihat perluasan tumor, namun tidak dapat membedakan
secara pasti antara tumor ganas atau jinak untuk kasus tumor tiroid.

d. Scintisgrafi

Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan hot nodule dan cold nodule. Daerah
cold nodule dicurigai tumor ganas. Teknik ini dipergunakan juga sebagai penuntun bagi
biopsy aspirasi untuk memperoleh specimen yang adekuat.

3. Biopsi Aspirasi

Pada dekade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak dipergunakan sebagai prosedur diagnostik
pendahuluan dari berbagai tumor terutama pada tumor tiroid. Teknik dan peralatan sangat
sederhana , biaya murah dan akurasi diagnostiknya tinggi. Dengan mempergunakan jarum
tabung 10 ml, dan jarum no.22 23 serta alat pemegang, sediaan aspirator tumor diambil
untuk pemeriksaan sitologi. Berdasarkan arsitektur sitologi dapat diidentifikasi karsinoma
papiler, karsinoma folikuler, karsinoma anaplastik dan karsinoma meduler.

Pengkajian psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya,
mengurung diri/bahkan mania. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin
tidur sepanjang hari. Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen
konsep diri

2. Diagnosa Keperawatan

Pre Op :

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas sekunder supresi Tu
thyroid

2. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan pada glosopharingeal sekunder Tu thyroid

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, faktor kurangnya informasi


tentang pre op terkait aspek pembedahan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan klien menelan makanan sekunder penekanan pada glosopharingeal.

5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan saraf laring, cedera pita
suara sekunder Tu thyroid.

6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan gambaran diri sekunder Tu thyroid,
pembesaran nodule pada leher.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan dan


penatalaksanaan regimen terapeutik.

Post Op :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruktif akibat adanya
perdarahan, edema pada incise site, kerusakan saraf laryngeal, obstruksi trakea:
pembengkakan, perdarahan, spasme laryngeal.

2. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan post incise (tiroidektomi), edema pasca operasi

3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


penatalaksanaan post incisi tiroidektomi.

4. Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan (tiroidektomi), edema pada


& sekitar insisi, kerusakan saraf laryngeal.

3. Rencana Keperawatan

a. Pre operatif
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas sekunder supresi Tu
thyroid
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x24 jam, diharapkan pola nafas efektif
Kriteria hasil :
-frekuensi dan kedalaman pernapasan normal (RR 16-20x/mntdewasa)
-tidak terjadi obstruksi dengan supresi massa / nodule
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman dan ekspansi dada, serta catat upaya pernapasan, terutama
penggunaan otot acecories respirasi
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat dengan keadaan dyspnea. Kedalaman pernapasan
menunjukkan terjadinya gagal napas. Ekspansi dada terbatas berhubungan dengan nyeri pada
massa / nodul site.
b. Kaji tentang nodule/massa pada daerah leher dan observasi terhadap pembesaran yang dapat
menyebabkan adanya supresi jalan napas.
Rasional : supresi massa yang semakin besar dapat menutup jalan napas, sehingga observasi
yang dilakukan dapat dilakukan untuk preventif dan penentuan intervensi lanjutan.
c. Beri posisi yang nyaman bagi klien seperti semifowler/fowler, dengan menyangga bantal
terutama pada daerah nodul.
Rasional : mencegah hiperekstensi pada daerah leher, dan membantu ekspansi paru sehingga
memudahkan pernapasan.
d. Kolaborasi dalam pemberian oksigen sesuai indikasi
rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja otot pernapasan yang berlebihan.
e. Jalankan program therapy dokter jika ada indikasi dilakukan tindakan pembedahan
(tiroidektomi) dan lakukan tindakan pre op.
Rasional : persiapan pre op dilakukan sesuai indikasi dan program therapy pembedahan.

f. Kolaborasi dalam melakukan pemantauan kadar T3 dan T4 serum.


Rasional : Untuk mendeteksi indikasi awal ketidakseimbangan hormon tiroid.

2. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan pada glosopharingeal sekunder Tu thyroid


Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x24 jam, diharapkan nyeri berkurang
Kriteria hasil :
1. Pasien mampu memverbalisasikan nyeri berkurang
2. Ekspresi wajah tidak meringis menahan nyeri, tampak rileks
3. skala : 1-3 : ringan; skala ; 4-7 ; sedang

Intervensi :
a. Observasi adanya tanda-tanda nyeri baik verbal maupun nonverbal
Rasional : mengantisipasi timbulnya rasa nyeri
b. Lakukan pengukuran skala nyeri dengan skala nyeri (1-3 : ringan; 4-7 :sedang; 8-10:berat)
Rasional : dapat diketahui tingkat nyeri dan menentukan intervensi lebih lanjut.
c. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
Rasional : memberikan kenyamanan pada pasien sehingga mampu mengurangi rasa nyeri.
d. . Berikan posisi yang nyaman bagi pasien seperti semi fowler dan sokong kepala/leher
dengan bantal kecil.
Rasional: mencegah hiperekstensi leher dan mampu mengurangi rasa nyeri
e. Jalankan program therapy dokter jika ada indikasi dilakukan tindakan pembedahan
(tiroidektomi) dan lakukan tindakan pre op.
Rasional : persiapan pre op dilakukan sesuai indikasi dan program therapy pembedahan.
f. Kolaborasi pemberian analgetik (k/p) sesuai indikasi
Rasional : umtuk mampu mengurangi rasa nyeri.
g. Kolaborasi dalam melakukan pemantauan kadar T3 dan T4 serum.
Rasional : Untuk mendeteksi indikasi awal ketidakseimbangan hormon tiroid.

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, faktor kurangnya


informasi tentang pre op terkait aspek pembedahan.

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama ... x 24 jam diharapkan mampu mengurangi stressor yang
membebani sumber ansietas dan ansietas berkurang
Kriteria Hasil :
1. Ansietas berkurang, dibuktikan dengan menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping.
2. Merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stres
3. Manifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada
4. Range ansietas menjadi sedang-ringan ( skala HARS)
5. Mampu memverbalisasikan beberapa hal terait persiapan tindakan pembedahan
Intervensi
a. Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas
Rasional: mengukur tingkat ansietas
b. Pantau respon fisik, palpitasi, gerakan yang berulang-ulang, hiperventilasi, insomnia.
Rasional: Efek-efek kelebihan hormon tiroid menimbulkan manifestasi klinik dari peristiwa
kelebihan katekolamin ketika kadar epinefrin dalam keadaan normal.
c. Kaji tentang pengetahuan pasien tentang penyakit, persiapan tindakan pembedahan
Rasional : dapat diketahui tentang tingkat pengetahuan pasien sebagai dasar intervensi
lanjutan.
d. Jelaskan apa yang terjadi selama periode pra operasi, termasuk test laboratorium pra op, alasan
status puasa, obat-obatan pre op, aktifitas area tunggu, tinggal diruang pemulihan dan
program pasca operasi.
Rasional : pasien mengetahui tentang persiapan pre op sehingga membantu mengurangi
tingkat ansietas pasien.
e. Kolaborasi (k/p) obat anti ansietas, contohnya : transquilizer, sedatif dan pantau efeknya,
sesuai indikasi
Rasional : membantu mengurangi ansietas klien dalam menghadapi operasi.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan klien menelan makanan sekunder penekanan pada glosopharingeal.

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama ...x24 jam diharapkan tingkat zat gizi yang tersedia
mampu memenuhi kebutuhan metabolik.

Kriteria Hasil :
a. Terpenuhi asupan makanan, cairan, dan zat gizi
b. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan
c. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
d. Melaporkan keadekuatan tingkat energy

Intervensi
a. Auskultasi bising usus
Rasional: bising usus hiperaktif mencerminkan peningkatan motalitas lambung yang
menurunkan atau mengubah fungsi absorpsi.
b. Pantau masukan makanan setiap hari. Dan timbang berat badan setiap hari serta laporkan
adanya penurunan.
Rasional: penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup
merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi antitiroid.
c. Hindarkan pemberian makanan yang dapat meningkatkan peristaltic usus.
Rasional: peningkatan motalitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan
absorpsi nutrisi yang diperlukan.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet cair sesuai indikasi
rasional : makanan cair dapat membantu pemenuhan nutrisi pada indikasi pasien yang
mengalami gangguan menelan
e. Kolaborasikan dengan dokter obat obat atau vitamin yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi klien.
Rasional : Suplai kebutuhan pasien sebagai pelengkap nutrisi diet pasien.
f. Jalankan program therapy dokter jika ada indikasi dilakukan tindakan pembedahan
(tiroidektomi) dan lakukan tindakan pre op.
Rasional : persiapan pre op dilakukan sesuai indikasi dan program therapy pembedahan.

5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan saraf laring, cedera pita
suara sekunder Tu thyroid.

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama ... x 24 jam diharapkan mampu melakukan komunikasi
sesuai kondisi pasien dengan metode lain, seperti komunikasi non verbal, code
Kriteria Hasil :
Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Intervensi :
a. Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin, kunjungi pasien secara teratur.
Rasional :Menurunkan ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunikasi
b. Pertahankan lingkungan yang tenang
Rasional :Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan
kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan
c. Anjurkan untuk tidak berbicara terus menerus atau minimize komunikasi dengan voice
Rasional :Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena
pembedahan pada syaraf laringeal dan berakhir dalam beberapa hari.
d. Ajarkan tekhnik berkomunikasi selain verbal, seperti dengan code, non verbal.
Rasional : mampu mengajarkan tekhnik komunikasi yang lain, sehingga pemenuhan kebutuhan
pasien dapat terpenuhi

6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan gambaran diri sekunder Tu


thyroid, pembesaran nodule pada leher.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan selama x 24 jam, klien mampu berfikir positif dan menerima
keadaan tubuhnya dengan baik
Kriteria hasil :
- Klien bisa mengungkapkan keadaan dirinya dengan penerimaan yang positif terhadap
kondisi dirinya
- Klien bisa percaya diri dengan tubuh nya saat ini.
- Klien dapat mengungkapkan prognosis penyakit yang dapat mempengaruhi gambaran dirinya
Intervensi :
a. Kaji respon verbal dan non verbal klien terhadap gambaran diri klien
Rasional : Mengetahui respon positif dari klien mengenai gambaran dirinya
b. Kaji adanya factor yang memperparah masalah klien ; factor stress
Rasional : membantu pembentukan mekanisme koping pada diri klien sehingga mau menerima
keadaan dirinya
c. Beri dukungan emosional kepada klien
Rasional : Memotifasikan klien untuk optimis dengan keadaannya
d. Jelaskan pada klien tentang penyakit, prognosis serta penatalaksanaan penyakit
Rasional : peningkatan informasi tentang kondisi klien dapat membantu untuk lebih mengetahui
keadaan diri klien, sehingga klien dapat mengembalikan gambaran diri yang positif.
e. Beri reinforcement positif terhadap keadaan diri klien
Rasional : membantu menumbuhkan optimism terhadap kondisi yang dialami klien.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan dan


penatalaksanaan regimen terapeutik.
Tujuan :
Setelah diberikan penjelasan selama menit dalam kali pertemuan diharapkan pasien dan
keluarga mengerti tentang penyakit yang dialami dan penatalaksanaannya.
kriteria hasil :
- Pasien dan keluarga mampu memverbalisasikan kembali tentang penjelasan yang telah
diberikan ( penyakit dan penatalaksanaan perawatan).
-Pasien dan keluarga tampak lebih tenang.
Pasien dan keluarga dapat mengikuti saran pengobatan.
-Pasien dan keluarga menyatakan mengerti tentang penjelasan yang diberikan.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien & keluarga untuk belajar, seperti : tingkat partisipasi, tingkat
pengetahuan, & respon terhadap pemahaman penyakit dan pengobatan.
Rasional : proses pembelajaran tergantung pada kesiapan fisik dan mental pasien dan keluarga.
b. Identifikasi gejala/keluhan yang harus dilaporkan, seperti : sesak yang bertambah, nyeri pada
daerah nodul, gangguan menelan, dan keluhan lainnya.
Rasional : Preventif terhadap kemungkinan perburukan kondisi pasien.
c. Jelaskan pentingnya untuk melanjutkan regimen terapeutik sebagai penatalaksanaan lanjutan
di rumah (jika diperlukan) dan penatalaksanaan di rumahsakit, terutama tentang persiapan preop
Rasional : pasien dan keluarga mengerti tentang persiapan preop , pentingnya lanjutan pengobatan
dirumah, dan mau menjalankan sesuai program therapy.
d. Beri penjelasan dan penatalaksanaan penyakit dan penatalaksanaan secara umum, meliputi :
definisi, etiologi, gejala klinis, prognosis, pengobatan.
Rasional : Pemahaman tentang kondisi kesehatan pasien.

b. Post operatif
1. Post Op :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruktif akibat adanya
perdarahan, edema pada incise site, kerusakan saraf laryngeal, obstruksi trakea:
pembengkakan, perdarahan, spasme laryngeal.

Tujuan :
Setelah dilakukan tindkaan keperawatan selama x24 jam diharapkan bersihan jalan napas
efektif
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan pembersihan jalan napas yang efektif dibuktikan dengan pertukaran gas dan
ventilasi tidak berbahaya.
b. Mudah untuk bernapas, dan tidak ada perdarahan
c. Kegelisahan, sianosis, dan dispnea tidak ada.
d. Saturasi O2 dalam batas normal.
e. edema tidak terjadi pada incise site

Intervensi :
a. Pantau frekuensi pernapasan, kedalaman, dan kerja pernapasan.
Rasional: pernapasan secara normal kadang-kadang cepat, tapi berkembangnya distres pada
pernapasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan.
b. Auskultasi suara napas, catat adanya suara ronki.
Rasional: ronki merupakan indikasi adanya obstruksi/spasme laryngeal yang membutuhkan
evaluasi dan intervensi yang cepat.
c. Periksa balutan leher setiap jam pada periode awal post operasi, kemudian tiap 4 jam, serta
Monitor frekuensi & jumlah drainase serta kekuatan balutan.

Rasional: Pembedahan didaerah leher dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas karena adanya
edem post operasi dan mengetahui kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada post op
tiroidektomi, seperti perdarahan, sehinnga emergency treatment dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya dyspnea karena obstruksi perdarahan.
d. Monitor tanda-tanda respiratori distres, sia-nosis, takipnea & nafas yang berbunyi.
Rasional : dapat diketahui secara dini adanya tanda distress pernapasan sehingga keadaan
emergency dapat dilakukan
e. Beri posisi yang nyaman bagi klien seperti semifowler/fowler, dengan menyangga bantal
terutama pada daerah post op
Rasional : mencegah hiperekstensi pada daerah leher, dan membantu ekspansi paru sehingga
memudahkan pernapasan.
f. Pertahankan klien dalam posisi semi fowler dan beri kantung es (ice bag) untuk kompres pada
daerah post op (sesuai indikasi)
rasional : ice bag dapat mengurangi bengkak dan posisi semifowler dapat membantu ekspansi
dada, pola pernapasan klien.
g. Periksa sensasi klien karena keketatan dise-keliling tempat insisi (balutan sekitar insisi)
Rasional : dapat diketahui pressure balutan yang dapat mengganggu jalan pernapasan
h. Kolaborasi dalam pemberian oksigen sesuai indikasi
rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja otot pernapasan yang berlebihan.

2. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan post incise (tiroidektomi), edema pasca
operasi

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama ... x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang.

Kriteria hasil :
1. Pasien mampu memverbalisasikan nyeri berkurang
2. Ekspresi wajah tidak meringis menahan nyeri, tampak rileks
3. skala : 1-3 : ringan; skala ; 4-7 ; sedang

Intervensi :
a. Observasi adanya tanda-tanda nyeri baik verbal maupun nonverbal
Rasional : mengantisipasi timbulnya rasa nyeri
b. Lakukan pengukuran skala nyeri dengan skala nyeri (1-3 : ringan; 4-7 :sedang; 8-10:berat)
Rasional : dapat diketahui tingkat nyeri dan menentukan intervensi lebih lanjut.
c. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
Rasional : memberikan kenyamanan pada pasien sehingga mampu mengurangi rasa nyeri.
d. . Berikan posisi yang nyaman bagi pasien seperti semi fowler dan sokong kepala/leher
dengan bantal kecil.
Rasional: mencegah hiperekstensi leher dan mampu mengurangi rasa nyeri dan melindungi
integritas jahitan
e. Kolaborasi pemberian analgetik (k/p) sesuai indikasi
Rasional : umtuk mampu mengurangi rasa nyeri.

3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


penatalaksanaan post incisi tiroidektomi.

Setelah diberikan penjelasan selama menit dalam kali pertemuan diharapkan pasien dan
keluarga mengerti tentang penyakit penatalaksanaan post operative
kriteria hasil :
- Pasien dan keluarga mampu memverbalisasikan kembali tentang penjelasan yang telah
diberikan ( penatalaksanaan perawatan).
-Pasien dan keluarga tampak lebih tenang.
Pasien dan keluarga dapat mengikuti saran pengobatan.
-Pasien dan keluarga menyatakan mengerti tentang penjelasan yang diberikan.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien & keluarga untuk belajar, seperti : tingkat partisipasi, tingkat
pengetahuan, & respon terhadap pemahaman penyakit dan pengobatan.
Rasional : proses pembelajaran tergantung pada kesiapan fisik dan mental pasien dan keluarga.
b. Identifikasi gejala/keluhan yang harus dilaporkan, seperti : sesak yang bertambah, nyeri pada
daerah nodul, gangguan menelan, dan keluhan lainnya.
Rasional : Preventif terhadap kemungkinan perburukan kondisi pasien.
c. Jelaskan pentingnya untuk melanjutkan regimen terapeutik sebagai penatalaksanaan lanjutan
di rumah (jika diperlukan) dan penatalaksanaan di rumahsakit, terutama tentang perawatan post
op : seperti observasi perdarahn, nyeri post op, sesak napas
Rasional : pasien dan keluarga mengerti tentang perawatan post op , pentingnya lanjutan pengobatan
dirumah, dan mau menjalankan sesuai program therapy.

4. Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan (tiroidektomi), edema


pada & sekitar insisi, kerusakan saraf laryngeal.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x24 jam dapat mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan
Kriteria hasil :
a. Tidak ada manifestasi dari perdarahan yang hebat
b. tidak terjadi obstruksi jalan napas karena oedema
c. Kerusakan saraf laryngeal minimal

Intervensi :
a. Pantau vital sign : TD, nadi, RR setiap 224 jam. Bila stabil setiap 4 jam.

Rasional : dapat mengetahui status perkembangan kesehatan pasien secara periodik

b. Observasi Status balutan : kemungkinan terjadi perdarahn yang merembes pada balutan

Rasional : perdarahan aktif dapat menyebabkan syok hipovolemik, sehingga dengan melakukan
observasi dapat dicegah hal tersebut.

c. Beritahu dokter bila drainase merah terang pada balutan/penurunan TD disertai peningkatan
frekuensi nadi & nafas.

Rasional : mencegah terjadi komplikasi perdarahan massif yang berkelanjutan dan mencegah syok
hipovolemik yang kemungkinan dapat terjadi.

d. Tempatkan bel pada sisi tempat tidur & instruksikan klien untuk memberi tanda bila tersedak
atau sensasi tekanan pada daerah insisi terasa. Bila gejala itu terjadi, kendur-kan balutan, cek
TTV, inspeksi insisi, pertahankan klien pada posisi semi fowler, beritahu dokter.

Rasional : Untuk mendeteksi tanda-tanda awal perdarahan. Temuan ini menandakan


perdarahan berlebihan dan perlu perhatian medis segera.
e. Instruksikan klien untuk tidak banyak bicara pada periode post op 1x24 jam dalam periode
observasi intensif, dan ajarkan tekhnik komunikasi alternative lain

Rasional: Untuk menurunkan tegangan pada pita suara, dan tekhnik komunikasi lain, seperti
non verbal, code membantu mengetahui kebutuhan klien.

f. Laporkan peningkatan suara serak dan kelelahan suara.


Rasional: Perubahan-perubahan ini menunjukkan kerusakan saraf laringeal, dimana hal ini
tidak dapat disembuhkan.

4. Implementasi

Disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun.

5. Evaluasi

Pre op :
1. Pola napas efektif.
2. Nyeri berkurang
3. Ansietas berkurang
4. Tingkat pemenuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan metabolic klien
5. Dapat melakukan komunikasi verbal,code
6. Penerimaan positif tentang gambaran diri dengan mekanisme koping yang adaptif
7. Pemahaman tingkat penyakit dan perawatan
Post Op :
1. Bersihan jalan napas efektif.
2. Nyeri berkurang
3. Pemahaman tentang penatalaksanaan post op
4. Tidak terjadi komplikasi perdarahan.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Kanker Thyroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler,
folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar,
lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul
tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.

Penderita kanker tiroid tidak mempunyai keluhan khusus terutama pada keadaan
tumor berdiferensia baik. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap struma yang kemudian
dalam waktu singkat membesar, boleh dicurigai adanya malignasi. Pada kasus demikian,
palpasi tiroid merupakan hal yang penting untuk melihat adanya nodul kecil.

Asuhan yang baik dapat diberikan, dimulai dengan pengkajian fisik, menentukan
diagnosa yang cepat dan tepat. Langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan dan intervensi
yang mestinya diberikan. Terakhir adalah mengevaluasi apakah kondisi klien baik dan apakah
tindakan telah berhasil.

B. Saran

Pemahaman tentang konsep dasar penyakit Tumor thyroid dan thyroidektomi, serta
asuhan keperawatan pasien dengan Tumor Thyroid dan Thyrodiektomy, agar dapat
diaplikasikan dilapangan, sehingga membantu melakukan pencegahan, penatalaksanaan
terhadap pasien dengan Tumor thyroid.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

TUMOR THYROID DAN THYROIDEKTOMI

OLEH : KELOMPOK II

NON REGULER B-5 DENPASAR

I Wayan Eka Susana

Ni Luh Pt Diah Indrawati

Pt Ary Oktariani

I Gst Lanang Suta Jayendra

Desak Pt Seriasa

Ni Made Mustarini

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIRAMEDIKA PPNI BALI

2012/2013
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........... i

KATA PENGANTAR .......... ii

DAFTAR ISI ........... iii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ......... 1

B.Rumusan Masalah ........... 1

C.Tujuan Penulisan ......... 1

D.Metode ............ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Teoritis Tumor Thyroid dan Thyroidektomi ............................ 3

B. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Tumor Thyroid dan Thyroidektomi ...... 16

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................................. 28

B. Saran ........................................................................................................... 28

Lampiran WOC / Pathway Tumor thyroid

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa atas berkat dan
RahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok ASUHAN
KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TUMOR THYROID DAN THYROIDEKTOMI .
Penulisan ini mencakup tentang Konsep Dasar Penyakit Tumor Thyroid, yang meliputi
Definisi, etiologi, Patofisiologi (WOC), Gejala klinis, pemeriksaan diagnostik,
penatalaksanaan, dan Asuhan Keperawatan pasien dengan Tumor Thyroid, yang meliputi
pengkajian, Diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyelesaian tugas kelompok ini.
Penulisan tugas kelompok ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Untuk itu
kepada semua pihak, penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif, demi perbaikan
penulisan ini.

Denpasar, februari 2013


Penulis

DAFTAR PUSTAKA
Barbara, C Long, 1996. Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan). Bandung : Yayasan IAPK
Padjajaran.

Baughman,D.C& Hackley,J.C.2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Brunner & suddath. 2001. Buku Ajar Bedah Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta : EGC.

Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

_________________. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. Jakarta : EGC.

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol.2. Jakarta : EGC.

Ganong.1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Guyton, Arthur C dan Hall, John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta :
EGC.

Hollmann DB. 2005. Respiration Disease: Current Medical Diagnosis & Treatment, 34th .,
Appleton & Lange, International Edition, Connecticut 2005, 729-32.

Kalim, Handono. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Lemone & Burke, 2010. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care, Third
Edition, California : Addison Wesley Nursing.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculaapius FKUI

Misbach, Yusuf, et.al. 2009. Compendium of Indonesian Medicine 1st Edition. Jakarta :
PT Medinfocomm Indonesia.

Prince, Sylvia Anderson. 2009. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC

Smeltzer, Suzzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.

Soeparman. Waspadji, Sarwono. 1998. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Sudoyo, Aru, et.al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.

Vous aimerez peut-être aussi