Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KANKER SERVIKS
Oleh
Suharto, S.Ked
I11107041
Pembimbing
Kanker Serviks
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak yang terjadi pada wanita
setelah kanker payudara. Sejumlah 150.000 wanita di dunia menderita kanker
serviks, 80 persen diantaranya berada di negara berkembang. Di Indonesia, kanker
serviks merupakan kanker nomor satu diantara kanker ginekologi dan menjadi
masalah kesehatan utama di negara ini.1
Semua wanita beresiko terkena kanker serviks, terutama terjadi pada wanita
usia diatas 30 tahun. Penyebab utamanya adalah human papillomavirus (HPV) dan
dihubungkan dengan lesi prakanker. Infeksi virus human papilloma (HPV) tipe
risiko tinggi yang kronik merupakan salah satu penyebab kanker serviks pada
wanita. Genotipe yang tersering menginfeksi jaringan serviks adalah HPV genotipe
16 dan 18. Walaupun demikian, profil genotipe dapat berbeda-beda di seluruh
dunia, tergantung dari geografinya. Pada umumnya virus ini ditularkan orang ke
orang melalui hubungan seksual. Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu
yang lama. Deteksi dini terhadap lesi serviks dapat menurunkan insiden mortalitas.2
Perdarahan intravagina yang abnormal merupakan gejala yang paling sering
terjadi pada wanita yang mengalami kanker serviks pada tahap lanjut. Pada tahap
awal biasanya tidak tampak gejala apapun, sehingga sering kali kanker serviks
terdeteksi pada stadium lanjut. Akibatnya, angka harapan hidup pasien kanker
serviks rendah. Skrining dengan Pap smear merupakan upaya pencegahan yang
paling efektif pada lesi prekanker selain vaksin HPV yang harganya relative mahal
untuk negara berkembang.3
Modalitas pengobatan yang tersedia untuk kanker serviks bermacam-
macam sesuai dengan stadium kanker. Pada lesi prekanker dapat diterapi dengan
loop electrosurgical excision procedure (LEEP), cryotherapy, laser ablation, atau
pembedahan local. Pada kanker invasive umumnya diterapi dengan pembedahan,
radiasi eksternal-internal atau dengan kombinasi kemoterapi.3
Prognosis kanker serviks sangat bergantung pada stadium kanker dan
sensitivitas terhadap terapi. Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi umum
penderita dan status imun. Secara umum prognosis kanker serviks adalah buruk.4
2
BAB II
KANKER SERVIKS
3
dari 50% kanker leher rahim. Seseorang yang sudah terkena infeksi HPV 16
memiliki resiko kemungkinan terkena kanker leher rahim sebesar 5%.
HPV-16 berhubungan dengan skuamous cell carcinoma serviks sedangkan
HPV-18 berhubungan dengan adenocarcinoma serviks. Prognosis dari
adenocarcinoma kanker serviks lebih buruk dibandingkan squamous cell
carcinoma. Peran infeksi HPV sebagai faktor risiko mayor kanker serviks
telah mendekati kesepakatan, tanpa mengecilkan arti faktor risiko minor
seperti umur, paritas, aktivitas seksual dini/prilaku seksual, dan meroko, pil
kontrasepsi, genetik, infeksi virus lain dan beberapa infeksi kronis lain pada
serviks seperti klamidia trakomatis dan HSV-2.2-5
4
menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa
sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi
kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh
lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel
yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel
ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila
hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel
mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.
Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti
pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya
penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus
ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah
menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi
kanker.
Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan
menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan
mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.
Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih
besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak
merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-
zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan
ko-karsinogen infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput
lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa
tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan
pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa
menyebabkan kanker leher rahim.
Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena
penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena
virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher
rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin
berisiko terkena kanker leher rahim.
5
Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan
banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari
berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan
(banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit
kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka
akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ
reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan
memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai
penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan
kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun
dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi
oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena
jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh
hormon steroid perempuan.
6
Tabel 2.1. Stadium kanker serviks menurut klasifikasi FIGO dan TNM
FIGO Gambar Deskripsi Kategori
TNM
Tumor primer tidak dapat TX
siakses
Tidak ada bukti tumor primer T0
0 Karsinoma insitu (preinvasive Tis
carcinoma0
I Karsinoma terbatas pada TI
serviks
IA Karsinoma hanya dapat T1a
didiagnosis secara
mikroskopis
IA1 Invasi stroma dalamnya <3 TIaI
mm dan lebarnya < 7 mm
IA2 Invasi stroma dalamnya 3-5 TIa2
mm dan lebarnya < 7 mm
7
IB2 Secara klinis ukuran > 4 cm TIb2
8
IVA Tumor menginvasi mukosa T4a
kandung kencing atau rectum
dan atau menginvasi keluar
dari rue pelvis
IVB Metastasis jauh T4b
9
2.4 Jenis histopatologis pada kanker serviks
Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan,
yaitu 90% merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma
5% dan jenis lain sebanyak 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai
jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan
atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau
dari sel-sel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta
bulat seta mempunyai batas tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal dari sel
basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel
yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks
yang mengeluarkan mucus.6
10
5. Carcinoma tumor
6. Malignant melanoma
7. Maliganant non-epithelial tumors
Sarcoma: mixed mullerian,
leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma
Lymphoma
11
perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi
invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi
di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat
berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada
serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau
vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada
sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan
perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan
kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi
keganasan.9-10 Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada
dasarnya merupakan pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein
tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan segmen open
reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV pada fase laten
bersifat epigenetik.10
Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang
menstimulus ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada
replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali
sel epitel serviks. Di samping itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi
imun tipe lambat dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang
mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1 dan
E2 dan jumlah HPV lebih dari 50.000 virion per sel dapat mendorong
terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk
kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban, 2000). Ekspresi E1
dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi
onkoprotein E6 dan E7. Selain itu, dalam karsinogenesis kanker serviks
terinfeksi HPV, protein 53 (p53) sebagai supresor tumor diduga paling
banyak berperan. Fungsi p53 wild type sebagai negative control cell cycle
dan guardian of genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks
p53-E6 atau mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil,
sedangkan p53 wild type adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.11
Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis
berjalan tanpa kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai
12
sebagai indikator prognosis molekuler untuk menilai baik perkembangan
lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi kanker serviks.12 Bila pembuluh
limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening
pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obturator, iliaka
eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Selanjutnya tumor
menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara
hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah
bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas
dan otak.13
13
rektum dapat terjadi karena penyebaran sel kanker yang juga merupakan
gejala penyakit lanjut. Pada pemeriksaan Pap Smear ditemukannya sel-sel
abnormal di bagian bawah serviks yang dapat dideteksi melalui, atau yang
baru-baru ini disosialisasikan yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat. Sering kali kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila
sudah berkembang menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala
seperti pendarahan serta keputihan pada vagina yang tidak normal, sakit saat
buang air kecil dan rasa sakit saat berhubungan seksual.2,16
14
sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual
sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun.
Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang
normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun
sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut:18
a. Normal.
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya).
3. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk
melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch
15
biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang
menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang
ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal.
Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau
hanya tumor saja.19
5. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada
serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel
serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang
mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena
tidak ada glikogen.4,19,20
6. Radiologi
a. Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan
pada saluran pelvik atau peroartik limfe.
b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks
tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter
terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi
kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram
intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan
untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus
limpa regional.20
16
2.8 Pencegahan kanker serviks
Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan
menghindari faktor- faktor penyebab kanker meliputi:5-7
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda,
pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita yang
berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering berganti pasangan
beresiko tinggi terkena infeksi.
2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak
perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut
petunjuk dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi dini
kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit dengan
biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya akurat. Disarankan untuk
melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun atau setelah aktif berhubungan
seksual dengan frekuensi dua kali dalam setahun. Bila dua kali tes Pap
berturut-turut menghasilkan negatif, maka tes Pap dapat dilakukan sekali
setahun. Jika menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada teknik
pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim, yang dinamakan
teknologi Hybrid Capture II System (HCII).
3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom,
karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.
4. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat
mengatasi masalah kanker mulut rahim. Penelitian mendapatkan hubungan
yang terbalik antara konsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning
(banyak mengandung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan vitamin
E) dengan kejadian neoplasia intra epithelial juga kanker serviks.
5. Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi HPV
tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini bekerja
dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus sebelum
memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari penyakit kanker serviks,
vaksin ini juga bekerja ganda melindungi perempuan dari ancaman HPV
tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin. Vaksin diberikan sebanyak
17
3 kali dalam jangka waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker
serviks bisa menurun hingga 75%.
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks
paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau
bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau
konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.
Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama
dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk
hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pembedahan
merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif.
Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya
sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan
tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan
penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan
18
untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya
(subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA
(klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila
keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65
tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti
penyakit jantung, ginjal dan hepar.
19
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya.
Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya
saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal
lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang
kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus,
kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang
lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan
dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan
kualitas hidup yang lebih baik.3,21
20
BAB III
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22
13. Rajesh Chaurasia, Puja Sharma,Pankaj Gharde. A Study of significance of
mucin histochemistry in histopathological diagnosis of cervical carcinoma.
International J. of Healthcare and Biomedical Research, 2014; 2(2): 178-185
14. Centers for Disease Control and Prevention. Cervical Cancer Rates by Race and
Ethnicity. August 12, 2013. Available at
http://www.cdc.gov/cancer/cervical/statistics/race.htm/ Accessed on July 7,
2014.
15. Narotam Sharma, Aditi Sharma, Divyanshu Yadav, Nidhi Saraswat, Santoshi
Singh, Ravi Kumar Govil, Chitra Sharma. Molecular Genetics of Human
PapillomaVirus- Significant for Cervical Cancer Diagnosis and Management.
International Journal of Pharma Research and Health Sciences, 2014; 2 (1):56-
62
16. Hirte HW, Strychowsky JE, Oliver T, Fung-Kee-Fung M, Elit L, Oza AM.
Chemotherapy for recurrent, metastatic, or persistent cervical cancer: a
systematic review. Int J Gynecol Cancer. 2007; 17(6):1194-1204.
doi:10.1111/j.1525-1438.2007.00900.x.
17. Lukka H, Hirte H, Fyles A, Thomas G, Fung Kee Fung M, Johnston M, et al.
Primary treatment for locally advanced cervical cancer: concurrent platinum-
based chemotherapy and radiation. Toronto (ON): Cancer Care Ontario; 2004
Jun [In review 2011]. Program in Evidence-based Care Practice Guideline
Report No.:4-5 IN REVIEW.
18. Debbie Saslow, Diane Solomon, Herschel W. Lawson, Maureen Killackey,
Shalini L. Kulasingam, Joanna Cain, et al. American Cancer Society, American
Society for Colposcopy and Cervical Pathology, and American Society for
Clinical Pathology Screening Guidelines for the Prevention and Early Detection
of Cervical Cancer. Am J Clin Pathol 2012;137:516-542
19. WHO guidelines for screening and treatment of precancerous lesions for
cervical cancer prevention. Jeneva: World Health Organization, 2013
20. WHO guidance note: comprehensive cervical cancer prevention and control: a
healthier future for girls and women. Switzerland: World Health Organization.
2013
23
21. Foulsham A, Trussler C, Barker C, and Rahematulla C. Radiotherapy for cervix
cancer information for patients. Oxford university Hospitals. 2012
22. NSW Department of Health. Best Clinical Practice Gynaecological cancer
guidelines 2009. Australia
24