Vous êtes sur la page 1sur 25

REFERAT

KANKER SERVIKS

Oleh
Suharto, S.Ked
I11107041

Pembimbing

dr. Manuel Hutapea, Sp.OG (K) Onk

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN WANITA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RSU DOKTER SOEDARSO
PONTIANAK
2014
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Referat dengan judul:

Kanker Serviks

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Pontianak, Juni 2014


Pembimbing Laporan Kasus, Disusun oleh :

dr. Manuel Hutapea, Sp.OG (K) Onk Suharto


NIM: I11107041

1
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak yang terjadi pada wanita
setelah kanker payudara. Sejumlah 150.000 wanita di dunia menderita kanker
serviks, 80 persen diantaranya berada di negara berkembang. Di Indonesia, kanker
serviks merupakan kanker nomor satu diantara kanker ginekologi dan menjadi
masalah kesehatan utama di negara ini.1
Semua wanita beresiko terkena kanker serviks, terutama terjadi pada wanita
usia diatas 30 tahun. Penyebab utamanya adalah human papillomavirus (HPV) dan
dihubungkan dengan lesi prakanker. Infeksi virus human papilloma (HPV) tipe
risiko tinggi yang kronik merupakan salah satu penyebab kanker serviks pada
wanita. Genotipe yang tersering menginfeksi jaringan serviks adalah HPV genotipe
16 dan 18. Walaupun demikian, profil genotipe dapat berbeda-beda di seluruh
dunia, tergantung dari geografinya. Pada umumnya virus ini ditularkan orang ke
orang melalui hubungan seksual. Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu
yang lama. Deteksi dini terhadap lesi serviks dapat menurunkan insiden mortalitas.2
Perdarahan intravagina yang abnormal merupakan gejala yang paling sering
terjadi pada wanita yang mengalami kanker serviks pada tahap lanjut. Pada tahap
awal biasanya tidak tampak gejala apapun, sehingga sering kali kanker serviks
terdeteksi pada stadium lanjut. Akibatnya, angka harapan hidup pasien kanker
serviks rendah. Skrining dengan Pap smear merupakan upaya pencegahan yang
paling efektif pada lesi prekanker selain vaksin HPV yang harganya relative mahal
untuk negara berkembang.3
Modalitas pengobatan yang tersedia untuk kanker serviks bermacam-
macam sesuai dengan stadium kanker. Pada lesi prekanker dapat diterapi dengan
loop electrosurgical excision procedure (LEEP), cryotherapy, laser ablation, atau
pembedahan local. Pada kanker invasive umumnya diterapi dengan pembedahan,
radiasi eksternal-internal atau dengan kombinasi kemoterapi.3
Prognosis kanker serviks sangat bergantung pada stadium kanker dan
sensitivitas terhadap terapi. Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi umum
penderita dan status imun. Secara umum prognosis kanker serviks adalah buruk.4

2
BAB II
KANKER SERVIKS

2.1. Definisi dan Etiologi


Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau
leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan
pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang
senggama atau vagina. Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang
berasal dari metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu
daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker
leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90%
dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan
10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal
yang menuju ke rahim.4
Kanker seviks uteri adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel
epitel skuamosa. Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh keadaan
yang disebut lesi prakanker atau neoplasia intraepitel serviks (NIS).
Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus
(HPV). Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi
yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa
tipe HPV virus risiko rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe
yang lain bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe
risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi
pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker.
Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual
adalah tipe 7, 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan
mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain.4,5
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker
leher rahim disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Perbedaan antara HPV risiko
tinggi dengan HPV risiko rendah adalah satu asam amino saja. Asam amino
tersebut adalah aspartat pada HPV risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko
rendah dan sedang. Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih

3
dari 50% kanker leher rahim. Seseorang yang sudah terkena infeksi HPV 16
memiliki resiko kemungkinan terkena kanker leher rahim sebesar 5%.
HPV-16 berhubungan dengan skuamous cell carcinoma serviks sedangkan
HPV-18 berhubungan dengan adenocarcinoma serviks. Prognosis dari
adenocarcinoma kanker serviks lebih buruk dibandingkan squamous cell
carcinoma. Peran infeksi HPV sebagai faktor risiko mayor kanker serviks
telah mendekati kesepakatan, tanpa mengecilkan arti faktor risiko minor
seperti umur, paritas, aktivitas seksual dini/prilaku seksual, dan meroko, pil
kontrasepsi, genetik, infeksi virus lain dan beberapa infeksi kronis lain pada
serviks seperti klamidia trakomatis dan HSV-2.2-5

2.2 Faktor resiko


Faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu:2-4
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia
lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya
waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia.
Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun
dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko
terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang
menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan
setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan
hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga
bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian
dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah
wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin
hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah
usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada
serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang.
Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap

4
menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa
sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi
kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh
lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel
yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel
ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila
hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel
mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.
Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti
pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya
penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus
ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah
menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi
kanker.
Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan
menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan
mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.
Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih
besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak
merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-
zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan
ko-karsinogen infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput
lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa
tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan
pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa
menyebabkan kanker leher rahim.
Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena
penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena
virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher
rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin
berisiko terkena kanker leher rahim.

5
Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan
banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari
berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan
(banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit
kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka
akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ
reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan
memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai
penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan
kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun
dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi
oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena
jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh
hormon steroid perempuan.

2.3 Klasifikasi stadium kanker serviks


Penentuan tahapan klinis penting dalam memperkirakan penyebaran
penyakit, membantu prognosis rencana tindakan, dan memberikan arti
perbandingan dari metode terapi. Tahapan stadium klinis yang dipakai
sekarang ialah pembagian yang ditentukan oleh The International
Federation of Gynecology and Obstetric (FIGO) tahun 1976. Pembagian ini
didasarkan atas pemeriksaan klinik, radiologi, suktase endoserviks dan
biopsi. Tahapan tahapan tersebut yaitu: 6
a. Karsinoma pre invasif
b. Karsinoma in-situ, karsinoma intraepitel
c. Kasinoma invasive

6
Tabel 2.1. Stadium kanker serviks menurut klasifikasi FIGO dan TNM
FIGO Gambar Deskripsi Kategori
TNM
Tumor primer tidak dapat TX
siakses
Tidak ada bukti tumor primer T0
0 Karsinoma insitu (preinvasive Tis
carcinoma0
I Karsinoma terbatas pada TI
serviks
IA Karsinoma hanya dapat T1a
didiagnosis secara
mikroskopis
IA1 Invasi stroma dalamnya <3 TIaI
mm dan lebarnya < 7 mm
IA2 Invasi stroma dalamnya 3-5 TIa2
mm dan lebarnya < 7 mm

IB Secara klinis, tumor dapat TIb


diidentifikasi pada serviks
atau massa tumor lebih besar
dari 1A2
IB1 Secara klinis lesi ukuran < 4 TIb1
cm

7
IB2 Secara klinis ukuran > 4 cm TIb2

II Tumor telah menginvasi T2


uterus tapi tidak mencapai 1/3
distal vagina atau dinding
panggul
IIA Tanpa invasi parametrium T2a

IIB Dengan invasi parametrium T2a

III Tumor menginvasi sampai T3


dinding pelvis dan atau
menginfiltrasi sampai 1/3
distal vagina, dan atau
menyebabkan hidronefrosis
atau gagal ginjal
IIIA Tumor hanya menginfiltrai T3a
1/3 distal vagina
IIIB Tumor sudah menginvasi T3b
dinding panggul

8
IVA Tumor menginvasi mukosa T4a
kandung kencing atau rectum
dan atau menginvasi keluar
dari rue pelvis
IVB Metastasis jauh T4b

9
2.4 Jenis histopatologis pada kanker serviks
Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan,
yaitu 90% merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma
5% dan jenis lain sebanyak 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai
jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan
atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau
dari sel-sel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta
bulat seta mempunyai batas tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal dari sel
basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel
yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks
yang mengeluarkan mucus.6

Klasifikasi histologik kanker serviks ada beberapa, di antaranya:


1. Skuamous carcinoma
Keratinizing
Large cell non keratinizing
Small cell non keratinizing
Verrucous
2. Adeno carcinoma
Endocervical
Endometroid (adenocanthoma)
Clear cell - paramesonephric
Clear cell - mesonephric
Serous
Intestinal
3. Mixed carcinoma
Adenosquamous
Mucoepidermoid
Glossy cell
Adenoid cystic
4. Undifferentiated carcinoma

10
5. Carcinoma tumor
6. Malignant melanoma
7. Maliganant non-epithelial tumors
Sarcoma: mixed mullerian,
leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma
Lymphoma

2.5 Patofisiologi kanker serviks


Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan
intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker
serviks setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif
biasanya berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang
dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan
karsinogenesis umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh
adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah
onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor
supresor gen mempunyai efek yang berlawanan dalam karsinogenesis,
dimana onkogen memperantarai timbulnya transformasi maligna,
sedangkan tumor supresor gen akan menghambat perkembangan tumor
yang diatur oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker
invasive berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan
ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara
spontan sebanyak 3 -35%.7
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka
regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi
karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1 7 tahun, sedangkan waktu yang
diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 20 tahun.8
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini
dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan
gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 10 tahun

11
perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi
invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi
di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat
berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada
serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau
vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada
sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan
perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan
kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi
keganasan.9-10 Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada
dasarnya merupakan pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein
tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan segmen open
reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV pada fase laten
bersifat epigenetik.10
Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang
menstimulus ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada
replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali
sel epitel serviks. Di samping itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi
imun tipe lambat dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang
mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1 dan
E2 dan jumlah HPV lebih dari 50.000 virion per sel dapat mendorong
terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk
kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban, 2000). Ekspresi E1
dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi
onkoprotein E6 dan E7. Selain itu, dalam karsinogenesis kanker serviks
terinfeksi HPV, protein 53 (p53) sebagai supresor tumor diduga paling
banyak berperan. Fungsi p53 wild type sebagai negative control cell cycle
dan guardian of genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks
p53-E6 atau mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil,
sedangkan p53 wild type adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.11
Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis
berjalan tanpa kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai

12
sebagai indikator prognosis molekuler untuk menilai baik perkembangan
lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi kanker serviks.12 Bila pembuluh
limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening
pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obturator, iliaka
eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Selanjutnya tumor
menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara
hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah
bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas
dan otak.13

2.6 Gejala klinis kanker serviks


Gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan
Fluor albus (keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah
yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi
dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi
ulseratif. Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama (disebut
sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 -
80%). Pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala
khusus. Biasanya timbul gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid,
amenorhea, hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering atau
perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yang
khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid.2,14
Nyeri dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah
lumbal. Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih
bervariasi, sekret dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi
vagina serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi
dan nyeri makin progresif. Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan
dalam (vaginal toussea) merupakan gejala yang sering terjadi. Karakteristik
darah yang keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair
sampai menggumpal.15
Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki,
hematuria dan gagal ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter. Perdarahan

13
rektum dapat terjadi karena penyebaran sel kanker yang juga merupakan
gejala penyakit lanjut. Pada pemeriksaan Pap Smear ditemukannya sel-sel
abnormal di bagian bawah serviks yang dapat dideteksi melalui, atau yang
baru-baru ini disosialisasikan yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat. Sering kali kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila
sudah berkembang menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala
seperti pendarahan serta keputihan pada vagina yang tidak normal, sakit saat
buang air kecil dan rasa sakit saat berhubungan seksual.2,16

2.7 Diagnosis kanker serviks


Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan.
Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini
dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan
diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks,
histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan
X-ray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih
dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan
amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari
limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan
MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging
karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat
subyektif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
sebagai berikut:17
1. Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada
pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada
sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai
dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas
seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap
tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai
90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak
mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun

14
sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual
sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun.
Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang
normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun
sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut:18
a. Normal.
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya).

2. Pemeriksaan DNA HPV


Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Paps
smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala
besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV yang
negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%.
Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30
tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu.
Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2%
sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih
muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif
secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga,
deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih dianggap
sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan
usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.3,14

3. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk
melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch

15
biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang
menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang
ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal.
Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau
hanya tumor saja.19

4. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)


Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses
metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear,
karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis
dalam mengetes darah yang abnormal.4,19

5. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada
serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel
serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang
mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena
tidak ada glikogen.4,19,20

6. Radiologi
a. Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan
pada saluran pelvik atau peroartik limfe.
b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks
tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter
terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi
kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram
intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan
untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus
limpa regional.20

16
2.8 Pencegahan kanker serviks
Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan
menghindari faktor- faktor penyebab kanker meliputi:5-7
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda,
pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita yang
berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering berganti pasangan
beresiko tinggi terkena infeksi.
2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak
perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut
petunjuk dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi dini
kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit dengan
biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya akurat. Disarankan untuk
melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun atau setelah aktif berhubungan
seksual dengan frekuensi dua kali dalam setahun. Bila dua kali tes Pap
berturut-turut menghasilkan negatif, maka tes Pap dapat dilakukan sekali
setahun. Jika menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada teknik
pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim, yang dinamakan
teknologi Hybrid Capture II System (HCII).
3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom,
karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.
4. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat
mengatasi masalah kanker mulut rahim. Penelitian mendapatkan hubungan
yang terbalik antara konsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning
(banyak mengandung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan vitamin
E) dengan kejadian neoplasia intra epithelial juga kanker serviks.
5. Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi HPV
tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini bekerja
dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus sebelum
memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari penyakit kanker serviks,
vaksin ini juga bekerja ganda melindungi perempuan dari ancaman HPV
tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin. Vaksin diberikan sebanyak

17
3 kali dalam jangka waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker
serviks bisa menurun hingga 75%.

2.9 Pengobatan kanker serviks


Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah
dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang
matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan
lanjutan. Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi
dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan
rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak
memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal
seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada
lesi prekanker bisa berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi
(pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser untuk
menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di
sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau
konisasi.3

1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks
paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau
bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau
konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.
Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama
dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk
hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pembedahan
merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif.
Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya
sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan
tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan
penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan

18
untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya
(subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA
(klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila
keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65
tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti
penyakit jantung, ginjal dan hepar.

2. Terapi penyinaran (radioterapi)


Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks
stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi
disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.
Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar
ke sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan
tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di
sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi
dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B.
Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi hanya
bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Terapi
penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada
daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk
merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.
Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal (external beam
radiotherapy/EBRT) yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan
penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. Kedua adalah melalui radiasi
internal (brachytherapy) yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah
kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama
1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa
diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari terapi
penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih dan
rektum dan ovarium berhenti berfungsi.11

19
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya.
Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya
saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal
lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang
kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus,
kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang
lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan
dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan
kualitas hidup yang lebih baik.3,21

2.10 Prognosis kanker serviks


Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk
tersebut dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada
stadium invasif, stadium lanjut, bahkan stadium terminal.3 Selama ini,
beberapa cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah berdasarkan
klinis dan histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar tumor
primer, jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker serviks
tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk
stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira
50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.3,4
Kanker serviks yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years
survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar
70 sampai 90%. Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B.
Wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate
sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai
65%. Pada stadium III 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%. Pada
stadium IV 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%. Pada stadium IVB 5-
years survival rate-nya sebesar 5-10%.19

20
BAB III
KESIMPULAN

Kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak yang mengenai wanita


setelah kanker payudara. Penyebab utamanya adalah virus human papillomavirus
yang ditransmisikan melalui hubungan seksual. Terdapat lebih dari 100 jenis HPV,
namun yang paling sering menyebabkan kanker serviks adalah HPV 16 dan 18.
Kini banyak metode untuk mendeteksi kanker serviks, namun yang paling banyak
digunakan adalah pap test.
Angka kematian akibat kanker serviks masih sangat tinggi terutama di
negara berkembang karena umumnya penderita datang pada stadium lanjut yang
memiliki 5 years surviving rate rendah, karena keterbatasan metode terapi.
Modalitas terapi kanker serviks diantaranya terapi pembedahan, radioterapi, dan
kemoterapi, atau kombinasi ketiga modalitas tersebut.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sahiratmadja E, Maringan D.L. Tobing, Birgitta M. Dewayani, Bethy S.


Hernowo, and Herman Susanto, Multiple human papilloma virus infections
predominant in squamous cell cervical carcinoma in Bandung. Univ Med 2014;
33: 58-64
2. Proposed Revision and New Measure for HEDIS1 2014: Cervical Cancer
Screening (CCS) and Inappropriate Cervical Cancer Screening in Adolescent
Females. National Committee for Quality Assurance 2-13; 1-10
3. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2014. Atlanta: American
Cancer Society; 2014.
4. National Cancer Institute, What You Need To Know About Cervical Cancer,
2014
5. American Cancer Society, Cervical Cancer: Prevention and Early Detection,
2012
6. Andrew Marx. Cervical and Breast Cancer: Progress, Challenges, Priorities, and
Prospects Since ICPD. ICPD Beyond, 2014
7. Cancer Association of South Africa (CANSA), Fact Sheet on Cervical Cancer,
2014
8. American Cancer Society, Cervical Cancer, 2013
9. Colombo, S. Carinelli, A. Colombo, C. Marini, D. Rollo1 & C. Sessa. Cervical
cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-
up. Annals of Oncology, 2012; 23 (Supplement 7): vii27vii32
10. WHO guidance note: comprehensive cervical cancer prevention and control: a
healthier future for girls and women.World Health Organization 2013
11. NSW Departement of Health. Gynaecological Cancer Practice Guidelines 2009,
Australia.
12. Bruni L, Barrionuevo-Rosas L, Serrano B, Brotons M, Cosano R, Muoz J,
Bosch FX, de Sanjos S, Castellsagu X. ICO Information Centre on HPV and
Cancer (HPV Information Centre). Human Papillomavirus and Related
Diseases in India. Summary Report 2014-03-17. [Data Accessed]

22
13. Rajesh Chaurasia, Puja Sharma,Pankaj Gharde. A Study of significance of
mucin histochemistry in histopathological diagnosis of cervical carcinoma.
International J. of Healthcare and Biomedical Research, 2014; 2(2): 178-185
14. Centers for Disease Control and Prevention. Cervical Cancer Rates by Race and
Ethnicity. August 12, 2013. Available at
http://www.cdc.gov/cancer/cervical/statistics/race.htm/ Accessed on July 7,
2014.
15. Narotam Sharma, Aditi Sharma, Divyanshu Yadav, Nidhi Saraswat, Santoshi
Singh, Ravi Kumar Govil, Chitra Sharma. Molecular Genetics of Human
PapillomaVirus- Significant for Cervical Cancer Diagnosis and Management.
International Journal of Pharma Research and Health Sciences, 2014; 2 (1):56-
62
16. Hirte HW, Strychowsky JE, Oliver T, Fung-Kee-Fung M, Elit L, Oza AM.
Chemotherapy for recurrent, metastatic, or persistent cervical cancer: a
systematic review. Int J Gynecol Cancer. 2007; 17(6):1194-1204.
doi:10.1111/j.1525-1438.2007.00900.x.
17. Lukka H, Hirte H, Fyles A, Thomas G, Fung Kee Fung M, Johnston M, et al.
Primary treatment for locally advanced cervical cancer: concurrent platinum-
based chemotherapy and radiation. Toronto (ON): Cancer Care Ontario; 2004
Jun [In review 2011]. Program in Evidence-based Care Practice Guideline
Report No.:4-5 IN REVIEW.
18. Debbie Saslow, Diane Solomon, Herschel W. Lawson, Maureen Killackey,
Shalini L. Kulasingam, Joanna Cain, et al. American Cancer Society, American
Society for Colposcopy and Cervical Pathology, and American Society for
Clinical Pathology Screening Guidelines for the Prevention and Early Detection
of Cervical Cancer. Am J Clin Pathol 2012;137:516-542
19. WHO guidelines for screening and treatment of precancerous lesions for
cervical cancer prevention. Jeneva: World Health Organization, 2013
20. WHO guidance note: comprehensive cervical cancer prevention and control: a
healthier future for girls and women. Switzerland: World Health Organization.
2013

23
21. Foulsham A, Trussler C, Barker C, and Rahematulla C. Radiotherapy for cervix
cancer information for patients. Oxford university Hospitals. 2012
22. NSW Department of Health. Best Clinical Practice Gynaecological cancer
guidelines 2009. Australia

24

Vous aimerez peut-être aussi