Vous êtes sur la page 1sur 49

MAKALAH

KEPERAWATAN REPRODUKSI I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM REPRODUKSI PRIA : DISFUNGSI SEKSUAL

Fasilitator:
Aria Aulia, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh:
Kelompok 2

1. Wayan Tania S. 131211131003


2. Alfita Nadziir 131211131019
3. Novi Ikhyarul H. 131211131095
4. Nurul Ramadhani Yaner 131211133013
5. Intan Prima Dyastuti 131211133029

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat,
rahmat dan karunia-Nyalah makalah Keperawatan Reproduksi I yang berjudul
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Reproduksi Pria:
Disfungsi Seksual ini dapat kami selesaikan tepat waktu.
Dalam penulisan makalah ini penulis telah mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik dalam hal materi maupun moril sehingga
pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada:
1. Ibu Ni Ketut Alit Armini, S.Kp., M.Kes selaku PJMA Keperawatan
Reproduksi I
2. Ibu Aria Aulia, S.Kep., Ns.,M.Kep selaku fasilitator
3. Teman-teman Angkatan 2012 kelas A yang telah memberikan dukungan
dalam penyusunan asuhan keperawatan ini yang tidak dapat kami
sebutkan satu persatu.
Akhir kata, Tiada gading yang tak retak, kami menyadari bahwa makalah
yang telah kami buat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang berguna dan membangun dari semua pihak
yang telah membaca makalah ini.

Surabaya, 8 September 2014

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................. i
Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi....................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3 Tujuan ........................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Alat Kelamin Pria ........................................... 4
2.2 Disfungsi Seksual .......................................................................... 7
2.2.1 Definisi ................................................................................. 7
2.2.2 Siklus Respon seksual .......................................................... 8
2.3 Macam-Macam Disfungsi seksual ................................................ 9
2.3.1 Gangguan Dorongan Seksual ............................................ 9
2.3.2 Disfungsi Ereksi ................................................................ 14
2.3.3 Gangguan Ejakulasi .......................................................... 18
2.3.4 Disfungsi Orgasme ............................................................ 30
2.3.5 Dispareunia ....................................................................... 33
2.4 Pencegahan Dsfungsi Seksual ........................................................ 34
BAB 3 ASKEP PASIEN DENGAN DISFUNGSI SEKSUAL
3.1 Kasus semu .................................................................................... 35
3.2 Pengkajian ..................................................................................... 35
3.3 Analisa Data .................................................................................. 36
3.4 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan .......................................... 38
BAB 4 PENUTUP
4.1 Simpulan ........................................................................................ 41
4.2 Saran ............................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 42

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seksualitas dan segala manifestasinya merupakan perilaku manusia yang
sangat kompleks. Disfungsi seksual pada pria adalah semua gangguan yang
bisa menyebabkan penurunan fungsi seksual pada pria dan ini bisa terjadi
pada satu atau lebih siklus respon seksual. Pada pria, menurut Master and
Johnson, respon seksual lebih bersifat linier, yaitu exitasi, plateu, orgasme dan
resolusi. Salah satu saja dari keempat respon seksual tersebut mengalami
hambatan akan dapat menimbulkan disfungsi seksual pada pria. Ada beberapa
masalah seksual pada pria diantaranya disfungsi ereksi, ejakulasi dini dan
masih banyak lagi.
Ganguan pada fungsi ereksi pria disebut disfungsi ereksi. Proporsi kasus
disfungsi ereksi dari keseluruhan kasus disfungsi seksual adalah 50%.
Prevalensi disfungsi ereksi pada pria berumur 40-50 tahun sebesar 40-50%
dan meningkat seiring pertambahan umur. (Astutik, 2006). Pada dasarnya,
pria yang DE tidak mampu mendapatkan dan mempertahankan ereksi untuk
aktivitas seksual memuaskan. Faktor-faktor emosi, termasuk kecemasan dan
dan kesusahan menyebabkan perasaan bersalah dan kelemahan yang dalam hal
ini mungkin mengganggu hidup kelamin laki-laki yang normal. Syarat utama
supaya tidak DE harus sehat mental dan fisik (Anderson, Clifford, 2004).
Disfungsi ereksi merupakan masalah tersering melanda 80- 85% pasien
mencari bantuan medis untuk disfungsi seksual.
Gangguan seksual (disfungsi seksual) yang dialami kaum pria selain
disfungsi seksual adalah ejakulasi dini. Jumlah prevalensi ejakulasi dini pada
pria Amerika diperkirakan 30-70%. The National Health and Social Life
Survey (NHSLS) mengindikasikan prevalensi 30%, dimana berlaku untuk
semua kategori umur dewasa (Berbeda dengan disfungsi ereksi yang
prevalensinya meningkat seiring dengan meningkatnya umur). Seperti pada
keadaan yang dilaporkan, kecenderungannya terjadi pada pria yang lebih

4
muda (umur 18-30 tahun) namun dapat terjadi bersamaan dengan impotensi
sekunder pada pria berumur 45-65 tahun.
Terkadang masalah-masalah tersebut tidak dipahami dan disadari oleh
para lelaki, sehingga dapat berujung pada masalah rumah tangga. Pendidikan
seks dasar haruslah diketahui dan dimengerti oleh kedua pihak, jangan sampai
ada yang mau menang sendiri tanpa memikirkan pasangannya. Oleh karena itu
melalui makalah ini kami memberikan ulasan mengenai disfungsi seksual
sehingga skala kejadian tersebut dapat menurun dan bermanfaat pula bagi
perawat yakni mampu melaksanakan asuhan keperawatan atas pasien dengan
disfungsi seksual dengan tepat dan benar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Pria?
2. Apa sajakah macam-macam disfungsi seksual?
3. Bagaimanakah Gangguan Dorongan Seksual bisa terjadi?
4. Bagaimanakah Disfungsi ereksi bisa terjadi?
5. Bagaimana Gangguan Ejakulasi bisa terjadi?
6. Bagaimanakah Disfungsi Orgasme bisa terjadi?
7. Bagaimanakah Dispareunia bisa terjadi?
8. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
Disfungsi Seksual?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum:
Mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan Penyakit
Disfungsi Seksual.
Tujuan Khusus:
1. Mengetahui Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Pria
2. Mengetahui macam-macam disfungsi seksual
3. Mengetahui Gangguan Dorongan Seksual bisa terjadi
4. Mengetahui Disfungsi ereksi bisa terjadi
5. Mengetahui Gangguan Ejakulasi bisa terjadi

5
6. Mengetahui Disfungsi Orgasme bisa terjadi
7. Mengetahui Dispareunia bisa terjadi
8. Mengetahui Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Disfungsi
Seksual

1.4 Manfaat
1. Pembaca
Bagi pembaca diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu acuan
dalam penatalaksanaan penyakit Disfungsi Seksual.
2. Penulis
Bagi penulis diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu sumber
belajar dalam penatalaksanaan Disfungsi Seksual.
3. Masyarakat
Bagi masyarakat diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu sumber
ilmu dan pengetahuan kesehatan dalam penanganan penyakit Disfungsi
Seksual.

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Pria


Sistem reproduksi pria terdiri dari organ reproduksi eksterna dan interna.
Yang termasuk organ reproduksi eksterna pria meliputi penis dan skrotum
yang berisi testis, epididimis dan sebagian duktus deferens. Kemudian yang
organ reproduksi intenal pria meliputi duktus deferens selebihnya, fundikulus
spermatikus, vesikula seminalis, glandula prostat dan bulbouretralis (glandula
cowper).

1. Penis
Penis dan skrotum bersama-sama membentuk organ reproduksi eksterna
pria. Penis terdiri dari suatu akar yang menempel, yang terdapat di dalam
perineum, dan sebuah badan penis yang bebas (mebentuk hampir sepertiga
panjang total), yang terdapat di luar tubuh. Badan penis ini berakhir di sebuah
ujung yang membesar, yang dikenal sebagai glandula penis. Kulit yang
menutupi penis longgar dan mampu bergeser ke arah distal untuk membentuk
prepusium (kulit katup) di sekitar ujung proksimal glandula. Pada bagian
dalam, penis terdiri dari bagian uretra dan tiga kolumna jaringan erektil, yang
terdiri dari jaringan ikat dan otot polos, yang diselingi banyak ruang
pembuluh darah dua kolumna dorsalis, korpus kavernosum, berada di setiap
sisi dan dan di depan uretra. Kolumna bagian tengah, yakni korpus

7
spongiosum, mengelilingi uretra dan membentang ke arah distal utuk
membentuk glandula penis. Ujung proksimal juga mebesar untuk membentuk
bulbus penis.
Fungsi penis adalah sebagai saluran untuk uretra, yang merupakan saluran
yang akan dilewati urine dan semensebagai organ reproduksi, penis
merupakan alat untuk penetrasi, dirancang untuk menghantarkan sperma ke
dalam saluran reproduksi wanita.
2. Skrotum
Skrotum merupakan sebuah kantung kulit dan fasia superfisial yang
terdapat di bawah sifilis pubis dan di antara bagian atas paha di belakang
penis. Fasia superfisial, yang berisi sebuah lapisan otot halus (otot dartos,
bertanggung jawab untuk struktur skrotum yang keriput), membentuk suatu
septum tidak lengkap yang membagi skrotum menjadi bagian kiri dan kanan,
satu kompartemen untuk setiap testis. Fungsi skrotum ialah menyediakan
tempat untuk testis yang konduktif untuk produksi sperma.
3. Testis
Masing-masing dari dua buah testis memiliki panjang sekitar 4,5 cm dan
lebar 2,5 cm, dan terdiri dari tiga lapisan:
a) Tunika vaskulosa, suatu lapisan bagian dalam pada jaringan ikat yang
berisi jaringen kapiler yang halus.
b) Tunika albuginea (secara harfiah berarti selubung putih), suatu kapsul
jaringan ikat fibrosa yang membagi setiap testis menjadi 250-300
kompartemen atau lobulus berbentuk baji yang didalamnya terdapat satu
sampai empat buah tubulus seminiferus.
c) Tunika vaginalis testis, lapisan terluar, yang berasal dari peritoneum
membentang ke bawah bersama testis desenden. Suplai darah berasal dari
arteri testikularis yang muncul dari aorta abdomen. Aliran vena melalui
vena testikularis yang membentuk suatu jaringan menyerupai anggur
disebut pleksus pampiniformis di sekitar arteri testikularis. Struktur
skrotum dialiri oleh kedua bagian sistem saraf otonom, dan serabut saraf,
bersama dengan pembuluh darah dan pembuluh getah bening, di bungkus

8
di dalam kantung jaringan ikat yang dikenal sebagai funikulus
spermatikus.
Fungsi testis adalah untuk menghasilkan spermatozoa dan testosteron.
Produksi sperma (spermatogenesis) yang sebenarnya berlangsung di
dalam tubulus seminiferus sperma kemudian dibawa ke epididimis
melalui tubulus rekti (suatu tubulus lurus yang dibentuk oleh konvergensi
tubulus seminiferus di dalam setiap lobulus), rete testis (suatu jaringan
tubular) dan melalui duktus eferen. Testosteron diproduksi di dalam sel-
sel interstitial (Leydig) yang terdapat di dalam jaringan ikat lunak yang
mengelilingi tubulus seminiferus.
4. Epididimis
Epididimis ialah suatu struktur seperti selang yang berbelit-belit dan
membentuk tanda koma serta memiliki panjang sekitar 6 meter. Kepala
epididimis menutupi aspek superior testis sementara bagian badan dan ekor
epididimis terletak di aspek posterolateralis testis. Fungsi epididimis ialah
untuk menyimpan dan mentranspor sperma. Sperma yang belum matang dari
testis memasuki epididimis, disimpan sementara dan kemudian ditranspor ke
bagian ekor epididimis, menjadi motil dan fertil selama perjalanan 20 hari.
Selama ejakulasi, otot polos di dinding epididimis berkontraksi dan sperma
akan dikeluarkan ke dalam duktus deferens.
5. Duktus deferens
Duktus deferens (vas deferens), yang panjangnya sekitar 45 cm, menjalar
ke atas dari epididimis melalui kanalis inguinalis dan masuk ke dalam rongga
pelvis, di atas ureter dan di sepanjang aspek posterior kandung kemih. Di sini
duktus ini bergabung dengan vesikula seminalis untuk membentuk duktus
ejakulatorius, yang melewati kelenjar prostat dan bergabung dengan uretra.
Fungsi duktus deferens adalah untuk mngeluarkan sperma dari tempat
penyimanannya ke dalam uretra.
6. Fundikulus spermatikus
Fundikulus spermatikus, yang terdiri dari duktus deferens, pembuluh darah
testikularis, pembuluh getah bening, dan saraf, adalah suatu kantung jaringan
ikat yang menjalar ke atas melalui kanalis inguinalis. Fungsi utama funikulus

9
spermatikus ini ialah untuk mentransmisi duktus deferens ke atas ke dalam
tubuh.
7. Vesikula seminalis
Ada dua vesikula seminalis, masing-masing memiliki panjang 5 cm dan
berbentuk piramida. Vesikula terdiri dari epitel kolumnar, jaringan otot, dan
jaringan fibrosa, dan terletak di dasar kandung kemih. Duktus setiap vesikula
seminalis bergabung dengan vas deferens pada sisi yang sama untuk
membentuk duktus ejakulatorius. Fungsi vesikula seminalis ialah untuk
menghasilkan suatu sekresi kental, mengandung gula fruktosa, asam askorbat,
asam amino, dan prostaglandin, yang menjaga sperma tetap hidup dan motil.
8. Glandula prostat
Glandula prostat, suatu glandula tunggal dengan ukuran panjang kurang
lebih 4 cm, lebar 3 cm, dan tinggi 2 cm, melingkari bagian atas uretra tepat di
bawah kandung kemih, dan terletak di antara rektum dan simfisis pubis.
Kelenjar ini terdiri dari epitel kolumnar, otot polos, dan suatu lapisan fibrosa
luar. Fungsi utama kelenjar prostat ialah menghasilkan sekresi alkalin
berwarna seperti susu yang memfasilitasi aktivitas sperma. Sekresi kelenjar
prostat, yang merupakan sepertiga volume cairan semen, memasuki uretra
melalui beberapa duktus saat otot polos berkontraksi selama ejakulasi.
9. Glandula Bulbouretralis (Glandula Cowper)
Glandula bulbouretralis berukuran kacang polong ini terletak lebih rendah
daripada glandula prostat, fungsi glandula ini ialah menghasilkan sekresi
yang jernih dan kental yang dilepas ke dalam uretra sebelum ejakulasi untuk
menetralisasi keasaman urine dan meningkatkan lubrikasi selama senggama.

2.2 Disfungsi Seksual


2.2.1 Definisi
Disfungsi seksual adalah gangguan yang terjadi pada salah satu
atau lebih dari keseluruhan siklus respons seksual yang normal (Elvira,
2006). Disfungsi seksual adalah gangguan di mana seseorang
mengalami kesulitan untuk berfungsi secara adequate ketika

10
melakukan hubungan seksual. Sehingga disfungsi seksual dapat terjadi
apabila ada gangguan dari salah satu saja siklus respon seksual.
2.2.2 Siklus respon seksual terdiri dari :
a. Fase Perangsangan (Excitement Phase)
Perangsangan terjadi sebagai hasil dari pacuan yang dapat
berbentuk fisik atau psikis. Kadang fase perangsangan ini
berlangsung singkat, segera masuk ke fase plateau. pada saat yang
lain terjadi lambat dan berlangsung bertahap memerlukan waktu
yang lebih lama. Pemacu dapat berasal dari rangsangan erotik
maupun non erotik, seperti pandangan, suara, bau, lamunan,
pikiran, dan mimpi.
Kenikmatan seksual subjektif dan tanda-tanda fisiologis
keterangsangan seksul: pada laki-laki, penis yang membesar
(peningkatan aliran darah yang memasuki penis); pada perempuan,
vasocongestion (darah mengumpul di daerah pelvis) yang
mengakibatkan lubrikasi vagina dan pembesaran payudara (putting
susu yang menegak).
b. Fase Plateau
Pada fase ini, bangkitan seksual mencapai derajat tertinggi
yaitu sebelum mencapai ambang batas yang diperlukan untuk
terjadinya orgasme (periode singkat sebelum orgasme).
c. Fase Orgasme
Orgasme adalah perasaan kepuasan seks yang bersifat fisik dan
psikologik dalam aktivitas seks sebagai akibat pelepasan
memuncaknya ketegangan seksual (sexual tension) setelah terjadi
fase rangsangan yang memuncak pada fase plateau. Pada laki-laki,
perasaan akan mengalami ejakulasi yang tak terhindarkan yang
diikuti dengan ejakulasi; pada perempuan, kontraksi di dinding
sepertiga bagian bawah vagina.
d. Fase Resolusi
Pada fase ini perubahan anatomik dan faal alat kelamin dan
luar alat kelamin yang telah terjadi akan kembali ke keadaan asal.

11
Menurunnya keterangsangan pasca-orgasme (terutama pada laki-
laki) Sehingga adanya hambatan atau gangguan pada salah satu
siklus respon seksual diatas dapat menyebabkan terjadinya
disfungsi seksual.
Disfungsi seksual bisa bersifat lifelong (seumur hidup) atau
acquired (didapat). Lifelong mengacu pada kondisi kronis yang
muncul diseluruh kehidupan seksual seseorang, sedangkan
acquired mengacu pada gangguan yang dumulai setelah aktivitas
seksual seseorang relative normal. Selain itu gangguan ini dapat
bersifat generalized (menyeluruh), yang terjadi setiap kali
melakukan hubungan seksual, atau situational, yang terjadi hanya
dengan mitra-mitra atau pada waktu-waktu tertentu tetapi tidak
dengan mitra-mitra lain atau pada waktu-waktu lainnya.
2.3 Macam-Macam Disfungsi Seksual
2.3.1 Gangguan Dorongan seksual (GDS)
1. Definisi
Gangguan dorongan seksual adalah suatu kondisi yang ditandai
oleh keinginan menurun pada individu untuk terlibat dalam tindakan
seksual (intercourse). Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu hormon testosteron, kesehatan tubuh, faktor psikis dan
pengalaman seksual sebelumnya. Jika di antara faktor tersebut ada yang
menghambat atau faktor tersebut terganggu, maka akan terjadi gangguan
dorongan seksual. Pada dasarnya GDS disebabkan oleh faktor fisik dan
psikis, antara lain adalah kejemuan, perasaan bersalah, stres yang
berkepanjangan, dan pengalaman seksual yang tidak menyenangkan
(Pangkahila, 2006).
2. Klasifikasi
Gangguan dorongan seksual dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Gangguan dorongan seksual hipoaktif
The Diagnostic and Statistical Manual-IV memberi definisi
dorongan seksual hipoaktif ialah berkurangnya atau hilangnya
fantasi seksual dan dorongan secara persisten atau berulang yang

12
menyebabkan gangguan yang nyata atau kesulitan interpersonal.
ditandai dengan defisiensi atau tidak adanya fantasi seksual dan
hasrat untuk aktifitas seksual (Pangkahila,2006).
b. Gangguan keengganan seksual
Gangguan keengganan seksual adalah suatu kondisi kronis yang
dapat terus seumur hidup jika tidak ditangani. Pasien menghindari
seks karena kecemasan yang ekstrim dan atau jijik pada antisipasi
atau mencoba untuk memiliki aktivitas seksual. (Mosby,2008)
Gangguan hasrat seksual hipoaktif lebih lazim ditemukan daripada
gangguan keengganan seksual dan lebih lazim terdapat pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Diduga lebih dari 15 persen pria
dewasa mengalami dorongan seksual hipoaktif pada usia 40-60 tahun.
Tabel 18. 1
Kriteria diagnostic DSM-IV (The Diagnostic and Statistical Manual-IV
)-TR gangguan hasrat seksual hipoaktif
a. Kurangnya (atau tidak adanya) fantasi seksual dan hasrat untuk
aktifitas seksual yang menetap atau berulang. Penilaian mengenai
kurang atau tidak adanya fantasia tau hasrat ini dilakukan oleh
klinisi,dengan mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi fungsi
seksua,seperti usia dan konteks kehidupan seseorang.
b. Gangguan ini menyebabkan penderitaan yang nyata atau kesulitan
interpersonal.
c. Disfungsi seksual sebaiknya tidak disebabkan gangguan aksis lain
(kecuali disfungsi seksual lain) dan tidak hanya disebabkan pengaruh
fisiologis langsung atau zat atau keadaan medis umum
Tentukan tipenya :
Tipe seumur hidup
Tipe didapat
Tentukan tipenya :
Tipe menyeluruh
Tipe situasional
Tentukan tipenya :

13
Akibat faktor psikologis
Akibat faktor kombinasi
Tabel 18-2
Kriteria diagnostic DSM-IV-TR gangguan aversi seksual (keengganan
seksual)
a. Keengganan yang ekstrem dan penghindaran yang menetap atau
berulang terhadap semua (atau hampir semua) kontak seksual genital
dengan pasangan seksual.
b. Gangguan ini menyebabkan penderitaan yang nyata atau kesulitan
interpersonal.
c. Disfungsi seksual tidak lebih mungkin disebabkan gangguan aksis
lain (kecuali disfungsi seksual lain)
Tentukan tipenya :
Tipe seumur hidup
Tipe didapat
Tentukan tipenya :
Tipe menyeluruh
Tipe situasional
Tentukan tipenya :
Akibat faktor psikologis
Akibat faktor kombinasi

3. Etiologi
Salah satu tantangan dari mengobati masalah gairah seksual adalah
fakta bahwa etiologinya sangat bervariasi. Semua etiologi berikut dapat
berkontribusi dalam gangguan dorongan seksual:
a. Faktor biologis: ketidakseimbangan hormon, ketidakseimbangan
neurotransmitter, obat-obatan dan efek sampingnya, penyakit akut
atau kronis.
b. Faktor perkembangan: kurangnya pendidikan seksual, trauma
seksual atau paksaan.

14
c. Faktor psikologis: kecemasan, depresi, gangguan kepribadian atau
gangguan kejiwaan lainnya.
d. Faktor Interpersonal: hubungan perselisihan, penghinaan,
e. Faktor budaya: adat-istiadat, agama atau budaya dan keyakinan
tentang perilaku seksual yang tepat
f. Faktor-faktor kontekstual: faktor enviromental seperti privasi,
keamanan, dan kenyamanan dengan lingkungan
Berbagai faktor penyebab dikaitkan dengan gangguan hasrat
seksual. Sigmund freud mengkonsepkan hasrat seksual yang rendah
sebagai akibat inhibisi selama fase perkembangan psikoseksual falik
dan konflik odipus yang tidak terselesaikan. Beberapa laki-laki
terfiksasi pada perkembangan falik, takut akan vagina dan yakin bahwa
mereka akan dikastrasi jika mereka mendekati vagina. Freud menyebut
konsep ini sebagai vagina denata; karena laki-laki secara tidak sadar
yakin bahwa vagina memiliki gigi, sehingga mereka menghindari
kontak dengan genitalia perempuan.
Selain itu faktor yang lain adalah tidak melakukan seks untuk suatu
periode yang lama kadang-kadang mengakibatkan penekanan impuls
seksual.
4. Patofisiologi
Adanya hasrat seksual bergantung pada beberapa faktor: dorongan
biologis, harga diri yang adekuat,kemampuan menerima seseorang
sebagai makhluk seksual, pengalaman yang baik dalam area nonseksual
dengan pasangan yang sesuai dan hubungan baik dalam area nonseksual
dengan pasangan. Kerusakan atau tidak adanya faktor ini dapat
mengakibatkan menurunnya hasrat seksual (Sandra, 2010)
5. Manifestasi klinis
1. Pasien dengan gangguan hasrat seksual hipoaktif ditandai dengan:
a. Kekurangan minat untuk seks dan terlibat dalam aktivitas seksual
cukup jarang.

15
b. Fantasi seksual atau pikiran hampir tidak ada pada individu
tersebut bersama dengan penurunan keinginan untuk memulai
pengalaman seksual.
2. Pasien dengan Gangguan keengganan seksual ditandai dengan:
Menghindari terus-menerus dari semua atau hampir semua kontak
seksual genital oleh individu yang terkena dengan pasangan seksual.
Adapun tanda-tanda yang lain jika pasien mengalami hiposeksualitas
atau bahkan aversi seksual, yaitu:
a. Frekuensi berhubungan pasti akan menurun,
b. Ada sifat mudah marah atau tersinggung, dan
c. Sensitif terhadap topik seputar seks,
d. Serta seringkali muncul disfungsi seksual lainnya seperti
dispareunia, yang merupakan nyeri sekitar organ seks pada
tindakan seksual, gangguan pencapaian orgasme, dan
sebagainya.
6. Penatalaksanaan
a. Untuk mengatasi gangguan ini harus diketahui dahulu
penyebabnya, apakah fisik atau psikologis
b. Berlibur dan berekreasi ke suatu tempat untuk sekedar ganti
suasana.
c. Terapi seks, yaitu cara mengatasi disfungsi seksual yang
memadukan pengobatan biomedis yang psikososial.
d. Pasangan harus saling mengerti dan mendukung, karena dirinya
pasti terlibat.
e. Jika diperlukan obat antidepresan atau anti-anxiety juga disarankan
untuk mengatasi depresi atau kecemasan bersama dengan terapi
lain.

16
2.3.2 Disfungsi Ereksi
1. Definisi
Disfungsi ereksi (DE) berarti ketidakmampuan mencapai atau
mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk melakukan hubungan
seksual dengan baik (Pangkahila, 2007).
Disfungsi ereksi disebut primer bila sejak semula ereksi yang
cukup unutuk melakukan hubungan seksual tidak pernah tercapai.
Sedang disfungsi ereksi sekunder berarti sebelumnya pernah berhasil
melakukan hubungan seksual, tetapi kemudian gagal karena sesuatu
sebab yang mengganggu ereksinya (Pangkahila, 2006). Disfungsi ereksi
ini diderita oleh separuh pria yang berusia 40 tahun dan sepertiga dari
populasi ini merasa terganggu karena penyakit ini.
Pada dasarnya DE dapat disebabkan oleh faktor fisik dan faktor
psikis. Penyebab fisik dapat dikelompokkan menjadi faktor hormonal,
faktor vaskulogenik, faktor neurogenik, dan faktor iatrogenik
(Pangkahila, 2007). Faktor psikis meliputi semua faktor yang
menghambat reaksi seksual terhadap rangsangan seksual yang diterima.
Walaupun penyebab dasarnya adalah faktor fisik, faktor psikis hampir
selalu muncul dan menyertainya (Pangkahila, 2007).
Berbagai definisi disfungsi ereksi dikemukakan oleh berbagai ahli.
Salah satu yang paling banyak dipakai ialah yang diajukan oleh World
Health Organization (WHO). Menurut WHO disfungsi ereksi ialah
keadaan dimana ereksi tidak bisa dicapai atau dipertahankan sampai
kouitus selesai selama 3 bulan.
Secara normal ereksi akan terjadi pada kejadian atau aktivitas
seksual seperti dibawah ini:
1. Saat melakukan kontak seksual, bercumbu dengan pasangan
misalnya berciuman, berpelukan dan terutama bila penis dirangsang
oleh pasangan seharusnya penis akan ereksi cukup keras dan cukup
cepat.

17
2. Sesudah penis ereksi pada saat bercumbu, suami akan melakukan
penetrasi ke vagina. Ereksi penis berlangsung terus sampai berhasil
menembus vagina, dan
3. Sesudah penetrasi, penis ditarik dan didorong di dalam vagina
berulang-ulang. Selama itu, diharapkan penis akan tetap ereksi
sampai ejakulasi. Sesudah ejakulasi, barulah ereksi menurun secara
perlahan-lahan.
Bila penis sering gagal mencapai ereksi dalam ketiga tahap diatas
dalam jangka waktu tertentu berarti telah terjadi disfungsi ereksi.
Menurut WHO, jika kegagalan terjadi 3 bulan barulah disebut disfungsi
ereksi.
Secara umum penyebab disfungsi ereksi dapat di bagi atas
gangguan organik (fisik) dan psikogen. Untuk lebih lengkap disebut
gangguan organik-fisik dan psikoseksual. Gangguan organik atau fisik
dapat terjadi pada organ, bagian-bagian badan tertentu atau fisik secara
umum. Bagian organ tubuh yang sedang terganggu dapat menyebabkan
disfungsi ereksi dalam berbagai tingkat.
Faktor psikoseksual ialah semua faktor kejiwaan yang terganggu
dalam diri penderita. Gangguan ini mencakup gangguan jiwa misalnya
depresi, anxietas (kecemasan) yang menyebabkan jiwa tegang, putus
asa atau sedih. Semua keadaan jiwa yang demikian dapat menyebabkan
disfungsi ereksi. Selain itu, problema suami istri juga cukup
berpengaruh mengganggu fungsi seks. Hubungan ekstra marital (luar
nikah atau selingkuh) juga sering menyebabkan terjadinya disfungsi
ereksi.
2. Penyebab Disfungsi Ereksi:
a) Diabetes mellitus (penyakit kencing manis)
Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit yang paling sering
menyebabkan disfungsi ereksi. Gula darah yang tinggi
menyebabkan neuropati-kerusakan pada ujung-ujung syaraf
parasimpatis di penis sehingga relaksasi pembuluh darah darah
arteri belicina di korpus kavernosa tidak terjadi.

18
Gangguan ereksi pun sejalan dengan proses neuropati. Pada
mulanya ereksi masih sempurna. Makin lama gangguan diabetes
mellitus diderita, ereksi makin berkurang.
b) Hipertensi (HTN)
Hipertensi (HTN) adalah salah satu gangguan yang paling berisiko
menyebabkan disfungsi ereksi. Pengaruh HTN yang paling penting
ialah terjadi aterosklerosis (pengapuran) pada pembuluh darah
termasuk pembuluh darah dari dan ke penis yakni arteri kavernosa.
Akibatnya relaksasi otot polos arteri di dalam penis tidak maksimal
sehingga ereksi tidak bisa penuh.
c) Gangguan neurologis
Cukup banyak gangguan neurologis yang dapat menimbulkan
gangguan seks. Stroke adalah gangguan neurologis yang paling
banyak diderita oleh masyarakat terutama pada usia tua yang dapat
menyebabkan disfungsi ereksi.
d) Hipotiroidisme dan hipertiroidisme
Hipotiroidisme ialah keadaan jumlah hormon tiroid dalam darah
menurun. Keadaan ini memengaruhi hampir semua fungsi tubuh
termasuk seks sehingga mengakibatkan disfungsi ereksi.gejala
karakteristik dari hipotiroidisme ialah perasaan lemah, mudah lelah,
kulit kering dan kasar, dan tidak tahan dingin.
Bila hormon tiroid terlalu banyak dalam darah disebut
hipertiroidisme yang menyebabkan gangguan seks termasuk ereksi.
Gejala klinisnya adalah kulit selalu lebih panas dan lembab karena
keringat terlalu banyak, yang ditandai dengan tachycardia (denyut
jantung cepat) dan jantung berdebar-debar.
e) Prolaktin
Hiperprolattinemia yakni meningginya konsentrasi prolaktin dalam
darah akan merusak testis sehingga produksi hormon testosteron
dan sperma menurun sehingga dapat menyebabkan berkurangnya
konsentrasi testosteron dalam darah dan selanjutnya dapat
menyebabkan disfungsi ereksi.

19
f) Hiperlipidemia
Hiperlipidemia ialah meningkatkan konsentrasi lemak berupa
kolesterol dan trigliserid secara bersam-sama atau sendiri-sendiri.
Peningkatan kolesterol dan trigliserid sering terlihat pada penderita
disfungsi ereksi. Karena itu hiperlipidemia dianggap menjadi salah
satu faktor risiko penyebab disfungsi ereksi. Pada dasarnya
disfungsi ereksi adalah salah satu gangguan sirkulasi darah. Berarti
penyakit-penyakit akibat gangguan sirkulasi darah yang utama ialah
penyakit jantung koloner (PJK), stroke dan disfungsi ereksi.
3. Penatalaksanaan Disfungsi Ereksi
Penatalaksanaan DE tergantung pada penyebab dan keseriusan kondisi.
Bagi sebagian pria, mengadopsi gaya hidup sehat, seperti berhenti
merokok, berolahraga secara teratur, makan makanan yang sehat,
mengurangi stres, dan / atau membatasi alkohol, mungkin semua yang
diperlukan untuk memperbaiki masalah. Tetapi bagi mereka yang
membutuhkan perawatan yang lebih intensif, termasuk opsi Terapi
penis secara langsung. Obat-obatan yang dapat disuntikkan ke penis
atau dimasukkan ke dalam uretra (tabung yang membawa urin dan air
mani di luar tubuh) untuk meningkatkkan aliran darah.
Terapi penggantian testosteron.
Pada pria dengan kadar testosterone rendah dan hipogonadisme,
testosterone dapat diganti melalui suntikan, patch kulit, gel, atau tablet
ditempatkan di antara pipi dan gusi. Kombinasi terapi medis. Beberapa
orang yang tidak merespon dengan baik untuk salah satu dari tiga terapi
saja mungkin memiliki respon yang lebih baik dengan kombinasi pil
plus terapi penis langsung dan / atau, jika kadar testosterone darah
rendah, terapi penggantian testosteron.
Konseling Psikologis.
Jika hubungan atau masalah emosional yang menyebabkan DE, seorang
terapis seks mungkin diperlukan.

20
2.3.3 Gangguan Ejakulasi
1. Definisi
Ejakulasi Dini
Ejakulasi (ejaculation) adalah proses pengeluaran air mani
(biasanya membawa sperma) dari saluran reproduksi pria dan biasanya
disertai dengan orgasme. Ini biasanya (secara alamiah) merupakan
tahapan akhir atau puncak rangsangan seksual, dan merupakan sebuah
komponen penting dari konsepsi alam. Ejakulasi juga terjadi secara
spontan selama tidur (mimpi basah).
Sedangkan ejakulasi dini adalah suatu kondisi dimana seorang pria
berejakulasi lebih awal dari dia dan/ atau pasangannya. Masters dan
Johnson mendefinisikan Ejakulasi Dini sebagai kondisi dimana seorang
pria berejakulasi sebelum pasangan seksnya mencapai orgasme, dimana
hal tersebut terjadi pada lebih dari lima puluh persen hubungan seksual
mereka
Menurut International Society for Sexual Medicine, Ejakulasi Dini
adalah disfungsi seksual laki-laki yang ditandai dengan ejakulasi yang
selalu atau hampir selalu terjadi sebelum atau dalam waktu sekitar satu
menit setelah penetrasi vagina, dan ketidakmampuan untuk menunda
ejakulasi pada semua atau hampir semua penetrasi vagina dengan
konsekuensi pribadi yang negatif, seperti kesedihan stress, frustasi dan
atau menghindari keintiman seksual.
Ejakulasi dini dapat dibagi menjadi tiga macam berdasarkan
tingkat keparahannya, yaitu:
1. Ejakulasi Dini Tingkat Ringan: yakni bila terjadi ejakulasi setelah
hubungan seksual berlangsung dalam beberapa kali gesekan yang
singkat, di bawah 2-3 menit.
2. Ejakulasi Dini Tingkat Sedang: yakni bila ejakulasi tiba-tiba terjadi
tanpa bisa dikendalikan sesaat setelah penis masuk ke liang
senggama dalam hanya terjadi beberapa kali gesekan singkat. Ini
terjadi selain karena seseorang mengalami dorongan kuat dalam

21
hubungan intim, juga karena masalah penyakit tertentu (psikis dan
non psikis).
3. Ejakulasi Dini Tingkat Berat: yakni ejakulasi langsung terjadi
otomatis saat mr p menyentuh sedikit saja liang senggama wanita
bagian luar, bahkan belum masuk sudah keluar.
Ejakulasi Terhambat
Ejakulasi terhambat adalah suatu keadaan dimana ereksi tetap
terjadi, tetapi ejakulasinya tertunda selama waktu yang cukup panjang.
Ejakulasi yang tertunda membutuhkan stimulasi seksual yang lebih
lama untuk seorang pria dapat mencapai koimaks dan mengeluarkan
semen (ejakulasi). Beberapa pria dengan ejakulasi terhambat bahkan
sama sekali tidak dapat ejakulasi.
Ejakulasi terhambat merupakan kebalikan dari ejakulasi dini,
keadaan sorang laki-laki tidak mampu mencapai orgasme. Meskipun
bia berereksi lebih tahan lama, penderita angat tersiksa karena tidak
mampu mencapai orgasme.
Ejakulasi terhambat adalah gangguan ejakulasi dimana seorang
pria tidak mampu mengalami ejakulasi dalam vagina setelah
berhubungan seksual dalam jangka waktu yang lama. Kadang pria yang
menderita gangguan ini akan dapat mengalami ejakulasi setelah
melakukan onani atau kadang tidak dapat ejakulasi sama sekali. Salah
satu jenis gangguan ejakulasi ini dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu
faktor fisik dan psikis.
Ejakulasi Retrogade
Ejakulasi retrogade adalah kelainan ejakulasi dimana sperma yang
seharusnya terpancar keluar melalui urethra namun malah berbalik
menuju ke kandung kemih. Sehingga pada pria yang mengalami
keluhan ini biasanya disertai dengan gangguan infertilitas. Gangguan
ini sangat umum terjadi pada pria-pria dengan diabetes yang mengalami
neuropati diabetik. Gangguan persarafan ini menyebabkan
ketidakmampuan saraf-saraf pada kandung kemih untuk berespon

22
terhadap siklus seksual. Selain diabetes, gangguan ini juga bisa
disebabkan karena penggunaan obat-obatan anti depresan tertentu.
2. Etiologi
Ejakulasi Dini
Umumnya ejakulasi dini diakibatkan karena adanya sebuah gangguan
yang bersifat psikofisiologik. Jadi selain karena masalah anatomis,
seringkali EDI atau ejakulasi dini disebabkan karena masalah
psikologis.
Beberapa faktor anatomis tersebut antara lain:
1. Berkurangnya kondisi jumlah serotonin dalam otak dan saraf dalam
tulang belakang, di mana hal ini ternyata akan memodulasi
pergantian fungsi otonom otak dari mode parasimpatis menuju
mode simpatis. Perlu diketahui bahwa mode simpatis inilah kendali
di mana fungsi saraf akan mendorong proses ejakulasi. Maka akibat
terjadi kurangnya serotonin secara berlebihan inilah yang memicu
perubahan dopamine atau norepinefrin menjadi adrenalin (epinefrin)
dalam mode simpatis tubuh. Keadaan ini akan mengakibatkan
terjadinya perubahan suasana hati, menimbulkan kecemasan dan
stres, bahkan juga masalah hipertensi dan kelelahan.
2. Keadaan penipisan otak dan penurunan tingkat asetilkolin sinaptik
bagi komunikasi saraf, penginderaan dan fungsi pergantian energi
yang diperlukan mode parasimpatis. Hal ini juga didukung adanya
penurunan fungsi organ seks ketika ereksi terjadi. Di sisi lain,
defisiensi dari asetilkolin ini menjadi penyebab masalah impotensi
dan ereksi lemah yang memicu terjadinya ejakulasi dini. Secara
medis, hal ini akan menurunkan fungsi hati, fungsi adrenal dan
testis yang mengakibatkan tubuh kekurangan Nitric Oxide, DHEA,
androstenedion dan testosteron. Seseorang yang kehilangan libido
umumnya terjadi karena kurangnya hormon seks yang
menyebabkan pria kehilangan libido.
3. Masalah rendahnya hormon Dopamin dalam otak juga bisa
melemahkan fungsi hipofisis-testis dan fungsi tiroid. Akibatnya

23
seseorang akan mengalami defisiensi testosteron, kehilangan
kejantanan, dan kehilangan rasa percaya diri. Ini juga penyebab
seseorang mengalami masalah ejakulasi dini.
4. Ejakulasi dini juga terjadi karena adanya abrasi pada saluran-saluran
ejakulasi prostat dan neuromuskuler. Saat tubuh menerima
rangsangan seksual sedikit saja, maka ini bisa menyebabkan
terjadinya ejakulasi dini. Bahkan saat stimulasi seksual itu hanya
dalam hal penglihatan, pendengaran maupun dengan penetrasi. Hal
itu mengakibatkan ukuran prostat akan membesar dan melemahkan
kekuatan sperma untuk menyemprot saat terjadi ejakulasi. Kontrol
air seni juga akan mengendur.
5. Bagi seseorang yang terlalu banyak melakukan masturbasi dan
onani perlu sedikit waspada. Penyebabnya karena dengan terlalu
banyak onani bisa mengakibatkan prostat akan menghasilkan
banyak hormon testosteron. Onani atau masturbasi yang terlalu
sering akan mengakibatkan tubuh terbiasa berada dalam kondisi
simpatis, di mana kondisi itulah yang mendorong suatu ejakulasi
terjadi.
6. Saat memperpanjang ereksi sampai mencapai 2-3 jam, kondisi
tubuh memerlukan banyak hormon seperti DHEA, androstenedion,
tetsosteron dan estrogen. Karenaterlalu sering mengeluarkan cairan
kelenjar bulborethal yang mengandung prostaglandin E-2 yang
merangsang pematangan atau pembukaan katup ejakulasi. Ejakulasi
dini potensial terjadi dalam keadaan seperti ini.
7. Masalah anatomis lainnya akibat rendahnya produksi prostaglandin
E-1 (PGE-1). Ini terjadi karena penipisan zat kimia dan hormon.
PGE-1 akan melemaskan jaringan spons penis dan meningkatkan
sarap parasimpatis untuk ereksi yang keras. Untuk diketahui bahwa
PGE-1 dapat menyebabkan penis ereksi dan bertambah panjang.
Selain masalah-masalah yang bersifat anatomis di atas,
umumnya ejakulasi dini terjadi karena problem psikis. Banyak
keadaan yang menjadi penyebab ejakulasi dini secara psikis. Gugup

24
dan gelisah atau bahkan karena terlalu semangat (senang) bisa
potensial seseorang tidak bisa mengendalikan ejakulasi dini. Dalam
hubungan terlarang, perasaan bersalah, takut hamil atau takut gagal
dalam berhubungan juga menjadi penyebab.
Ejakulasi Terhambat
Kelainan ini jarang terjadi. Seiring dengan bertambahnya usia,
terkadang waktu yang diperlukan untuk mencapai orgasme pada
pria menjadi semakin panjang.
Pada banyak kasus, ejakulasi yang terhambat terjadi karena
gabungan antara gangguan fisik dan psikis
a. Penyakit fisik antara lain :
1. Beberapa kelainan bawaan yang mengenai system
reproduksi pria
2. Cedera saraf panggul
3. Infeksi tertentu
4. Memiliki riwayat operasi prostat
5. Penyakit jantung
6. Penyebab fisik meliputi kerusakan korda spinalis (sumsum
tulang belakang).
7. Kerusakanganglion saraf simpatik di daerah lumbal.
8. Penyakit parkinson serta beberapa obat yang menganggu
fungsi saraf simpatik, antra lain ganglionic blocking agents,
dan obat penenang.
9. Memiliki masalah medis seperti diabetes dan hipertensi,
10. Gangguan yang terkait dengan hormone, seperti hormone
tiroid yang rendah atau hormone testosterone yang rendah
b. Faktor psikis antara lain :
1. Depresi, kecemasan, atau kondisi mental lainnya.
2. Masalah hubungan antar pasangan seperti stress dan
komunikasi yang buruk
3. Larangan dari faktor budaya atau agama

25
4. Perbedaan antara kenyataan dengan fantasi seksual yang
dimiliki
5. Ketakutan pada saat penetrasi (masuknya penis ke dalam
vagina)
6. Ketakuatan untuk mengalami ejakulasi di hadapan mitra
seksualnya
c. Pemakaian obat-obatan atau zat tertentu, seperti
1. Sebagian besar obat anti-depresi
2. Beberapa obat tekanan darah tinggi
3. Beberapa obat diuretic
4. Beberapa obat antipsikotik, seperti tioridazin dan
mesoridazin
5. Peminum alcohol (alcohol abuse)
3. Patofisiologi
Proses ejakulasi berada di bawah pengaruh saraf otonom.
Asetilkolin berperan sebagai neurotransmitter ketika saraf simapatis
mengaktifasi kontraksi dari leher kandung kemih, vesika seminalis dan
vas deferens. Reflex ejakulasi berasal dari kontraksi otot
bulbokavernosus dan ischiokavernosus serta di control oleh saraf
pudendus.
Singkatnya, ejakulasi terjadi karena mekanisme reflex yang di
cetuskan oleh rangsangan pada penis melalui saraf sensorik pudendus
yang terhubung dengan persarafan tulang belakang ( T12-L2 ) dan
korteks sensorik ( salah satu bagian otak).
Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Xin dan kawan-kawan serta
di muat di dalam J.Urol mengukur kadar sensorik penis menggunakan
biothesiometry pada pria dengan ejakulasi dini dan membandingkannya
dengan kadar yang normal. Pada pria tanpa ejakulasi dini, pengukuran
kadar sensitivitas penis meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Namun pada pria dengan ejakulasi dini, justu sensitivitas semakin
menurun seiring dengan bertambahnya usia.

26
4. WOC Ejakulasi Dini

Faktor Psikis Faktor Lingkungan Faktor Fisik

Masalah Kondisi Masturbasi atau Abrasi pada


Psikologis Tempat, suhu, onani secara saluran-
melakukan berlebihan saluran
hubungan seks ejakulasi
Penurunan prostat dan
hormone tida nyaman Asetilkolin/saraf
neuromuskuler
serotonin parasimpatik
terstimulasi
Penurunan
Pergantian Libido Asetilkolin, Kerusakan
fungsi saraf
dopamine, dan epitel penis
parasimpatis
serotonin
menuju saraf
dihasilkan secara
simpatis
berlebihan Terjadi
sensitivitas
Perubahan Kelenjar otak dan pada
dopamine adrenalin rangsangan
menjadi mengkonversi seksual
adrenalin berlebihan sedikit saja
dopamine-
norepineferin
Terjadi perubahan suasana hati,
stress, menimbulkan kecemasan
Otak dan fungsi
tubuh
memasuki
mode simpatik

Ejakulasi Dini

Penurunan Fungsi Ketidakmampuan Gangguan Fungsional Organ


Seksualitas Mempertahankan
Ereksi Hubungan Seks
Tidak Tercapai
MK: Perubahan MK: Disfungsi
pola seksualitas seksual MK: Harga Diri rendah

27
5. Manifestasi Klinis
Ejakulasi Dini
Tanda dan gejala ejakulasi dini adalah ejakulasi yang terjadi sebelum
diharapkan, menyebabkan masalah atau stress. Klasifikasi ejakulasi dini
dalam ejakulasi dini primer dan sekunder.
a. Ejakulasidini primer dikarakteristikkan dengan:
1. Ejakulasi yang selalu atau hampir selalu terjadi dalam satu
menit atau kurang pada saat penetrasi.
2. Ketidakmampuan menunda ejakulasi saat atau ketika baru saja
melakukan penetrasi.
3. Konsekuensi negatif, seperti stress, frustasi atau menghindari
hubungan seksual.
b. Ejakulasi dini sekunder antara lain:
1. Ejakulasi yang terus menerus atau berulang dengan rangsangan
yang minimal sebelumnya, atau sesaat setelah penetrasi, dan
sebelum anda mengharapkannya.
2. Menyebabkan stress dan masalah dalam hubungan.
3. Terjadi setelah sebelumnya anda mengalami kepuasan dalam
hubungan seksual tanpa masalah ejakulasi.
Ejakulasi Terhambat
Beberapa pria dengan ejakulasi terhambat membutuhkan
waktu untuk stimulasi seksual selama 30 menit atau lebih untuk dapat
mencapai orgasme dan ejakulasi. Ejakulasi yang terhambat dapat di
bagi menjadi beberapa tipe berdasarkan gejala yang ada
1. Bawaan atau didapat
Gangguan dikatan bawaan jika sudah terjadi sejak seorang pria
mencapai kematangan seksual, dan dikatakan di dapat jika terjadi
setelah seorang pria mengalami periode normal dari fungsi
seksualnya.
2. Umum atau situasional
Ejakulasi terhambat yang umum adalah gangguan ejakulasi yang
tidak terbatas pada situasi tertentu, seperti stimulasi seksual tertentu

28
atau mitra seksual tertentu. Sedangkan pada ejakulasi terhambat
situasional terjadi hanya pada kondisi tertentu saja. Kategori
gangguan ejakulasi ini dapat membantu untuk menegakkan
diagnose, mencari serta penanganannya.
6. Pemeriksaan Penunjang
Ejakulasi Dini
1. Pada pria dengan ejakulasi dini dan tanpa permasalahan medis
umum lainnya, tidak ada pemeriksaan lab konvensional yang dapat
membantu atau mempengaruji pemilihan jenis terapi.
2. Pemeriksan kadar testosterone dan prolactin serum cocok
dilakukan jika ejakulasi dini disertai dengan permasalahan
impotensi.
7. Penatalaksanaan
Ejakulasi Dini
Terdapat beberapa pilihan terapi medis untuk ejakulasi dini. Sebagai
tambahan, permasalahan ereksi lainnya yang menyertai dapat ditangani
dengan beragam metode dengan keberhasilan yang sempurna :
1. Melibatkan pasangan wanita sebisa mungkin dalam terapi dan sesi
konseling penting untuk mencapai hasil yang diinginkan.
2. Langkah pertama penanganan ejakulasi dini adalah untuk
melenyapkan adanya tekanan batin (berupa pikiran takut tidak dapat
memuaskan pasangan) pada pria.
a. Jika ejakulasi dini terjadi pada saat penetrasi telah berlangsung,
minta kepada pasangan tidak melakukan penetrasi hingga
ejakulasi dini telah dapat ditangani. Pria dapat melakukan
stimulasi lain tanpa melakukan penetrasi.
b. Jika pria selalu mengalami ejakulasi pada rangsangan awal atau
pada permulaan foreplay, ini merupakan masalah serius dan
kemungkinan mengindikasikan adanya ejakulasi dini primer,
dimana kebanyakan membutuhkan penanganan spesialis jiwa.
3. Pasangan diminta untuk melakukan terapi seksual, seperti teknik
stop-mulai atau tekan-henti yang dipopulerkan oleh Masters dan

29
Johnson. Kebanyakan pasangan merasa teknik ini berhasil. Ini juga
dapat membantu pasangan wanita lebih terangsang dan dapat
memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk mencapai klimaks.
4. Modalitas terapi lainnya yaitu dengan krim desensitasi digunakan
oleh pria. Seperti namanya krim ini dapat mengurangi stimulasi
pada penis sehingga dapat memperpanjang waktu untuk ejakulasi.
Namun krim ini belum diakui oleh FDA.
5. Jika pria relative muda dan dapat mencapai ereksi kembali setelah
beberapa menit terjadinya ejakulasi dini, biasanya ia memiliki
pengendalian waktu yang lebih baik pada hubungan sex berikutnya.
6. Beberapa ahli menyarankan pria muda untuk melakukan masturbasi
1-2 jam sebelum hubungan seksual direncanakan.
7. Interval waktu untuk mencapai klimaks kedua biasanya memiliki
masa laten lebih panjang dan pria kebanyakan dapat mengendalikan
lebih baik ejakulasinya pada keadaan seperti ini.
8. Pada orang yang lebih tua, strategi ini mungkin kurang efektif
karena mereka sulit untuk mendapatkan ereksi kedua setelah
ejakulasi dini. Jika ini terjadi maka hal tersebut dapat merusak rasa
percaya diri dan mengakibatkan impotensi sekunder.
9. Modalitas farmakologik yang dapat membantu pria dengan
ejakulasi dini adalah obat dari golongan selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRIs) class, obat yang biasanya digunakan di
klinik sebagai antidepressant.
10. Beberapa antidepressant tricyclic yang mempunyai aktivitas seperti
SSRI dapat mencapai hasil yang sama.
11. Kebanyakan obat ini memiliki efek samping yang menyebabkan
kedua pasangan wanita dan pria mengalami penundaan bermakna
dalam mencapai orgasme.
12. Untuk alasan ini, pengobatan dengan efek samping SSRI ini telah
digunakan untuk pria yang mengalami ejakulasi dini.

30
Ejakulasi Terhambat
Untuk penanganan yang baik, dokter akan lebih dulu menentukan
penyebab dari gangguan ejakulasi yang di derita. Apakah terdapat
penyakit fisik tertentu, faktor psikologis, atau masalah lain.
1. Obat-obatan
Dalam penanganan gangguan ejakulasi, perlu dilihat apakah
penderita selama ini mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan ejakulasi. Jika terdapat obat-
obatan yang berhubungan dengan gangguan ejakulasi, maka obat-
obat tersebut perlu dikonsultasikan ke dokter. Mungkin obat-obatan
tersebut dapat dikurangi dosisnya atau di ganti dengan obat lain.
Belum ada obat-obat spesifik untuk penanganan ejakulasi yang
terhambat obat-obat yang di berikan biasanya un tuk menangani
penyakit mendasarnya.
2. Konseling psikologi (psikoterapi)
Psikoterapi dapat membantu penderita mengetahui apakah ada
factor psikis tertentu yang menyebabkan terjadinya gangguan
ejakulasi.
Komunikasikan secara jujur dan terbuka dengan pasangan anda
mengenai kondisi anda. Pengobatan akan lebih berhasil jika
pasangan dapat saling membantu dan bekerja sama. Anda mungkin
dapat menemui konselor bersama dengan pasangan anda.
Jika anda tetap dapat melakukan ejakulasi karena stimulasi tertentu,
terapi seksual mungkin dapat membantu. Terapi seksual bisanya
meliputi anda dan pasangan anda. Therapist akan mengajarakan
mengenai respon seksual an stimulasi yang tepat untuk membantu
mengatasi masalah ejakulasi anda. Pada kasus tertentu diamana
terdapat masalah dalam hubungan anda dengan pasangan atau
kurang hasrat seksualnya, terapi psikologis diperlukan untuk
memulihkan hubungan anda dengan pasangan dan memperbaiki
keintiman.

31
8. Komplikasi
Ejakulasi Dini
1. Ejakulasi dini mengakibatkan hubungan seksual berlangsung tidak
harmonis.
2. Walaupun dapat mencapai orgasme, pria yang mengalami ejakulasi
dini juga merasa sangat kecewa karena tidak mampu memberikan
kepuasan seksual kepada pasangannya.
3. Pria yang mengalami ejakulasi dini sering mengalami stres, tidak
percaya diri, rendah diri, dan malu terhadap pasangannya. Dalam
waktu lama dapat terjadi disfungsi ereksi. Pasangannya tentu
kecewa, tidak puas, jengkel, marah, dan akhirnya mengalami
disfungsi seksual seperti hilangnya gairah seksual.
4. Lebih jauh, reaksi yang muncul adalah perasaan takut atau khawatir
setiap akan melakukan hubungan seksual. Perasaan ini justru akan
semakin memperburuk keadaan ejakulasi dini. Kalau keadaan ini
terus berlangsung, maka pada akhirnya pria itu dapat mengalami
disfungsi ereksi.
5. Wanita yang mempunyai pasangan mengalami ejakulasi dini pada
umumnya tidak dapat mencapai orgasme karena hubungan seksual
segera berakhir. Kekecewaan yang muncul selanjutnya dapat
berubah menjadi kejengkelan disertai perasaan takut setiap akan
melakukan hubungan seksual. Akibat lebih jauh dapat berupa
hilangnya dorongan seksual dan dispareunia (rasa nyeri yang terjadi
saat bersetubuh).
Ejakulasi Terhambat
1. Ketidakpuasan seksual
Bagi pria, ejakulasi adalah tanda dimana telah mencapai klimaks
atrau titik puncak kepuasan, sedangkan bagi pria yang mengalami
gangguan ejakulasi terhambat sulit mendapatkan ejakulasi sehingga
dia pun sulit memperoleh kepuasan seksual.
2. Menyebabkan hubungan yang tegang dengan pasangan seksual

32
3. Ejakulasi terhambat tidak hanya mengganggu bagi penderitanya
sendiri, hal ini juga menimbulkan ketidaknyamanan bagi sang istri.
Hal ini disebabkan karena pada situasi ini kondisi fisik dan emosi
istri sudah tak memungkinkan lagi untuk meneruskan hubungan
intim, sementara suaminya masih menggapai-gapai mencapai
puncak kepuasan. Kondisi semacam itu jelas jadi beban psikis buat
mereka berdua. Terlebih karena tak ada standar waktu berapa lama
harus bertoleransi untuk menunggu suami ejakulasi.
4. Memiliki resiko yang lebih tinggi untuk Infertilitas Pria
5. Sama seperti pada ejakulasi dini, ejakulasi terhambat tidak
berhubungan dengan gangguan kualitas dan kuantitas sperma. Ini
bukan berarti bahwa pria dengan ejakulasi terhambat mengalami
gangguan sperma atau kemandulan. Hal yang lebih menimbulkan
terjadinya infertilitas pada pria dengan gangguan ejakulas terhambat
adalah, karena pria ini kesulitan mendapatkan ejakulasi dalam
vagina sang istri, sehingga tidak ada sperma yang bisa masuk ke
dalam rahim untuk membuahi sel telur istri. Hal ini laha yang
menyebabkan terjadinya infertilitas.
9. Prognosis
Dalam banyak kasus, ejakulasi dini sembuh dengan sendirinya dari
waktu ke waktu tanpa perlu perawatan medis. Berlatih teknik relaksasi
atau mengalihkan konsentrasi dapat membantu menunda ejakulasi.
Bagi sebagian pria, menghentikan atau mengurangi konsumsi alkohol,
tembakau, atau obat-obatan terlarang dapat meningkatkan kemampuan
mereka untuk mengendalikan ejakulasi

2.3.4 Disfungsi Orgasme


1. Definisi
Secara umum, disfungsi orgasme adalah ketidakmampuan
memperoleh orgasme (klimaks) selama senggama. Disfungsi orgasme
berarti kegagalan merasakan sensasi kenikmatan seksual, yaitu orgasme
(Wimpie Pangkahila, 2006). Disfungsi orgasme ini dapat digolongkan

33
menjadi dua, yaitu disfungsi orgasme primer dan disfungsi orgasme
situasional. Disfungsi orgasme primer didefinisikan sebagai respons
konsisten nonorgasme terhadap setiap jenis rangsangan. Dan disfungsi
orgasme situasional berarti bahwa paling tidak penderita mengalami
satu kali respons orgasme tetapi tidak seperti orgasme.
Disfungsi orgasme ini jarang dijumpai pada laki-laki, tetapi
dialami oleh banyak perempuan.Didalam gangguan orgasme pada laki-
laki, kadang-kadang disebut hambatan orgasme atau ejakulasi tertunda,
seorang laki-laki sangat sulit, atau bahkan tidak dapat memperoleh
ejakulasi saat berhubungan seksual. Seorang laki-laki dengan gangguan
orgasme seumur hidup tidak pernah mampu ejakulasi saat berhubungan
intim. Gangguan ini didiagnosis sebagai gangguan didapat, jika terjadi
setelah sebelumnya pernah berfungsi normal. Sejumlah peneliti berfikir
bahwa orgasme dan ejakulasi harus dibedakan, terutama pada kasus
laki-laki yang mengalami ejakulasi, tetapi mengeluhkan berkurangnya
atau tidak adanya perasaan subjektif akan kenikmatan saat pengalaman
orgasme (anhedonia orgasmik).
2. Etiologi
Ganggguan orgasme seumur hidup pada laki-laki menunjukkan
psikopatologi berat. Seorang laki-laki dapat datang dari latar belakang
yang kaku dan puritan; ia memandang seks sebagai sesuatu yang
berdosa dan genital adalah sesuatu yang kotor; dan ia dapat memiliki
keinginan incest dan rasa bersalah yang disadari atau tidak disadari. Ia
biasanya memiliki kesulitan dengan kedekatan dalam area di luar
hubungan seksual tersebut. Pada sejumlah kecil kasus, keadaan ini
diperburuk dengan gangguan defisit atensi/ perhatian. Kemudian
seorang laki-laki untuk teralih perhatiannya mencegah rangsangan
menjadi cukup untuk mendapatkan klimaks.
Di dalam suatu hubungan yang sedang berlangsung, gangguan
orgasme yang didapat pada laki-laki sering mencerminkan kesulitan
interpersonal. Gangguan ini mungkin adalah cara laki-laki menghadapi
perubahan nyata atau khayalan dalam hubungan, seperti rencana untuk

34
kehamilan yang sebenarnya laki-laki tersebut bersikap ambivalen,
hilangnya daya tarik seksual terhadap pasangan, atau tuntutan dari
pasangan untuk komiten yang lebih besar yang ditunjukkan dengan
kinerja seksual. Pada beberapa laki-laki, ketidakmampuan ejakulasi
mencerminkan permusuhan yang tidak diekspresikan terhadap
perempuan. Masalah ini lebih lazim pada laki-laki dengan ganggaun
obsesif-kompulsif daripada gangguan lain.
Kemudian menurut David A Tomb, et al (2003), penyebab dari
disfungsi orgasme ada penyebab psikologis dan fisik. Penyebab
psikologis mencakup kurangnya minat (misal, deviasi seksual primer),
ansietas, kepribadian kompulsif, stress perkawinan, dan masalah emosi
seksual. Penyebab fisik termasuk pengobatan (guanetidin, metildopa,
fenotiazin [khususnya tioridazin], MAOI, dan sepertiga atau lebih
pasien pengguna SSRI), operasi GU, dan gangguan medula spinalis
bagian bawah (misal, Parkinsonisme, siringomielia).
Kriteria diagnostic
Kriteria diagnostik DSM-IV_TR pada laki-laki
1. Penundaan atau tidak adanya orgasme yang terjadi berulang atau
menetap setelah fase gairah seksual yang normal saat aktivitas
seksual yang oleh klinisi diperhitungkan menurut usia orang sebagai
adekuat dalam fokus, intensitas, dan durasinya.
2. Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan
interpersonal
3. Disfungsi orgasme tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan
Aksi I lain (kecuali disfungsi seksual lain) dan tidak hanya
disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (misal,
penyalahgunaan obat, pengobatan) atau keadaan medis umum.
Tentukan tipenya:
a. Tipe seumur hidup
b. Tipe didapat
Tentukan tipenya:
a. Tipe primer/ menyeluruh

35
b. Tipe situasional
Tentukan:
a. Akibat faktor psikologis
b. Akibat kombinasi factor
3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan disfungsi orgasme melibatkan kedua pasangan
dengan koterapis. Terapi terdiri dari riwayat seksual secara detail,
mengidentifikasi penyebab, pendidikan menyangkut anatomi fisiologi
reproduksi laki-laki, latihan individual tanpa paksaan dengan
berkonsentrasi pada kegembiraan yang menguntungkan dan
menekankan pencapaian orgasme. Pasangan dibimbing untuk mencapai
penerimaan dan kesenangan dalam kapasitas seksual normal mereka.
Dengan hilangnya kecemasan, sebagian besar individu mengalami
kembali orgasme.
4. Prognosis
Insiden gangguan orgasmik pada laki-laki jauh lebih sedikit
dibandingkan ejakulasi dini atau impotensi. Masters dan Johnson
melaporkan insiden gangguan orgasmik pada laki-laki hanya 3,8 persen
dalam suatu kelompok yang terdiri atas 447 laki-laki dengan disfungsi
seksual. Prevalensi umum sebanyak 5 persen telah dilaporkan.

2.3.5 Dispareunia (Pangkahila, 2007)


Dispareunia berarti hubungan seksual yang menimbulkan rasa sakit
pada kelamin atau sekitar kelamin. Salah satu penyebab dispareunia ini
adalah infeksi pada kelamin. Ini berarti terjadi penularan infeksi melalui
hubungan seksual yang terasa sakit itu. Pada pria, dispareunia hampir pasti
disebabkan oleh penyakit atau gangguan fisik berupa peradangan atau
infeksi pada penis, buah pelir, saluran kencing, atau kelenjar prostat dan
kelenjar kelamin lainnya.

36
2.4 Pencegahan Disfungsi Seksual
Pencegahan disfungsi seksual sanbat berhubungan dengan pencegahan
penyebabnya. Penyebab psikologis sangat sulit untuk dihindari, namun
dengan manajemen stres yang baik dapat mengurangi risiko disfungsi
seksual. Untuk berbagai penyebab fisik umumnya lebih mudah dilakukan
tindakan pencegahan. Prinsipnya adalah mengikuti Tria Pencegahan, yaitu :
1. Hindari rokok dan alcohol
2. Tingkatkan kualitas makanan (turunkan lemak dan naikkan serat)
3. Perbanyak aktifitas olahraga, seperti melakukan olah gerak pada otot-otot
bagian perut karena olah gerak ini bagian yang penting untuk melakukan
penetrasi yang bertahan lama, dengan cara melakukan sit-up tidak harus
melentangkan badan terlalu banyak
Penelitian di masa depan mungkin menilai apakah insiden ejakulasi dini
pada pria muda dapat menurun dengan edukasi seks yang lebih baik selama
masa remaja. Terapi dini disfungsi ereksi kemungkinan dapat mencegah
ejakulasi dini sekunder pada pria lebih tua.
Hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk pencegahan Disfungsi Seksual:
1. Hndari stress
2. Memakai sabuk keamanan atau pelindung pada alat vital pada aktivitas
olahraga seperti berlari, melompat agar tidak terjadi cedera.
3. Hilangkan rasa gugup atau takut, karena hal ini dapat menyebabkan
pasangan tidak bergairah.
4. Mengkonsumsi vitamin, buah-bahan disertai pola makan yang baik dan
teratur.
5. Biasakan mengkonsumsi air putih dan menjaga kebersihan organ intim.

37
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EJAKULASI DINI

Kasus semu

Tn X, pria usia 30 th datang ke Rumah Sakit Sukamaju. Dia mengeluh saat


berhubungan seksual dengan istrinya, rasanya hanya sekejap dan kadang baru
menyentuh organ istri sudah mengeluarkan air mani. Hal ini terjadi sejak awal
menikah 2 bulan yang lalu. Saat datang ke RS klien terlihat cemas. Klien juga
mengatakan malu dan takut karena tidak dapat membahagiakan istrinya.
Kemudian dokter menjelaskan bahwa biasanya gangguan demikian sudah
mengalami ketegangan jiwa. Ketegangan itulah yang membuatnya kantong cairan
sperma cepat keluar. Dari sejarah hidupnya ternyata ayah ibunya bercerai waktu
dia umur 6 tahun dan dia ikut ibu. Sesudahnya hidup mereka menderita. Jiwanya
menjadi tegang dan ketegangan jiwanya itu terbawa sampai dewasa. Diagnosa
dokter menyebutkan bahwa klien mengalami ejakulasi dini. Data yang ditemukan
TTV (TD: 130/ 80 mmHg S: 37.5C. P: 20x/ menit N: 95x/menit) BB: 60 kg TB:
170 cm.

2) Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama Klien : Tn X
Umur : 30 th
Pendidikan : SMA
Alamat : Ds. Sukamaju Jakarta
Pekerjaan : Sopir
Agama : Islam
2. Riwayat sakit dan kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengeluh saat berhubungan seksual dengan istrinya, rasanya
hanya sekejap dan kadang baru menyentuh organ istri sudah
mengeluarkan air mani.
b. Riwayat penyakit dahulu : Tidak ditemukan

38
c. Riwayat penyakit saat ini : Sejak 2 bulan yang lalu setelah menikah,
klien mengatakan saat berhubungan seksual dengan istrinya, rasanya
hanya sekejap dan kadang baru menyentuh organ istri sudah
mengeluarkan air mani.
d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ditemukan
e. Pengkajian psiko-sosio-spiritual :
Klien merasa cemas dan takut karena tidak dapat membahagiakan
istrinya. Dari sejarah hidupnya ternyata ayah ibunya bercerai waktu dia
umur 6 tahun dan dia ikut ibu. Sesudahnya hidup mereka menderita.
Jiwanya menjadi tegang dan ketegangan jiwanya itu terbawa sampai
dewasa.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pulsasi di kaki biasanya akan dinilai dan refleks saraf yang melibatkan kaki
dan penis atau anus (bagian belakang) juga diuji. Pemeriksaan rektal (foto)
biasanya dilakukan untuk menilai nada otot dubur dan kelenjar prostat.
Tes khusus mungkindapat dilakukan:
a) Tes darah umum
b) Tes urine rutin
c) Pengukuran Hormon
d) Kadar testosteron, prolaktin, FSH (follicle-stimulating hormone), LH
(luteinizing hormone) dan hormon tiroid.
e) Tes khusus lainnya
f) Mengukur waktu interval antara penetrasi dan ejakulasi (waktu latency
ejakulasi intravaginal, IELT) menggunakan stopwatch. Waktu latency
kurang dari 1 menit dianggap sebagai abnormal.
4. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan

DS : Masalah psikologis Perubahan pola


Klien mengatakan seksualitas
malu dan takut karena Jumlah serotonin dalam otak dan
tidak dapat saraf tulang belakang menurun
membahagiakan

39
istrinya. Memodulasi pergantian fungsi
DO: otonom otak dari mode
Klien terlihat cemas parasimpatis menuju mode
TD: 130/ 80 mmHg simpatis
N: 95 x/menit
Fungsi saraf akan mendorong
proses ejakulasi

Perubahan Pola seksualitas


DS : Klien Ketegangan jiwa (stress) Harga diri rendah
mengatakan malu dan berkepanjangan
takut karena
tidak dapat Gangguan fungsi hormonal tubuh
membahagiakan
istrinya. Ejakulasi dini
DO : Klien terlihat
muram, menundukkan gangguan fungsional organ sex
kepala dan sedih
Harga Diri Rendah
DS: Klien mengatakan Serotonin menurun Disfungsi seksual
mengalami ejakulasi
Otak dan fungsi tubuh memasuki
terlalau dini, sebelum
mode simpatik
memuaskan istrinya
DO: Peningkatan Mengaktifasi kontraksi dari leher
serotonin ditemukan kandung kemih, vesika seminalis
saat pemeriksaan dan vas deferens
hormonal
Disungsi seksual

40
3) Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan gangguan biopsiko
seksualitas (cemas).
2. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fungsi seksual.
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan penurunan hasrat seksual.

4) Intervensi Keperawatan
1. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan gangguan
biopsikoseksualitas (cemas).
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan pola
seksualitas kembali normal.
Kriteria hasil : Menyebutkan pengetahuan dan pemahaman tentang
keterbatasan seksualitas
Intervensi Rasional
a. Catat pemikiran pasien/ orang a. Mungkin mereka beranggapan
terdekat yang berpengaruh keterbatasan kondisiakan
bagi pasien mengenai berpengaruh pada fungsi
seksualitas. seksualitas.
b. Berikan suasana terbuka b. Untuk membantu memecahkan
dalam diskusi mengenai masalah yang sedang di hadapi.
seksualitas. c. Untuk mengetahui persepsi klien
c. Evaluasi faktor budaya dan tentang masalah seksual yang
agama / nilai dan konflik yang muncul.
muncul. d. Membantu dalam memecahkan
d. Kolaborasi, rujuk pada ahli masalah dalam hubungan
terapi/ konsultan seks. seksualitas.

2. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fungsi


seksual.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan
menunjukkan gerakan ke arah penerimaan diri dalam situasi.

41
Kriteria Hasil : Pengenalan dan ketidaktepatan perubahan konsep diri
tanpa menegatifkan harga diri, menyusun tujuan yang realistik dan secara
aktif berpartisipasi dalam program terapi.
Intervensi Rasional
a. Dorong pasien untuk a. Memberi kesempatan klien untuk
mengekspresikan perasaan mengungkapkan perasaan terhadap
missal marah, sedih dan masalah yang di alami sehingga pasien
berduka. dapat membuat rencana untuk masa
depan.
b. Yakinkan perasaan / masalah b. Respon negatif yang di arahkan pada
pasangan sehubungan dengan pasien dapat secara aktual menyatakan
aspek seksual,serta member masalah pasangan tentang rasa sedih
informasi dan dukungan. pasien, takut, kesulitan dalam
menghadapi perubahan.
c. Identifikasi perilaku menarik c. Mengidentifikasi tahap kehilangan.
diri, menganggap diri negatif.
d. Kondisi stress dapat memperberat
d. Kaji tingkat stress emosi klien
kondisi gangguan reproduksi yang di
alaminya.
e. Kolaboratif: Farmakologik e. Obat-obatan bisa digunakan untuk
golongan selective serotonin meningkatkan kadar serotonin sehingga
reuptake inhibitors (SSRIs) terjadi peningkatan libido.
class, obat yang biasanya
digunakan di klinik sebagai
antidepressant, misal:
Fluoxetine, Paroxetine, Setraline

3. Disfungsi seksual berhubungan dengan penurunan libido.


Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan tidak
terjadi disfungsi seksual.
Kriteria Hasil :
a. Menyatakan pemahaman perubahan anatomi/fungsi seksual

42
b. Mendiskusikan masalah tentang gambaran diri, peran seksual, hasrat
seksual pasangan dengan orang terdekat
c. Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang di terima dan
beberapa alternatif cara mengekspresikan seksual

Intervensi Rasional
a. Mendengarkan pernyataan pasien/ a. Masalah seksual sering tersembunyi
orang terdekat. sebagai pernyataan humor dan atau
ungkapan yang tabu.
b. Dorong pasien untuk berbagi b. Komunikasi terbuka dapat
pikiran/ masalah dengan teman. mengidentifikasi area penyesuaian/
c. Solusi pemecahan masalah masalah dan meningkatkan diskusi
terhadap masalah potensial, dan resolusi.
contoh menunda koitus seksual c. Membantu pasien kembali pada
saat kelelahan, melanjutkannya hasrat/ kepuasan aktivitas seksual.
dengan ekspresi alternatif.
d. Anjurkan pasangan untuk d. Sesorang dengan gangguan
memperlihatkan penerimaan/ kognitifnya, biasanya tidak
perhatiannya. kehilangan kebutuhan dasarnya pada
pola afektif, rasa cinta, perasaan di
terima dan ekspresi seksual.
e. Kolaborasi, rujuk pada ahli terapi/ e. Membantu dalam memecahkan
konsultan seks masalah dalam hubungan seksualitas

43
BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
Disfungsi seksual adalah ketidakmampuan untuk menikmati secara
penuh hubungan seks yang disebabkan multifaktoral, baik bersifat organik
maupun psikogenik. Pada pria, menurut Master and Johnson, respon seksual
lebih bersifat linier, yaitu exitasi, plateu, orgasme dan resolusi. Salah satu saja
dari keempat respon seksual tersebut mengalami hambatan akan dapat
menimbulkan disfungsi seksual. Macam-macam disfungsi seksual diantaranya
Gangguan Dorongan Sesual (GDS), Ejakulasi Dini, Disfungsi Ereksi,
Disfungsi Orgasme, Dispareunia, dan Peyroni.
Pada kenyataannya tidak mudah untuk mendiagnosa masalah disfungsi
seksual. Diantara yang paling sering terjadi adalah pasien tidak dapat
mengutarakan masalahnya semua kepada dokter, serta perbedaan persepsi
antara pasien dan dokter terhadap apa yang diceritakan pasien. (Philips, 2000)
Masing-masing dari disfungsi seksual memiliki penatalaksanaan
diantaranya pengobatan sesuai dengan etiologi disfungsi seksual, Pengobatan
untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari pengobatan bedah dan
pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex theraphy, obat-obatan, alat
bantu seks, serta pelatihan jasmani).

4.2 Saran
Makalah yang kami buat ini diharapkan dapat memberikan wawasan
kepada mahasiswa keperawatan mengenai Disfungsi seksual, penyebab,
penatalaksanaan dan asuhan keperawatan yang tepat terhadap klien laki-laki
dengan gangguan sistem reproduksi.

44
DAFTAR PUSTAKA

Astutik, Puji. 2006. Beberapa Faktor Pria umur 40 Terkait dengan Status
Disfungsi Ereksi. Semarang: Universitas Diponegoro

Doenges, Marilynn E. 1999. RencanaAsuhankeperawatanEdisi 3. Jakarta: EGC

Engel, Joyce. 2008. Pengkajian Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC.

Gruendemann, Barbara J. 2005. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif Volue 2.


Jakarta: EGC.

Henderson, Christine. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC

Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Internasional: Diagnosa Keperawatan


Definisi dan Kalsifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Juall, Lynda. 2012. Delayed Ejaculation. ADAM Medical Encyclopedia.

Leiblum.,Sandra R. 2010. Treating sexual desire disorders a clinical casebook.


USA. Guilford Press.

Mosby, Sauders et all. 2008. Textbook of gynaecology. India.elsevier


sadock.,Benjamin j. 2004. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Ed.
2. Jakarta: EGC

Pangkahila, Wimpie. 2007. Seks yang Membahagiakan. Jakarta: Kompas.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:


EGC (diakses pada 8 September 2014 pkl 22.00)

Tomb, David A, et al. 2003. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta: EGC

Tobing, Naek L. 2006. Seks Tuntunan Bagi Pria. Jakarta: Gramedia

Wibowo, S & Gofar A. 2007. Disfungsi Ereksi. Yogyakarta: Pustaka Cendekia


Press

45
Pertanyaan dan Jawaban Small Group Discussion
Kelompok 2 tentang Disfungsi Seksual pada Pria

1. Jelaskan perbedaan Ejakulasi dini dan terhambat? Dan normalnya


berapa lama?
Jawab : Menurut International Society for Sexual Medicine, Ejakulasi Dini
adalah disfungsi seksual laki-laki yang ditandai dengan ejakulasi yang selalu
atau hampir selalu terjadi sebelum atau dalam waktu sekitar satu menit setelah
penetrasi vagina, dan ketidakmampuan untuk menunda ejakulasi pada semua
atau hampir semua penetrasi vagina. Sedangkan Ejakulasi Terhambat adalah
suatu keadaan dimana ereksi tetap terjadi, tetapi ejakulasinya tertunda selama
waktu yang cukup panjang.
Ejakulasi dini dapat dibagi menjadi tiga macam berdasarkan tingkat
keparahannya, yaitu:
4. Ejakulasi Dini Tingkat Ringan: yakni bila terjadi ejakulasi setelah
hubungan seksual berlangsung di bawah 2-3 menit.
5. Ejakulasi Dini Tingkat Sedang: yakni bila ejakulasi tiba-tiba terjadi tanpa
bisa dikendalikan sesaat setelah penis masuk ke liang senggama dalam
hanya terjadi beberapa kali gesekan singkat.
6. Ejakulasi Dini Tingkat Berat: yakni ejakulasi langsung terjadi otomatis
saat mr p menyentuh sedikit saja liang senggama wanita bagian luar,
bahkan belum masuk sudah keluar.
Waktu normal ejakulasi adalah sekitar 5-15 menit. Beberapa pria dengan
ejakulasi terhambat membutuhkan waktu untuk stimulasi seksual selama 30
menit atau lebih untuk dapat mencapai orgasme dan ejakulasi.
2. Jelaskan patofisiologi DM sehingga dapat mengakibatkan disfungsi
ereksi?
Jawab : Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit yang paling sering
menyebabkan disfungsi ereksi. Gula darah yang tinggi menyebabkan
neuropati-kerusakan pada ujung-ujung syaraf parasimpatis di penis sehingga
relaksasi pembuluh darah darah arteri belicina di korpus kavernosa tidak
terjadi. Jika pembuluh darah tidak berelaksasi maka tidak ada suplai darah

46
yang mengalir penis untuk proses ereksi pada pria. Makin lama gangguan
diabetes mellitus diderita, ereksi makin berkurang.
3. Apa yang dimaksud terapi seksual pada disfungsi seksual dan bagaimana
intervensi selanjutnya jika terapi seks tidak berhasil?
Jawab : Terapi seksual yaitu cara mengatasi disfungsi seksual yang
memadukan pengobatan biomedis yang psikososial.
a. Melibatkan pasangan wanita sebisa mungkin dalam terapi dan sesi
konseling penting untuk mencapai hasil yang diinginkan.
b. Konseling Psikologis, Jika masalah emosional yang menyebabkan DS,
seorang terapis seks akan memberikan edukasi mengenai masalah emosi
agar tidak mengganggu hubungan seksual.
c. Tetapi bagi mereka yang membutuhkan perawatan yang lebih intensif,
termasuk opsi Terapi penis secara langsung. Misal pada Ejakulasi dini,
Pasangan diminta untuk melakukan terapi seksual, seperti teknik stop-
mulai atau tekan-henti.
d. Modalitas farmakologik yang dapat membantu pria dengan ejakulasi dini
adalah obat dari golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)
class, obat yang biasanya digunakan di klinik sebagai antidepressant.
Obat-obatan untuk meningkatkkan aliran darah pada disfungsi ereksi. Bisa
juga dengan terapi penggantian testosterone, pada pria dengan kadar
testosterone rendah dan hipogonadisme.
4. Bagaimanakah cara kita mendapatkan kepercayaan pasien saat kita
melakukan edukasi pada pasien? Kita tahu, bahwa kita belum pernah
menikah dan mengerti akan kebutuhan seksual?
Jawab : Kita harus berusaha memberikan edukasi kepada pasien sebatas
kemampuan kita, kita tentunya sudah mendapat teori tentang system
reproduksi, misal anatomi fisiologi, cara penatalaksanaan dan pencegahan
akan masalah disfungsi seksual. Ketika kita sudah maksimal, maka kita boleh
untuk meminta bantuan pihak yang lebih kompeten, misalnya dokter ataupun
terapis seks.
5. Jelaskan yang dimaksud dengan terapi penggantian testosterone?

47
Jawab: Terapi penggantian testosteron (testosterone replacement therapy)
adalah pemberian obat pengganti hormon laki-laki baik melalui injeksi pada
kulit setiap hari atau injeksi pada otot setiap dua sampai empat minggu sekali.
Selain injeksi terapi ini juga ada dalam bentuk patch dan gel.
Patch Kulit (transdermal): Androderm adalah patch kulit dikenakan
pada lengan atau tubuh bagian atas atau pada skrotum (kantung yang berisi
testis). Ini diterapkan sekali sehari. Gel: Testosteron diserap secara langsung
melalui kulit ketika memakai gel sekali sehari. Mulut Patch: Striant adalah
tablet yang menempel pada gusi atas, gigi seri bagian atas, Dua kali Terapan
sehari,tablet ini terus menerus melepaskan testosteron ke dalam darah melalui
jaringan mulut. Suntikan dan implan: Testosteron juga bisa disuntikkan
langsung ke dalam otot, atau ditanamkan pada jaringan lunak. Tubuh akan
perlahan-lahan menyerap testosteron ke dalam aliran darah.
6. Bagaimanakah cara membedakan sakit/nyeri dari kanker dan
dispareunia?
Jawab : Dispareunia (Nyeri/sakit saat berhubungan seksual) saja dan tidak
pada aktivitas yang lain. Sedangkan kanker tidak hanya nyeri saat
berhubungan seksual saja, misalnya saat berkemih, saat menstruasi,
beraktivitas atau hal yang lain juga bias dirasakan nyeri.
7. Pada GDS dijelaskan ada obat-obatan yang dapat menjadi penyebab dari
GDS. Obat-obatan yang seperti apa?
Jawab : Pemakaian obat-obatan atau zat tertentu juga bias menyebabkan
gangguan dorongan seksual. Obat-obatan tersebut diantaranya sebagian besar
obat anti-depresi, beberapa obat tekanan darah tinggi, beberapa obat diuretic,
beberapa obat antipsikotik, seperti tioridazin dan mesoridazin, Peminum
alcohol (alcohol abuse). Jika dirasa obat-obatan tersebut yang mempengaruhi
GDS maka segera konsultasi ke tenaga medis yang berkompeten untuk lebih
jelasnya.
8. Pada WOC Ejakulasi dini dijelaskan salah satu etologi yang dapat
menyebabkan Ejakulasi dini adalah masturbasi dan onani? Apakah
masturbasi dan onani mempunyai arti yang berbeda? Jelaskan!

48
Jawab : Masturbasi dan Onani pada makalah yang kami bahas konteksnya
sama karena terjadi pada pria, yaitu perangsangan seksual yang sengaja
dilakukan pada organ kelaminuntuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan.
Namun secara umum, masturbasi memiliki cakupan lebih luas karena bisa
juga terjadi pada wanita.
9. Bagaimana intervensi yang dapat dilakukan jika ada salah satu dari
pasangan suami istri yang fobia terhadap seks? Sehingga dia merasa
enggan untuk diajak untuk melakukan hubungan seks
Jawab : Untuk mengatasi gangguan ini harus diketahui dahulu penyebabnya,
apakah fisik atau psikologis. Misalnya disebabkan masalah psikologis, maka
dapat dilakukan konseling psikologis, pasangan harus saling mengerti dan
mendukung, karena keduanya pasti terlibat dalam hal ini. Untuk mengatasi
Fobia sebaiknya terdapat komunikasi secara jujur dan terbuka antar pasangan.
Jika penyebab fobia sudah diketahui, maka pasien disarankan untuk mencoba
dan mencoba kembali berhubungan seksual kembali dengan cara yang
nyaman bagi kedua belah pihak sampai tercipta kembali hubungan seksual
yang diinginkan kesua belah pihak. Jika diperlukan obat antidepresan atau
anti-anxiety juga disarankan untuk mengatasi depresi atau kecemasan.

49

Vous aimerez peut-être aussi