Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
RHINITIS VASOMOTOR
Pembimbing
Dr. Susilaningrum, SpTHT-KL
Disusun oleh :
Indah Putri Permatasari
Meula Puspitasari Aulia
Qatrin Nada Ramadhani
Vatiana Satyani
DAFTAR ISI.. i
DAFTAR GAMBAR . ii
DAFTAR TABEL .. iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN . 1
I.1 Latar Belakang ... 1
DAFTAR PUSTAKA . 24
DAFTAR GAMBAR
b.
c.
Gambar 1. (a) Rangka hidung tampak ventral & Cartilaginea nasi ; (b) Rangka
hidung tampak lateral ; (c) Septum nasi 2
c) Vaskularisasi:
1) Arteri:
A. lateral nasi cabang dari A. Facialis
A. dorsalis nasi cabang dari A. Opthalmica
A. Infraorbitalis cabang dari A. Maxillaris interna.
2) Vena:
V. facialis
V. opthalmica
d) Inervasi pada nasal dibagi menjadi:
1) Motorik yang mengatur otot-otot hidung yaitu nervus VII (nervus facialis)
2) Sensorik yang mengantarkan rangsangan dari sisi medial dan lateral
hidung.
Bagian medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh
N. infratrochlearis dan N. nasalis externus cabang dari N. opthalmicus.
Sisi lateral hidung dipersarafi oleh N. infraorbitalis cabang dari N.
maxillaris.3,4
a.
b.
Gambar 3. (a) Dinding lateral rongga hidung ; (b) Cavitas nasi 2
Sinus paranasalis terdiri dari sinus frontalis, maxillaris, ethmoidalis, dan
sphenotidalis. Fungsi dari sinus paranasalis adalah untuk meringankan tulang
tengkorak, menambah resonansi suara, dan mengubah ukuran serta bentuk wajah
setelah pubertas.
a) Sinus frontalis bermuara pada anterior meatus nasi medius. Sinus frontalis ini
diperdarahi oleh A. supra orbitalis dan A. ethmoidalis anterior serta dipersarafi
oleh N. supra orbitalis.
b) Sinus ethmoidalis, dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok anterior bermuara
di duktus frontonasalis, kelompok medius bermuara di meatus nasi medius, dan
kelompok posterior bermuara di meatus nasi superior.
c) Sinus ethmoidalis diperdarahi oleh A. Ethmoidalis anterior dan posterior dan
A. sphenopalatina serta dipersarafi oleh N. ethmoidalis anterior dan posterior
dan cabang orbital ganglion pterygopalatinum.
d) Sinus sphenoidalis, bermuara ke dalam recessus spheno-ethmoidalis. Sinus ini
diperdarahi oleh A. ethmoidalis posterior dan cabang faringeal A. maxillaris
interna serta dipersarafi oleh N. ethmoidalis posterior dan cabang orbital
ganglion pterygopalatinum.
e) Sinus maxillaris yang bermuara di bagian terendah hiatus semilunaris. Daerah
ini diperdarahi oleh A. facialis, A. palatina mayor, A. infraorbitalis, dan A.
alveolaris superior anterior dan posterior serta dipersarafi oleh N. infraorbitalis
dan N. alveolaris superior anterior, medius, dan posterior.3
II.3.2 Patogenesis
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi
dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf
simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis
vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan
kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem
simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya
dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas
kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.6,8
Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari sel-
sel seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin,
prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak
hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi
juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi
hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai
oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi. 6,9
Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rinitis
vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang
spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara,
perfume, asap rokok, polusi udara dan stress (emosi atau fisik). 6,7
II.3.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya
rhinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal, dan akibat obat. Anamnesis dilakukan
untuk mencari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala.6,7
a. Anamnesis
Anamnesis juga mencari faktor yang mempengaruhi keseimbangan
vasomotor dan menyingkirkan kemungkinan rhinitis alergi. Biasanya
penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan
dimulai pada usia dewasa. Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala
sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi tidak mempunyai
keluhan apabila tidak terpapar. 7
b. Pemeriksaan Fisik
Pada rhinitis vasomotor, pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah
pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior.6,7
I. Rhinoskopi anterior
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, tampak gambaran yang khas
berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau
merah tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan
rhinitis alergi. Permukaan konka lebih licin atau berbenjol-benjol
(hipertrofi). Sekret mukoid yang sedikit dapat ditemukan di dalam
rongga hidung. Pada golongan rinore sekret yang ditemukan adalah
serosa dan banyak jumlahnya. 6,7
Gambar 6. Rhinoskopi Anterior Rhinitis Non-alergi
II. Rhinoskopi posterior
Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip.7
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
rhinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test
RAST, serta kadar IgE total dalam batas normal. Kadang-kadang ditemukan
juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit.
Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam
sekret. Pemeriksaan radiologi sinus memperlihatkan mukosa yang edema
dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah
terlibat. 6,7
Tabel 1. Diagnosis Rhinitis Vasomotor7
Riwayat Penyakit
Tidak berhubungan
dengan musim
Tidak ada riwayat
keluarga
Tidak ada riwayat
alergi saat masih
anak-anak
Gejala timbul setelah
dewasa
Keluhan gatal dan
bersin tidak ada
Pemeriksaan THT Struktur hidung
normal, tidak ada
deviasi
Tanda-tanda infeksi
tidak ada
Adanya
pembengkakan
mukosa
Adanya hipertrofi
konka inferior
Radiologi X-ray / CT Tidak ada bukti
Scan keterlibatan sinus
Adanya penebalan
mukosa
Bakteriologi Tidak ada infeksi
bakteri yang
ditemukan
Tes alergi IgE total Normal
Prick Test Negatif atau positif lemah
RAST Negatif atau positif lemah
II.3.8 Prognosis
III.1 Kesimpulan
Rhinitis vasomotor adalah suatu inflamasi pada mukosa hidung yang bukan
merupakan proses alergi, non infeksius dan menyebabkan terjadinya obstruksi
hidung dan rhinorea. Etiologinya dipercaya sebagai akibat ketidakseimbangan saraf
otonom pada mukosa hidung sehingga terjadi pelebaran dan pembengkakan
pembuluh darah di hidung.
Rhinitis vasomotor sering ditemukan pada usia > 20 tahun dan insidensi
tertinggi pada perempuan. Diagnosa rhinitis vasomotor ditegakkan berdasarkan
gejala klinis dan hasil pemeriksaan skin test. Rhinitis vasomotor mempunyai hasil
skin test yang (-) dan test allergen yang (-).
Rhinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular
mukosa hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang
kadang dijumpai adanya bersin-bersin. Rhinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis
karena gejala klinisnya yang mirip dengan rhinitis alergi, sehingga sangat
diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan
kemungkinan rhinitis lainnya terutama rhinitis alergi dan mencari faktor pencetus
yang memicu terjadinya gangguan vasomotor. Penatalaksanaan dapat dilakukan
secara konservatif dan apabila gagal dapat
dilakukan tindakan operatif.
DAFTAR PUSTAKA