Vous êtes sur la page 1sur 28

REFERAT

RHINITIS VASOMOTOR

Pembimbing
Dr. Susilaningrum, SpTHT-KL

Disusun oleh :
Indah Putri Permatasari
Meula Puspitasari Aulia
Qatrin Nada Ramadhani
Vatiana Satyani

Departemen Telinga Hidung Tenggorokan


Kepaniteraan Klinik Periode 08 Agustus 10 September 2016
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Jakarta
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.. i
DAFTAR GAMBAR . ii
DAFTAR TABEL .. iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN . 1
I.1 Latar Belakang ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 3


II.1 Anatomi Hidung ... 3
II.2 Fisiologi Hidung 8
II.3 Rhinitis Vasomotor 10

BAB III KESIMPULAN .. 23

DAFTAR PUSTAKA . 24
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Rangka Hidung dan Septum Nasi .... 4


Gambar 2 Vaskularisasi Rongga Hidung . 6
Gambar 3 Cavitas Nasi ..... 7
Gambar 4 Sinus Paranasal ........ 8
Gambar 5 Nervus Olfaktorius.... 10
Gambar 6 Rhinoskopi Anterior Rhinitis Non-alergi . 15
Gambar 7 Rhinoskopi Anterior Rhinitis Alergi 17
Gambar 8 Mukosa Konka Rhinitis Hipertrofi ... 18
Gambar 9 Algoritma Tatalaksana Rhinitis Vasomotor . 20
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Diagnosis Rhinitis Vasomotor 16


Tabel 2 Perbedaan Rhinitis Alergi dan Vasomotor .. 17
Tabel 3 Terapi Operatif Rhinitis Vasomotor 21
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Rhinitis merupakan suatu kondisi inflamasi yang melibatkan mukosa
hidung. Gejala-gejala rhinitis meliputi sumbatan pada hidung, hiper irratabilitas dan
hipersekresi. Rhinitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya alergi dan
non-alergi. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan
oleh reaksi alergi. Rhinitis non-alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang
disebabkan selain karena reaksi alergi, seperti karena infeksi, medikamentosa,
perubahan hormonal, maupun disfungsi sistem otonom hidung.
Manifestasi klinis rhinitis alergi dengan rhinitis non-alergi sering sulit untuk
dibedakan. Hasil pemeriksaan sensitivitas yang diperantarai IgE terhadap
aeroallergen penting dalam menegakkan diagnosa antara rhinitis alergi dengan
rhinitis non-allergi.
Rhinitis vasomotor merupakan salah satu rhinitis non-alergi dan non-
infeksi. Pada rhinitis vasomotor terdapat gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung
yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Gangguan pada
mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi
kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik terjadi pada
rhinitis vasomotor.
Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20 tahun,
sedangkan pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun dan
terbanyak diderita oleh perempuan. Berdasarkan epidemiologinya, kurang lebih 58
juta penduduk amerika menderita rinitis alergika, 19 juta menderita rinitis non-
alergika dan 26 juta menderita rinitis tipe campuran.
Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi
sehingga sulit untuk dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung
tersumbat, ingus yang banyak dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang.
Adanya kemiripan gejala antara rhinitis vasomotor dan rhinitis alergika
menyebabkan dokter umum sebagai primary care sering tidak tepat dalam
menegakkan diagnosa. Pada rhinitis vasomotor tidak ditemukan adanya skin tes
yang (+) dan tes allergen yang (+). Sedangkan yang alergik murni mempunyai skin
tes yang (+) dan allergen yang jelas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Hidung


II.1.1 Hidung
Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernapasan dan
indera penciuman. Septum nasi membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan
rongga nasal. Terdapat lubang hidung sebagai tempat masuk udara yaitu nares
anterior (lubang hidung depan) dan nares posterior (lubang hidung belakang).
Sementara kulit luar dipalisi oleh epitel berlapis gepeng bertanduk bersama dengan
kelenjar keringat dan kelenjar sebasea.1
Nasal di bagian eksternal berbentuk piramid dan tersusun dari rangka hidung
serta cuping hidung. Cuping hidung tersusun dari jaringan ikat sedangkan rangka
hidung terbagi lagi menjadi bagian yang terdiri dari tulang keras dan bagian yang
terdiri dari tulang rawan.
a) Bagian yang terdiri dari tulang keras terdapat:
1) Os nasale
2) Processus frontalis os maxillaris
3) Bagian nasal os frontalis
b) Bagian yang terdiri dari tulang rawan terdapat:
1) Cartilago septal nasi yang memisahkan nares nasi dextra dan sinistra
2) Cartilago nasi lateralis
3) Cartilago ala nasi mayor dan minor
Selain tulang, hidung eksternal juga dibungkus oleh dua otot yaitu M. nasalis
dan M. depressor septi nasi. Untuk bagian septum nasi, selain dibentuk oleh
cartilago septal nasi, juga dibentuk oleh os vomer dan lamina perpendicular ossis
ethmoidalis.
a.

b.

c.
Gambar 1. (a) Rangka hidung tampak ventral & Cartilaginea nasi ; (b) Rangka
hidung tampak lateral ; (c) Septum nasi 2
c) Vaskularisasi:
1) Arteri:
A. lateral nasi cabang dari A. Facialis
A. dorsalis nasi cabang dari A. Opthalmica
A. Infraorbitalis cabang dari A. Maxillaris interna.
2) Vena:
V. facialis
V. opthalmica
d) Inervasi pada nasal dibagi menjadi:
1) Motorik yang mengatur otot-otot hidung yaitu nervus VII (nervus facialis)
2) Sensorik yang mengantarkan rangsangan dari sisi medial dan lateral
hidung.
Bagian medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh
N. infratrochlearis dan N. nasalis externus cabang dari N. opthalmicus.
Sisi lateral hidung dipersarafi oleh N. infraorbitalis cabang dari N.
maxillaris.3,4

II.1.2 Rongga Hidung


Rongga hidung kiri dan kanan terdiri atas dua struktur: vestibulum di luar dan
rongga hidung (fossa nasalis) di dalam. Vestibulum adalah bagian paling anterior
dan paling lebar di setiap rongga hidung. Kulit hidung memasuki nares yang
berlanjut ke dalam vestibulum dan memiliki kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan
vibrissae yang menyaring partikel-partikel besar dari udara inspirasi. Di dalam
vesibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan akan beralih menjadi epitel
respiratorik sebelum memasuki fossa nasalis. Rongga hidung berada di dalam
tengkorak yang dipisahkan oleh septum nasi oseosa. Dari setiap dinding lateral,
terdapat tiga tonjolan bertulang disebut conchae. Conchae terdiri atas conchae
nasalis superior, medius, inferior dimana meatus nasi superior, medius, inferior
merupakan jalan udara rongga nasal yang terletak dibawah conchae. Di dalam
lamina propia conchae terdapat pleksus venosus yang dikenal sebagai badan
pengembang (swell bodies) yang berperan untuk menghangatkan udara, juga
terdapat glandula nasalis yang sekretnya berfungsi untuk melembabkan udara. 5
a) Atap rongga hidung dibagi menjadi 3 regio yaitu
1) Regio sphenoidalis yang membatasi rongga hidung dengan fossa
pterygoplaatina melalui foramen pterygopalatum
2) Regio ethmoidalis yang membatasi rongga hidung dengan fossa cranialis
anterior melalui lamina cribosa
3) Regio fronto nasale yang membatasi rongga hidung dengan orbita melalui
foramen ethmoidalis anterior dan posterior serta ductus nasolacrimalis
b) Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh:
1) Processus palatinus ossis maxilla
2) Lamina horizontalis ossis palatum
c) Vaskularisasi :
1) Arteri:
Ethmoidalis anterior dan posterior
Cabang dari A. sphenopalatina, yaitu A. maxillaris interna, A. palatinus
mayor, dan A. labialis superior.
2) Vena:
Berawal dari plexus cavernosis lalu ke V. sphenopalatina, V. facialis, dan
V. ethmoidalis anterior yang kemudian berujung pada V. Opthalmica

Gambar 2. Vaskularisasi Rongga Hidung


d) Inervasi :
1) N. olfaktorius
2) N. trigeminus
3) N. ethmoidalis anterior
4) N. infraorbitalis
5) N. canalis pterygoideus (n. vidianus)
e) Dinding lateral rongga hidung terdapat 3 elevasi yaitu:
1) Konka nasalis superior
2) Konka nasalis medius
3) Konka nasalis inferior
f) Terdapat tiga lekukan yaitu:
1) Meatus nasi superior
2) Meatus nasi medius
3) Meatus nasi inferior
Pada masing-masing konka terdapat suatu struktur bangunan yang merupakan
muara dari sinus-sinus paranasalis.3

a.

b.
Gambar 3. (a) Dinding lateral rongga hidung ; (b) Cavitas nasi 2
Sinus paranasalis terdiri dari sinus frontalis, maxillaris, ethmoidalis, dan
sphenotidalis. Fungsi dari sinus paranasalis adalah untuk meringankan tulang
tengkorak, menambah resonansi suara, dan mengubah ukuran serta bentuk wajah
setelah pubertas.
a) Sinus frontalis bermuara pada anterior meatus nasi medius. Sinus frontalis ini
diperdarahi oleh A. supra orbitalis dan A. ethmoidalis anterior serta dipersarafi
oleh N. supra orbitalis.
b) Sinus ethmoidalis, dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok anterior bermuara
di duktus frontonasalis, kelompok medius bermuara di meatus nasi medius, dan
kelompok posterior bermuara di meatus nasi superior.
c) Sinus ethmoidalis diperdarahi oleh A. Ethmoidalis anterior dan posterior dan
A. sphenopalatina serta dipersarafi oleh N. ethmoidalis anterior dan posterior
dan cabang orbital ganglion pterygopalatinum.
d) Sinus sphenoidalis, bermuara ke dalam recessus spheno-ethmoidalis. Sinus ini
diperdarahi oleh A. ethmoidalis posterior dan cabang faringeal A. maxillaris
interna serta dipersarafi oleh N. ethmoidalis posterior dan cabang orbital
ganglion pterygopalatinum.
e) Sinus maxillaris yang bermuara di bagian terendah hiatus semilunaris. Daerah
ini diperdarahi oleh A. facialis, A. palatina mayor, A. infraorbitalis, dan A.
alveolaris superior anterior dan posterior serta dipersarafi oleh N. infraorbitalis
dan N. alveolaris superior anterior, medius, dan posterior.3

Gambar 4. Sinus Paranasal

II. 2 Fisiologi Hidung


Fungsi fisiologis hdung dan sinus paranasal adalah:
a) Fungsi respirasi
Untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara, humidifikasi,
penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal.
Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares
anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah
ke arah nasofaring. Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh
palut lendir.
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 derajat Celcius.
Fungsi pengatur suhu dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di
bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.
Partikel debu, virus, bakteri, dan jamur yang terhirup bersama udara akan
disaring di hidung oleh: rambut pada vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu
dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar
akan dikeluarkan dengan refleks bersin.6
b) Fungsi penghidu
Membran mukosa olfaktorius mengandung sel-sel yang berasal dari serabut
saraf olfaktorius yang dilapisi neuroepitelium (Gambar 5). Bagian basal sel ini
tipis dan berjalan ke atas untuk membentuk pleksus, serabut saraf tidak
bermielin yang mangandung lebih kurang 20 serabut saraf. Serabut saraf ini
menembus lamina kribiformis dan menuju ke bulbus olfaktorius pada setiap
sisi simpel galli.
Stimulus penghidu akan diterima oleh mukosa olfaktorius dan reservoir
udara. Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan
adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga bagian atas septum.
Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut
lendir atau bila menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung untuk membantu
indra pengecap adalah untuk membedakan rasa manis yang berasal dari
berbagai macam bahan. 6
Gambar 5. Nervus Olfaktorius
c) Fungsi fonetik
Untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran suara
sendiri melalui konduksi tulang. Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas
suara ketika berbicara dan menyanyi. Hidung membantu proses pembentukan
kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum mole. 6
d) Fungsi statik dan mekanik
Untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung
panas. 6
e) Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan
menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan
menyebabkan sekresi kelenjar air liur, lambung dan pankreas. 6

II.3 Rhinitis Vasomotor


Rhinitis merupakan suatu peradangan dari mukosa hidung dan ditandai
dengan gejala seperti; hidung tersumbat, keluar cairan dari hidung (rhinorrhea),
bersin-bersing, dan rasa gatal pada hidung. Rhintis dapat disebabkan karena alergi,
infeksi dan non-alergi. 7
Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan
antara interaksi antibodi dengan antigen atau substansi di lingkungan yang
menyebabkan peningkatan kepekaan. Rhinitis infeksi merupakan peradangan
mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. 7
Rhinitis vasomotor merupakan suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis
tanpa adanya infeksi, alergi, eosinophilia, perubahan hormonal (kehamilan,
hipertiroid), dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin,
klopromazin dan obat topical hidung dekongestan).6
Rhinitis vasomotor merupakan rhinitis non-alergi jika tidak terdapat alergi
spesifik yang dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan alergi yang sesuai seperti tes
cukit kulit, kadar antibody IgE spesifik serum. Rhinitis vasomotor juga disebut
vasomotor catarrj, vasomotor rinorhea, nasal vasomotor instability atau non-
allergic perennial rhinitis.6
Pasien rhinitis yang sudah di evaluasi di USA, 43% (58 juta orang)
mempunyai penyakit alergi, 23% (19 juta orang) mempunyai penyakit yang non-
alergi, dan 34% (26 orang) mempunyai rhinitis campuran. Tujuh puluh persen dari
pasien rhinitis alergi pada pasien anak-anak, sedangkan pasien rhinitis non-alergi
70% kebanyakan pasien dewasa. Kurang lebih dua pertiga non-alergi pasien
mempunyai rhinitis vasomotor. Pada rhinitis non-alergi perempuan lebih banyak
dibanding dengan laki-laki.7

II.3.1 Etiologi Rhinitis Vasomotor


Etiologi dan patofisiologi rhinitis vasomotor belum diketahui secara pasti.
Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menerangkan etiologi & patofisiologi
rhinitis vasomotor, diantaranya ;
a. Neurogenik (disfungsi sistem otonom).
Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2,
menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian kelenjar.
Serabut simpatis melepaskan ko-transmiter noradrenalin dan neuropeptida
Y yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tonus
simpatis ini berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya
peningkatan tahapan rongga hidung yang bergantian setiap 2-4 jam.
Keadaan ini disebut sebagai siklus nasi. Serabut saraf parasimpatis berasal
nukleus salivatori superior menuju ganglion sfenopalatina dan membentuk
n.vidianus, kemudian menginervasi pembuluh darah dan terutama kelenjar
eksokrin. Pada rangsangan akan terjadi pelepasan ko-transmitter asetilkolin
dan vasoaktif intestinal peptida yang menyebabkan peningkatan sekresi
hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti hidung.6
b. Neuropeptida.
Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh
meningkatnya rangsangan terhadap saraf sensori serabut C di hidung.
Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan
peningkatan pelepasan neuropeptida seperti substansi P dan calcitonin gen-
related protein yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler dan
sekresi kelenjar. Keadaan ini menerangkan terjadinya peningkatan respin
pada hiper-reaktifitas hidung.6
c. Nitrit oksida.
Kadar nitrit oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga
rangsangan non-spesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub-epitel.
Akibatnya terjadi peningkatan reaktifitas serabut trigeminal dan recruitment
refleks vaskuler dan kelenjar mukosa hidung.6
d. Trauma.
Rhinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari
trauma hidung melalui mekanisme neurogenik dan/atau neuropeptida.6
Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor antara lain ;
1) Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti
ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor
topikal.
2) Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara
yang tinggi dan bau yang merangsang.
3) Faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti
hamil dan hipotiroidisme.
4) Faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue. 6

II.3.2 Patogenesis
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi
dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf
simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis
vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan
kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem
simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya
dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas
kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.6,8
Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari sel-
sel seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin,
prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak
hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi
juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi
hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai
oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi. 6,9
Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rinitis
vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang
spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara,
perfume, asap rokok, polusi udara dan stress (emosi atau fisik). 6,7

II.3.3 Gejala Klinis


Pada rhinitis vasomotor, gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan
non-spesifik, seperti asap/rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman
beralkohol, makanan pedas, udara dingin, pendingin dan pemanas ruangan,
perubahan kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan, dan stress/emosi. 6,7
Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan rhinitis alergi, namun
gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian kanan dan kiri,
tergantung pada posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid atau serosa.
Keluhan ini jarang disertai dengan gejala mata.6
Gejala dapat memburuk dipagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya
perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan
sebagainya. Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3
golongan, yaitu 1) golongan bersin (sneezers), gejala biasanya member respon baik
terhadap antihistamin dan glukokortikosteroid topikal; 2) golongan rinore
(runners), gejala dapat diatasi dengan pemberian anti kolinergik topikal; 3)
golongan tersumbat (blockers), kongesti umumnya memberikan respon yang baik
dengan terapi glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor oral. 6,7
Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan
rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rhinitis alergi, perlu
anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.7

II.3.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya
rhinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal, dan akibat obat. Anamnesis dilakukan
untuk mencari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala.6,7
a. Anamnesis
Anamnesis juga mencari faktor yang mempengaruhi keseimbangan
vasomotor dan menyingkirkan kemungkinan rhinitis alergi. Biasanya
penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan
dimulai pada usia dewasa. Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala
sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi tidak mempunyai
keluhan apabila tidak terpapar. 7
b. Pemeriksaan Fisik
Pada rhinitis vasomotor, pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah
pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior.6,7
I. Rhinoskopi anterior
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, tampak gambaran yang khas
berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau
merah tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan
rhinitis alergi. Permukaan konka lebih licin atau berbenjol-benjol
(hipertrofi). Sekret mukoid yang sedikit dapat ditemukan di dalam
rongga hidung. Pada golongan rinore sekret yang ditemukan adalah
serosa dan banyak jumlahnya. 6,7
Gambar 6. Rhinoskopi Anterior Rhinitis Non-alergi
II. Rhinoskopi posterior
Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip.7
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
rhinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test
RAST, serta kadar IgE total dalam batas normal. Kadang-kadang ditemukan
juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit.
Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam
sekret. Pemeriksaan radiologi sinus memperlihatkan mukosa yang edema
dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah
terlibat. 6,7
Tabel 1. Diagnosis Rhinitis Vasomotor7
Riwayat Penyakit
Tidak berhubungan
dengan musim
Tidak ada riwayat
keluarga
Tidak ada riwayat
alergi saat masih
anak-anak
Gejala timbul setelah
dewasa
Keluhan gatal dan
bersin tidak ada
Pemeriksaan THT Struktur hidung
normal, tidak ada
deviasi
Tanda-tanda infeksi
tidak ada
Adanya
pembengkakan
mukosa
Adanya hipertrofi
konka inferior
Radiologi X-ray / CT Tidak ada bukti
Scan keterlibatan sinus
Adanya penebalan
mukosa
Bakteriologi Tidak ada infeksi
bakteri yang
ditemukan
Tes alergi IgE total Normal
Prick Test Negatif atau positif lemah
RAST Negatif atau positif lemah

II.3.5 Diagnosis Banding


a. Rhinitis Alergi
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang
sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika anterior.
Gambar 7. Rhinoskopi Anterior Rhinitis Alergi
Pemeriksaan rhinoskopi anterior akan tampak mukosa edem, basah, warna
pucat atau livid disertai adanya sekret terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut. Rhinitis alergi menurut ARIA 2011 adalah
kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore encer, rasa gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai
oleh IgE.10
Tabel 2. Perbedaan Rhinitis Alergi dan Vasomotor7
Rhinitis Alergi Rhinitis Vasomotor
Mulai Serangan Usia belasan tahun, Onset pada usia
Riwayat terpapar dekade ke 3-4
allergen (+)
Etiologi Reaksi Ag-Ab Riwayat terpapar
terhadap rangsangan allergen (-)
spesifik
Gatal & Bersin Menonjol Reaksi neurovaskuler
terhadap beberapa
rangsangan mekanis
atau kimia, juga faktor
psikologis
Gatal di Mata Sering dijumpai Tidak menonjol
Test Kulit Positif Negatif
Sekret Hidung Peningkatan eosinofil Tidak ada eosinofil
dalam sekret dalam sekret hidung
Eosinofil Darah Meningkat Normal
IgE darah Meningkat Tidak meningkat
b. Rhinitis Virus
Rhinitis virus (rhinitis simplek) merupakan penyakit virus yang paling
sering ditemukan pada manusia. Sering disebut juga sebagai selesma, flu
atau common cold. Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling
penting adalah rhinovirus, yang lainnya adalah myxovirus, coxsackie dan
virus ECHO. Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai
akibat tidak adanya kekebalan, atau menurunnya daya tahan tubuh. Pada
stadium prodormal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas,
kering dan gatal dalam hidung, kemudian akan timbul bersin berulang-
ulang, hidung tersumbat dan ingus encer, yang biasanya disertai demam dan
nyeri kepala. Mukosa hidung tampak merah dan membengkak dan bila
terjadi infeksi sekunder sekret menjadi mukopurulen.6,11
c. Rhinitis Hipertrofi
Rhinitis hipertrofi didapatkan perubahan mukosa hidung pada konka
inferior. Konka inferior mengalami hipertrofi karena proses inflamasi
kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri primer atau sekunder. Konka
inferior dapat juga mengalami hipertrofi tanpa terjadi infeksi bakteri, seperti
pada keadaan lanjutan dari rhinitis alergi dan rhinitis vasomotor.6

Gambar 8. Mukosa Konka Inferior Pada Rhinitis Hipertrofi

II.3.6 Tata Laksana


Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor
penyebab dan gejala yang menonjol. Penatalaksanaan rhinitis vasomotor terbagi
menjadi ;
1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :
Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi
keluhan hidung tersumbat. Contohnya : Pseudoephedrine dan
Phenylpropanolamine ( oral ) serta Phenylephrine dan Oxymetazoline (
semprot hidung ).
Anti histamin : untuk golongan rinore.
Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan
bersin-bersin dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh
mediator vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2
minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal :
Budesonide, Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone
Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan
utamanya. Contoh : Ipratropium bromide (nasal spray).6,7
Gambar 9. Algoritma Tata Laksana Rhinitis Vasomotor
3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :
Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau
triklorasetat pekat ( chemical cautery ) maupun secara elektrik (lectrical
cautery).
Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the inferior
turbinate )
Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )
Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection) -
Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )
Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan
pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan
hasil. Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keluhan rinore yang
hebat. Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup
tinggi dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi. 6,7

Tabel 3. Terapi Operatif Rhinitis Vasomotor7

Gejala Klinik Jenis Terapi Prosedur


Obstruksi Hidung Reduksi Konka Kauterisasi
konka
(chemical atau
electrical)
Diatermi sub
mukosa
Bedah baku
(crysurgery)
Reseksi Konka Turbinektomi
parsial atau
total
Turbinektomi
dengan laser
Rinore Vidian neurectomy Eksisi nervus
vidianus
Diatermi nervus
vidianus
II.3.7 Komplikasi

Tidak ada komplikasi yang berbahaya dari rinitis vasomotor, komplikasi


yang mungkin terjadi hanyalah seperti infeksi pada hidung yang menyebabkan
sekret mukopurulen, dan juga dapat memberikan manifestasi kelainan di mata
walaupun jarang dijumpai. Komplikasi yang lebih mungkin terjadi adalah dari
terapi neurektomi, yang dapat menimbulkan sinusitis, diplopia, buta, gangguan
lakrimasi, neuralgia atau anestesis infraorbita dan palatum.7

II.3.8 Prognosis

Prognosis pengobatan rinitis vasomotor golongan obstruksi lebih baik


daripada golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis
alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan
diagnosisnya. Secara umum prognosis baik karena tidak menimbulkan kelainan
yang berbahaya, hanya membuat rasa tidak nyaman, namun tanpa tindakan
pembedahan, penyakit ini tidak dapat benar-benar hilang/sembuh.7
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Rhinitis vasomotor adalah suatu inflamasi pada mukosa hidung yang bukan
merupakan proses alergi, non infeksius dan menyebabkan terjadinya obstruksi
hidung dan rhinorea. Etiologinya dipercaya sebagai akibat ketidakseimbangan saraf
otonom pada mukosa hidung sehingga terjadi pelebaran dan pembengkakan
pembuluh darah di hidung.
Rhinitis vasomotor sering ditemukan pada usia > 20 tahun dan insidensi
tertinggi pada perempuan. Diagnosa rhinitis vasomotor ditegakkan berdasarkan
gejala klinis dan hasil pemeriksaan skin test. Rhinitis vasomotor mempunyai hasil
skin test yang (-) dan test allergen yang (-).
Rhinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular
mukosa hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang
kadang dijumpai adanya bersin-bersin. Rhinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis
karena gejala klinisnya yang mirip dengan rhinitis alergi, sehingga sangat
diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan
kemungkinan rhinitis lainnya terutama rhinitis alergi dan mencari faktor pencetus
yang memicu terjadinya gangguan vasomotor. Penatalaksanaan dapat dilakukan
secara konservatif dan apabila gagal dapat
dilakukan tindakan operatif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC; 2004.h.266-77.
2. Putz, R &R.Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2003.
3. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: FKUI; 2007.h.2-98.
4. Netter FH. Atlas of human anatomy. London: Saunders; 2010.h.55-136.
5. Mescher AL. Sistem pernafasan. in: Mescher AL. Histologi dasar Junqueira.
12thed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.292-9.
6. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Sumbatan hidung, dalam: Buku
Ajar Imu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2014.h.100
7. Rambe, AYM, dalam : Rinitis Vasomotor. Sumatera Utara: Universitas
Sumatera Utara; 2003.h.1-10. Didapat dari:
https://library.usu.ac.id/download/fk/tht-andrina.pdf
8. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB,Ed.
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Philadelphia: Lippincott Comp,
1993.p. 269 87.
9. Wainwright M, Gombako LA. Vasomotor Rhinitis. Diunduh dari
http://www.medschool.lsuhsc.edu/otor/Vasorhi.html. 22 Agustus 2016
10. Herawati S, Rukmini S. Ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Jakarta: EGC;
2005. h.36.
11. Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A Pocket
Reference. 2nd ed. New York : Thieme Medical Publishers Inc, 1994. p. 210-3.

Vous aimerez peut-être aussi