Vous êtes sur la page 1sur 9

ANALISIS FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KASUS GIZI BURUK PADA BALITA

Budi Faisol Wahyudi, Sriyono, Retno Indarwati

Korespondensi:
Budi Faisol Wahyudi, d/a: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Kampus C Jl. Mulyorejo Surabaya, Telp. 031 5913754
E-mail: venom.nyasar@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of this research was to describe the factors related to cases of malnutrition on toddlers at Sampang 2014. The
research is descriptive research that uses cross sectional approach. Population research totaling 21 mothers who have
toddlers malnutrition. Factors that are examined is mothers education level, mothers occupation, history of low birth
weight, family income, mothers knowledge of nutrition, and infectious diseases, exclusive breastfeeding status and
immunization status. Data analysis using a technique descriptive analysis manually (frequency distribution and percentage
). The results showed more than half the number of the respondents have low education levels 64,8%, more than half the
number of the respondents not working 58,8%, a small percentage of the respondents have a good knowledge about
nutrition 23.5%, the majority of respondents have an income less 88,2%, most of those born with the condition normal
88,2%, Most toddlers are exposed to infectious diseases 76.5%, more than half the number of babies given breastfeeding
exclusively 58,8%, most toddlers have the immunization status of 76.5%, more than half the number of toddlers begin to get
its nutrition value status improved 64,7%. Family income less, history of infectious diseases, low levels of education and
mothers who do not work are factors of risk have the largest distribution on this research. Health promotion about nutrition
can be used to increase knowledge as well as the necessity of evaluating the toddler's mother at least once a month to see
the effectiveness of the actions and programs that are already done.

Key words: education, occupation, low birth, nutrition, toddlers

PENDAHULUAN Di Indonesia jumlah kasus gizi buruk pada tahun


Pembangunan kesehatan adalah upaya yang 2012 sebanyak 42.702 kasus kurang lebih
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang mengalami penurunan sebesar 14%, namun dalam
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan beberapa tahun terakhir penurunannya sangat landai
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Berdasarkan
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang PSG (Pemantauan Status Gizi) tahun 2012 untuk
setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat Provinsi Jawa Timur, angka gizi buruk pada balita
dapat dilihat dari berbagai faktor yang meliputi berdasarkan BB/U (Berat Badan Dibandingkan
indikator umur harapan hidup, angka kematian, Dengan Umur) sebesar 2,35% (Dinas Kesehatan
angka kesakitan dan status gizi masyarakat (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2013). Di Kabupaten
Kabupaten Sampang, 2012) Sampang prevalensi gizi buruk dalam tiga tahun
terakhir cukup tinggi dan mengalami kestabilan
Salah satu cara untuk meningkatkan derajat yakni 100 balita pada tahun 2011, 157 pada tahun
kesehatan yaitu dengan memperbaiki status gizi 2012 dan 140 balita pada tahun 2013. Kabupaten
masyarakat terlebih pada balita. Balita termasuk Sampang termasuk dalam lima Kabupaten yang
kelompok paling rentan terhadap masalah gizi jika memiliki jumlah kasus gizi buruk tertinggi di
ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, Provinsi Jawa Timur (Dinkes Kabupaten Sampang,
sedangkan pada masa ini mereka mengalami siklus 2012; Dinkes Jatim, 2013; Dinas Kesehatan
pertumbuhan dan perkembangan yang relatif pesat. Kabupaten Sampang, 2013).
Akibat dari kurang gizi ini kerentanan terhadap
penyakit-penyakit infeksi terlebih pada kasus gizi Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten
buruk, gizi buruk seperti fenomena gunung es Sampang pada tahun 2013 dari 140 jumlah gizi
dimana kejadian gizi buruk dapat menyebabkan buruk pada balita di Kabupaten Sampang, dan
kematian (Notoatmodjo, 2003; Sediaoetama, 2000). Kecamatan Sampang merupakan daerah dengan
kasus gizi buruk terbanyak yakni sebesar 31 balita.

Jurnal Pediomaternal 83 Vol. 3 No. 1 Oktober 2014-April 2015


(Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang, 2013). pemantauan status gizi, melakukan surveilans gizi,
Puskesmas Banyuanyar dan Puskesmas Kemuning tiga tindakan pendampingan gizi buruk dan
adalah dua Puskesmas yang merupakan tempat peningkatan pertemuan tingkat sektor. Di
pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama di Puskesmas Banyuanyar dan Kemuning sendiri
Kecamatan Sampang. Gizi buruk di wilayah kerja dalam menangani kasus gizi buruk di wilayah
Puskesmas Banyuanyar pada tahun 2013 terjadi kerjanya menggunakan beberapa program pilihan
peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan yang telah dijalankan dalam beberapa tahun ini,
dengan tahun sebelumnya yakni dari 15 kasus program-program tersebut yakni Pemberian
menjadi 20 kasus gizi buruk. (Dinkes Kabupaten Makanan Tambahan (PMT) pemulihan pada balita
Sampang, 2012; Dinas Kesehatan Kabupaten gizi buruk, penyuluhan keluarga sadar gizi dan
Sampang, 2013; Puskesmas Banyuanyar, 2014). pelaksanaan pos gizi (Dinas Kesehatan Kabupaten
Sampang 2013; Puskesmas Banyuanyar, 2014).
Faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk
diantaranya adalah status sosial ekonomi, Kejadian peningkatan yang terjadi dari tahun 2012
ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik ke tahun 2013 yang cukup signifikan serta kasus
untuk anak dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) gizi buruk pada bulan Mei tahun 2014 saja sudah
(Anwar, 2005). Selain itu hasil penelitian yang mencapai 21 kasus gizi buruk, sehingga peneliti
dilakukan oleh Isnansyah (2006) melalui uji tertarik untuk menganalisis faktor yang
korelasi, menunjukkan adanya hubungan yang berhubungan dengan kasus gizi buruk pada balita di
positif dan signifikan antara pekerjaan ibu dengan Kecamatan Sampang berdasarkan teori
status gizi balita. Sumber lain mengatakan bahwa Transcultural Care. Penelitian ini diharapkan dapat
rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi membantu Puskesmas terkait untuk menentukan
ketersediaan pangan dalam keluarga, yang program yang tepat dalam mengatsi kasus gizi
selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas buruk. Menurut (Friedman, 1998) ibu memiliki
konsumsi pangan yang merupakan penyebab peranan yang sangat penting dalam membesarkan
langsung dari kekurangan gizi pada anak balita dan menjaga kesehatan anak, sehingga dalam
(Kosim, 2008). penelitian ini peneliti menjadikan ibu dari balita
yang mengalami gizi buruk menjadi responden.
Pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi juga Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi buruk
memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi pada balita dalam penelitian ini akan dibatasi yaitu
buruk karena ASI dan imunisasi memberikan zat meliputi tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu
kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut tentang gizi buruk, pekerjaan ibu, pendapatan
menjadi tidak rentan terhadap penyakit. Balita yang keluarga, berat badan lahir, riwayat penyakit
sehat tidak akan kehilangan nafsu makan sehingga infeksi, ASI eksklusif dan status imunisasi.
status gizi tetap baik (Mexitalia, 2011). Penyakit
infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan BAHAN DAN METODE
keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah
terkena penyakit infeksi, sehingga penyakit infeksi Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah
dengan keadaan gizi merupakan suatu hubungan
ibu yang mempunyai balita gizi buruk di Kecamatan
timbal balik (Notoatmodjo, 2003). Sampang pada tahun 2014 sebanyak 21 ibu. Sampel
dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling
Gizi buruk merupakan kelainan gizi yang dapat dimana ibu yang mempunyai balita gizi buruk di
berakibat fatal pada kesehatan balita. Kejadian gizi Kecamatan Sampang yang memenuhi kriteria inklusi
buruk ini apabila tidak diatasi akan menyebabkan yang telah di tentukan oleh peneliti yakni sebanyak 17
dampak yang buruk bagi balita. Gizi buruk akan ibu.
menimbulkan dampak hambatan bagi pertumbuhan
anak. Variabel dalam penelitian ini antara lain tingkat
pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan
keluarga, pengetahuan ibu terhadap gizi buruk, riwayat
Program yang sedang dijalankan untuk menangani
berat badan lahir, status ASI eksklusif, status imunisasi,
gizi buruk di Kabupaten Sampang antara lain: penyakit infeksi dan status gizi buruk. Instrumen yang
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan digunakan peneliti dalam penelitian ini menggunakan
pada balita gizi buruk, operasi timbang untuk lembar kuesioner dan wawancara terstruktur. Analisis

Jurnal Pediomaternal 84 Vol. 3 No. 1 Oktober 2014-April 2015


data menggunakan analisis univariat (distribusi frekuensi terakhir, lebih dari setengah jumlah balita diberikan
dan prosentasi) secara manual . ASI eksklusif, sebagian besar balita memiliki status
imunisasi yang sesuai dengan jadwal yang sudah
HASIL PENELITIAN ditentukan, lebih dari setengah jumlah balita mulai
membaik atau tidak dalam kondis gizi buruk lagi.
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Banyuanyar
dan Kemuning terdapat Kecamatan Sampang. Distribusi Tabel 5.2 Distribusi frekuensi tingkat pendidikan
responden dijabarkan berdasarkan pendidikan responden,
pekerjaan responden, pendapatan keluarga, status gizi
responden berdasarkan status gizi balita
balita setelah penanganan, BBLR, riwayat penyakit
Masih gizi Ada perbaikan
infeksi, status ASI eksklusif, status imunisasi buruk gizi
Total
Tingkat
,pengetahuan responden tentang gizi dan status gizi pendidikan
seelah penanganan. n % n % n %
Rendah 1 16,7 10 90,9 11 64,8
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik umum Sedang 2 33,3 1 9,1 3 17,6
responden Tinggi 3 50 0 0 3 17,6
Vraibel penelitian Kategori n % Total 6 100 11 100 17 100
Tingkat pendidikan ibu Rendah 11 64,8
Sedang 3 17,6
Tinggi 3 17,6 Tabel 5.2 menunjukkan dari 6 balita yang masih
Total 17 100 gizi buruk didapatkan hasil setengah jumlah
Pekerjaan ibu Bekerja 7 41,2 responden memiliki tingkat pendidikan tinggi.
Tidak bekerja 10 58,8
Total 17 100
Pengetahuan ibu tentang gizi Kurang 6 35,3 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi pekerjaan responden
Cukup 7 41,2 berdasarkan status gizi balita
Baik 4 23,5
Total 17 100
Pendapatan keluarga Rp 15 88,2 Ada
Masih gizi
1.000.000/bulan perbaikan Total
Pekerjaan buruk
> Rp 2 11,8 gizi
responden
1.000.000/bulan n % n % n %
Total 17 100
Riwayat BBL 2500 gram 2 11,8 Bekerja 2 33,3 5 45,5 7 41,2
2500 gram 15 88,2 Tidak bekerja 4 66,7 6 54,5 10 58,8
Total 17 100
Total 6 100 11 100 17 100
Riwayat penyakit infeksi Tidak terkena 4 23,5
dalam 3 bulan terakhir Terkena penyakit 13 76,5
infeksi Tabel 5.3 menunjukkan 6 balita yang masih gizi
Total 17 100
Status ASI eksklusif Tidak diberikan 7 41,2
buruk didapatkan hasil lebih dari setengah jumlah
Diberikan ASI 10 58,8 responden yang tidak bekerja.
eksklusif
Total 17 100
Status imunisasi Sesuai jadwal 4 23,5
Tidak sesuai jadwal 13 76,5
Total 17 100
Status gizi setelah Masih gizi buruk 6 35,3
penanganan (BB/U) Menunjukkan 11 64,7
perbaikan
Total 17 100
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi pengetahuan tentang
Tabel 5.1 menunjukkan dari 17 ibu yang gizi responden berdasarkan status gizi
mempunyai balita gizi buruk didapatkan hasil lebih balita
dari setengah jumlah responden memiliki tingkat Masih gizi
Ada
pendidikan rendah, lebih dari setengah jumlah perbaikan Total
Pengetahuan buruk
gizi
responden yang tidak bekerja, sebagian kecil tentang gizi
responden memiliki pengetahuan yang baik n % n % n %

mengenai gizi, sebagian besar responden memiliki Kurang 1 16,7 5 45,5 6 35,3
pendapatan keluarga dibawah UMK, sebagian besar Cukup 2 33,3 5 45,5 7 41,2
balita yang lahir dengan kondisi normal, sebagian Baik 3 50 1 9 4 23,5
Total 6 100 11 100 17 100
besar balita terkena penyakit infeksi dalam 3 bulan

Jurnal Pediomaternal 85 Vol. 3 No. 1 Oktober 2014-April 2015


Tabel 5.4 menunjukkan 6 balita yang masih gizi Tabel 5.8 Distribusi frekuensi riwayat status ASI
buruk didapatkan hasil setengah jumlah responden eksklusif balita berdasarkan status gizi
memiliki pengetahuan baik tentang gizi. balita setelah penanganan

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi pendapatan keluarga Ada


Masih gizi
perbaikan Total
responden berdasarkan status gizi balita Status ASI eksklusif
buruk
gizi
n % n % n %
Masih gizi Ada perbaikan
Total
buruk gizi Tidak diberikan ASI
Pendapatan keluarga 2 33,3 5 45,5 7 41,2
eksklusif
n % n % n %
Diberikan ASI eksklusif 4 66,7 6 54,5 10 58,8
Rp 1.000.000/bulan 5 83,3 10 90,9 15 88,2 Total 6 100 11 100 17 100
> Rp 1.000.000/bulan 1 16,7 1 9,1 2 11,8
Total 6 100 11 100 17 100 Tabel 5.8 menunjukkan 6 balita yang masih gizi
buruk didapatkan hasil lebih dari setengah jumlah
Tabel 5.5 menunjukkan 6 balita yang masih gizi balita yang diberikan ASI eksklusif.
buruk didapatkan sebagian besar responden
memiliki pendapatan di bawah UMK.
Tabel 5.9 Distribusi frekuensi status imunisasi balita
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi riwayat BBL balita berdasarkan status gizi balita setelah
berdasarkan status gizi balita setelah penanganan
penanganan
Ada
Masih gizi
Ada perbaikan Total
Masih gizi buruk
perbaikan Total Status imunisasi gizi
buruk
Riwayat berat badan lahir gizi
n % n % n %
n % n % n %
Tidak sesuai dengan jadwal 1 16,7 3 27,3 4 23,5
Kurang dari 2500 gr 1 16,7 1 9,1 2 11,8 Sesuai dengan jadwal 5 83,3 8 62,7 13 76,5
Lebih dari / sama dengan 15 88,2
5 83,3 10 90,9 Total 6 100 11 100 17 100
2500 gr
Total 6 100 11 100 17 100
Tabel 5.9 menunjukkan 6 balita yang masih gizi
Tabel 5.6 menunjukkan 6 balita yang masih gizi buruk didapatkan hasil sebagian besar balita
buruk didapatkan hasil sebagian besar lahir dengan memiliki status imunisasi yang sesuai dengan
kondisi normal. jadwal.

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi riwayat penyakit


infeksi balita berdasarkan status gizi PEMBAHASAN
balita setelah penanganan di Kecamatan Tingkat pendidikan responden dari hasil penelitian
Sampang bulan Juli 2014 didapatkan dari 17 responden, lebih dari setengah
jumlah responden memiliki tingkat pendidikan
Ada rendah. Tingkat pendidikan terutama tingkat
Masih gizi
Riwayat penyakit infeksi perbaikan Total
dalam 3 bulan terakhir
buruk
gizi pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat
kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh
n % n % n %
terhadap kualitas pengasuhan anak. Tingkat
Tidak terkena penyakit infeksi 2 33,3 2 18,2 4 23,5
pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah
Terkena penyakit infeksi 4 66,7 9 81,8 13 76,5
untuk menyerap informasi dan mengamalkan dalam
Total 6 100 11 100 17 100
perilaku sehari-hari. Pendidikan adalah usaha yang
terencana dan sadar untuk mewujudkan suasana dan
Tabel 5.7 menunjukkan 6 balita yang masih gizi proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
buruk didapatkan hasil lebih dari setengah jumlah mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang
balita terkena penyakit infeksi dalam 3 bulan diperlukan oleh diri sendiri, masyarakat, Bangsa,dan
terakhir. Negara (Departemen Kesehatan RI, 2004).

Jurnal Pediomaternal 86 Vol. 3 No. 1 Oktober 2014-April 2015


pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan
Tingkat pendidikan responden berbanding lurus keanekaragaman makanan yang berkurang. Selain
dengan pengetahuan yang dimiliki responden, itu, gangguan gizi juga disebabkan karena
karena semakin tinggi tingkat pendidikan akan kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi
semakin mudah menangkap informasi yang di dapat tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.
dari media formal ataupun non formal. Sehingga
semakin tinggi tingkat pendidikan ibu semakin Apabila pengetahuan masyarakat tentang gizi
memperkecil kemungkinan balita mengalami gizi kurang, maka masyarakat kurang memperhatikan
buruk. Sebaliknya semakin rendah tingkat asupan makanan yang baik sehingga status gizi
pendidikan ibu maka semakin besar resiko balita menjadi kurang bahkan buruk. Sebaliknya
mengalami gizi buruk.. apabila pengetahuan masyarakat baik maka
Berdasarkan penelitian terhadap responden masyarakat akan lebih bisa mengatur dan
mengenai pekerjaan ibu menunjukkan lebih dari mempersiapkan menu makanan yang bergizi untuk
setengah jumlah responden yang tidak bekerja. Ibu mencukupi status gizi anaknya. Hasil penelitian
yang tidak bekerja secara otomatis tidak akan menunjukkan hanya sebagian kecil responden yang
mendapatkan penghasilan sehingga ada berpengetahuan baik dan dari pertanyaan tentang
kemungkinan kurang mencukupi kebutuhan gizi yang diberikan oleh peneliti, rata-rata
responden kurang memahami mengenai pengertian
gizi balita sehari-hari, padahal asupan nutrisi
dan macam zat gizi serta jadwal makan yang paling
yang dikonsumsi kemungkinan besar dapat tepat bagi balita. Sehingga perlu diberikannya
mempengaruhi status gizi balita, sehingga pemahaman lebih lanjut mengenai dua hal tersebut
butuh pengawasan dari keluarga agar dapat dalam program penyuluhan yang ada di Puskesmas.
memberikan asupan makanan yang cukup dan
bergizi (Isnansyah, 2006). Menurut Kristianti, Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar
Suriadi, & Parjo (2013) Keluarga dengan responden memiliki pendapatan keluarga yang
pendapatan lebih kemungkinan besar akan baik kurang dari UMK. Meskipun terdapat 5 keluarga
bahkan berlebihan dalam memenuhi kebutuhan yang memiliki status bekerja suami istri, hanya
makanan, sebaliknya keluarga dengan sebesar 2 responden (11,8%) yang mempunyai
pendapatan terbatas kemungkinan besar akan pendapatan keluarga > Rp 1.000.000/bulan.
kurang dalam memenuhi kebutuhan makanan Apriadji (1986) mengemukakan dalam buku
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat (2010),
terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi. pendapatan keluarga akan mempengaruhi daya beli
keluarga sehingga akan berpengaruh terhadap status
Lebih dari setengah jumlah responden dalam
kesehatan. Kemampuan keluarga untuk membeli
penelitian ini tidak bekerja dan hanya sang suami
bahan makanan antara lain tergantung pada besar
yang bekerja, artinya pendapatan keluarga hanya
kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan
terbatas pada pendapatan yang diperoleh oleh
makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan
suami. Seluruh responden yang tidak bekerja dalam
sumber daya lahan dan pekarangan. Keluarga
penelitian ini memiliki pendapatan di bawah UMK
dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar
dan karena kurangnya pendapatan keluarga ini dapat
akan kurang dapat memenuhi kebutuhan
menjadi kendala dalam mencukupi kebutuhan
makanannya sesuai dengan zat-zat gizi yang
sehari-hari terlebih untuk memenuhi status gizi
dibutuhkan tubuh.
balita.
Pengetahuan dari 17 ibu yang mempunyai balita
Pendapatan keluarga yang kurang sangat berkaitan
gizi buruk masih kurang memadai, hal ini
dengan kurangnya pemenuhan gizi makanan dalam
ditunjukkan dengan hasil hanya sebagian kecil
sebuah keluarga. Hal ini dikarenakan dengan
responden yang memiliki pengetahuan baik
kurangnya pendapatan keluarga maka daya beli
mengenai gizi. Ibu merupakan orang yang berperan
makanan yang beragam dan bergizi untuk
penting dalam penentuan konsumsi makanan dalam
memenuhi cakupan gizi balitaakan berkurang
keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan
sehingga balita dengan pendapatan keluarga yang
yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola
kurang akan lebih rentan terkena gizi buruk. Hal ini
konsumsi makanan keluarga. Kurangnya
sejalan dengan penelitian di Kecamatan Sampang

Jurnal Pediomaternal 87 Vol. 3 No. 1 Oktober 2014-April 2015


dimana sebagian besar responden berpendapatan status gizi. Sejalan dengan penelitian ini yang
kurang dari UMK terkena gizi buruk. menunjukkan sebagian besar balita gizi buruk di
Kecamatan Sampang terkena penyakit infeksi.
Hasil penelitian menunjukkan dari 17 balita gizi Sehingga perlunya penanganan yang cepat dan
buruk didapatkan menunjukkan hanya sebagian akurat terhadap penyakit infeksi di Kecamatan
kecil yang lahir dengan kondisi BBLR. Gizi buruk Sampang untuk mencegah bertambah parahnya
dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang. Balita status gizi balita.
yang mengalami BBLR mempunyai zat anti
kekebalan yang kurang sempurna sehingga lebih Hasil penelitian menegenai status ASI eksklusif
mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. dalam penelitian ini didapatkan lebih dari setengah
Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu jumlah balita diberikan ASI eksklusif. Memberi ASI
makan sehingga asupan makanan yang masuk kepada bayi merupakan hal yang sangat bermanfaat
kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat antara lain karena praktis, mudah, murah, sedikit
menyebabkan gizi buruk (Kosim dan Sholeh, 2008 ). kemungkinan untuk terjadi kontaminasi,dan
menjalin hubungan psikologis yang erat antara bayi
Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Sampang dan ibu yang penting dalam perkembangan
ini menunjukkan sebagian besar balita gizi buruk psikologi anak tersebut. Beberapa sifat pada ASI
lahir dengan kondisi normal. Hal ini berarti balita yaitu merupakan makanan alam atau natural, ideal,
yang lahir dengan kondisi normalpun tidak fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam
menjamin terbebas dari kasus gizi buruk. Riwayat keadaan segar dengan suhu yang optimal dan
berat badan lahir pada penelitian ini tidak sejalan mengandung nutrien yang lengkap dengan
dengan apa yang disampaikan Kosim dan Soleh komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi
tahun 2008 yang menyatakan riwayat BBLR (Walker, 2004). Selain ASI mengandung gizi yang
merupakan faktor resiko terjadinya gizi buruk. cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau
Kemungkinan terdapat faktor resiko lain yang lebih zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap
berpengaruh terhadap terjadinya gizi buruk di infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang
Kecamatan Sampang. diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat
berperan langsung terhadap status gizi balita. Selain
Hasil penelitian mengenai riwayat penyakit infeksi itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi
dalam 3 bulan terakhir menunjukkan sebagian sehingga zat gizi cepat terserap (Soekirman, 2000).
besar balita terkena penyakit infeksi. Penyakit
infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan Status ASI eksklusif dalam penelitian ini
keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah menunjukkan lebih dari setengah yang mengalami
terkena penyakit infeksi, sehingga penyakit infeksi gizi buruk. Seharusnya balita yang diberikan ASI
dengan keadaan gizi merupakan suatu hubungan eksklusif memiliki daya tahan tubuh yang lebih
timbal balik (Notoatmodjo, 2003). Keadaan tersebut sehingga balita tidak mudah sakit. Selain itu ASI
dapat mengakibatkan gizi buruk, yang disebabkan merupakan makanan yang paling ideal dan aman
pada balita yang mengalami diare karena balita akan bagi balita agar kebutuhan pertumbuhan dan
mengalami asupan makanan dan banyak nutrisi perkembangan balita menjadi optimal. Kendati
yang terbuang serta kekurangan cairan. Selain itu, demikian, kejadian gizi buruk tetap menyerang
balita dengan ISPA yaitu salah satu penyakit infeksi balita yang diberikan ASI eksklusif maupun yang
yang sering dialami oleh balita, dapat menyebabkan tidak diberikan. Hal ini kemungkinan dapat terjadi
menurunnya nafsu makan sehingga asupan zat gizi apabila setelah pemberian ASI eksklusif asupan
ke dalam tubuh anak menjadi berkurang (FK UI, nutrisi yang diberikan ibu pada balita kurang atau
2007). bahkan tidak mencukupi kebutuhan nutrisi balita.
Terlebih pada masyarakat yang memiliki ekonomi
Balita yang terkena penyakit infeksi cenderung rendah, sehingga kurang mampu dalam menyajikan
mengalami penurunan berat badan, hal ini makanan yang bergizi untuk sang buah hati.
dikarenakan terjadi peningkatan metabolisme dalam
tubuh balita dan biasanya juga diikuti penurunan Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar
nafsu makan. Penurunan berat badan yang terus balita yang memiliki status imunisasi yang sesuai
menerus dapat menyebabkan terjadinya penurunan dengan jadwal. Terdapat 3 dari 4 balita yang status

Jurnal Pediomaternal 88 Vol. 3 No. 1 Oktober 2014-April 2015


imunisasinya tidak sesuai dengan jadwal yang berpengetahuan baik, sebagian besar
dikarenakan kondisi kesehatan balita yang responden yang memiliki pendapatan di bawah
bersangkutan tidak memungkinkan untuk dilakukan UMK, sebagian besar balita yang lahir dengan
imunisasi. Sedangkan seorang balita sisanya tidak kondisi normal, lebih dari setengah jumlah balita
memenuhi jadwal yang sudah ditentukan yang terkena penyakit infeksi, lebih dari setengah
dikarenakan ibu balita trauma untuk pergi ke jumlah balita yang diberikan ASI eksklusif,
Posyandu diakibatkan karena terdapat anak tetangga sebagian besar balita memiliki status imunisasi
dari yang berasangkutan meninggal beberapa saat yang sesuai dengan jadwal.
setelah pulang dari Posyandu.
Faktor resiko penyebab masih buruknya status gizi
Golongan yang paling memerlukan imunisasi balita yang sudah ditangani oleh pihak Puskesmas
adalah bayi dan balita karena mereka yang paling pada penelitian ini antara lain status pekerjaan ibu,
peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh pendapatan keluarga dan riwayat penyakit infeksi.
balita masih belum sebaik dengan orang dewasa Terdapat dua balita dalam penelitian ini yang
(Hidayat, 2008). Sistem kekebalan ini membuat mempunyai penyakit bawaan sejak lahir, hal ini
balita menjadi tidak mudah sakit. Apabila balita menjadi hambatan yang sulit diatasi oleh pihak
tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh Puskesmas sehingga proses penyembuhan status
balita akan berkurang dan akan rentan terkena gizi balita memanjang. Peningkatan status gizi yang
penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak sangat baik terjadi pada responden nomer 13 dengan
langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi tidak tingkat pendidkan rendah, pengetahuan dalam
cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan kategori cukup, pendaptan kurang, ibu tidak
secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai bekerja, terdapat riwayat penyakit infeksi dan tidak
penyakit untuk mempertahankan agar kekebalan diberikan ASI eksklusif. Kemungkinan balita
dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit tersebut mendapatkan pola asuh yang baik setelah
penyakit (Supartini, 2002). mendapatkan penanganan dan pengarahan dari
pihak Puskesmas.
Imunisasi pada balita sangatlah penting peranannya,
terutama untuk mencegah penyakit yang dapat SIMPULAN
mengganggu pertumbuahan dan perkembangannya
Lebih dari setengah jumlah responden memiliki
balita itu sendiri. Namun hasil dalam penelitian ini
tingkat pendidikan rendah. Sebagian kecil
menunjukkan dengan lebih besarnya distribusi
responden memiliki pengetahuan baik tentang gizi.
balita yang status imunisasinya sudah sesuai dengan
Lebih dari setengah jumlah responden tidak bekerja.
jadwal akan tetapi balita tersebut masih memiliki
Sebagian besar responden memiliki pendapatan
status gizi buruk. Kemungkinan kejadian ini terjadi
keluarga dibawah UMK.. Sebagian besar balita
karena adanya faktor resiko lain yang menyebabkan
yang lahir dengan kondisi normal. Sebagian besar
terjadinya kasus gizi buruk. Hal tersebut
balita terkena penyakit infeksi. Lebih dari setengah
memperlihatkan status imunisasi bukan menjadi
jumlah balita diberikan ASI eksklusif. Sebagian
faktor resiko penyebab terjadinya gizi buruk di
besar balita memiliki status imunisasi yang sesuai
Kecamatan Sampang. Penyebab ketidaksesuaian
dengan jadwal yang sudah ditentukan. Lebih dari
jadwal pada 3 dari 4 balita dalam penelitian ini
setengah jumlah balita mulai beranjak membaik
dikarenakan kondisi kesehatan balita yang tidak
atau tidak mengalami gizi buruk lagi setelah
memungkinkan untuk diimunisasi dan satu balita
dilakukan penanganan dari Puskesmas. Penelitian
dikarenakan ibu balita trauma psikologis setelah
ini menunjukkan bahwa di Kecamatan Sampang
melihat anak tetangganya meninggal setelah pulang
yang memiliki keterkaitan dengan kasus gizi buruk
dari Posyandu sehingga responden berasumsi pergi
setelah penanganan antara lain status pekerjaan
ke Posyandu dapat menyebabkan kematian.
responden, pendapatan keluarga dan riwayat
penyakit infeksi balita.
Penelitian mengenai status gizi setelah penanganan
ini menunjukkan 6 balita yang masih gizi buruk
SARAN
didapatkan hasil setengah jumlah responden yang
berpendidikan tinggi, lebih dari setengah jumlah Ibu yang memiliki balita disarankan agar dapat
responden tidak bekerja,setengah jumlah responden memanfaatkan sumber daya manusia yang ada

Jurnal Pediomaternal 89 Vol. 3 No. 1 Oktober 2014-April 2015


untuk bekerja sampingan dan memanfaatkan Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang. 2013. Profil
keterampilan atau keahlian khusus untuk Kesehatan, Dinas Kesehatan, Sampang.
mendapatkan penghasilan tambahan. Selain itu, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2013.
pemanfaatan pekarangan rumah untuk memproduksi Waspada Balita Gizi Buruk,
bahan makanan juga dapat digunakan untuk (http://dinkes.jatimprov.go.id/userfile/doku
meningkatkan kesehatan keluarga. Penanganan men/PPID_DINKES_PROVJATIM_WASP
yang cepat dan tepat dari Puskesmas terhadap kasus ADA_GIZI_BURUK.pdf), diakses 3 April
gizi buruk diharapkan dapat mengatasi terjadinya 2014.
gizi buruk di Kecamatan Sampang. Perlunya FK Universitas Indonesia. 2007. Buku Kuliah Ilmu
peningkatan aspek pengetahuan ibu dapat Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika.
digunakan untuk meningkatkan status gizi balita Friedman. 1998. Keperawatan Keluarga. Jakarta:
serta perlunya pengevaluasian setidaknya sebulan ECG.
sekali untuk melihat keefektifan tindakan dan Hidayat, AAA. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan
program yang sudah dilakukan. Perlu dilakukan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
penelitian tentang pola asuh balita oleh peneliti Salemba Medika.
selanjutnya karena pola asuh kemungkinan Isnansyah, Y. 2006. Faktor-faktor yang
merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap berhubungan dengan status gizi anak bawah
terjadinya kasus gizi buruk. Semakin banyak faktor lima tahun di Desa Tinggarjaya Kecamatan
yang diteliti maka akan semakin terlihat penyebab Jatilawang Kabupaten Banyumas. Skripsi
pasti terjadinya kasus gizi buruk itu sendiri. Sarjana, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.
KEPUSTAKAAN Jatimprov. 2014. Inilah Upah Minimum
Kabupaten/Kota Jawa Timur 2014,
Anwar, K. Juffrie, M. Julia, M. 2005. Faktor Risiko
(http://www.jatimprov.go.id/site/upah-
Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten Lombok
minimum-kabupatenkota-jawa-timur-
Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat,
2014/), diakses 12 April 2014.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia,
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Keputusan
(http://ijcn.or.id/v2/content/view/33/40/),
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
diakses 25 Maret 2014. .
Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2010,
standar antropometri penilaian status gizi
Gizi dan kesehatan masyarakat. Rajawali
anak, (http://gizi.depkes.go.id/wp-
Pers, Jakarta.
content/uploads/2012/11/buku-sk-
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2010.
antropometri-2010.pdf), diakses 16 April
Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta:
2014.
Rajawali Pers.
Kementrian Kesehatan RI 2013, Rencana Kerja
Departemen Kesehatan RI. 2004. Analisis Situasi
Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2013,
dan Kesehatan Masyarakat,
(http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman
(http://www.depkes.go.id/downloads/SKN+
%20Gizi/bk%20rencana%20kerja%20gizi%
.PDF), diakses 10 April 2014.
20FINAL.pdf), diakses 25 Maret 2014, .
Depkes RI. 2002. Pemantauan Pertumbuhan Anak.
Kosim, Sholeh, M. 2008. Buku Ajar Neonatologi
Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.
edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Dinkes Jatim. 2013. Jatim dalam Angka Terkini
Kristianti, D. Suriadi. Parjo. 2013. Hubungan antara
Tahun 2012-2013 Triwulan 1,
karakteristik pekerjaan ibu dengan status
(http://dinkes.jatimprov.go.id/userfile/doku
gizi anak usia 4-6 tahun Di TK Salomo
men/JATIM_DALAM_ANGKA_TERKINI
Pontianak. Jurnal Publikasi Mahasiswa
.pdf.), diakses 27 maret 2014.
Keperawatan FK UNTAN, vol. 3, no. 1,
Dinkes Kabupaten Sampang. 2012. Profil
(http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeper
Kesehatan, Dinas Kesehatan, Sampang.
awatanFK/article/view/3804/3807), diakses
5 April 2014.
Mexitalia, M. 2011. Air Susu Ibu dan Menyusui, Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar
Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit IlmuKesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka
Metabolik, edisi 1 hal. 77-95. Jakarta: IDAI. Cipta.

Jurnal Pediomaternal 90 Vol. 3 No. 1 Oktober 2014-April 2015


Sediaoetama, AD. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa
dan Profesi, jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk
Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: EGC.
Supartini, Y. 2002. Buku Ajar Konsep Dasar
Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Walker & Allan. 2004. Pediatric Gastrointertinal
Disease. USA: DC Decker.

Jurnal Pediomaternal 91 Vol. 3 No. 1 Oktober 2014-April 2015

Vous aimerez peut-être aussi