Vous êtes sur la page 1sur 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kolestasis adalah kegagalan hati untuk menekskresikan bilirubin, yang
menyebabkan ikterus bila kadar bilirubin serum melebihi 2 mg per 100 mL.
Penyebab kolestasis mencakup pemecahan hemoglobin, cedera sel hati dan
penyumbatan saluran empedu ekstrahepatik. Bilirubin serum merupakan tes
penyaring tunggal terbaik bagi fungsi sekresi hati. Penyumbatan salura
empedu ektrahepatik, menyebabkan kenaikan bilirubin dan fosfatase alkali,
yang melebihi perbandingan terhadap biasanya hanya peingkatan ringan
kaar transaminase serum (Sabiston. David C. 1995). Kolestasis
diklasifikasikan menjadi dua yaitu kolestasis ekstrahepatik dan kolestasis
intrahepatik.
Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden
hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000,
defisiensi -1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan
dan anak laki-laki adalah 2:1. Di Kings College Hospital England antara
tahun 1970-1990, atresia bilier 377 penderita (34,7%), hepatitis neonatal
331penderita (30,5%), -1 antitripsin defisiensi 189 penderita (17,4%),
hepatitis lain 94 penderita (8,7%), sindroma Alagille 61 penderita (5,6%),
kista duktus koledokus 34 penderita (3,1%). Di Instalasi Rawat Inap Anak
RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 1970 penderita
rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal
hepatitis 68 penderita (70,8%), atresia bilier 9 penderita (9,4%), kista duktus
koledukus 5 penderita (5,2%), kista hati 1 penderita (1,04%), dan sindroma
inspissated-bile 1 penderita (1,04%) (A-Kader HH, Balisteri WF, 2004).
Suchy (2004) menyebutkan bahwa pada kasus-kasus atresia biliaris
berat lahir bayi umumnya normal, sedangkan pada kasus neonatal
hepatitis berat lahir cenderung rendah. Gejala kolestasis ini hampir sama
dengan atresia biliar yaitu adanya ikterik, tinja akolik, hepatomegali, asites
dan terjadi malabsorbsi lemak. Prognosis kolestasis juga lebih baik dari

1
pada atresia biliar. Umumnya pasien kolestasis dapat bertahan hidup hingga
dewasa dengan adanya penatalaksaan yang sesuai. Bahaya serta dampak
buruk yang dapat terjadi inilah yang harus diwaspadai. Oleh karena itu
perawat harus menguasai konsep kolestasis ini dan dapat menyusun asuhan
keperawatan pada pasien kolestasis.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Dapat menganalisa asuhan keperawatan pada klien dengan Kolestasis
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi dari Kolestasis
2. Menjelaskan etiologi dari Kolestasis
3. Menjelaskan klasifikasi dari Kolestasis
4. Menjelaskan patofisiologi dari Kolestasis
5. Menjelaskan manifestasi klinis dari Kolestasis
6. Menjelaskan komplikasi dari Kolestasis
7. Menjelaskan penatalaksanaan medis dari Kolestasis
8. Menjelaskan asuhan keperawatan klien anak dengan Kolestasis

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat lebih memahami hal-hal yang berkaitan dengan
Kolestasis
1.3.2 Bagi Perawat
Perawat atau tenaga kesehatan memiliki pengetahuan yang lebih luas
tentang Kolestasis sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan
secara profesional.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fungsi Sistem Bilier


Kandung empedu atau gallbladder merupakan organ tubuh yang
berbentuk seperti buah terong, memiliki ukuran 30-60 cc, terletak tepat di
bawah hati bagian kanan. fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan
cairan empedu yang berasal dari hati. Fungsi empedu dikendalikan oleh
enzim cholecystokinin pancreozymin (CCK-PZ) yang dilepaskan dari
mukosa usus halus karena adanya rangsangan makanan yang masuk
kedalam usus. CCK akan merangsang kandung empedu untuk berkontraksi
dan mengeluarkan cairan empedu yang selanjutnya akan digunakan untuk
membantu melarutkan lemak di dalam usus. (J.B Suhardjo, 2009)

Sumber : dr. J. B Suhardjo B. Cahyono, Sp. PD. 2009. Batu Empedu.


Yogyakarta : Kanisius.

Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan, dan leher,


dan terdiri atas tiga pembungkus:

Di sebelah luar pembungkus serosa peritoneal.


Di sebelah tengah jaringan berotot tak bergaris, dan

3
Di sebelah dalam membrane mukosa, yang bersambung
dengan lapisan saluran empedu. Membran mukosanya memuat sel epitel
silinder yang mengeluarkan sekret musin dan cepat mengabsorpsi air dan
elektrolit, tetapi tidak garam empedu atau pigmen, maka karena itu
empedunya menjadi pekat.
Ekskresi bilirubin. Sel darah merah atau eritrosit merupakan bagian
dari alat transportasi tubuh. Eritrosit memiliki fungsi khusus membawa
oksigen untuk dikirim ke setiap sel tubuh. Oksigen ini digunakan sebagai
bahan pembakar pembentuk energi tubuh.sel darah merah di dalam tubuh
berumur 120 hari. Setelah masa tugasnya habis, sel darah merah akan
dipecah menjadi bilirubin. Bilirubin ini akan dikirim ke hati untuk diubah
dari bilirubin yang tidak larut dalam air (bilirubin tidak terkonjugasi)
menjadi bilirubin yang dapat larut dalam air (bilirubin terkonjugasi). Proses
pengubahan ini bertujuan agar bilirubin dapat dibuang dengan mudah ke
dalam usus (bilirubin memberi warna tinja menjadi kuning kecoklatan) dan
sebagian lagi dibuang melalui ginjal setelah diubah bentuknya menjadi
urobilin.
Ekskresi cairan empedu. Cairan empedu dibentuk dan dialirkan dari
hati melalui saluran empedu di dalam hati (kanakuli empedu) menuju
duktus koleduktus dan kandung empedu. Cairan empedu dapat disimpan di
dalam empedu atau langsung dialirkan ke dalam usus dua belas jari. Hal ini
sangat tergantung pada apakah seseorang dalam keadaan puasa atau tidak.
Apabila seseorang dalam keadaan puasa maka cairan empedu akan disimpan
di dalam kandung empedu karena sfingter Oddi berada dalam keadaan
tertutup. Namun, apabila seseorang makan maka sfingter Oddi akan
membuka dan cairan empedu akan dialirkan ke dalam duodenum.
Sistem ekskresi bilirubin dan cairan empedu dari hati ke usus dapat
dijabarkan sebagai berikut. Bilirubin dan cairan empedu yang diproduksi
dari hati lobus kanan (hati terdiri atas dua belahan/lobus, yaitu lobus kanan
dan kiri) akan dialirkan ke dalam saluran empedu di dalam hati yang
disebut duktus hepatikus kanan (right hepatic duct). Sementara, bilirubin
dan cairan empedu yang diproduksi dari hati lobus kiri dialirkan ke dalam

4
saluran empedu di dalam hati lobus kiri yang disebut duktus hepatikus kiri
(left hepatic duct).
Kedua duktus hepatikus tresebut kemudian akan bersatu membentuk
common hepatic ductus. Setelah keluar dari hati, common hepatic ductus
bersama duktus sistikus (saluran untuk mengeluarkan cairan empedu dari
kandung empedu) bersatu membentuk common bile duct atau sering disebut
duktus koledokus (untuk selanjutnya akan disebut sebagai duktus
koledokus).
Selanjutnya, aliran bilirubin dan cairan empedu di duktus koledokus
bersatu dengan duktus pankreatikus utama (main pancreatic duc untuk
mengalirkan enzim-enzim yang diproduksi oleh pankreas). Keduanya
bersama -sama bermuara di papila Vateri, yang berperan sebagai pintu
keluar menuju duodenum (usus du belas jari), diatur oleh suatu klep yang
disebut sfingter Oddi.

Dalam waktu setengah jam setelah makanan masuk, segera setelah


sfinkter Oddi (sfinkter yang menghubungkan duktus sistikus dengan
duodenum) mengendor untuk mengizinkan getah empedu masuk

5
duodenum, kandung empedu berkontraksi: Demikianlah maka aliran getah
empedu tidak kontinyu, tetapi sesuai dengan selang pencernaan bila
makanan masuk duodenum.
Empedu adalah cairan berwarna kuning kehijauan yang diproduksi
oleh hati secara teratur dan dikeluarkan melalui saluran empedu. Dalam
sehari hari memproduksi 600-1000 ml cairan empedu. Sekitar 30-60 ml
empedu disimpan di kandung empedu dan selebihnya dikeluarkan ke
duodenum.
Komposisi cairan empedu sendiri terutama terdiri atas air. Zat-zat
lainnya yaitu garam empedu 70% (terutama asam kolat dan asam
kenodeksikolat), fosfolipid 22% (terutama lesitin), kolesterol 4%, protein
3% dan bilirubin 0,3%. Garam empedu sendiri terdiri atas empat macam
asam empedu, yaitu asam kolat, asam kenodeoksikolat, asam deoksikolat,
dan asam litikolik. Asam-asam empedu ini dibedakan menjadi dua menurut
tempat embentukannya. Asam empedu primer dibentuk di hati, terdiri atas
asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Sementara, asam empedu sekunder
dibentuk di usus besar, meliputi asam deoksikolat dan asam litokolat. Cairan
empedu berfungsi membantu pencernaan lemak di dalam duodenum. Seperti
kita ketahui, air dan lemak tidak dapat bersatu. Di dalam tubuh kita lemak
sangat diperlukan tubuh. Tubuh memiliki berbagai jenis lemak, seperti
kolesterol, trigliserida, asam lemak, lesitin, dan sebagainya. Kolesterol akan
digunakan sebagai bahan baku pembentuk hormon tubuh
(hormon estrogen, testosteron, steroid, dan sebagainya). Sementara,
trigliserida dimanfaatkan sebagai cadangan bagi tubuh. Agar lemak dapat
diserap di dalam usus, lemak tersebut harus dapat dibawa dan diolah
terlebih dulu. Agar lemak dapat diolah maka lemak tersebut harus disatukan
dengan air. Dalam hal inilah empedu berperan, yaitu menyatukan air dan
lemak yang dinamakan sebagai misel (micelles). Jadi, misel sebenarnya
adalah campuran garam empedu adan lemak (kolesterol, lesitin) yang
bersifat larut dalam air. Dalam bentuk ini, kolesterol dan lemak lainnya
mudah diserap di dalam usus.

6
Cairan empedu diproduksi oleh sel hepatosit, setiap pengeluaran
cairan empedu distimulasi oleh suatu hormon yang disebut hormon
Cholecitokinin (CCK). Hormon CCK ini memiliki 2 fungsi utama yaitu :
1. Fungsi Kontraksi : ketika proses pengeluaran cairan empedu
2. Fungsi Relaksasi : ketika makanan melewati sfinkter Oddi.
Fungsi Kholeretik : menambah sekresi empedu
Fungsi Kholagogi : menyebabkan kandung empedu mengosongkan diri

Pigmen Empedu (ubar empedu). Pigmen ini dibentuk di dalam


sistem retikulo- endothelium (khususnya limpa dan sumsum tulang
belakang) dari pecahan hemoglobin yang berasal dari sel darah merah yang
rusak dan yang dialirkan ke hati dan kemudian di ekskresikan ke dalam
empedu. Ubar ini diantarkan oleh empedu ke usus halus; beberapa menjadi
sterkobilin, yang mewarnai feses, dan beberapa diabsopsi kembali oleh
aliran darah dan mebuat warna pada urin, yaitu urobilin. Ubar empedu
hanya merupakan bahan ekskresi, dan tidak mempunyai pengaruh atas
pencernaan.
Garam Empedu bersifat digestif dan memperlancar kerja enzimlipase dalam
memecah lemak. Garam empedu juga membantu pengabsorpsian lemak
yang telah dicernakan (gliserin dan asam lemak) dengan cara menurunkan
tegangan permukaan dan memperbesar daya tembus endothelium yang
menutupi vili usus.

2.2 Definisi Cholestasis


Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam
jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana- basolateral
dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu kedalam duodenum.
Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresikan
kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam
dara dan jaringan tubuh. Secara patologi- anatomi kolestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier (
Arief, 2010).

7
Kolestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu
dari saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada hambatan aliran
empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati ( Nazer, 2010).

2.3 Klasifikasi Cholestasis


Berdasarkan lokasi anatominya kolestasis dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Kolestasis intrahepatik
Kolestasis intrahepatik bisa juga disebut dengan kolestasis hepatoseluler.
Kolestasis intrahepatik merupakan 68% dari kasus kolestasis. Kolestasis
intrahepatik terjadi karena kelainan pada hepatosit atau elemen duktus
biliaris intrahepatik. Hal ini mengakibatkan terjadinya akumulasi, retensi
serta regurgitasi bahan-bahan yang merupakan komponen empedu seperti
bilirubin, asam empedu serta kolesterol ke dalam plasma, dan selanjutnya
pada pemeriksaan histopatologis akan ditemukan penumpukan empedu di
dalam sel hati dan sistem biliaris di dalam hati (Bisanto, 2011; Ermaya,
2014).
b. Kolestasis ekstrahepatik
Kolestasis ekstrahepatik merupakan 32% dari kasus kolestasis dan
sebagian besar adalah atresia bilier. Kolestasis ekstrahepatik terdapat
penyumbatan atau obstruksi saluran empedu ekstrahepatik. Penyebab
utama kolestasis tipe ini adalah proses imunologis, infeksi virus terutama
Cytomegalo virus, Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia
dan kelainan genetik. Akibat dari penyebab tersebut maka akan terbentuk
kelainan berupa nekroinflamasi, yang pada akhirnya menyebabkan
kerusakan dan pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik (Arief, 2012;
Ermaya, 2014).

2.4 Etiologi Cholestasis


Beberapa penelitian menunjukan perempuan memiliki peluang yang
lebih tinggi dibandingkan lakilaki, rasio atresia bilier pada bayi perempuan
dan bayi laki-laki adalah 2:1 (Benchimol dkk., 2009; Nazer, 2010).

8
Kolestasis dapat terjadi pada semua orang tanpa dibatasi usia, tetapi bayi-
bayi yang baru lahir masih merupakan golongan usia yang paling sering
mengalami kolestasis. Kejadian kolestasis meningkat pada bayi-bayi dengan
usia kehamilan kurang bulan dan bayi berat lahir rendah, karena
berhubungan dengan gangguan dari fungsi hati. Faktor risiko lain yang
berhubungan dengan kolestasis adalah bayi-bayi yang mengalami sepsis
berulang dan pemberian nutrisi secara parenteral (Nazer, 2010).

Gangguan aliran empedu bisa terjadi di sepanjang jalur antara sel-sel hati
dan usus dua belas jari (duodenum, bagian paling atas dari usus halus).
Meskipun empedu tidak mengalir tetapi hati terus mengeluarkan bilirubin
yang akan masuk ke dalam aliran darah. Bilirubin kemudian di endapkan di
kulit dan dibuang ke air kemih dan menyebabkan jaundice (sakitkuning).
Untuk tujuan diagnosis dan pengobatan, penyebab kolestasis dibagi menjadi
2, yaitu :

1) Kelompok : 1.Berasal dari hati


a. Hepatitis
b. Penyakit hati alkoholik
c. Sirosis bilier primer
d. Akibat obat-obatan
e. Akibat perubahan hormon selama kehamilan (kolestasis pada
kehamilan)
2) Berasal dari luar hati
a. Batu di saluran empedu
b. Penyempitan saluran empedu
c. Kanker saluran empedu
d. Kanker pancreas
e. Peradangan pankreas

2.5 Patofisiologi Cholestasis


Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan
merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu

9
mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang
terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol
dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin
terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu
adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel
epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah
portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu.
Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa
bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan
detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam
empedu.1,2,4,5 Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari
bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi
yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran
basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang
mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan
dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. Mrp2 merupakan
bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu.
Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh
transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana
aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga
terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang
terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan
penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi.

2.5 Manifestasi Klinis Cholestasis


Bayi ikterus sampai usia dua minggu pada umumnya disebabkan oleh
peningkatan bilirubin direk dan mencapai kadar puncak pada usia 5-7 hari.
Bayi yang mengalami peningkatan kadar biliribin direk akan mengalami
ikterus setelah usia dua minggu. Manifestasi klinis yang dapat dijumpai
pada pasien kolestasis adalah ikterus atau kulit dan mukosa berwarna ikterus
yang berlangsung lebih dari duas minggu, urin berwarna lebih gelap, tinja

10
warnanya lebih pucat atau fluktuatif sampai berwarna dempul (akholik)
(Arief, 2012; Oswari, 2014).
Pemeriksaan fisik pasien kolestasis dapat dijumpai hepatomegali,
splenomegali, gagal tumbuh, dan wajah dismorfik. Tanda lain yang dapat
dijumpai pada pasien dengan kolestasis adalah hipoglikemia yang biasanya
ditemukan pada penyakit metabolik, hipopituitarisme atau kelainan hati
yang berat, perdarahan oleh karena defisiensi vitamin K,
hiperkolesterolemia, xanthelasma, sedangkan kasus asites masih jarang
ditemukan (Bisanto, 2011; Ermaya, 2014).

2.6 Penatalaksaan Cholestasis


Tujuan tatalaksana kolestasis intrahepatik adalah :
1. Memperbaiki aliran empedu dengan cara :
a. Mengobati etiologi kolestasis dengan medikamentosa pada kolestasis
hepatoseluler yang dapat diobati seperti beberapa kelainan tertentu.
b. Menstimulasi aliran empedu dengan :
1) Fenobarbital: bermanfaat sebagai antipruritus dan dapat
mengurangi kuning. Mekanisme kerjanya yaitu meningkatkan
aliran empedu dengan cara menginduksi enzim UDP-Glukuronil
transferase, sitokrom P450 dan Na+ K+ ATP ase. Tetapi pada bayi
jarang dipakai karena efek sedasinya dan mengganggu
metabolism beberapa obat diantaranya vitamin D, sehingga dapat
mengeksaserbasi ricketsia. Dosis: 3-10 mg/kgBB/hari dibagi
dalam dua dosis.
2) Asam Ursodeoksikolat: asam empedu tersier yang mempunyai
sifat lebih hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan
dengan asam empedu primer serta sekunder sehingga merupakan
competitive binding terhadap asam empedu untuk absorbs lemak.
Khasiat lainnya adalah sebagai hepatoprotektor karena antara lain
dapat menstabilkan dan melindungi membrane sel hati serta
sebagai bile flow induser karena meningkatkan regulasi sintesis

11
dan aktivitas transporter pada membrane sel hati. Dosis : 10-20
mg/kgBB/hari. Efek samping : diare, hepatotoksik.
3) Kolestiramin : dapat menyerap asam empedu yang toksik
sehingga juga akan menghilangkan gatal. Kolestiramin dapat
mengikat asam empedu di lumen usus sehingga dapat
menghalangi sirkulasi enterohepatik asam empedu serta
meningkatkan ekskresinya. Selain itu, kolestiramin dapat
menurunkan umpn balik negative ke hati, memacu konversi
kolesterol menjadi bile acids like cholic acid yang berperan
sebagai koleretik. Kolestiramin biasanya digunakan pada
manajemen jangka panjang kolestasis intrahepatal dan
hiperkolesterolemia. Dosis : 0,25-0,5 g/kgBB/hari. Efek samping:
konstipasi, steatorrhea, asidosis metabolic hiperkloremik.
4) Rifampisin : dapat meningkatkan aktivitas mikrosom serta
menghambat ambilan asam empedu oleh sel hati dan mengubah
metabolismenya, sehingga dapat menghilangkan gatal pada 50%
kasus. Efek sampingnya adalah trombositopenia dan
hepatotoksisitas yang terjadi pada 5-1-% kasus.
2. Nutrisi
Kekurangan Energi Protein (KEP) sering terjadi sebagai akibat dari
kolestasis (terjadi pada >60% pasien). Steatorrhea sering terjadi pada
bayi dengan kolestasis. Penurunan ekskresi asam empedu
menyebabkan gangguan pada lipolisis intraluminal,solubilisasi dan
absorbs trigliserid rantai panjang. Maka pada bayi dengan kolestasis
diperlukan kalori yang lebih tinggi disbanding bayi normal untuk
mengejar pertumbuhan. Karena itu untuk menjaga tumbuh kembang
bayi seoptimal mungkin dengan terapi nutrisi digunakan formula
special dengan jumlah kalori 120-150% dari kebutuhan normal serta
vitamin, mineral dn trace element :
a. Formula MCT (Medium Vhain Triglyceride) karena relative lebih
laeut dalam air sehingga tidak memerlukan garam empedu untuk

12
absorbs dan menghindarkan makanan yang banyak mengandung
cuprum (tembaga).
b. Kebutuhan kalori umumnya dapat mencapai 125% kebutuhan
bayi normal sesuai dengan berat badan ideal. Kebutuhan protein :
2-3 g/kgBB/hari.
c. Vitamin yang larut dalam lemak :
1) A : 5000-25.000 U/hari
2) D : Clacitriol : 0,05-0,2 ug/KgBB/hari
3) E : 25-50 IU/kgBB/hari
4) K : K1 2,5-5 mg/2-7x/minggu
d. Mineral dan trace element : Ca, P, Mn, Zn, Selenium, Fe.
Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya hiperlipidema/xantelasma
dengan kolestipol dan pada gagal hati serta pruritus yang tidak teratasi
adalah transplantasi hati. Dukungan psikologis dan edukasi keluarga
terutama untuk penderita dnegan kelainan hati yang progresif yang
membutuhkan transplantasi hati.

2.7 Pemeriksaan Diagnosis Cholestasis


1. Pemeriksaan Kadar Bilirubin
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan untuk pasien dengan
kolestasis, dengan mengetahui hasil dari komponen bilirubin kita dapat
membedakan antara kolestasis dengan hiperbilirubinemia fisiologis.
Dikatakan kolestasis apabila didapatkan kadar billirubin direk lebih dari
1 mg/dl bila billirubin total kurang dari 5 mg/dl atau kadar billirubun
direk lebih dari 20% apabila kadar billirubin total lebih dari 5 mg/dl.

2. Peningkatan kadar SGOT/SGPT >10 kali dengan peningkatan gamma


GT <5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler, sedangkan
apabila dari hasil laboratorium didapatkan peningkatan SGOT/SGT<5
kali dengan peningkatan gamma GT >5 kali, hal ini lebih mengarah
kepada kolestasis ekstrahepatik
.

13
3. Pencitraan
Ultrasonografi : dilakukan setelah penderita dipuasakan minimal 4 jam
dan diulang kembali setelah bayi minum (sebaiknya dikerjakan pada
semua penderita kolestasis karena tekniknya sederhana, relatif tidak
mahal, noninvasif, serta tanpa sedasi). Pada kolestasis intrahepatik,
kandung empedu terlihat waktu puasa dan mengecil pada ulangan
pemeriksaan sesudah bayi minum. USG dapat menunjukkan ukuran dan
keadaan hati dan kandung empedu, mendeteksi adanya obstruksi pada
sistem bilier oleh batu maupun endapan, asites, dan menentukan adanya
dilatasi obstruktif atau kistik pada sistem bilier.pada atresia biliaris, saat
puasa kandung empedu dapat tidak terlihat. Hal ini kemungkinan
disebabkan adanya gangguan patensi duktus hepatikus dan duktus
hepatis komunis sehingga terjadi gangguan aliran empedu dari hati ke
saluran empedu ekstrahepatik.

4. Skintigrafi
Pada kolestasis intrahepatik menunjukkan ambilan kontras oleh hati
yang terlambat tetapi ada ekkresi ke dalam usus. Dua hal yang harus
dicatat pada pemeriksaan skintigrafi adalah realibilitas yang berkurang
bila kadar bilirubin direk sangat tinggi (> 20 mg/dl) dan fase positive
dan negatifnya sebesar 10%.

14
WOC

infeksi virus asam Paucity saluran empedu,


empedu yang toksik, dan Disgenesis saluran
iskemia dan kelainan empedu, Kelainan
genetik hepatosit

Kolestasis ekstrahepatik Kolestasis intrahepatik

kegagalan aliran cairan


empedu

Regurgitasi/ retensi Penurunan aliran Konsentrasi asam


empedu empedu ke usus empedu intraluminal
turun

peningkatan Sirosis bilier


bilirubin progresif
Metabolisme lemak
tidak terjadi

Hipertensi portal
defisiensi vitamin
Kulit sangat gatal larut lemak
Asites
(pruritus)

Kurang Vit A D E K
Kelebihan Volume
Kerusakan Cairan
integritas kulit
Resiko perdarahan
Malnutrisi
Gizi tidak terpenuhi hambatan
pertumbuhan

Pertumbuhan dan Ketidakseimbangan


perkembangan Nutrisi Kurang dari
terganggu Kebutuhan

Gangguan
perkembangan

15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Umum

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya : nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan.

2. Keluhan Utama
Kulit dan sklera Nampak kuning, tinja akholis, dan urine klien
berwarna gelap, gatal gatal di kulit.

3. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu : Apakan ada tanda tanda infeksi
dahulu pada ibu, apakah ibu pernah mengkonsumsi obat
obatan yang dapat meningkatkan icterus pada bayi.
2) Riwayat kesehatan sekarang : Pada umunya bayi masuk rumah
sakit dengan keluhan tubuh bayi berwarna kuning dan ada rasa
gatal gatal dari tubuh bayi.
3) Riwayat keluarga : Adanya riwayat keluarga yang menderita
kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan
genetik/metabolik.
4) Riwayat kehamilan dan kelahiran : infeksi ibu pada saat hamil
atau melahirkan, berat lahir, lingkar kepala, pertumbuhan janin,
peran janin (kolestasis intrahepatic umumnya berat lahirnya <
3000 g dan pertumbuhan janin terganggu.

4. Riwayat Tumbuh Kembang


Pada anak yang dalam masa tumbuh kembang, terjadi
peningkatan serum AP yang disebabkan oleh influks isoenzim di

16
tulang ke dalam serum. Oleh karena itu, penggunaan kadar serum
AP dalam penilaian penyakit hati pada anak dalam pertumbuhan
aktif kurang bermakna.Pada bayi dengan kolestasis diperlukan
kalori yang lebih tinggi disbanding bayi normal karena penurunan
ekskresi asam empedu menyebabkan gangguan lipolysis
intraluminal, solubilisasi, dan absorpsi
Trigliserid rantai panjang. Untuk menjaga pertumbuhan dan
perkembangannya diperlukan jumlah kalori 120%-150% dari
kebutuhan normal serta tambahan vitamin, mineral, dan trace
element.

5. Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan
hubungan anggota keluarga, kultur, dan kepercayaan, perilaku yang
dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit
klien dan lain lain. Pengkajian secara umum dilakukan dengan
metode head to toe yang meliputi : keadaan umum dan status
kesadaran, tanda tanda vital, area kepala dan wajah, dada,
abdomen, ekstremitas, dan genita-urinaria.
Pemeriksaan fisik abdomen antara lain :
1. Inspeksi
a) Lihat keadaan klien apakah kurus, ada edema pada muka atau
kaki
b) Lihat warna rambut, kering dan mudah dicabut
c) Mata cekung dan pucat
d) Lihat warna kulit pasien ada warna kuning atau tidak
e) Lihat seluruh tubuh pasien ada bekas garukan karena gatal
gatal atau tidak
2. Auskultasi
a) Dengar denyut jantung apakah terdengar bunyi S1, S2, S3
dan S4

17
b) Dengarkan bunyi peristaltik usus
c) Bunyi paru paru terutama weezing dan ronchi
3. Perkusi
a) Perut apakah terdengar adanya shitting duilness
b) Bagaimana bunyinya pada waktu melakukan perkusi
4. Palpasi
a) Hati : bagaimana konsistensinya, kenyal, licin dan tajam pada
permukaannya, berapa besarnya dan apakah ada nyeri tekan
b) Limpa : apakah terjadi pembesaran limpa
c) Tungkai : apakah ada pembesaran pada tungkai

B. Diagnosa Keperawatan

a. 00026 Kelebihan volume cairan b.d edema, distensi perut


b. 00002 Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
rendahnya intake makanan, mual, muntah, anorexia dan gangguan
penyerapan nutrisi pada usus
c. 00044 Gangguan Integritas Kulit b.d munculnya tanda-tanda ikterik
(kuning) pada seluruh kulit, akumulasi garam empedu pada kulit
C. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Diagnosa 1

Domain : 2 Nutrition

Class : 5 Hydration

00026 Kelebihan volume cairan b.d edema, distensi perut

NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)


Domain 2 Physiologic Domain 2: Physiological : Complex
Health Class : Electrolyte And Acid-Base
Class: Fluid and Manajement
electrolytes 2080 Fluid Management
0601 Fluid Balance

18
060116 skin turgor (1-5) a. Kaji lokasi dan tingkat edema
060117 moist mucous b. Monitor cairan yang diminum dan
membranes (1-5) hitung kebutuhan kalorinya
060118 serum electrolyte c. Monitor status nutrisi
(1-5) d. Monitor hasil laboratorium yang
060110 ascites (1-5) berhubungan dengan retensi cairan
e. Monitor status cairan
f. Timbang berat badan setiap hari.

2. Diagnosa 2

Domain : 2 Nutrition
Class : 1 Ingestion
00002 Imbalace Nutrition:less than body requirements
Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d rendahnya
intake makanan, mual, muntah, anorexia dan gangguan penyerapan
nutrisi pada usus

NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)


Domain 2 Physiologic Domain 1 Physiological: Basic
Health Class: D-Nutrition Support
Class: K-Digestion & 1100 Nutrition Management
Nutrition
1009 Nutrition Status:
Nutrient Intake
100904 Masukan a Tentukan status nutrisi dan
karbohidrat (1-5) kemampuan untuk memenuhi
100902 Masukan protein kebutuhan nutrisi klien.
(1-5) b Identifikasi makanan alergi dan
100903 Masukan lemak intoleransi klien.
(1-5) c Tentukan makanan yang dibutuhkan

19
100905 Masukan vitamin klien.
(1-5) d Intruksikan keluarga klien mengenai
100906 Masukan mineral kebutuhan nutrisi.
(1-5) e Tentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan untuk
penggantian nutrisi yang hilang.
f Jelaskan kepada keluarga klien
tentang teknik pemberian makanan.

3. Diagnosa 3

Domain : 11 Safety/Protection
Class : 2 Physical Injury
00044 Gangguan Integritas Kulit b.d munculnya tanda-tanda ikterik
(kuning) pada seluruh kulit, akumulasi garam empedu pada kulit.

NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)


Domain 2 Physiologic Domain 2 Physiologic: Complex
Health Class : I-Skin/Wound Management
Class: L-Tissue Integrity 3584 Skin Care: Topical Treatments
1101 Tissue Integrity:
Skin & Mucous
Membrans.
110113 Integritas kulit (1- a. Bersihkan dengan sabun
5) antibakterial yang sesuai.
110101 Suhu kulit (1-5) b. Gunakan antibiotik untuk area yang
110103 Elastisitas (1-5) sesuai
110108 Tekstur (1-5) c. Hindarkan klien dari tempat tidur
110105 Pigmen kulit tidak yang teksturnya kasar.
normal (1-5) d. Gunakan obat pengurang rasa sakit
di area sekitar.
e. Gunakan antiinflamasi untuk area

20
sekitar yang disesuaikan.
f. Pastikan tempat tidur klien bersih,
kering dan bebas dari kerutan.
g. Dokumentasikan derajat kerusakan
kulit

21
3.2 Asuhan Keperawatan Kasus

Seorang anak N perempuan umur 4 minggu alamat Surabaya suku jawa


dibawa ke IRD rumah sakit dr Soetomo pada tanggal 17 september 2016
pukul 10:00 pagi. Ibunya mengeluh sejak lahir anaknya kuning pada mata
dan lama kelamaan warna kuning terdapat pada seluruh tubuh namun
tampak jelas pada minggu ke 3. Badannya juga bengkak pada pipi lengan
dan juga perutnya, BAB tampak pucat sejak 2 inggu yang lalu, urinnya
berwarna gelap. Ibu klien mengatakan sebelumnya anak menderita hepatitis
akut.

Berdasarkan pemeriksaan labolatorium ditemukan bahwa kadar bilirubin


meningkat, mual dan muntah, nafsu makan anak menurun, berat badan
menurun dari berat badan awal 3 kg menjadi 2.4 kg, panjangnya 48 cm.
Dari hasil pemeriksaan ditemukan tekanan darah 105/65 mmHg, RR
24x/menit, nadi 100x/menit dan suhu badannya 37,5C. Riwayat BCG
diberikan pada umur 0 bulan, polio 1x dan Hepatitis B 1x pada umur 1
bulan .

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a) Identitas Klien
Nama : Anak N
Usia : 4 minggu
TTL : Surabaya, 17 Agustus 2016
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Surabaya
MRS : 17 September 2016.
b) Keluhan Utama
Sudah 2 minggu anaknya kuning pada mata dan seluruh badan,
BAB berwarna pucat dan urinya gelap.
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat lahir an N terlihat normal seperti bayi pada umumnya,
setelah 2 minggu paska kelahiran an N matanya terlihat kuning

22
lama kelamaan warna kuning terdapat pada seluruh tubuh.
BAB tinjanya berwarna pucat dan urinnya berwarna gelap
perutnya juga membuncit. Saat ini nafsu makan anak N
menurun yang menyebabkan berat badan an N menurun,
karena khawatir dengan kondisi tersebut maka orang tua anak
N membawanya ke rumah sakit dr Soetomo. Setelah dilakuka
pemriksaan anak N didiagnosis Cholestasis.
d) Riwayat Kesehatan Dahulu
Hepatitis Akut
e) Riwayat Tumbuh Kembang
Imunisasi : BCGdiberikan pada umur 0, polio 1 kali,
hepatitis B satu kali pada umur 1 bulan.
Status gizi : anak N hanya diberi ASI
2. Pemeriksaan Fisik
B1 (breath) : RR 24x/menit
B2 (blood) : TD 105/65 mmHg, Nadi 100 x/menit, takikardi,
hipertensi vena porta
B3 (brain) : Suhu 37,5C
B4 (bladder) : urin berwarna gelap
B5 (bowel) : warna tinja pucat, perut membuncit (asites),
hepatomegali
B6 (bone) : ikterus, kerusakan turgor kulit, edema pada pipi
lengan dan kaki.
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Labolatorium :
Bilirubin direk Meninggi (N 0,3-1,9 mg/dl)
Bilirubin indirek Meninggi (N 1,7-7,9)
Urobilinogen -
Transaminase alkalifosfat Meningkat

Uji serologi Positif hepatitis

23
2. USG untuk mengetahui kelainan kongenital seperti dilatasi
kristik saluran empedu
3. Skintigrafi Radio Kolop Hepatobilier untuk mengetahui
kemampuan hati produksi empedu
4. Biopsi Hati ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan
noduler, kandung empedu mengecil karena kolaps.

B. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
keperawatan
DS: Cairan asam empedu kembali Nutrisi kurang
Ibu klien mengatkan ke hati dari kebutuhan
anak mual dan muntah,
nafsu makan menurun. Aliran abnormal empeduke
DO: usus terganggu
Berat badan menurun
dari 3 kg menjadi 2,4 Gg. Penyerapan lemak
kg.
Kekurangan vit A.D.E.K

Asupan nutrisi terganggu

BB kurang dari normal
(IMT)

Nutrisi kurang dari kebutuhan

DS : Cairan asam empedu kembali Gangguan


Ibu mengeluh mata dan ke hati integritas kulit
kulit seluruh tubuh
anaknya menjadi kuning Itching dan akumulasi toksik
DO:

24
Ikterus, kulit berwarna Hematogen mengendap di
kuning dan hasil lab kulit
menunjukkan kadar
bilirubin meningkat. Pruiritis (gatal) pada kulit

Integritas kulit terganggu

DO : Penyumbatan aliran empedu Kelebihan


Ibu mengeluh adanya volume cairan.
bengkak pada pipi, Akumulasi empedu di hepar
lengan tangan dan kaki,
perutnya juga Hipertensi portal
membuncit.
DO: Albumin turun
Hasil labolatorium
kadar albumin turun. Darah masuk ke jaringan
intertesial

Edema

Kelebihan volume cairan

25
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
rendahnya intake makanan, mual, muntah, anorexia dan gangguan
penyerapan nutrisi pada usus
2. Gangguan Integritas kulit b.d munculnya tanda-tanda ikterik
(kuning) pada seluruh kulit, akumulasi garam empedu pada kulit
3. Kelebihan volume cairan b.d edema di pipi, lengan tangan dan
kaki, dan perut (asites)
D. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa 1
Domain 2 : Nutrition
Class 1 : Ingestion
00002 Imbalace Nutrition:less than body requirements
Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
rendahnya intake makanan, mual, muntah, anorexia dan gangguan
penyerapan nutrisi pada usus.
NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
Domain 2 Physiologic Health Domain 1 Physiological: Basic
Class: K-Digestion & Nutrition Class: D-Nutrition Support
1009 Nutrition Status: Nutrient 1100 Nutrition Management
Intake
100904 Masukan karbohidrat (1-5) g Tentukan status nutrisi dan
100902 Masukan protein (1-5) kemampuan untuk memenuhi
100903 Masukan lemak (1-5) kebutuhan nutrisi klien.
100905 Masukan vitamin (1-5) h Identifikasi makanan alergi dan
100906 Masukan mineral (1-5) intoleransi klien.
i Tentukan makanan yang
dibutuhkan klien.
j Intruksikan keluarga klien
mengenai kebutuhan nutrisi.
k Tentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan untuk

26
penggantian nutrisi yang hilang.
l Jelaskan kepada keluarga klien
tentang teknik pemberian
makanan.

2. Diagnosa 2
Domain 11 Safety/Protection
Class 2 Physical Injury
00044 Impaired Tissue Integrity
Gangguan Integritas kulit b.d munculnya tanda-tanda ikterik
(kuning) pada seluruh kulit, akumulasi garam empedu pada kulit
NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
Domain 2 Physiologic Health Domain 2 Physiologic: Complex
Class: L-Tissue Integrity Class : I-Skin/Wound Management
1101 Tissue Integrity: Skin & Mucous 3584 Skin Care: Topical Treatments
Membrans.
110113 Integritas kulit (1-5) a Bersihkan dengan sabun
110101 Suhu kulit (1-5) antibakterial yang sesuai.
110103 Elastisitas (1-5) b Gunakan antibiotik untuk area yang
110108 Tekstur (1-5) sesuai
110105 Pigmen kulit tidak normal (1-5) c Hindarkan klien dari tempat tidur
yang teksturnya kasar.
d Gunakan obat pengurang rasa sakit
di area sekitar.
e Gunakan antiinflamasi untuk area
sekitar yang disesuaikan.
f Pastikan tempat tidur klien bersih,
kering dan bebas dari kerutan.
g Dokumentasikan derajat kerusakan
kulit

27
3. Diagnosa 3
Domain 2: Nutrition
Class 5: Hydration
00026 Kelebihan volume cairan b.d edema di pipi, lengan tangan
dan kaki, dan perut (asites)
NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
Domain 2 Physiologic Health Domain 2: Physiological : Complex
Class: Fluid and electrolytes Class : Electrolyte And Acid-Base
0601 Fluid Balance Manajement
2080 Fluid Management
060116 skin turgor (1-5) g. Kaji lokasi dan tingkat edema
060117 moist mucous membranes (1-5) h. Monitor cairan yang diminum dan
060118 serum electrolyte (1-5) hitung kebutuhan kalorinya
060110 ascites (1-5) i. Monitor status nutrisi
j. Monitor hasil laboratorium yang
berhubungan dengan retensi cairan
k. Monitor status cairan
l. Timbang berat badan setiap hari.

28
Daftar Pustaka

Baradero, Mary. 2000. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Jakarta:
EGC.

Jhon Gibson. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Kolestasis. http://pghnai.com. Diakses pada tanggal 19 September 2016.

Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI.

Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M.2006. Patofisiologi, Konsep Klinis,


Proses-proses Penyakit, Volume 1, edisi 6.J akarta: EGC.

Sarjadi, 2000. Patologi umum dan sistematik. Jakarta. EGC.

Sloane, Ethel.2004. Anatomi dan Fisiologi untk Pemula. Jakarta:EGC.

Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G.. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M.2007. Buku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC


dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta :


EGC.

29

Vous aimerez peut-être aussi