1. Comprehensive Environmental Assessment (CEA) Yogjakarta, Merapi, Wilayah
Pesisir Selatan Jawa Pasca Gempa dan Tsunami Kementerian Negara Lingkungan Hidup didukung oleh: UNEP Disaster Management Branch, Genewa Tsunami Research Group, Center for Coastal and Marine Development, ITB ESRI South Asia Amelga Geosystems 2. Keluaran 1. PENDAHULUAN 2. TEMUAN LAPANGAN DAN HASIL KAJIAN LINGKUNGAN PASCA BENCANA 2.1 Gambaran Situasi Umum dan Respon berbagai Lembaga 2.1.1 Korban dan Kerusakan Fisik 2.1.2 Respon Lembaga 2.2 Survey Areal Rendaman Tsunami ( inundation mapping ) 2.2.1 Tinggi dan Rendaman Tsunami 2.2.2 Vegetasi di Kawasan Rendaman 2.2.3 Struktur Bangunan 2.2.4 Deliniasi Batas Area Rendaman 2.3 Kondisi Ekositem Pesisir Pasca Tsunami 2.3.1 Kabupaten Ciamis 2.3.2 Kabupaten Tasikmalaya 2.3.3 Kabupaten Garut 2.3.4 Kesimpulan Umum Kondisi Ekosistem 2.4 Kondisi Pengungsi dan Sanitasi Lingkungan 2.5 Pemetaan Kualitas Lingkungan dan Pengelolaan Limbah 2.5.1 Kualits Air Sumur 2.5.2 Kualitas Air Sungai 2.6 Rencana Tata Ruang Wilayah 2.7 Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan 3. ISU PASCA BENCANA 4. REKOMENDASI DAN USULAN RENCANA AKSI 4.1 Pemulihan Lingkungan dan Penataan Kawasan Pasca Bencana 4.2 Tindak Lanjut Kajian LAMPIRAN LAMPIRAN 1: TIM YANG TERLIBAT LAMPIRAN 2: DAFTAR ORANG YANG DIWAWANCARA LAMPIRAN 3: DATA DAN HASIL PENGAMATAN KUALITAS AIR LAMPIRAN 4: DATA PENGAMATAN PASANG SURUT 3. Metodologi dan Intervensi REA2 Pemetaan Kerusakan dan Resiko overlay analysis: basis data infrastruktur, kondisi sumberdaya alam dan lingkungan dan data konsentrasi sosial ekonomi di daerah resiko bencana. Penaksiran Resiko dan Kerugian melalui identifikasi obyek di kawasan zona yang terkena dampak bencana: (1) luasan spasial (2) kualitas dan kuantitas lingkungan dan kerugian yang diderita Analisis Dampak Lingkungan : (1) identifikasi lokasi (industri, PLTN,dll.) (2) analisis potensi dan prediski dampak (3) penempatan kembali ke lokasi yang aman (4) identifikasi aspek lingkungan yang perlu diintegrasikan dalam pemulihan/penataan kawasan pasca bencana. Rekomendasi dan Rencana Aksi : (1) Kajian Lingkungan Komprehensif (2) Mitigasi (3) Post Assessment Pengukuraan dan Pemetaan Perubahan Ruang dan Kualitas Lingkungan (menurun, meningkat, tidak berubah) Valuasi (Damage and Loss Assessment) Perubahan luas dikonversi USD/Rp.) Penilaian Resiko (Risk Assessment dan Modeling) Luasan yang berubah field check kerusakan/kontaminasi? valuasi Rekomendasi dan Rencana Aksi 4. Fokus Kajian Areal Rendaman (inundation mapping) Tinggi dan Rendaman Vegetasi Struktur Bangunan Deliniasi Batas Areal Rendaman Survey Ekosistem Pesisir Pengungsi dan Sanitasi Lingkungan Pemetaan Kualitas Lingkungan dan Pengelolaan Limbah Rencana Tata Ruang Wilayah Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan 5. Tim dan Lingkup Kegiatan Geodesi: Dr. Hazanuddin Z. Abiddin, ITB, Geologi/Geodinamika: Dr. Dani Hilman, LIPI Tsunami Hazard Modelling: Dr. Hamzal Latif, Tsunami Research Group, ITB. Pakar: Geodesi, Geologi dan Geodinamik Pengadaan Citra Satelit resolusi tinggi (Quick Bird) sebelum dan sesudah bencana, dukungan tenaga ahli ( seismic risk mapping , waste management) UNEP Disaster Management Branch (DMB, Geneva)/UNOSAT Dukungan peralatan dan tenaga survey dan analisis post processing GPS dan remote sensing. ESRI South Asia dan Leica System Pemetaan areal Rendaman dan dampak lingkungan, Tsunami hazards modeling, pengukuran deformasi. ITB: Tsunami Research Group, Pusat Penelitian Kelautan dan Departemen Geodesi Pengadaan data digital GIS, remote sensing, analisis spasial, valuasi kerusakan, survey sosial ekonomi dan penyunan laporan akhir KLH: Asdep Datin (Koordinator), Pusarpedal, PPLH Regional Jawa, dan unit terkait lainnya di KLH) Lingkup Kegiatan dan Dukungan Teknis Lembaga 6. 7. Areal Survey Pangandaran dan Sekitarnya Areal yang terkena Tsunami Bagian Timur Bagian Barat 8. Kronologis Expose Tim ke MenLH, Pemda dan sektor Terkait 4 Agustus Persiapan CEA Pengajuan Proposal ke UNEP DMB (71,000 USD) Aktif dalam berbagai kegiatan Assessment Agustus - September Expert Meeting Tsunami di ITB (Bandung) 31 Juli Pelaksanaan CEA 18 September - Oktober Analisis Data dan Penyusunan Laporan 27 31 Juli Survey Ekosistem Wilayah Pesisir 24 27 Juli Pemetaan Rendaman, survey GPS, survey sosial ekonomi 23 26 Juli Pengambilan Sampel Air di lapangan 22 - 25 Juli Expert Briefing dengan menampilkan Dr. Hamzal Latif, Tsunami Reserach Group, ITB yang memaparkan hasil simulasi bencana Tsunami di pesisir Selatan jawa dan Sekitarnya. 21 Juli Penyusunan Data awal 18 Juli 9. Survey Rendaman Pangandaran dan Sekitarnya (status 24.07.06) Temuan Lapangan: Watermark yang ditemukan dikawasan pantai Pangandaran : 70 cm 1.3 m dari permukaan tanah, 20 cm 8.80 m ditempat lainnya. Rendaman tsunami yang antara 200-500 meter dari garis pantai. Di kawasan survei, limpasan tsunami melewati perkebunan kelapa dan terhenti di areal persawahan yang ada dibelakangnya. Areal persawahan dan tambak masih terendam air laut dan sampah Ketetebalan sedimen di bibir pantai Bulak Laut 17 cm Watermark Permukaan awal Pengukuran 10. Survey GPS dan Pengukuran Titik Tinggi (Status 24.07.06) Pengukuran yang sudah dilakukan: Wilayah Timur dari Pantai Pangandaran Pengikatan titik kontrol GPS (GPS Control Points) ke Jaringan Geodetik ITB. Pengukuran real time kinematik GPS batas rendaman air Pengukuran point spot height dengan metode stop and go dengan analisis pengolahan data post processing Tracking GPS untuk pemetaan jalan sepanjang pantai timur Titik kontrol geodetik Pengukuran titik tinggi 11. Vegetasi dan Struktur Bangunan 12. Analisis Struktur Bangunan (Puslitbangkim PU) Bangunan gedung dan rumah tinggal yang rusak, umumnya disebabkan karena dorongan gelombang air atau Tsunami setinggi kurang lebih 2 hingga 6 meter diseluruh pesisir pantai Selatan sejauh 500 m hingga 1 km dari tepi pantai. Untuk bangunan di luar area 500 meter, gempa yang berkekuatan 6,8 SR tidak menyebabkan kerusakan pada bangunan gedung dan rumah tinggal. Bangunan bertingkat yang berada di pinggir pantai pangandaran, tidak mengalami kerusakan pada bagian struktur utamanya, kecuali pada bagian non struktural seperti pada dinding dan kusen bagian depan. Pada bangunan yang rusak baik runtuh total maupun rusak ringan oleh gelombang Tsunami, terlihat indikasi kualitas struktur bangunan kurang memenuhi persyaratan teknis seperti pada penggunaan dimensi tulangan utama dan sengkang, serta mutu beton yang rendah. 13. Pengamatan Lapangan Ekosistem Pesisir Daerah yang tidak terpengaruh atau yang rendah pengaruhnya dari gelombang pasang adalah daerah pantai terjal berbatu, daerah yang memiliki vegetasi pesisir rapat , daerah yang memiliki lubang/galian di belakang garis pantai yang berfungsi sebagai atau semacam lahan basah buatan ( man made wetland ) sebagai pengurang atau peredam energi pasang, dan daerah yang memiliki pelindung seperti sea wall atau delta. Daerah yang berdampak tinggi terhadap gelombang Tsunami adalah daerah pantai landai, daerah dengan vegetasi jarang. Walaupun cukup luas tetapi secara soliter tidak mampu meredam energi gelombang yang datang, perumahan (bangunan) di pesisir yang terlalu dekat dengan laut. Telah terjadi perubahan formasi vegetasi sebelum bencana Tsunami di berbagai kawasan yang dikunjungi. Pemanfaatan ruang di wilayah pesisir tidak menerapkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam penataan kawasan pesisir dan pantai sebagaimana ditetapkan dalam Kepres 32/1990 mengenai Pengelolaan Kawasan Lindung, khususnya sempadan pantai. 14. Penataan Ruang Wilayah Dalam RTRW revisi ini diusulkan alokasi sebesar 143.764,09 km2 untuk kawasan lindung dari semula 112.280,30 km2. Sedangkan kawasan budidaya diusulkan mengalami pengurangan dari 181.162,00 km2 menjadi 159.066,39. Khusus untuk Kawasan Lindung RTRW 2003 telah merencanakan kawasan sempadan pantai seluas 9.442,92 km2 serta kawasan rawan gempa seluas 4.044.72 km2 yang didasarkan kepada Kepress 32 Tahun 1990 mengenai Kawasan Lindung. Catatan untuk Kawasan Lindung Penerapan kaidah-kaidah Kepres 32/1990 seperti sempadan pantai perlu dikaji ulang mengingat areal rendaman Tsunami mencapai lebih dari 500 m dari pantai dengan ketinggian hampir mencapai 9 meter, Demikian pula dengan penetapan kawasan lindung di wilayah pesisir lainnya. Perlu adanya tinjauan ulang terhadap Revisi RTRW 2003 yang belum ditetapkan dengan mempertimbangkan aspek-aspek potensi bencana di kawasan pesisir dan sekitarnya, seperti kawasan Pangandaran. 15. 16. Penataan Ruang Kawasan Pesisir Pangandaran 17. 18. 19. 20. 21. Hasil Analisis Kualitas Air Sumur TDS di semua air sumur yang dipantau telah melebihi kriteria mutu air minum Kep Menkes No.907/MENKES/SK/VII/2002 (1000 mg/L) dengan kisaran nilai yang terdeteksi antara 1938 218000 mg/L (Grafik 2.1). Parameter Nitrat-(NO2-N), Nirit (NO3-N) masih memenuhi kriteria mutu air minum menurut Kepmenkes RI no 907/Menkes/SK/VII/2002 Untuk parameter amoniak (NH3-N) terpantau satu sumur yang melebihi kriteria Kepmenkes RI no 907/Menkes/SK/VII/2002 (1,5 mg/L) yaitu di sumur Bapak Opik (4,00 mg/L) berada di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran (Grafik 2.2) Turbidity yang dipantau di air minum Desa Pananjung Pantai Barat (5,45 NTU), di Desa Kersaratu (6,19 NTU), dan desa Cikembulen (7,50 NTU) telah melampaui baku mutu air minum Kep Menkes No.907/MENKES/SK/VII/2002 dengan batas nilai adalah (5 NTU) (Grafik 2.3) DO untuk air sumur umumnya dibawah 6 mg/L , kecuali air suplai PDAM di Posko Dusun Purbahayu Ds. Pangandaran (8,33 mg/L). Perairan yang digunakan untuk sumber baku air minum mempunyai nilai batas min DO 6 mg/L.(PP 82/2001). Salinitas di daerah yang terpapar Tsunami memiliki nilai salinitas tinggi sebesar 35o/oo yaitu di Desa Pananjung Pantai Barat Pangandaran dan Blok Bulak Benda Desa Mandasari Kec. Cimerak. Kedua desa tersebut yang cukup parah terkena bencana, kondisi ini menyebabkan pengaruh air laut di daerah tersebut cukup besar. Kualitas bakteriologis E. Coli maupun Koliform total dari semua air sumur yang dipantau sudah tidak memenuhi mutu air untuk dikonsumsi masyarakat berdasarkan Kep Menkes No.907/MENKES/SK/VII/2002, nilai E. Coli adalah 0 (nol) untuk air yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air suplai dari PDAM di posko Purbahayu memenuhi syarat kesehatan sebagai air minum berdasarkan Kep Menkes No.907/MENKES/SK/VII/2002 dengan nilai E. coli 0. 22. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Nilai pH yang dipantau di air sungai masih memenuhi kriteria mutu air Kelas II PP 82/2001 (antara 6 9), kecuali untuk nilai pH pada Sungai Cibodas 9,02, hal ini mungkin terjadi karena pada aliran sungai tersebut terdapat aktifitas lain sehingga mempengaruhi nilai pHnya oleh sebab itu Sungai Cibodas tidak tepat dijadikan sebagai sungai kontrol. Dari tiga titik sampling yang dipantau untuk parameter TDS, semuanya telah jauh melebihi kriteria mutu air Kelas II PP 82/2001 (1000 mg/L) (Grafik 2.4). Konsentrasi yang terdeteksi adalah Untuk Sungai Cikidang 235000 mg/L , lokasi ini terkena Tsunami Untuk Sungai Cibodas1467 mg/L, lokasi ini tidak terkena Tsunami Untuk Sungai Cikeuleuwung 4580 mg/L, lokasi ini terkena Tsunami DO yang sangat rendah atau tidak memenuhi kriteria mutu air Kelas II PP 82/2001, terpantau di Sungai Cikidang dengan nilai 1,94 mg/L (Grafik 2.5) begitu pula untuk parameter Posfat (P) dengan nilai 0,49 mg/L (Grafik 2.6), juga telah melebihi kriteria mutu (0,2mg/L). Dalam PP 82/2001 perairan sungai yang digunakan untuk baku air minum mempunyai batas nilai minimum DO 6 mg/L, sedangkan perairan untuk rekreasi, pertanian atau perikanan mempunyai batas minimum DO 4 mg/L. Nilai Salinitas untuk air sungai yang tidak terpengaruh oleh air laut adalah 0 (nol) o/oo. Dari ketiga sungai yang dipantau nilai salinitas, S. Cikidang memiliki nilai paling tinggi sebesar (33,8 o/oo) dari pada kedua sungai lainnya. Sungai Cikidang terletak di tengah kota Kecamatan Pangandaran dekat dengan pantai Pangandaran. Sedangkan Sungai Cikeuleuwung (4,70 o/oo) terletak di desa Ciliang dekat dengan daerah wisata Batu Hiu yang pantainya habis tersapu oleh gelombang Tsunami. Sungai Cibodas dengan nilai salinitas yang lebih kecil (1,50 o/oo) berada di Kecamatan Sidamulih adalah daerah yang tidak terkena bencana. Kualitas bakteriologis berdasarkan jumlah E. Coli maupun Koliform untuk ketiga sungai yang dipantau sudah tidak memenuhi kriteria mutu air kelas II PP 82/2001, nilai E.Coli tertinggi (20000) dan Coliform total (380000) adalah di Sungai Cikidang. 23. Kualitas Air Sumur(28.07.06) Hasil analisis laboratorium berdasarkan baku mutu air Kep Menkes No.907/MENKES/SK/VII/2002 dapat diuraikan sebagai berikut: TDS di semua air sumur yang dipantau telah melebihi kriteria mutu air minum Kep Menkes No.907/MENKES/SK/VII/2002 (1000 mg/L) dengan kisaran nilai yang terdeteksi antara 1938 218000 mg/L Parameter Nitrat-(NO2-N), Nirit (NO3-N) masih memenuhi kriteria mutu air minum menurut Kepmenkes RI no 907/Menkes/SK/VII/2002 Untuk parameter amoniak (NH3-N) terpantau satu sumur yang melebihi kriteria Kepmenkes RI no 907/Menkes/SK/VII/2002 (1,5 mg/L) yaitu di sumur Bapak Opik (4,00 mg/L) berada di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran. Turbidity yang dipantau di air minum Desa Pananjung Pantai Barat (5,45 NTU), di Desa Kersaratu (6,19 NTU), dan desa Cikembulen (7,50 NTU) telah melampaui baku mutu air minum Kep Menkes No.907/MENKES/SK/VII/2002 dengan batas nilai adalah (5 NTU). DO untuk air sumur umumnya dibawah 6 mg/L , kecuali air suplai PDAM di Posko Dusun Purbahayu Ds. Pangandaran (8,33 mg/L). Perairan yang digunakan untuk sumber baku air minum mempunyai nilai batas min DO 6 mg/L.(PP 82/2001). Salinitas di daerah yang terpapar Tsunami memiliki nilai salinitas tinggi sebesar 35o/oo yaitu di Desa Pananjung Pantai Barat Pangandaran dan Blok Bulak Benda Desa Mandasari Kec. Cimerak. Kedua desa tersebut yang cukup parah terkena bencana, kondisi ini menyebabkan pengaruh air laut di daerah tersebut cukup besar. Kualitas bakteriologis E. Coli maupun Koliform total dari semua air sumur yang dipantau sudah tidak memenuhi mutu air untuk dikonsumsi masyarakat berdasarkan Kep Menkes No.907/MENKES/SK/VII/2002, nilai E. Coli adalah 0 (nol) untuk air yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air suplai dari PDAM di posko Purbahayu memenuhi syarat kesehatan sebagai air minum berdasarkan Kep Menkes No.907/MENKES/SK/VII/2002 dengan nilai E. coli 0. 24. Respon Mansyarakat di Pengungsian Kunjungan dan wawancara langsung dilakukan di lokasi pengungsian yang tersebar di beberapa daerah, seperti Dusun Cikulu (pengungsi dari Desa Bulaksetra), Purbahayu (pengungsi dari Desa Wonoharjo, Desa Pananjung), dan Dusun Pasirseuti, Cikembulan (pengungsi dari desa Sindang Laut, Pamugaran, Kec. Sidamulih). Pandangan Masyarakat i teridentifikasi berbagai isu sebagai berikut: (1) pencemaran air tanah (2). sanitasi lingkungan (3). hilangnya lapangan pekerjaan khusus nya di kawasan pesisir dan pantai (4) penanganan limbah domestik (5). masa depan lahan dan kepemilikan. 25. Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Lemahnya institusi lingkungan . Pengelolaan Lingkungan berada di level bidang (Eselon III) pada Dinas Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup. Lemahnya sumberdaya manusia. Jumlah dan kompetensi terbatas. Terbatasnya infrastruktur informasi dan teknologi pendukungnya. Ketersediaan data dan informasi skala rinci sebelum bencana masih sangat terbatas. Selama ini berbagai data dan informasi lebih banyak didukung oleh lembaga yang berada di tingkat Pusat maupun Provinsi yang pemutakhirannya terbatas. . 26. Isu Pasca Bencana Penataan Kawasan : (1). Ketersedian data dan informasi lingkungan skala rinci (2). rekonstruksi batas kepemilikan lahan pasca bencana (2). Integrasi lingkungan dan aspek bencana pada revisi penataan ruang (3). keterlibatan pemangku kepentingan dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir (4) penyedian material rekonstruksi (5). penetapan zonasi pemanfaatn ruang wilayah pesisir. Pemulihan Lingkungan; (1) . hancurnya formasi vegetasi asli di wilayah pesisir yang berfungsi sebagai kawasan lindung (2). Turunnya kualitas air tanah di areal rendama tsunami maupun akibat intrusi air laut (3) penanganan limbah domestik dan reruntuhan dan di areal rendaman dan lokasi pengungsian (4) sanitasi lingkungan (5). pemulihan lingkungan di kawasan produktif, seperti persawahan dan lokasi parawisata (5). Partisipasi masyarakat dalam pemulihan. Early Warning Systems : (1). dukungan infrastruktur organisasi dan sumberdaya manusia teknis yang memadai (2). Partisipasi masyarat dalam mengantisipasi adanya bencana ( disaster preparedeness ) (3). Penyeberluasan informasi yang bersumber dari pengetahuan lokal maupun perkembangan iptek (4). pengorganisasi semua sumber informasi bencana baik dari individu maupun organisasi pemerintah (5) Muatan pengetahuan bencana dalam kurikulum pendidikan lokal. Kelembagaan pengelolaan lingkungan: (1). organisasi lingkungan belum menjadi prioritas daerah (2). perumusan tata laksana (3). keterbatasan sumber daya manusia (4). keterbatasan sarana dan prasarana (4) 27. Rekomendasi (1) Pemulihan Lingkungan dan Rehabilitasi Kawasan Pemulihan Kualitas Air : Menguras atau mengeringkan air sumur penduduk yang tercemar air laut dengan menggunakan pompa air. Selanjutnya untuk menjamin kualitas air sumur perlu dilakukan pengujian ulang sebelum digunakan kembali Memulihkan air sumur di posko-posko pengungsi yang terkontaminasi oleh bakteri E.Coli dengan pengolahan anta ra lain menggunakan instalasi sederhana sebelum dikonsumsi. Sebelum dilakukan upaya pemulihan untuk sementara suplai air bersih dari PDAM sangat diperlukan. Memantau kualitas air sungai dan air sumur pasca bencana Tsunami dalam jangka waktu tertentu sesuai ketentuan berlaku. Khusus untuk sumur di daerah Blok Bulak Benda Desa Mandasari Kecamatan Cimerak tidak bisa digunakan untuk air minum sebelum dilakukan pengolahan tambahan untuk menurunkan Cd . Rehabilitasi Kawasan: Menanam daerah pesisir dengan tanaman asli yang sudah ada di daerah tersebut seperti waru laut ( Hibiscus tilaceus ), ketapang laut ( Casuarina catappa ) dan pandan ( Pandanus sp. ). Jika kondisi biofisik pesisir saat ini tidak terdapat mangrove, maka secara alami tidak ada mangrove yang tumbuh, sehingga tidak direkomendasikan untuk menanam mangrove. Mempertimbangkan laju abrasi yang aktual untuk menentukan jarak lokasi penanaman dari perairan laut. Sehingga diharapkan dalam lima tahun mendatang pohon yang ditanam tersebut sudah mampu menahan abrasi dan meredam energi gelombang pasang (Tsunami) jika gelombang datang menggerus. Membangun peredam gelombang di beberapa kawasan pesisir khususnya daerah yang tidak ada lagi vegetasinya. 28. Rekomendasi (2) Penataan Kawasan Bencana Melakukan rencana komprehensif penataan kawasan pasca bencana melalui revisi RUTRW dengan mempertimbangkan aspek potensi bencana di wilayah Selatan Jawa, antara lain dengan: Melakukan rekonstruksi batas kepemilikan di kawasan pesisir Menata kembali kawasan pesisir baik dengan mengacu pada Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung, maupun dengan melihat potensi bencana multi-hazard disekitarnya. Mengkaji ulang kaidah-kaidah penataan kawasan pesisir serta melakukan evaluasi terhadap berbagai kriteria penataan kawasan pesisir seperti yang ditetapkan dalam Kepres 32/1990 tersebut. 29. Rekomendasi (3) Pembangunan Sistem Deteksi Dini Membangun sistem deteksi dini baik dengan dukungan infrastruktur teknologi informasi n komunikasi yang terhubung kepada sistem Tsunami Early Warning System (TEWS) nasional maupun dengan berbagai sumber informasi lainnya baik nasional maupun internasional. Mengembangkan sistem deteksi dini berbasis masyarakat yang penyelenggaraanya lebih efektif pada saat terjadinya bencana 30. Rekomendasi (4) Penguatan Kelembagaan Daerah Melakukan reorganisasi kelembagaan lingkungan yang mandiri agar proses pemulihan lingkungan pasca bencana berjalan efektif . Membangun infrastruktur data/informasi dan teknologi dan jaringan informasi (ICT) lingkungan di wilayah yang terkena bencana. Meningkatkan kemampuan teknis staf dalam penataan ruang dan pemantauan kualitas lingkungan. 31. Rekomendasi (5) Kajian Lingkungan Komprehensif Pasca Bencana Mengembangkan basis data lingkungan skala rinci untuk mengkaji dampak kumulatif multi hazards di kawasan Selatan Jawa, mencakup pemetaan formasi vegetasi wilayah pesisir, kerusakan lingkungan dan areal resiko. Memasang pilar titik kontrol geodetik untuk memantau pergeseran posisi akibat adanya pergerakan bumi (geodinamika) di wilayah yang rentan terhadap bencana dengan cara pengikatan ke kerangka geodetik nasional. Melakukan investigasi geologi wilayah pesisir pasca Tsunami skala rinci (1:10.000) dan berbagai gejala gempa tektonik terkait, investigasi dampaknya pada konstruksi bangunan dan rumah, dan pengembangan model bencana gempa bumi dan Tsunami ( earthquake dan tsunami hazards model ) sebagai bahan masukan dalam penataan kawasan wilayah pesisir. Melakukan pemetaan dan pemantauan kualitas lingkungan meliputi pemantauan kualitas air (sumur, sungai, lokasi industri yang terkena dampak gempa bumi), tanah (kontaminasi dari aktivitas industri, limbah medis, limbah laboratorium, dsb.), dan kualitas udara. Melakukan analisis jejaring sosial ( social network analysis ) untuk melihat sejauhmana kerugian terhadap pranata sosial ekonomi khususnya dalam melihat dampak lanjutan dari hanyurnya infrastruktur ekonomi di lokasi yang terkena dampak bencana. Menerapkan berbagai petunjuk teknis untuk kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi yang saat ini sudah diadopsi (SNI) sebagai acuan dalam pembangunan kawasan rentan bencana yang mencakup: 1) material konstruksi yang digunakan, 2) perencanaan kawasan, 3) pengenalan konsep bangunan berwawasan lingkungan khususnya di daerah rawan gempa. 32. Terimakasih Nuhun Pisan Arigatou Gozaimasu