Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik)
akibat akumulasi beberapa bahan seperti lipid-filled macrophages (foam cells),
massive extracellular lipid dan plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks, pembentukan fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil (Departemen Kesehatan, 2006 dalam Putri, 2013: 12). Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena faktor-faktor tertentu. Faktor yang dapat menyebabkan kerusakan lapisan endotel yaitu faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, sitokin sel darah, asap rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi LDL. (Young dan Libby, 2007 dalam Arif, 2012: 6). Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapisan dalam pembuluh darah, dan lambat laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan atau penyumbatan pembuluh darah (Rustika, 2001 dalam Putri, 2013: 12). Kerusakan lapisan endotel pembuluh darah ini juga akan mengaktifkan cell molecule adhesion seperti sitokin, TNF-, growth factor, dan kemokin. Limfosit T dan monosit akan teraktivasi dan masuk ke permukaan endotel lalu berpindah ke subendotel sebagai respon inflamasi. Monosit berproliferasi menjadi makrofag dan mengikat LDL teroksidasi sehingga makrofag membentuk sel busa. Akibat kerusakan endotel menyebabkan respon protektif dan terbentuk lesi fibrous, plak aterosklerotik yang dipicu oleh inflamasi. Respon tersebut mengaktifkan faktor Va dan VIIIa yang akan membentuk klot pada pembuluh darah. Teraktivasinya kedua faktor tersebut dapat dipicu karena tidak terbentuknya protein C oleh liver sehingga thrombin mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin sehingga terbentuk klot (Young dan Libby, 2007 dalam Arif, 2012: 6). Disfungsi endotelial akan membentuk jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terlambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, cenderung terjadi pembentukan bekuan darah (Muttaqin, 2010: 145). Trombosit yang terkena permukaan kasar akan pecah dan menempel atau mengalami penggumpalan pada pembuluh darah membentuk bekuan darah (trombus). Trombus ini akan menyumbat pembuluh darah, sehingga darah yang mengalir pada pembuluh darah tersebut akan berkurang bahkan sampai berhenti dan terjadi iskemia lokal (Handayani, 2011: 20 dan Muttaqin, 2010: 147). Aterosklerosis berkontribusi dalam pembentukan thrombus. Hal ini dikarenakan teraktivasinya faktor VII dan X mengakibatkan terpaparnya sirkulasi darah oleh zat-zat thrombogenik yang akan menyebabkan rupturnya plak dan hilangnya respon protektif seperti antithrombin dan vasodilator pada pembuluh darah (Young dan Libby, 2007 dalam Arif, 2012: 7). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsula fibrosa yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur (Myrtha, 2012 dalam Putri, 2013: 13). Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap) (Trisnohadi, 2009 dalam Puspanathan, 2015: 15). Erosi, fisura, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue factor) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10-20 menit. Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural (Muchid et al, 2006 dalam Putri, 2013: 15). Infrak miokard akut dengan segmen ST elevasi (STEMI) umumnya terjadinya jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak. Kematian sel-sel miokard yang disebakan infark miokard dapat mengakibatkan kekurangan oksigen. Sel-sel miokard mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen (Corwin, 2002 dalam Arif, 2012: 7). Akibat thrombus tersebut, kebutuhan ATP pembuluh darah untuk berkontraksi berkurang, hal ini disebabkan kurangnya suplai oksigen sehingga pembentukan ATP berkurang. Keadaan ini berdampak pada metabolisme mitokondria sehingga terjadi perubahan proses pembentukan ATP menjadi anaerob glikolisis. Berkurangnya ATP menghambat proses, Na+ K+ -ATPase, peningkatan Na+ dan Cl- intraselular, menyebakan sel menjadi bengkak dan mati (Fuster et al, 2011 dalam Arif, 2012: 7). Akibat kematian sel tercetus reaksi inflamasi yang menyebabkan terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan faktor-faktor pembekuan dan membentuk plak trombus. Jika plak aterosklerosis mengalami ruptur atau ulserasi dan terjadi ruptur lokal yang menyebabkan oklusi arteri koroner sehingga terjadilah infrak (Corwin, 2002 dalam Arif, 2012: 7).