Vous êtes sur la page 1sur 8

Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel mast dan

eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. (1)
Etiologi asma bronkial :

1. Reaksi imunologi (alergi) dimana IgE meninggi.


2. Faktor genetik.
3. Gabungan antara reaksi imunologi dan genetik.

Kriteria diagnostik asma bronkiale :

Batuk, sesak, wheezing, hiperventilasi, dispnea, takipnea, ortopnea, ekspirasi memanjang,


sianosis, takikardi persisten, penggunaan obat bantu pernapasan, kesukaran bicara, dan
pulsus paradoksus. (1,2,5)

Indikasi masuk rumah sakit : (1,3)

- Asma akut dengan bronkodilator yang tidakk membaik


- Takikardi persisten
- Dispnea
- Hipertensi
- Pulsus paradoksus
- Sianosis
- Hipoksemia (PO2 kurang 70 mmHg)
- Hiperkapnia (PCO2 kurang 38 mmHg)
- Emfisema subkutan

Pemeriksaan penunjang :
- Uji faal paru
Inform konsen (perlu)
Penatalaksanaan : (1,2,3)
Prinsipnya tidak berbeda dengan asma lain. Sedapat mungkin menggunakan obat oral sedikit
mungkin. Obat yang terpilih yaitu golongan bronkodilator seperti agonis beta-2 inhalar
dengan atau steroid.

Penatalaksanaan Asma Akut


- O2 4-6 liter per menit
- Beta-2 agonis : salbutamol 5 ml; feneterool 2,5 mg; terbutalin 10 mg dengan inhalasi
nebolisasi dapat diulang setiap 20 menit dalam 1 jam; parenteral, subkutan, intravena.
Terbutalin 0,25 mg dalam dekstran 5% pelan-pelan.
- Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgbb. BBila sudah menggunakan aminofilin kurang 12
jam berikan setengah dosis saja.
- Kortikosteroid sistemik.

Penataksanaan Asma Kronik


- Desensitasi alergen : teofilin 800-1200 mmg/hr (oral)
- Terbutalin 2,5-5 mg
- Prednison 30-60 mg per hari (oral)
- Betametrion inhalan 100 mg.

Persalinan biasanya dapat berlangsung akan tetapi bila penderita masih dalam serangan dapat
diberikan pertolongan tindakan berupa ekstraksi vakum atau forceps. Tindakan seksio sesar
atas indikasi asma jarang atau tidak pernah dilakukan. (4)

Daftar Pustaka

1. Mangunnegoro H, DSP, FCCP, Junus F,DSP,Ph.D, Soemanto DKS,DSP. Asma Patogenesis


Diagnosis dan Penataklaksanaan. Buku Pegangan Dokter. Jakarta.1997. 1-52.
2. Brar HS. Bronchial Asthma in Pregnancy. Management of Common Problems in Obstetrics
and Gynecology, third edition. Boston : Blackwell Scientific Publications. 1994. 12-19.
3. Gant NF, Cunningham FG. Medical & Surgical Illness Complicating Pregnancy, Basic
Gynecology and Obstetrics. First edition. New Jersey : Appleton & Langey. 1993.447.
4. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Ed. ke-2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 1992. 490-491.
5. Cunningham FG. Mac. Donald DC, Gant NF. Obstetri Williams. ed. ke-18. Dallas.
1989. Alih bahasa : Suyono J, Andry H, Cetakan I. Jakarta : EGC. 1995. 965.

Pengertian

Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma
adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang
reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
(Smelzer Suzanne : 2001). Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah
suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai
dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

Etiologi

Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis,
kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya
sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya
produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan
udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti
gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah
paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.

Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang
disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti
eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan
asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor
yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing. Pada sebagian
penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam,
gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan
bekerja dengan keras.

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :


1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial
di laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-
tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat
bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

Klasifikasi Asma

Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi
seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi
biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non
alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.

Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan
lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma.
Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.

Penatalaksanaan

Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :


a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun
penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :

a. Pengobatan dengan obat-obatan


Seperti :
1) Beta agonist (beta adrenergik agent)
2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3) Anti kolinergik (bronkodilator)
4) Kortikosteroid
5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1) Oksigen 4-6 liter/menit.
2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer
dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin
0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan.
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang
menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
c.Pemeriksaan Penunjang :
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin
dan inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal
nafas, bronkhitis dan fraktur iga.

Pengkajian

a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental : lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik
Dada
1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3) Keabnormalan struktur Thorax
4) Contour dada simetris
5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6) RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
Auskultasi
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c) Tes provokasi bronkial
Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan
test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen,
kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8) Pemeriksaan sputum.

Vous aimerez peut-être aussi