Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TENTANG
BUPATI KAPUAS,
MEMUTUSKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Kapuas.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur Penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
4. Bupati adalah Bupati Kapuas.
5. Dinas adalah Perangkat Daerah Kabupaten Kapuas yang memiliki tugas
dan wewenang dalam bidang kesehatan.
6. Kepala Dinas adalah Kepala Perangkat Daerah Kabupaten Kapuas yang
memiliki tugas dan wewenang dalam bidang kesehatan.
7. Unit Pelaksana Teknis Dinas selanjutnya disingkat UPTD adalah
pelayanan kesehatan pada semua sarana pelayanan kesehatan milik
Pemerintah Daerah di bawah Dinas yaitu : Puskesmas, Puskesmas Rawat
Inap, Puskesmas Mampu PONED, Puskesmas dengan Gawat Darurat,
Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Polindes/Poskesdes dan
Laboratorium Kesehatan Daerah.
2
8. Pusat Kesehatan Masyarakat selanjutnya disingkat Puskesmas adalah
Unit Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di wilayah
tertentu.
9. Puskesmas dengan Tempat Perawatan adalah Puskesmas yang
mempunyai fasilitas rawat inap dengan sejumlah tempat tidur.
10. Puskesmas dengan Unit Gawat Darurat adalah Puskesmas yang
dilengkapi dengan fasilitas pelayanan gawat darurat.
11. Puskesmas mampu PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar) adalah Puskesmas yang dilengkapi dengan fasilitas pertolongan
persalinan standar dengan sejumlah tempat tidur.
12. Puskesmas Pembantu adalah unit yang melaksanakan sebagian fungsi
Puskesmas dengan skala yang lebih kecil dengan wilayah kerja 1 (satu)
sampai 3 (tiga) desa.
13. Pos Kesehatan Desa selanjutnya disebut Poskedes adalah suatu unit
pelayanan kesehatan bersumberdaya masyarakat yang di kelola oleh Bidan
di desa dan dibantu oleh minimal oleh 2 (dua) kader.
14. Pondok Bersalin Desa selanjutnya disebut Polindes adalah merupakan
salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam menyediakan tempat
pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak lainnya,
termasuk KB di desa.
15. Puskesmas Keliling adalah Tim Pelayanan Kesehatan Keliling yang
dilengkapi dengan fasilitas kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau perahu
bermotor, peralatan kesehatan dan sarana penyuluhan.
16. Bidan di desa adalah Bidan yang ditempatkan dan bertugas di Desa
dengan wilayah kerja 1 sampai 2 desa dengan atau tanpa mengelola
Pondok Bersalin Desa (Polindes) atau Pos Kesehatan Desa (Poskesdes).
17. Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan kesehatan kepada masyarakat
yang meliputi pemeriksaan kesehatan, pengobatan, tindakan medik,
perawatan, pemakaian fasilitas/sarana kesehatan termasuk pemberian
perizinan di bidang kesehatan yang diberikan/disediakan oleh Pemerintah
Daerah.
18. Pemeriksaan kesehatan adalah pemeriksaan medik atas diri orang yang
memerlukan surat keterangan kesehatan.
19. Pengobatan adalah kegiatan pelayanan yang bertujuan untuk
menghentikan proses penyakit atau gejala yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dengan cara dan teknologi khusus untuk keperluan tersebut.
20. Tindakan medik adalah operasi anestesi, tindakan pengobatan dengan
menggunakan alat dan tindakan diagnosa khusus.
21. Perawatan adalah pelayanan dan tindakan keperawatan/asuhan
keperawatan oleh tenaga perawat pada UPTD sesuai dengan fungsinya.
22. Fasilitas/sarana kesehatan adalah pelayanan atas pemakaian sarana
kesehatan, bahan, obat-obatan, bahan kimia dan alat kesehatan habis pakai
yang digunakan langsung dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan
dan rehabilitasi.
23. Rawat Inap adalah penggunaan fasilitas rawat inap termasuk makan di
Puskesmas Rawat Inap.
24. Akomodasi adalah penggunaan fasilitas inap di Puskesmas Rawat Inap.
25. Bahan dan alat adalah bahan kimia obat untuk kesehatan (habis pakai)
dan radiologi serta bahan lain untuk observasi diagnose, pengobatan,
perawatan dan pelayanan kesehatan lainnya.
3
26. Visum et repertum adalah laporan tertulis yang dibuat atas sumpah untuk
justisi tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada korban oleh dokter
sepanjang pengetahuannya yang sebaik-baiknya dan hanya dapat diminta
oleh instansi/pejabat yang berwenang minta visum et repertum.
27. Retribusi Daerah adalah Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan
oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
28. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan
yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
29. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
30. Retribusi Pelayanan Kesehatan selanjutnya disebut retribusi adalah
Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas pelayanan kesehatan.
31. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
32. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas
waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu
dari Pemerintah Daerah.
33. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah
bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
34. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD,
adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok
retribusi yang terutang.
35. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar
daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
36. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah
surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa
bunga dan/atau denda.
37. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.
38. Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi
adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta
menemukan tersangkanya.
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 2
4
Pasal 3
(1) Obyek retribusi adalah setiap pelayanan kesehatan yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah.
(2) Dikecualikan dari obyek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelayanan kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Pasal 4
BAB III
GOLONGAN DAN WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 5
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6
BAB V
PRINSIP YANG DIANUT DALAM MENETAPKAN STRUKTUR DAN BESARNYA
TARIF RETRIBUSI
Pasal 7
(1) Prinsip yang dianut dalam menetapkan struktur dan besarnya tarif retribusi
memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan
masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan
tersebut.
5
2) biaya pemeliharaan sarana.
c. Biaya bunga dan modal terdiri dari :
1) biaya bunga pinjaman.
2) biaya pengadaan peralatan,tanah dan bangunan.
Pasal 8
(1) Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 9
BAB VII
MASA RETRIBUSI
Pasal 10
(1) Masa retribusi adalah selama jangka waktu berlakunya pelayanan kesehatan.
(2) Retribusi terutang dalam masa retribusi sejak diterbitkannya SKRD.
BAB VIII
PENENTUAN PEMBAYARAN, TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN
PENUNDAAN PEMBAYARAN
Pasal 11
(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa karcis, kupon, dan kartu langganan.
Pasal 12
(1) Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk
sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain
yang dipersamakan.
6
Pasal 13
Pasal 14
BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 15
(1) Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang
membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang
dibayar.
BAB X
PENAGIHAN
Pasal 16
(1) Apabila wajib retribusi tidak membayar atau kurang membayar retribusi yang
terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk dapat melaksanakan penagihan atas retribusi yang terutang dengan
menggunakan STRD atau surat lain yang sejenis.
(2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului
dengan Surat Teguran.
(3) STRD atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan
penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh
tempo.
(4) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah STRD atau surat lain yang sejenis
dikeluarkan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
BAB XI
KEBERATAN
Pasal 17
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai
alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak
tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi dapat menunjukkan
bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
7
(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah
suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan wajib retribusi.
(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan
pelaksanaan penagihan Retribusi.
Pasal 18
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan
dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan
kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus
diberi keputusan oleh Bupati.
(3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan
Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut
dianggap dikabulkan.
Pasal 19
BAB XII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 20
8
BAB XIII
PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA
Pasal 21
Pasal 22
(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan
penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Retribusi yang sudah
kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur
dengan Peraturan Bupati.
BAB XIV
PEMANFAATAN
Pasal 23
BAB XV
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 24
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas
dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
9
BAB XVI
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 25
BAB XVII
PENYIDIKAN
Pasal 26
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh
Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan
retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan
jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan
retribusi;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan
bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan
daerah dan retribusi;
10
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 27
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah
Kabupaten Kapuas Nomor 17 Tahun 1999 Tentang Retribusi Pelayanan
Kesehatan beserta seluruh perubahannya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 29
B U P A T I K A P U A S,
cap dtt
MUHAMMAD MAWARDI
cap dtt
NURUL EDY
11