Vous êtes sur la page 1sur 33

BAB I

PENDAHULUAN

Urolithiasis merupakan penyakit yang paling umum terjadi dengan insiden dan
prevelensi yang terus meningkat di dunia bahkan pada negara-negara industri. Survei
Epidemiologi sebelumnya telah menunjukkan bahwa di negara-negara ekonomi maju
tingkat prevalensi berkisar antara 4% dan 20%. Dalam laporan sebelumnya, prevalensi
batu ginjal bervariasi antara lokasi geografis, mulai dari 8% menjadi 19% pada laki-laki
dan dari 3% sampai 5% pada wanita di negara-negara Barat. Batu saluran kemih juga
merupakan penyakit yang ketiga pada saluran kemih selain infeksi saluran kemih dan
kondisi patologis prostat (BPH dan kanker prostat). Sebagian besar batu kemih
melewati calyces ginjal ke panggul dan kemudian ke ureter. Pembentukan batu utama di
ureter membutuhkan aliran kemih yang sudah terjadi obstruksi.1
Meskipun peningkatan pemahaman mekanisme pembentukan batu semakin
jelas, namun batu ureter masih menjadi masalah yang menimpa pasien di seluruh dunia.
Urolitiasis merupakan salah satu penyakit yang paling umum di Jerman dengan sekitar
750.000 kasus per tahun. Pembentukan batu merupakan salah satu bentuk gangguan
saluran kemih yang menyakitkan dan terjadi sekitar 12% pada populasi global dan
tingkat re-kejadian tersebut pada laki-laki adalah 70-81% dan 47-60% pada wanita. Hal
ini dinilai bahwa setidaknya 10% dari populasi di bagian industri di dunia menderita
dengan masalah pembentukan batu kemih.2
Meskipun kebanyakan pasien hanya memiliki satu episode batu, tetapi dikatakan
bahwa 25% dari pasien tersebut mengalami pembentukan batu yang berulang. Oleh
karena itu, batu saluran kemih memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup
dan faktor sosial ekonomi seseorang. Selain itu, patogenesis kalsium oksalat pada batu
saluran kemih, yang merupakan lebih dari 80% kasus batu, belum dapat sepenuhnya
dipahami. Banyak berbagai faktor yang berperan dalam pembentukan batu, namun
masih belum jelas bagaimana mekanisme yang sebenarnya terjadi dalam proses
tersebut.2
Oleh karena itu, urolithiasis perlu dipelajari lebih lanjut bagaimana penyebab,
mekanisme pembentukan batu, dan terapi yang diberikan agar penulis dapat lebih
memahami penyakit tersebut lebih dalam.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi saluran kemih


Sistem saluran kemih terdiri dari ginjal, ureter, kantung kemih, dan uretra.

Gambar 2.1.1 Anatomi saluran kemih

2.1.1 Ginjal
Ginjal terdapat sepasang pada posisi retroperitoneal (antara dinding dorsal tubuh
dan peritoneum parietal) di daerah pinggang superior. Letaknya dari T12 ke L3. Ginjal
menerima perlindungan dari tulang rusuk bagian bawah. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri karena di daerah tersebut terdapat hati. Pada orang yang hidup,
timbunan lemak atau kapsul adipose menahan ginjal terhadap otot dinding dada bagian
bawah.
Ginjal mendapat makan dari arteri renalis yang merupakan cabang dari aorta
desendent. Vena ginjal menyerap darah dari sebuah ginjal, masuk ke dalam vena cava
inferior. Pembuluh darah ini masuk atau keluar dari ginjal pada bagian medial ginjal
yang disebut sebagai hilus ginjal.3

2
Secara eksternal, ginjal dikelilingi oleh membran transparan halus yang disebut
kapsul fibrosa. Pada bagian dalam, ginjal dibagi menjadi beberapa daerah. Korteks
ginjal adalah wilayah yang paling dangkal. Korteks ginjal tampak berwarna lebih terang
dan merupakan tepat filtrasi glomerulus dan reabsorpsi atau sekresi tubulus.
Dari korteks, kedalam menuju medula ginjal. Medula tampak bewarna lebih
gelap dan terpencil pada suatu daerah segitiga yang disebut sebagai piramida ginjal.
Dasar setiap piramida menghadap ke korteks dengan puncak runcing, disebut papilla
ginjal, mengarah menuju wilayah terdalam dari ginjal. Piramida ginjal dipisahkan oleh
kolom ginjal, yang terbuat dari jaringan yang mirip dengan korteks ginjal.
Daerah terdalam dari ginjal, medial ke hilus ginjal, terdiri dari daerah yang
relatif datar, berongga seperti cekungan yang disebut sebagai pelvis ginjal. Didalamnya
terdapat calyces yang mengelilingi papilla renal pada medula. Kaliks minor
mengelilingi setiap papilla renal dengan calyces minor lainnya membentuk kaliks besar
yang mengalir ke pelvis renal. Ginjal terus membersihkan darah dan menyesuaikan
komposisinya, sehingga tidak mengherankan jika ginjal memiliki pasokan darah yang
kaya.3
Dalam keadaan istirahat, arteri renal yang besar memberikan seperempat dari
total cardiac output (~ 1200 ml) ke ginjal setiap menit. Arteri renalis keluar pada sudut
kanan dari aorta abdominal. Karena setiap arteri renalis mendekati ginjal, maka
pembuluh ginjal dibagi menjadi lima arteri segmental. Dalam sinus ginjal, masing-
masing cabang arteri segmental lebih lanjut membentuk beberapa arteri interlobar. Di
persimpangan korteks-medula, arteri interlobar bercabang ke arteri arkuata yang
melengkungkan pada dasar piramida medula.
Arteri kortikal kecil memancar keluar dari arteri arkuata untuk memberi nutrisi
pada jaringan kortikal. Arteriol aferen bercabang dari arteri kortikal radiata memulai
untuk penataan kompleks pada pembuluh darah mikroskopis. Pembuluh darah ini
merupakan kunci dasar fungsi ginjal yang akan diperiksa segera pada saat deskripsi
nefron.

3
Gambar 2.1.2 Anatomi ginjal

Ginjal terdiri dari atas satu juta nefron, merupakan unit structural dan fungsional
yang bertanggung jawab untuk membentuk urin. Setiap nefron terdiri dari glomerulus
(cluster kapiler) dan tubulus ginjal. Setiap tubulus ginjal dimulai sebagai kantung yang
secara bertahap mengelilingi dan membungkus glomerulus yang berdekatan. Ujung
tubulus yang membesar yang membungkus glomerulus disebut sebagai capsula
bowman, dan dinding bagian dalamnya terdiri dari sel-sel khusus dengan proses
percabangan panjang yang disebut sebagai podocytes. Podocytes melekat satu sama lain
dan pada dinding endotel kapiler glomerular, membentuk membrane yang sangat
berpori disekitar glomerulus.3
Susunan anatomi ginjal selanjutnya adalah tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal. Tubulus kontortus proksimal dibentuk
oleh sel-sel epitel kuboid dengan permukaannya luminal berperan sebagai reabsorpsi
dari hasil filtrasi. Tubulus kontortus distal mempunyai struktur yang mirip dengan
struktur tubulus kontortus proksimal. Akan tetapi, sel-selnya terlihat lebih kecil dan
mengadung sedikit mikrovili. Lengkung henle berbentuk U dapat terdiri dari epitel
sederhana skuamosa (segmen tipis) atau sederhana cuboidal / columnar (segmen tebal),
tergantung daerah mana yang terlibat dalam proses difusi pasif air atau transpor aktif
garam.
Kebanyakan nefron, yang dikenal sebagai nefron kortikal, terletak sepanjang
korteks. Namun, bagian dari loop of Henle dari nefron juxtamedullary menembus
dengan baik ke medula. Duktus kolektikus, yang masing-masing menerima urin dari
banyak nefron, mengalir ke bawah melalui piramida medula untuk mengosongkan

4
produk urin kedalam kaliks dan berakhir pada pelvis. Fungsi nefron tergantung pada
beberapa fitur unik dari sirkulasi ginjal. Ada dua tempat istirahat kapiler yang berbeda,
glomeruli dan kapiler peritubular. Glomerulus mendapat nutrisi dari arteriol aferen dan
dan mengalir ke arteriol eferen, bertanggung jawab untuk membentuk filtrat yang
diproses oleh tubulus ginjal. Tempat istirahat kapiler peritubular berasal dari arteriol
eferen dan melekat pada tubulus ginjal. Kapiler ini bertanggung jawab untuk menyerap
zat terlarut dan air yang didapatkan dari filtrat oleh sel-sel tubulus. Bagian kapiler
peritubular, yang disebut sebagai vasa recta, terletak disekitar lengkung Henle bagian
dalam yang berhubungan dengan nefron juxtamedullary. Pembuluh ini mempunyai
peran penting dalam membentuk urin terkonsentrasi.

Gambar 2.1.3 Anatomi ginjal secara mikroskopis

2.1.2 Ureter
Ureter adalah tabung ramping yang mengalirkan urin dari ginjal ke kandung
kemih. Ureter dimulai pada tingkat L2 sebagai kelanjutan dari pelvis ginjal. Turun di
belakang peritoneum dan berjalan miring melalui dinding posterior kandung kemih.
Pengaturan ini berfungsi untuk mencegah aliran balik urin karena setiap peningkatan
tekanan kandung kemih kompres dan menutup ujung distal pada ureter. Secara
histologis, dinding ureter memiliki tiga lapisan.3 Bagian atas berupa epitel transisional
ini bersifat kontinu dengan mukosa pelvis ginjal bagian atas dan kandung kemih medial.

5
Lapisan muskularis tersusun dari dua lembar otot polos - lapisan memanjang internal
dan lapisan melingkar eksternal. Lapisan adventitia meliputi permukaan luar ureter
merupakan bagian khas untuk jaringan ikat fibrosa.

2.1.3 Kandung kemih


Kandung kemih halus, dapat dilipat, dan mengandung kantung otot yang
menyimpan urin sementara. Kandung kemih terletak retroperitoneal di lantai pelvis
posterior menuju simfisis pubis. Bagian dalam kandung kemih memiliki bukaan untuk
kedua ureter (ureter lubang) dan uretra. Bagian yang halus, yang merupakan wilayah
segitiga dari kandung kemih berdasarkan garis tiga bukaan oleh trigonum, berperan
penting secara klinis karena proses infeksi tertahan pada daerah ini. Dinding kandung
kemih terdiri dari tiga lapisan yaitu mukosa yang mengandung epitel transisional,
lapisan otot tebal yang disebut otot detrusor, dan lapisan adventitia berserat. Ketika
kosong, kandung kemih kolaps menjadi bentuk piramida dasar, dindingnya tebal, dan
membentuk lipatan. Ketika penuh, kandung kemih mengembang, berbentuk buah pir,
dan naik keatas pada rongga perut.3

Gambar 2.1.4 Anatomi Kantung kemih dan Uretra

6
2.1.4 Uretra
Uretra adalah tabung berotot berdinding tipis yang mengalirkan urin dari
kandung kemih dan mengalirkannya keluar tubuh. Di persimpangan kandung kemih-
uretra, otot polos detrusor menebal untuk membentuk sfingter uretra internal. Gerakan
spinter yang tidak disadari ini, yang dikendalikan oleh sistem saraf otonom, menjaga
uretra agar tertutup ketika urine tidak lewat dan mencegah kebocoran. Sfingter uretra
eksternal mengelilingi uretra saat melewati diafragma urogenital. sphincter ini terbentuk
dari otot rangka dan dibawah kesadaran.
Panjang dan fungsi uretra berbeda pada kedua jenis kelamin. Pada wanita, uretra
hanya 3 - 4 cm dan jaringan konektif fibrosa terikat kuat pada dinding vagina anterior.
Pada laki-laki panjang uretra sekitar 20 cm dan memiliki tiga daerah yang berbeda yaitu
uretra prostat, yang berjalan melalui kelenjar prostat, uretra membran, yang berjalan
melalui diafragma urogenital, dan uretra spons, yang berjalan melalui penis. Uretra laki-
laki memiliki dua fungsi yaitu untuk membawa semen serta urin keluar dari tubuh.
Epitel mukosa uretra kebanyakan epitel kolumnar yang semu dengan epitel transisional
yang meregang singkat dekat kandung kemih dan epitel skuamosa berlapis dekat
pembukaan eksternal. Sebaliknya, muskularis tersusun terutama dari dua lembar otot
polos - lapisan internal yang longitudinal dan lapisan melingkar eksternal - dan
adventitia menutupi permukaan uretra yang merupakan khas pada jaringan ikat fibrosa.3

2.2 Definisi
Urolithiasis merupakan batu pada saluran kemih. Batu pada saluran kemih dapat
terbentuk pada ginjal (nephrolithiasis), sepanjang ureter (ureterolithiasis), kandung
kemih (vesikolithiasis), maupun uretra (uretrolithiasis).

2.3 Jenis-jenis batu


2.3.1 Batu kalsium
Jenis batu yang paling umum dari batu ginjal yaitu batu kalsium. Hal ini
dibuktikan bahwa batu yang mengandung kalsium mewakili sekitar 80% dari semua
kasus di Amerika Serikat; ini biasanya mengandung kalsium oksalat baik sendiri
maupun kombinasi dengan kalsium fosfat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengendapan kristal oksalat dalam urin antara lain hyperoxaluria yang berkaitan dengan

7
perkembangan batu kalsium oksalat. Pembentukan batu kalsium fosfat juga
berhubungan dengan hiperparatiroid dan asidosis tubulus ginjal. Oxaluria meningkat
pada pasien dengan gangguan tertentu gastrointestinal termasuk penyakit radang usus
seperti penyakit Crohn atau pasien yang telah menjalani reseksi usus kecil atau prosedur
usus memotong kecil. Oxaluria juga meningkat pada pasien yang mengkonsumsi
peningkatan jumlah oksalat.4
Batu kalsium oksalat muncul sebagai 'amplop' mikroskopis. Mereka juga dapat
membentuk 'dumbbells'. Kristal kalsium oksalat dalam urin merupakan kristal yang
paling umum dari batu ginjal manusia. Pembentukan kristal kalsium oksalat juga
merupakan salah satu dari efek racun dari etilena glikol. Kebanyakan kristal terlihat
seperti enam sisi prisma dan sering terlihat seperti piket yang menunjuk dari pagar
kayu. Lebih dari 90% kristal urin sedimen akan memiliki jenis morfologi seperti ini.
Bentuk-bentuk lain yang kurang umum daripada 6 prisma sisi, namun merupakan
indkasi penting untuk dapat mengidentifikasi jenis batu dengan cepat dalam kasus
emergency.4

2.3.2 Batu struvit


Sekitar 10-15% dari bate urin terdiri dari struvit (amonium magnesium fosfat,
NH4MgPO4 6H2O). Batu struvit, yang dikenal sebagai "batu infeksi", urease atau
batu triple-fosfat, paling sering terbentuk dengan adanya proses infeksi oleh bakteri
pemecah urea. Didalamnya terdapat enzim urease yang berfungsi untuk memetabolisme
urea menjadi amonia dan karbon dioksida. Urin yang mengalami alkalinisasi merupakan
kondisi menguntungkan untuk terbentuknya batu struvite. Proteus mirabilis, Proteus
vulgaris, dan morganii Morganella adalah organisme yang paling sering terisolasi. Batu
infeksi ini umumnya diamati pada orang orang yang memiliki faktor predisposisi
untuk terjadinya infeksi saluran kemih seperti cedera sumsum tulang belakang, kelainan
bentuk kandung kemih neurogenik, vesicoureteral refluks, dan uropati obstruktif. Selain
itu, juga terjadi pada orang dengan gangguan metabolisme seperti hiperkalsiuria
idiopatik, hiperparatiroidisme, dan asam urat.4

8
Batu infeksi ini dapat tumbuh dengan cepat, membentuk kaliks staghorn yang
besar (berbentuk tanduk) dimana kondisi ini membutuhkan pembedahan invasif seperti
nephrolithotomy perkutaneus sebagai terapi yang rasional. Batu struvit (tiga fosfat atau
magnesium amonium fosfat) memiliki morfologi seperti tutup a'coffin. Magnesium ,
amonium dan fosfor yang bahan dasar untuk pembentukan kristal struvit di urin. Selain
itu, pH urin dan pengaruhnya terhadap konsentrasi ion trivalen phosphat (PO4)3
berperan dalam proses kristalisasi batu struvit. Seiring dengan peningkatan pH urine,
H3PO4, H2PO4-1 and HPO4-2 juga berperan untuk upakanmeningkatkan konsentrasi
(PO4)3, yang meri komponen utama dan pendorong untuk pembentukan kristal struvit.

2.3.3 Batu Asam Urat


Sekitar 5-10% dari semua batu yang terbentuk adalah batu asam urat. Orang
dengan kelainan metabolik seperti obesitas berisiko untuk menghasilkan batu asam urat.
Obesitas juga berhubungan dengan kondisi yang menyebabkan hyperuricosuria (jumlah
asam urat yang berlebihan dalam urin) dengan atau tanpa hiperurisemia (jumlah asam
urat yang berlebihan dalam serum). Obesitas juga berkaitan dengan gangguan
metabolisme asam atau basa di urin yaitu PH urin menjadi rendah sehingga
memudahkan terjadi pengendapan kristal asam urat. Diagnosis urolitiasis asam urat
didukung oleh adanya batu radiolucent pada kondisi urin yang asam.
Pasien dengan penyakit radang usus (penyakit Crohn, kolitis ulserativa)
cenderung memiliki hiperoksaluria dan membentuk batu oksalat. Pasien-pasien ini juga
memiliki kecenderungan untuk membentuk batu asam urat. Batu berbentuk kristal
pleomorfik dan berlian. Mereka juga mungkin terlihat seperti kotak atau batang yang
terpolarisasi. Pasien dengan hiperurikosuria dapat diobati dengan allopurinol yang akan
mengurangi pembentukan asam urat.4

2.3.4 Batu Sistin


Batu sistin terbentuk karena gangguan dari pengangkutan asam amino (blok
bangunan protein) yang disebut sistin yang menghasilkan kelebihan cystine dalam urin
(cystinuria) dan pembentukan batu sistin. Cystinuria adalah kelainan dalam transportasi
asam amino. Sistin cenderung mengendap diurin dan membentuk batu pada batu traktus
urinarius yang dialirkan melalui urin. Batu-batu besar tetap berada di ginjal

9
(nefrolitiasis) yang akan merusak aliran urin sementara batu ukuran sedang membuat
jalan mereka dari ginjal ke ureter dan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
Obstruksi saluran kemih menyebabkan ureter melebar (membesar) dan ginjal yang akan
dikompresi. Obstruksi tersebut juga menyebabkan urin menjadi stagnan (tidak bergerak)
dan merupakan peluang untuk infeksi saluran kemih berulang. Tekanan pada ginjal dan
urin yang terinfeksi merupakan hasil kerusakan pada ginjal. Kerusakan dapat
berkembang menjadi gagal ginjal dan penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan
terapi berupa dialisis ginjal atau transplant. Tanda-tanda dan gejala cystinuria adalah
adanya hematuria, flank nyeri, kolik ginjal, dan uropati obstruktif dan infeksi saluran
kemih.4

2.3.5 Batu silikat


Batu ini sangat jarang terjadi. Batu dapat terbentuk sebagai akibat pemakaian
obat tertentu atau produk herbal dan penumpukan bahan kimia dari produk-produk
dalam urin. Beberapa obat yang berpengaruh diantaranya ini adalah loop diuretik,
Asetazolamide, Topiramat, zonisamide, pencahar (ketika disalahgunakan),
Ciprofloxacin, obat sulfa, triamterene, Indinavir, Efedrin, dan produk yang mengandung
silica.4

2.4 Faktor risiko


Faktor risiko terbentuknya batu saluran kemih diantaranya adalah faktor
keluarga, jenis kelamin, umur, dehidrasi, asupan kalsium dan oksalat yang tinggi,
penyakit metabolik seperti hipertiroidisme, cystinuria, asam urat, disfungsi usus,
Nefrokalsinosis, sarkoidosis ditentukan secara genetik pembentukan batu cystinuria,
hiperoksaluria Primer, Renal tubular acidosis (RTA).5
Penyakit ini terdapat pada laki-laki dan perempuan dengan prevalensi populasi
2-3%. Selain itu, diperkirakan bahwa risiko terdapat batu seumur hidup dari 12% untuk
laki-laki kulit putih dan 5-6% untuk perempuan kulit putih.5
Tingkat kekambuhan terjadinya batu saluran kemih sekitar 10% dalam satu
tahun, 35% dalam lima tahun, dan 50% dalam waktu 10 tahun. Insiden meningkat batu
kemih pada negara maju berhubungan dengan peningkatan standar hidup (seperti
asupan makanan tinggi protein dan mineral), ras, etnis dan wilayah yang ditempatinya.

10
Batu terbentuk dua kali pada laki-laki dibanding wanita. Usia puncak pada pria adalah
30 tahun sedangkan pada wanita memiliki distribusi usia bimodal yaitu dengan puncak
usia 35 dan 55 tahun.5
Faktor makanan yang berisiko meningkatkan pembentukan batu yaitu asupan
cairan yang rendah, asupan makanan tinggi kalsium, oxalate, kekurangan vitamin A,
kelebihan vitamin D. Selain itu, pembentukan batu umumnya terjadi karena drainase
yang tidak memadai pada saluran kemih, adanya benda asing di saluran kemih, dan
infeksi mikroba, Kalsium oksalat dianggap sebagai konstituen utama dalam batu
ginjal.6
Kalsium merupakan salah satu komponen paling umum terbentuknya batu
ginjal, terutama kalsium oksalat. Hal ini mungkin terkait dengan peranan kalsium
dalam mengikat oksalat pada saluran pencernaan. Meskipun jumlah asupan kalsium
menurun, jumlah oksalat yang tersedia untuk penyerapan ke dalam aliran darah
meningkat. Hal ini menyebabkan ekskresi oksalat ke urin oleh ginjal semakin
meningkat. Dalam urin, oksalat adalah promotor yang sangat kuat dalam pembentukan
kalsium oksalat, 15 kali lebih kuat dibandingkan kalsium.6
Elektrolit lain tampaknya mempengaruhi pembentukan batu ginjal. Misalnya,
dengan meningkatnya ekskresi kalsium urin, diet natrium tinggi dapat meningkatkan
risiko terbentuknya batu.6
Dehidrasi dapat meningkatkan risiko pembentukan batu ginjal dengan
mekanisme yang sama. Di sisi lain, asupan makanan tinggi kalium diketahui dapat
mengurangi risiko pembentukan batu karena kalium dapat membantu ekskresi sitrat,
penghambat pembentukan batu kristal kemih. Asupan tinggi magnesium juga berperan
untuk mengurangi risiko pembentukan batu Kristal.
Konsumsi vitamin seperti suplemen vitamin C berhubungan dengan peningkatan
insiden terbentuknya batu. Kelebihan asupan makanan dari vitamin C dapat
meningkatkan risiko pembentukan batu kalsium oksalat. Akan tetapi, belum dibuktikan
secara pasti bahwa hal ini pasti terjadi karena terdapat suatu penelitian yang
menjelaskan bahwa tidak berhubungan secara bermakna antara kedua hal tersebut.
Hubungan antara asupan vitamin D dan batu ginjal juga demikian. Suplemen
vitamin D yang berlebihan dapat meningkatkan risiko pembentukan batu dengan

11
meningkatkan penyerapan kalsium di usus. Akan tetapi, tidak ada bukti bahwa koreksi
defisiensi vitamin D meningkatkan risiko pembentukan batu.6
Kejenuhan urin juga berpengaruh terhadap terjadinya batu saluran kemih. Ketika
urin menjadi jenuh (ketika pelarut urin mengandung lebih dari zat terlarut) dengan
(kristal pembentuk) zat yang satu atau lebih membentuk benih-benih kristal melalui
proses nukleasi.6
Proses Nukleasi heterogen (di mana terdapat permukaan padat Kristal yang
dapat tumbuh) berlangsung lebih cepat dari nukleasi homogen (di mana kristal harus
tumbuh dalam medium cair tanpa permukaan), karena membutuhkan energi yang lebih
sedikit. Benih kristal dapat tumbuh dan beragregasi menjadi suatu massa yang
terorganisir. Meskipun tergantung pada komposisi kimia dari kristal, proses
pembentukan batu lebih cepat ketika pH urin tinggi atau rendah sekali.
Selain faktor-faktor tersebut, terdapat faktor kelainan anatomi yang berperan
dalam pembentukan proses batu saluran kemih. Faktor predisposisi tersebut yaitu
ureteralstrictures, vesiko-ureter refluks, ureteropelvic stenosis, dan kompresi ureter
ekstrinsik.5,6

Faktor Resiko tinggi Urolithiasis


- Age; child or adolescent
- Brushite, uric acid/urate, infectious stones
- Chronic psychovegetative stress
- Single kidney
- Malformation of the urinary tract
- Disorders of gastrointestinal function
- High recurrence rate
- Hyperparathyroidism (HPT)
- Nephrocalcinosis
- Positive family history
- Primary hyperoxaluria
- Renal tubular acidosis
- Residual stone fragments
- Cystine, 2,8-dihydroxyadenine, xanthine
Stones

Tabel 2.4.1 Faktor risiko tinggi terjadinya Urolithiasis

12
2.5 Epidemiologi
Survei epidemiologi menunjukkan bahwa di negara-negara ekonomi
berkembang tingkat prevalensi batu saluran kemih antara 4% hingga 20%. Dalam
laporan sebelumnya menunjukkan bahwa prevalensi batu ginjal bervariasi secara
geografis di negara barat, mulai dari 8% menjadi 19% pada laki-laki dan dari 3%
sampai 5% pada wanita di negara-negara tersebut. Data dari beberapa negara
berkembang menunjukkan angka prevalensi yang mirip dengan negara-negara Barat. Di
negara Iran, prevalensinya diperkirakan 5,7%, sedikit lebih sering pada laki-laki (6,1%)
dibandingkan perempuan (5,3%). Sedangkan insiden kejadian urolitiasis pada tahun
2005 adalah 145,1.6
Scales et al mengamati peningkatan dramatis dari tahun 1997 menuju 2002 dari
tingkat kesesuaian penyakit batu pada wanita dalam sampel yang representatif dari
populasi di Amerika Serikat dengan perubahan prevalensi berdasarkan jenis kelamin
terhadap penyakit batu dari 1,7: 1 menuju 1,3: 1 rasio perbandingan laki-laki dengan
perempuan.6
Tipe 2 diabetes, obesitas, dan hipertensi berhubungan dengan nefrolitiasis,
diabetes mungkin menjadi faktor dalam pengembangan batu asam urat. Resistensi
insulin, karakteristik dari sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, menyebabkan pH urine
menjadi lebih rendah melalu ginjal yang mengalami kerusakan ammoniagenesis
sehingga memudahkan terjadinya pembentukan batu asam urat. Resistensi insulin dapat
didahului dengan diagnosis diabetes melitus pada beberapa dekade bahkan penderita
diabetes merupakan risiko untuk terjadi peningkatan insiden pembentukan batu ginjal.
Pembentukan batu kalsium oksalat secara bermakna berhubungan dengan
beberapa faktor risiko penyakit jantung koroner, termasuk kebiasaan merokok,
hipertensi, hiperkolesterolemia, dan obesitas. Obesitas dan berat badan meningkatkan
risiko pembentukan batu ginjal. Besarnya peningkatan risiko mungkin lebih besar pada
wanita dibandingkan pada pria. Khususnya indeks massa tubuh (BMI) 30 atau lebih
besar dikaitkan dengan risiko yang lebih besar dari pembentukan batu ginjal.
Karena keragaman dari batu saluran kemih, banyak komposisi batu yang
berbeda ditemukan. Kalsium oksalat (whewellite, weddellite; prevalensi> 80%),
kalsium fosfat (apatit karbonat, 5%), magnesium amonium fosfat ( "batu infeksi";
struvite, 5%), dan asam urat (13%) merupakan komposisi batu yang lebih sering

13
ditemukan, sedangkan sistin, amonium urat, dan brushite lebih jarang terjadi (semua
1%). Perubahan gaya hidup dan perbaikan dalam diagnosis telah menyebabkan
tumbuh prevalensi dan insidensi batu kemih. Sebuah survei nasional di Jerman
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kejadian (dari 0,54% menjadi 1,47%) dan
prevalensi (dari 4,0% menjadi 4,7%) antara tahun 1979 dan 2001.6,7
Lima puluh persen pasien yang menderita setidaknya mengalami satu kali
kekambuhan, dan 10 sampai 20% terjadi tiga rekurensi atau episode lanjut urolitiasis.
Prevalensi 12% telah dilaporkan di Amerika Serikat. Pada awal abad ke-12, Hildegard
dari Bingen (1098-1179) mengakui bahwa terdapat hubungan antara makanan yang
kaya, anggur, dengan batu kemih. Pada tahun 2000, 9,7% dari pria Jerman tapi hanya
5,9% wanita Jerman di kelompok umur antara 50 hingga 64 tahun telah mengalami
episode urolitiasis sebelumnya. Dalam dua dekade terakhir insiden telah meningkat
terutama antara usia 40 dan 49 tahun.6

2.6 Patofisiologi
Pembentukan batu kemih merupakan hasil dari berbagai mekanisme yang
berbeda-beda. Keadaan seperti kejenuhan urin merupakan faktor yang memudahkan
metabolisme bakteri yang berperan dalam pembentukan asam urat atau sistin.
Pembentukan fraksi batu yang paling umum, yaitu mengandung kalsium, bersifat lebih
kompleks dan belum sepenuhnya dapat dipahami. Namun, terdapat bukti terbaru yang
menunjukkan bahwa pembentukan batu tetap dapat terjadi. Penjelasan sederhana yang
dahulu diterima mengenai kelebihan produk kelarutan zat lithogenik didalam urin tidak
dapat menjelaskan proses yang kompleks secara sufisien.2
Terdapat suatu hipotesis yang menjelaskan mengenai pengendapan awal Kristal
terjadi di lumen tubulus ginjal. Akan tetapi, terdapat suatu pengertian yang menyatakan
bahwa pembentukan plak utama (primer) terjadi di ruang interstitial papilla renal. kristal
CaPh dan matriks organik awalnya mengendap di sepanjang membran basement pada
loop Henle yang tipis dan diperluas ke dalam ruang interstitial menuju urothelium untuk
membentuk suatu plak yang disebut Randall plak. Pada Randall plak, biasanya
ditemukan batu CaOx pada saat melakukan endoksopi pada pasien. CaPh kristal
tampaknya sebagai sumber untuk pembentukan batu CaOx kedepannya, dimana
terbentuk dengan cara melekatnya molekul matriks dan CaOx dari urin menjadi plak.

14
Kekuatan pendorong, mekanisme patogenetik yang pasti, dan molekul matriks yang
terlibat masih belum diketahui hingga saat ini.2
Proses patofisiologi yang berbeda ini mengarah pada diagnosis klinis umum
yang dikenal sebagai bekas Batu CaOx. Menurut Stoller et al, mereka menyartakan
bahwa vasa rekta juga berperan dalam pembentukan batu pada ginjal. Vasa rekat yang
mengalami penurunan dan kenaikan sangat penting karena terjadinya kondisi hipoksia
dan hiperosmolar dan aliran darah di papillary tip. Perubahan aliran darah dari papillary
tip ke laminar menuju aliran yang turbulen ini, sebagai proses vasa rekta yang
mengalami kenaikan berulang. Proses ini dapat menyebabkan terjadinya aterosklerotik
yaitu lesi dan kalsifikasi pada dinding vasa rekta. Kalsifikasi ini dapat mengikis ke
interstitium papillary dan tumbuh didaerah tersebut dengan bantuan selular promotor.
Vasa rekta yang menutup telah membuat hipotesis baru mengenai peran vaskular dalam
pada proses lithogenesis batu ginjal.
Selain itu, terdapat berbagai faktor yang harus dipertimbangkan dalam
menentukan proses pembentukan batu maupun pengobatanya. Faktor-faktor ini dapat
dikelompokkan ke dalam empat kategori besar: faktor batu (lokasi, ukuran, komposisi,
kehadiran dan durasi obstruksi), faktor klinis (keparahan gejala, harapan pasien, infeksi
yang terlibat, obesitas, koagulopati, hipertensi dan ginjal soliter), faktor anatomi (tapal
kuda ginjal, obstruksi ureteropelvic junction dan ectopia ginjal) dan faktor teknis
(peralatan yang tersedia, keahlian dan biaya).2
Peran Randall plak diduga terlibat dalam pembentukan CaOx batu idiopatik.
Tujuh puluh tahun yang lalu, Randall menjelaskan bahwa kalsifikasi pada papilla ginjal
yang ia temukan adalah 20% dari hasil otopsi. kalsifikasi terbuat dari CaPh (apatit).
Randall mengusulkan bahwa plak merupakan prekursor dari batu kemih. Ketika batu
melekat pada papilla ginjal dikeluarkan, hal ini menimbulkan kesan bahwa plak
merupakan penhubung batu menuju papilla. Pemeriksaan mikroskopis dengan
computed tomography batu CaOx meyakinkan hipotesis ini dengan menunjukkan
demonstrasi adanya apatit pada sisi yang pernah ada batu.
Matlaga et al mendemonstrasikan bahwa terdapat korelasi positif antara
frekuensi kekambuhan batu dengan permukaan papilla ginjal yang tertutup total oleh
plak. Pengamatan mikroskop plak ini menegaskan bahwa tempat terjadinya
pengendapan Kristal ini berada di membran dasar loop Henle yang tipis seperti yang

15
dihipotesis oleh Evan et al. Kristalisasi pada intratubular tidak ditemukan dalam tubulus
ginjal atau saluran pengumpul pada pembentukan batu CaOx idiopatik.
Meskipun tempat pembentukan batu sudah jelas, pemicu awal untuk terjadinya
kristalisasi masih didiskusikan. Sebuah proses yang multifaktorial tampaknya juga ikut
berpeluang. Peningkatan ekskresi kalsium urin berperan penting karena cakupan ukuran
papillary berkorelasi dengan kalsium diurin dan pH urin. Pemeriksaan sebelumnya
menunjukkan bahwa kadar kalsium dan konsentrasi yang tinggi lebih banyak terdapat
didalam papilla ginjal dibandingkan korteks ginjal, medula, atau urin. PH urin yang
asam mengarah pada peningkatan resorpsi bikarbonat ke medulla ginjal dan
peningkatan pH interstitial berturut-turut yang mungkin menuju kepada penipisan
apatit.2
Turunan batu yang berasal dari biopsi papila ginjal dievaluasi oleh
imunohistokimia, pemindaian mikroskop, dan spektroskopi inframerah. Pemeriksaan ini
menunjukkan bahwa urothelium telah hilang di sisi yang lampiran batu. Matriks organik
(terutama Tamm-Horsfall protein dan osteopontin) dan kristal yang terbentuk
merupakan ikatan yang diperlukan untuk memungkinkan terjadi deplesi kristal dan
akibatnya membentuk batu CaOx.

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Dalam mendiagnosis Urolitiasis, seharusnya selalu mempertimbangkan
diferensial diagnosis pada akut abdomen. Presentasi klasik berupa kolik ginjal adalah
nyeri yang sakit sekali pada sisi unilateral atau nyeri perut bagian bawah dengan onset
mendadak dan tidak berhubungan dengan peristiwa pencetus, perubahan postural
maupun obat non narkotik. Dengan pengecualian dari mual dan muntah sekunder untuk
stimulasi pleksus celiac, gejala gastrointestinal biasanya tidak ada.5
Rasa nyeri pada kolik ginjal pada awalnya berupa nyeri pinggang yang samar-
samar. Pasien sering mengabaikan rasa sakit ini sampai berkembang menjadi rasa sakit
parah. Hal ini umumnya terjadi karena batu harus setidaknya membuat sebagian
sumbatan pada ureter menyebabkan rasa nyeri. Rasa sakit ini sering terdapat perut
bagian bawah dan pangkal paha ipsilateral. Pada saat batu berlangsung turun ureter, rasa
nyerinya juga cenderung bermigrasi kearah caudal dan medial.8

16
Selain itu, pada anamesis perlu ditanyakan juga apakah terdapat riwayat
penyakit lain seperti kelainan metabolik atau kelainan pada saluran traktus urinarius.
Ditanyakan pula adakah riwayat batu saluran kemih sebelumnya atau terdapat didalam
keluarga. Riwayat sehari-hari seperti kebiasaan minum, aktivitas fisik, makanan yang
dikonsumsi, obat-obatan yang sedang atau sering dikonsumsi turut berperan dalam
terbentuknya batu saluran kemih.8

2.7.2 Gejala dan tanda


Nefrolithiasis ditandai dengan adanya nyeri pada sudut CVA disertai dengan
pegal, kolik, nausea, hematuria makroskopik maupun mikroskopik, serta infeksi. Jika
terjadi infeksi, dapat terjadi sepsis yang ditandai dengan demam yang mengigil dan
apatis. Pegal pada batu ginjal disebabkan distensi parenkim dan kapsul ginjal,
sedangkan kolik akibat hiperperistaltik otot polos pada kaliks dan pelvis ginjal. Nausea
dan muntah terjadi akibat ileus paralitik. Pada Pemeriksaan fisik biasanya ditemukan
nyeri tekan, nyeri ketuk pada sudut CVA, dapat teraba massa jika terdapat
hidronefrosis.8
Ureterolithiasis ditandai oleh rasa nyeri akut yang disebabkan karena lewatnya
batu. Selain itu, terdapat gejala berupa pegal dan nyeri pada sudut CVA, kolik yang
dapat menjalar ke perut bagian bawah sesuai lokasi batu dalam saluran ureter. Pada pria
nyeri dapat sampai ke testis (batu ureter proksimal) maupun skrotum (batu ureter distal).
Pada wanita nyeri dapat sampai pula ke bagian vulva. Biasanya hanya ditemukan rasa
pegal pada CVA jika batu sudah menetap di ureter akibat bendungan. Pada pemeriksaan
biasanya ditemukan tampak gelisah, kulit basah dan dingin disertai syok ringan pada
fase akut. Nyeri tekan dan ketuk pada sudut CVA, spasme otot abdomen, testis dan
skrotum mengalami hipersensitif. Jika berlangsung kronik, biasanya hanya ditemukan
nyeri tekan dan ketuk pada CVA atau asimptomatis.8
Pada vesikolithiasis ditemukan gejala berupa kencing lancar yang tiba-tiba
berhenti terasa sakit hingga ke penis terutama pada saat pasien mengubah posisi
kencing. Jika terjadi infeksi akan ditemukan sistitis dan hematuria. Pada pemeriksaan
ditemukan nyeri tekan pada suprasimpisis karena adanya infeksi maupun retensi berupa
teraba adanya urin yang banyak, batu yang berukuran besar dapat dipalpasi secara
bimanual, dan kadang-kadang terjadi pembesaran prostat pada pria diatas 50 tahun.8

17
Pada uretrolithiasis ditemukan kencing yang tiba-tiba berhenti ditengah disertai
rasa nyeri hebat pada glans penis, batang penis, perineum maupun rektum, dan terjadi
retensi urin. Hal ini dibuktikan dengan cara adanya rasa sakit pada daerah uretra akibat
adanya batu. Batu dapat terdapat pada bulbus uretra yang dapat diraba dengan Rectal
Toucher, uretra bagian anterior, dan uretra pars prostatika. Selain hal tersebut, diagnosis
banding lainnya adalah infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih ditandai dengan
gejala nyeri pinggang, demam hingga mengigil disertai tanda syok, dysuria, polakisuria,
pyuria, bacteriuria, dan hematuria.8

2.7.3 Pemeriksaan penunjang


a) Hematologi
Selain dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk membuktikan atau menunjang kearah diagnosis batu saluran kemih.
Dimulai dari pemeriksaan laboratorium berupa hematologik. Pada pemeriksaan darah
dapat ditemukan anemia pada pasien dengan gangguan ginjal kronis, leukositosis akibat
infeksi, dan kenaikan kadar ureum kreatinin, serta nilai kadar calcium, fosfor, dan asam
urat.8

b) Urinalisis
Pemeriksan urinalisis seharusnya juga dilakukan pada semua pasien dengan
dugaan batu saluran kemih. Selain dari microhematuria yang khas, temuan penting yang
perlu diketahui adalah pH urine dan adanya kristal, yang dapat membantu untuk
mengidentifikasi komposisi batu. Pada pemeriksaan PH Jika PH > 7,6 biasanya
ditemukan kuman urea splitting organisme yang dapat membentuk batu magnesium
ammonium prostat. PH yang rendah berisiko untuk terjadinya pengendapan batu asam
urat.
Selain itu, pemeriksaan sedimen seperti adanya sel darah merah yang meningkat
biasanya ditemukan pada penderita yang mengalami urolithiasis, sel darah putih pun
ikut meningkat. Selain itu, eksresi Ca, fosfor, dan asam urat dalam urin 24 jam dapat
diperiksa untuk melihat apakah terjadi hipersekresi. Pasien dengan batu asam urat
biasanya hadir dengan urin yang bersifat asam, dan orang-orang dengan pembentukan
batu yang dihasilkan dari infeksi memiliki urin yang bersifat alkali. Identifikasi bakteri

18
penting dalam terapi perencanaan, dan kultur urin harus rutin dilakukan. Piuria yang
terbatas merupakan respon umum akibat iritasi yang disebabkan oleh batu.8,9

c) Ultrasonografi abdomen
USG abdomen memiliki penggunaan yang terbatas dalam diagnosis dan
manajemen pada urolithiasis. Meskipun dari hasil ultrasonografi sudah dapat terbaca,
mudah dilaksanakan, dan sensitif terhadap batu ginjal, maka sebenarnya sukar terlihat
pada batu ureter, yang sensitivitasnya 19%, dimana gejalanya lebih simptomatik dari
batu ginjal. Namun, jika batu ureter dapat terlihat oleh USG, maka penemuan ini dapat
dipercaya karena memiliki spesifisitas 97%.9,10,11
Pemeriksaan USG sangat sensitif sekali terhadap hidronefrosis, yang mungkin
merupakan manifestasi dari gejala obstruksi ureter, tetapi sering terbatas dalam
menentukan tingkat atau sifat obstruksi. Selain itu, USG juga berguna dalam menilai
proses parenkim ginjal, yang mungkin meniru kolik ginjal. Ultrasonografi abdomen
merupakan modalitas pencitraan yang lebih disukai untuk evaluasi nyeri ginekologi,
dimana yang lebih umum terjadi daripada urolitiasis pada wanita usia subur.9,10,11

d) Foto polos abodmen


Foto polos abdomen pada ginjal, ureter dan kandung kemih mungkin cukup
untuk mendokumentasikan ukuran dan lokasi batu radiopak di saluran kemih. Batu yang
mengandung kalsium, seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat, lebih mudah untuk
dideteksi dengan foto polos abdomen. Sedangkan batu yang kurang radioopak, seperti
batu asam urat murni dan batu yang terbuat dari sistin atau magnesium amonium fosfat,
mungkin sulit untuk dideteksi.
Akan tetapi kelemahannya, walaupun batu radiopak sering digelapkan atau
dikabarukan oleh tinja atau gas didalam usus, dan batu ureter terdapat tulang pelvis atau
prosesus transversus vertebra, batu akan sangat sulit untuk diidentifikasi. Selanjutnya,
nonurologic radioopak seperti kelenjar limfe mesenterika, batu empedu, tinja dan
phleboliths (kalsifikasi pembuluh darah pelvis), dapat salah ditafsirkan juga sebagai
batu. Meskipun batu urin secara historis 90% telah dianggap radiopak, sensitivitas dan
spesifisitas foto polos abdomen radiografi kurang baik karena sensitivitas hanya dari 45
sampai 59 persen dan spesifisitasnya hanya dari 71 ke 77 persen.9,10,11

19
e) Pyelography Intravena
Pyelography intravena telah dianggap sebagai modalitas pencitraan yang standar
untuk pemeriksaan batu saluran kemih. Pyelogram intravena memberikan informasi
yang berguna tentang batu (ukuran, lokasi, radiodensity), lingkungannya (kaliks
anatomi, derajat obstruksi), serta unit kontralateral ginjal (fungsi, anomali). Pyelography
intravena tersedia secara luas dan hasil interpretasinya juga baik. Dengan modalitas
pencitraan ini, bate ureter dapat dengan mudah dibedakan dari radiopak pada kasus
nonurologik.
Akurasi pyelography intravena dapat dimaksimalkan dengan persiapan usus
yang tepat, dan meminimalkan efek ginjal yang merugikan media kontras dengan
memastikan bahwa pasien terhidrasi dengan baik. Akan tetapi, persiapan langkah-
langkah ini membutuhkan waktu dan kadang tidak dapat dicapai terutama pada pasien
dalam situasi darurat.
Dibandingkan dengan ultrasonografi abdomen dan foto polos abdomen,
pyelography intravena memiliki sensitivitas yang lebih besar yaitu 64-87 persen dan
spesifisitas 92-94 persen untuk mendeteksi batu ginjal. Namun, pyelogram intravena
dapat membingungkan dengan adanya batu radiolusen yang disebabkan bukan karena
proses obstruksi, yang mungkin tidak selalu menghasilkan filing defect. Selanjutnya,
pada pasien dengan obstruksi tingkat tinggi, bahkan reimaging diperpanjangan 12
sampai 24 jam mungkin tidak menunjukkan tingkat obstruksi karena konsentrasi
kontras medium yang tidak memadai.9,10,11
Media kontras yang digunakan dalam pyelography intravena membawa potensi
efek merugikan. Hal yang pertama adalah efek nefrotoksik yang terdokumentasi dengan
baik. Kadar kreatinin serum harus diukur sebelum media kontras diberikan. Meskipun
tingkat kreatinin lebih besar dari 1,5 mg per dL (130 umol per L) bukan merupakan
kontraindikasi mutlak, risiko dan manfaat menggunakan media kontras harus hati-hati
ditimbang, terutama pada pasien dengan diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular atau
multiple myeloma. Risiko ini dapat diminimalkan dengan hidrasi pasien sehingga
meminimalkan jumlah bahan kontras yang diresapi dan memaksimalkan interval waktu
antara studi kontras berturut-turut. Sebenarnya, lebih baik untuk menghindari
penggunaan media kontras ketika modalitas pencitraan alternatif dapat memberikan
informasi setara.

20
Peran media kontras nonionik terus berkembang. Penggunaan bahan-bahan
tersebut dapat menurunkan reaksi seperti mual, flushing dan bradikardia, tetapi tidak
terlihat untuk reaksi anafilaksis atau nefrotoksisitas. Perhatian baru telah muncul setelah
adanya laporan pada kasus asidosis metabolik yang fatal setelah prosedur radiologis
yang menggunakan media kontras intravena pada pasien diabetes dengan sebelumnya
gagal ginjal dan memakai metformin. Mekanisme dasar ini melibatkan penurunan
ekskresi metformin ginjal dengan kontras media menginduksi terjadinya nefrotoksisitas
yang menghasilkan peningkatan kadar metformin serum. Rekomendasi dari Food and
Drug Administration AS untuk menghentikan metformin pada saat atau sebelum
prosedur menggunakan bahan kontras dan untuk menahan obat selama 48 jam setelah
prosedur. Terapi metformin dihidupkan kembali setelah fungsi ginjal telah dievaluasi
dan ditemukan normal.9,10,11

f) Noncontrast Helical CT
Noncontrast helical CT telah meningkat penggunakan untuk penilaian awal
kolik ginjal. Modalitas pencitraan ini cepat, akurat dan mudah mengidentifikasi semua
jenis batu pada semua lokasi. Pemeriksaan penunjang ini memiliki sensitivitas 95
sampai 100 persen dan spesifisitas 94-96 persen. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin
definitive untuk mengecualikan batu pada pasien dengan nyeri perut.
Tanda-tanda berhubungan, seperti pembesaran ginjal, perinefrik atau peradangan
periureteral atau terdampar, dan distensi dari sistem pengumpulan atau ureter,
merupakan indikator yang sensitif dari tingkat obstruksi pada ureter. Densitas
Hounsfield pada batu dapat digunakan untuk membedakan sistin dan batu asam urat
dari batu kalsium yang tersangkut dan mampu subtyping batu kalsium ke dalam kalsium
fosfat, kalsium oksalat monohidrat dan batu kalsium oksalat dihidrat. Non-Contrast
heliks CT juga berguna dalam mendiagnosis sakit perut yang disebabkan bukan dari
urologi seperti aneurisma aorta abdominal dan cholelithiasis.9
Ukuran estimasi batu ginjal dapat ditentukan dengan menggunakan teknik
pencitraan ini yang sedikit berbeda dari yang diperoleh dengan KUB radiografi. Non-
Contrast heliks CT umumnya lebih mahal daripada pyelography intravena. Non-
Contrast helical CT dapat menjadi teknik pencitraan pilihan dan pelayanan yang standar
untuk kedepannya. Pemeriksaan ini akan muncul sebagai modalitas pencitraan awal

21
yang definitif untuk urolithiasis dan memungkinkan pyelography intravena sebagai
candangan perencanaan terapi pada kasus batu yang kompleks.9.10,11

IMAGING SENSITIVITY SPECIFICIT ADVANTAGES LIMITATIONS


MODALITY (%) Y (%)
Ultrasonography 19 97 - Mudah diraih - Pengambaran kurang
baik pada batu ureter
-Baik untuk men-
diagnosis hidronefrosis
dan batu ginjal
-Tidak membutuhkan
radiasi ionisasi

Plain 45 59 71 - 77 - Mudah diraih dan tidak - Batu pada ureter


radiography Mahal bagian tengah,
phleboliths, batu
radiolucent, kalsifikasi
diluar saluran kemih
dan kondisi non-
genitourinary

Intravenous 64 87 92 - 94 -Mudah diraih Variable-quality


pyelography -Memberikan informasi imagingRequires bowel
kondisi anatomi dan fungsi preparation and use of
kedua ginjal contrast mediaPoor
visualization of
nongenitourinary
conditionsDelayed images
required in high-grade
obstruction

Noncontrast 95 to 100 94 to 96 Most sensitive and specific Less accessible and


helical computed radiologic test (i.e., relatively expensiveNo
tomography facilitates fast, definitive direct measure of renal
diagnosis)Indirect signs of function
the degree of
obstructionProvides
information on
nongenitourinary conditions

Tabel 2.7.1 Pemeriksaan penunjang Urolithiasis

22
2.7.4 Diagnosis banding
Gejala mirip dengan kolik ginjal dapat disebabkan oleh kondisi yang bukan
batu. Pada wanita, proses ginekologi yang harus diperhatikan meliputi torsi ovarium,
kista ovarium dan kehamilan ektopik. Pada pria, gejala proses testis seperti tumor,
epididimitis atau prostatitis mungkin dapat meniru gejala seperti batu ureter distal.11
Penyebab umum lainnya dari sakit perut atau abdominal pain, seperti usus
buntu, kolesistitis, divertikulitis, kolitis, konstipasi, hernia, aneurisma bahkan arteri,
dapat menimbulkan ketidaknyamanan yang mirip. Gejala yang miprip dengan
urolithiasis juga terjadi dengan lesi urologi seperti kelainan bawaan ureteropelvic
junction, tumor ginjal atau ureter, dan penyebab lain dari obstruksi ureter.
Banyak dokter keluarga yang telah memiliki pengalaman dengan pasien yang
mereka yang dicurigai memiliki kolik buatan. Pasien ini sering mengaku sebagai
"alergi" untuk intravena kontras media. Noncontrast heliks computed tomography (CT)
adalah modalitas yang relatif baru dengan yang mampu meniadakan batu pada pasien
yang bermasalah.9,11

2.8 Tatalaksana
Prinsip tatalaksana pada pasien urolithiasis adalah mengurangi faktor risiko yang
dapat menyebabkan terjadinya batu saluran kemih, mengurangi nyeri dan
memperhatikan tanda-tanda akut abdomen, serta terapi tindakan untuk mengeluarkan
batu saluran kemih yang sesuai.
Faktor-faktor risiko yang menyebabkan pasien mengalami batu urolithiasis
harus disingkirkan seperti menjaga pola diet yang baik, minum untuk mencegah
dehidrasi, mengurangi konsumsi vitamin dan obat yang menyebabkan terbentuknya
batu, mengatasi penyakit yang mendasari, menjaga pola hidup yang sehat dengan
melakukan aktivitas fisik, melakukan konsultasi jika terjadi rekurensi batu atau
memiliki riwayat keluarga yang menderita batu saluran kemih, menjaga intake calsium,
dan lain-lain.

Indikasi pengeluarkan aktif batu saluran kemih menurut EAU tahun 2014 yaitu:
- Kasus batu yang mungkin rendah untuk spontan keluar
- Adanya obstruksi saluran kemih yang persisten

23
- Ukuran batu lebih dari 15 mm
- Adanya infeksi
- Nyeri menatap atau berulang
- Batu metabolic yang tumbuh cepat
- Adanya gangguan fungsi ginjal
- Keadaan sosial pasien

a) Konservatif
Langkah awal tatalaksana pada batu ureter harus dipertimbangkan untuk
menghilangkan nyeri berupa terapi konservatif. Terapi konservatif yang dapat dilakukan
adalah manajemen nyeri dengan pemberian obat OAINS, peningkatan asupan minum
dan pemberian diuretic dengan target diuresis 2 liter per hari, dan pemantuan secara
berkala setiap 1-14 hari sekali maksimal 6 minggu untuk menilai batu dan derajat
hidronefrosis. Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari
5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan, berada dilokasi ureter distal, dan
tidak terjadi obstruksi total.12,13
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran
urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu
keluar dari saluran kemih. Nyeri dapat dicapai dengan pemberian berbagai agen melalui
rute yang berbeda. Natrium diklofenak, indomethacine, ibuprofen, methamizol,
tramadol, dan analgetik lainnya merupakan obat yang biasa digunakan. Studi banding
antara diklofenak dan agen lainnya membuktikan bahwa diklofenak merupakan
analgetika narkotik yang unggul dan menunjukkan efek samping yang lebih sedikit.
Sedangkan disisi lain diklofenak tidak menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan
Ketoprofen. Selain itu, telah dispekulasikan bahwa diklofenak mungkin dapat mencegah
episode berulang pada kolik ginjal jika diberikan secara teratur.12,13
Strategi pengobatan tersebut dengan USG merupakan pendekatan menarik dan
berkasiat untuk batu ureter dengan diameter 7 mm. Batu ureter kurang dari 4 mm
memiliki kesempatan lebih dari 80% untuk lewat secara spontan. Sebaliknya, sebagian
besar batu dengan diameter lebih dari 8 mm memerlukan intervensi. Tingkat batu yang
lewat secata spontan bergantung pada beban dan lokasi batu. Tingkat laju lewatnya batu
adalah 25% pada batu ureter proksimal, 45% untuk pertengahan batu ureter dan 70%

24
untuk batu ureter distal, dengan catatan bahwa diameter tidak melebihi 7 mm. Waktu
yang diperlukan batu untuk lewat secara spontan juga tergantung pada ukuran dan
lokasi batu.
Dalam suatu studi, waktu yang berarti untuk lewatnya batu antara lain 5 hari
untuk batu distal yang lebih kecil dan 59 hari untuk batu proksimal yang lebih besar.
Oleh karena itu, manajemen konservatif dari 4 sampai 6 minggu mungkin jelas untuk
batu distal yang lebih kecil jika gejala pasien tetap asimtomatik.
Namun, kehadiran batu yang berdiameter lebih dari 7 mm, nyeri yang tidak
memadai pada infeksi yang terkontaminasi, risiko pyonephrosis atau sepsis, dan
obstruksi bilateral atau unilateral pada ginjal tunggal bisa menjadi salah satu
kontraindikasi untuk pendekatan seperti diatas. Akan tetapi sekarang ini, terdapat
sejumlah studi yang menyelidiki efek dari berbagai obat pada pengusiran batu secara
spontan pada batu ureter distal. Obat ini termasuk analgetika, obat anti-inflamasi,
antagonis kalsium seperti nifedipine dan alphablockers seperti tamsulosin. Agen yang
disebutkan di atas tamsulosin tampaknya sangat menjanjikan dalam studi
pendahuluan.12,13

Ukuran dan lokasi batu Kemampuan batu untuk bergerak


<4mm 80%
<<4mm 25%
<7mm pertengahan ureter 45% 45%
<Ureter distal 7 mm 70% 70%
2.8 Ukuran dan lokasi batu untuk Bergerak

b) Gelombang kejut Extracorporeal lithotripsy (ESWL)


Litotripsi yaitu memecahkan batu buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli. Batu dapat dipecahkan secara mekanik, dengan
menggunakan gelombang ultrasonic, elektrohidrolik, atau sinar laser. Metode yang
banyak digunakan adalah ESWL. ESWL merupakan metode dengan menggunakan
gelombang kejut yang dialirkan melalui air dan dipusatkan pada batu tanpa adanya
perlukaan pada kulit. ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy) telah ditetapkan
sebagai pilihan terapi utama yang minimal invasif untuk pengobatan batu ginjal sejak
dua puluh tahun terakhir. Pada awalnya, ada ketidakpastian tentang efektivitas dalam
pengobatan batu ureter. Terdapat perhatian utama karena pergerakan dari batu ureter,

25
karena ada kemungkinan memengaruhi organ diluar saluran kemih sebagai mana energi
yang diterapkan. Dengan peningkatan keahlian, ESWL telah ditunjukkan pemakaiannya
aman dan efektif dalam pengobatan batu ureter.12,13
Pada beberapa studi awal, telah dilaporkan bahwa keberhasilan dan terjadi
pergerakan batu setelah ESWL sampai dengan 90%. Hal ini juga telah dibuktikan
bahwa batu ureter yang diterapi dengan ESWL dapat tanpa pemberian anestesi regional
atau umum dan memiliki efek samping atau komplikasi yang rendah. Efek samping
yang paling umum dari ESWL adalah nyeri lokal, edema mukosa ureter dengan
obstruksi ringan dan hidronefrosis.
Kecepatan bergerak batu pada suatu studi tergantung pada yang jenis, ukuran,
dan lokasi batu dalam ureter. Diperkirakan laju gerak batu yang bebas untuk batu ureter
proksimal adalah 77.4% (kisaran 63-100) Data untuk batu ureter bagian tengah yaitu
80,3% (kisaran 60-98), dan untuk batu distal ureter 77,9 (kisaran 59-100). Dalam
sebuah studi yang luar biasa di Amerika Serikat, 18.825 pasien diobati dengan 1-3 sesi
dari ESWL untuk batu ureter dengan ukuran dan lokasi. Seluruh pasien yang telah
diobati difollow up pada periode 1988-1993. Mean free rate batunya adalah 83,8%
(mulai dari 67,9% untuk batu yang lebih besar dari 20 mm, menjadi 85,8% untuk batu
kecil dari 10 mm).
Setelah diketahui bahwa ESWL adalah prosedur invasif minimal yang dapat
diterapkan tanpa anestesi lokal, regional atau umum telah membuatnya menjadi suatu
alternatif yang menarik dalam pengobatan batu ureter. Namun, pergerakan laju batu
yang bebas setelah sesi pengobatan satu kali masih tetap lebih tinggi dengan
ureteroscopy. Jadi, batu diharapkan pecah menjadi ukurannya kurang dari 2 mm dan
keluar melalui urin. Kontraindikasi penggunakan ESWL pada pasien yang sedang
hamil, perdarahan diatesis, infeksi saluran kemih yang tidak terkontrol, obesitas berat
yang dapat menghalangi gelombang kejut, anurisma arteri disekitar batu, dan obstruksi
anatomis distal dari batu.12,13

c) Ureteroskopi
Ureteroskopi atau uretero-renoskopi yaitu memasukkan alat ureteroskopi per-
uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai
energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat

26
dipecah melalui tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini. Ureteroscopy telah dipakai
sebagai pilihan standar terapi dalam dekade terakhir ini. Ureteroscopy telah mengubah
strategi pengobatan terhadap batu ureter. Prosedur ini dilakukan di bawah anestesi
umum atau regional di ruang operasi dengan peralatan fluoroskopi dan pasien dalam
posisi litotomi. Stenting ureter tetap menjadi isu yang diperdebatkan. Hal ini tidak
ditunjukkan secara rutin, tetapi hanya kadang-kadang tergantung pada ukuran dan
bentuk batu, ukuran ureteroscope dan diameter ureter.
Tujuan utamanya ureteroscopy adalah untuk mendapatkan batu kembali, baik
hanya satu bagian (jika <10 mm) atau lebih setelah dihancurkan diureter. Indikasi
ureteroscopy adalah dapat dilakukan pada setiap batu didalam ureter, baik itu terletak
distal maupun proksimal. Jika terdapat kecurigaan adanya penyakit lain disamping
urolithiasis, maka ureteroscopy merupakan satu-satunya modalitas yang dapat
membangun diagnosis. Hasil klinis dari pemakaian ureteroscopy telah membaik selama
bertahun-tahun.12,13
Laju batu yang bebas dulunya 72% dan 90% untuk batu ureter proksimal dan
distal sampai tahun 1996. Sebagian besar, komplikasi intraoperatif ditangani dengan
memperpanjang masa operasi dengan stenting pada ureter. Satu-satunya pengecualian
untuk pendekatan ini adalah avulsi ureter yang membutuhkan intervensi operasi
langsung. Sebagai contoh, transplantasi autologous atau rekonstruksi ureter dengan usus
kecil.

d) Pembedahan
Selain tindakan-tindakan diatas terdapat tindakan lain yang dapat dilakukan
untuk mengeluarkan batu saluran kemih yaitu bedah terbuka. Tindakan pembedahan
terbuka antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi, ureterolithotomi, vesicolithotomi,
urethrolithotomi, nefrektomi. Pembedahan dikerjakan jika cara nonbedah tidak berhasil
dan tidak tersedia alat untuk litotripsi. Indikasi pembedahan pada batu saluran kemih
yaitu:12,13
- Batu kaliks : Adanya hidrokaliks, nefrolitiasis berat, dan tidak berhasil dengan ESWL
- Batu pelvis : Jika terjadi hidronefrosis, infeksi, nyeri hebat, dan batu berbentuk tanduk
rusa

27
- Batu ureter : Telah terjadi gangguan fungsi ginjal, nyeri hebat, dan terdapat impaksi
ureter
- Batu buli : Ukuran batu yang lebih dari 3 cm

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran kemih adalah
gagal ginjal, striktur ureter, infeksi, sepsis, abses perinefrit, pielonefritis.5,11

2.10 Pencegahan
Salah satu pencegahan urolithiasis adalah berdasarkan jenis pembentukan batu
yang terbentuk. Untuk mencegah Kristal fosfat ammonium magnesium, semua batu di
dalam saluran kemih harus dihilangkan. Karena bakteri B. Proteus dapat hidup didalam
batu yang tidak ditembus oleh antibiotik. Selain itu, mempertahankan PH diatas 6,2
mencegah pembentukan Kristal asam urat.
Pencegahan asam urat dapat dilakukan dengan cara diet dan pemberian
allopurinol jika kadar asam urat di dalam tubuh tinggi. Selain itu, batu juga dapat
berasal dari oktokalsium fosfat. Oktokalsium fosfat harus dicegah dengan
mempertahankan PH tubuh yaitu dibawah 6,4. Jika nilai PH diatas 6,4 perlu dicari
penyebab yang memengaruhinya seperti apakah terdapat infeksi saluran kemih. Selain
itu, nilai kalsium serum dan eksresi kalsium perlu diperiksa.14
Kalsium oksalat juga berperan dalam pembentukan batu saluran kemih terutama
batu ginjal. Eksresi oksalat yang tinggi perlu dicegah untuk menghindari terbentuknya
kristalisasi kalsium oksalat dengan cara menghindari makanan yang mengandung
oksalat tinggi seperti bayam, teh, kopi, dan cokelat. Hiperkalsemia dan hiperkalsiuria
juga perlu dicegah dengan membatasi diet kalsium maupun deteksi dini penyakit
tertentu seperti hipertiroid.14

Substansi Tujuan Dosis Catatan Jenis batu yang


disetujui untuk
tatalaksana
Alkaline - Alkalisasi urin - 512g/hari -ukuran dosis dan - Calcium Oxalate

28
citrates - Kompensasi (1436 mmol/hari) frekuensi - Asam urat
- Hipositraturia - Anak: 0.10.15 tergantung - Sistein
-hiperkalsiuria ringan g/kg BB/hari pada kebutuhan pH
(5-8 mmol / hari). urin atau asidosis
- Mengatur asam basa -Pengendapan
menyeimbangkan pada Fosfat
RTA dan asidosis mungkin dalam
Metabolic sistein
metaphylaxis
( pH urin tinggi)
Allopurinol Untuk menurunkan -100300 mg/hari -Hati-hati pada - Calcium Oxalate
Hyperuricosuria - Anak :13mg/ gangguan fungsi - Asam urat
Hyperuricemia kgBB /hari ginjal - Ammonium
-Dosis Alupurinol Urate
yang tinggi dapat -2,8 Dihydroxy-
menyebabkan adenine
xanthinuria
Calcium (Ca) Menurunkan -160 mg setiap - Makan 30 menit - Calcium oxalate
hyperoxaluria makan maximum sebelum minum
500 mg/day obat
- hypercalciuria
L-Methionine - Pada Urin yang -6001500 - Kontraindikasi - Calcium Oxalate
membentuk asam mg/hari pH urin pada renal tubular - Batu karena
jadi 5.86.2 asidosis infeksi
- Ammonium
Urate
Magnesium - Hipomagnesiuria -200400 mg/hari, - Dosis dikurangi - Calcium oxalate
(Mg) yang terisolasi Anak: 6 mg/kg pada gangguan
BB/hari fungsi ginjal
Sodium - Alkalisasi urin - 4.5 g/hari - Dosis tergantung - Calcium oxalate
carbonate - Hypocitraturia keadaan PH urin - Asam urat
-Mengatur keseimbangan - Cystine

29
asam basa
Pyridoxine - Pada hyperoxaluria -Dosis awal 5 - Hati-hati pada - Calcium oxalate
mg/kg BB/hari, polineuropati
maximum 20
mg/kg BB/hari
Thiazide - Menurunkan eksresi Ca - 12.550 mg/kg - Mengurangi - Calcium oxalate
oleh ginjal -Anak: 0.51 mg/ Intoleransi glukosa - Calcium
kgBB/kg - Menaikan kadar phosphate
asam urat serum
Tabel 2.10.1 Pencegahan profilaksis pada urolithiasis5

30
BAB III
KESIMPULAN

Urolithiasis merupakan batu pada saluran kemih. Batu pada saluran kemih dapat
terbentuk pada ginjal (nephrolithiasis), disepanjang ureter (ureterolithiasis), kandung
kemih (vesikolithiasis), maupun uretra (uretrolithiasis). Jenis batu saluran kemih terdiri
dari batu kalsium, struvit, asam urat, sistin, dan silikat. Namun, diantara jenis-jenis batu
tersebut batu kalsium merupakan batu terbanyak yang ditemukan pada sebagian besar
kasus.
Terdapat berbagai multifaktorial yang dapat menyebabkan terbentuknya batu
saluran kemih seperti pola makan, riwayat didalam keluarga, konsumsi tinggi vitamin
dan kalsium, obat-obatan, ada riwayat batu saluran kemih didalam keluarga, dehidrasi,
PH urin yang rendah, penyakit metabolic seperti hipertiroid, kelainan anatomi seperti
obstruksi pada vesiko uretero junction, infeksi saluran kemih, dan lain-lain.
Dalam mendiagnosis urolithiasis, perlu ditanyakan adakah riwayat batu saluran
kemih sebelumnya atau terdapat didalam keluarga. Riwayat kebiasaan sehari-hari
seperti kebiasaan minum, aktivitas fisik, makanan yang dikonsumsi, obat-obatan.
Gejala-gejala yang mendukung seperti kolik renal atau ureter, hematuria, kencing yang
tiba-tiba berhenti ditengah dan disertai rasa nyeri, kencing yang lancer dan tiba-tiba
berhenti, serta terasa sakit hingga ke penis terutama pada saat pasien mengubah posisi
kencing, dan lain-lain.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis
diantaranya adalah pemeriksaan hematologi, urinalisis, foto polos abdomen, USG
Abdomen, dan Noncontrast helical computed tomography. Batu dapat ditunjukan dengan lesi
yang radioopak maupun radiolusen pada daerah traktus urinarius.
Tatalaksana untuk batu saluran kemih meliputi terapi konservatif berupa
edukasi dan medikamentosa, litotripsi atau dengan menggunakan ESWL, ureteroskopi,
maupun terapi pembedahan yang sesuai dengan indikasi, lokasi dan ukuran batu, serta
jenis batu yang terbentuk. Pencegahan dini diperlukan untuk mencegah terbentuknya
batu saluran kemih.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Trinchieri A. Epidemiology of urolithiasis: an update. Clin Caese Miner Tulang


Metab. 2008;5:101-106
2. Knoll T. Epidemiology, Pathogenesis, and Pathophysiciology of Urolithiasis. Eur
Urology Supp. 2010;9:802-6
3. Elaine N. Marieb and Katja N. Hoehn. Human Anatomy & Physiology 9th ed.
United States of America: Pearson, 2013.p.954-77.
4. Vijaya T, Kumar MS, Ramarao NV, Babu SN, Ramarao N. Urolithiasis and It Causes
Short Review. J Phytopharmacology. 2013;2:1-6.
5. Fisang C, Anding R, Mller SC, Latz S, Laube N. Urolithiasisan Interdisciplinary
Diagnostic, Therapeutic and Secondary P reventive Challenge. Dtsch Arztebl Int
2015;112: 8391.
6. Turk C, Knoll T, Petrik A, Sarica K, Skolarikos A, Straub M, Seitz C. Guidelines on
Urolithiasis. European Association of Urology, 2015;1:8-20.
7. Singh KB, Sailo S. Understanding Epidemiology and Etiologic Factors of
Urolithiasis: an Overview. Sci Vis. 2013;4:169-72.
8. Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tanggerang: Binarupa
Aksara, 2012.p.156-59.
9. Preminger GM, Tiselius HG, Assimos DG, Alken P, Buck AC, Gallucci M, et al.
2007 Guideline for the Management of Ureteral Calculi. American Urological
Association. 2007;1:12-30.
10. Kambadakone AR, MD, Eisner BH, Catalano OA, Sahani DV, New and Evolving
Concepts in the Imaging and Management of Urolithiasis: Urologists Perspective
RadioGraphic. 2010;30:603-23.
11. Carter MR, Green BR. Renal Calculi: Emergency Department Diagnosis And
Treatment. Emerg Med Prac. 2011;13;1-15
12 Ordon M, Andonian S, Blew B, Schuler T, Chew B, Pace KT. Guideline:
Management of Ureteral Calculi. Canadian Urological Association. 2015;1:8-15

32
13. Papadoukakis S, Stolzenburg J, Truss MC. Treatment Strategies of Ureteral Stones.
European Association of Urology. 2006;4:184-90.
14. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2010.p.872-78

33

Vous aimerez peut-être aussi