Vous êtes sur la page 1sur 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri petrokimia merupakan industri yang mengolah minyak bumi sebagai bahan
utamanya menjadi bahan-bahan kimia non-BBM (bahan bakar minyak). Artinya
minyak bumi yang di dapatkan di olah menjadi bahan lain misalnya ; bahan dasar
pupuk,bahan dasar plastik, karet sintetik, obat-obatan, dan lain sebagainya.
Perkembangan industri petrokimia didukung oleh kemajuan teknologi serta
pemikiran manusia bahwa jika minyak bumi hanya di jadikan bahan bakar saja, maka
minyak bumi akan menimbulkan masalah baik dari dampak lingkungan yaitu
pencemaran dan polusi. Serta pemanfaatannya kurang maksimal karena jika minyak
bumi semua di konversi menjadi BBM maka yang tersisa nantinya hanyalah gas-gas
karbon. Berbeda jika minyak bumi di olah menjadi produk-produk petrokimia,
manfaatnya sangat luas sekali, yaitu mampu memenuhi kebutuhan secara komersil
maupun industrial.
Industri petrokimia dibagi berdasarkan grup hidrokarbon meliputi grup C1,
C2, C3, C4, dan grup aromatik. Untuk grup C1 produk akhirnya seperti ammonia,
pupuk urea, carbon black, methanol, da formaldehid. Grup C2 menghasilkan
polietilen, etanol, plastic pembungkus, polivinilclorida(PVC), dll. Grup C3 meliputi
propane ataupun propilena menghasilkan produk-produk polimer plastic seperti
polipropilena (PP), isopropyl, dan gliserol. Untuk grup C4 seperti butane atau
butilena akan dibahas secara rinci pada makalah ini. Namun secara umum
menghasilkan karet sintetik yang merupakan bahan industri yang sangat penting.
Grup aromatik yaitu benzene, toluene, dan xylena atau yang lebih dikenal dengan
sebutan BTX. Grup ini nantinya aan menghasilkan produk seperti deterjen, TNT,
nilon, dll.
Industri petrokimia dari grup C4 yang terkenal adalah pembuatan karet
sintetik. Penggunaan karet sintetik sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1) Memenuhi tugas Teknologi Polimer yang diberikan oleh ibu Tiara Pradita,
ST., M.Sc .
2) Memahami beberapa proses pembuatan polimer yang merupakan produk
turunan dari butadiene sebagai petrokimia grup C4.

1.3 Ruang Lingkup


Makalah ini akan membahas industri petrokimia secara khusus hanya pada grup
C4 yaitu tentang turunan grup C4 sampai menjadi produk akhir yang berupa karet
sintetik. Juga membahas tentang pembuatan SBR.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Industri petrokimia yang merupakan industri kimia yang sangat luas


cakupannya. Secara umum industri petrokimia adalah industri kimia yang mengolah
bahan baku berupa minyak bumi dan gas alam untuk di jadikan produk dasar, produk
antara, produk akhir, dan produk jadi.
Industri petrokimia grup C4 adalah industri petrokimia yang khusus mengolah
bahan baku hidrokarbon rantai C4 untuk menjadi produk-produk yang sangat luas.
Hidrokarbon C4 merupakan hidrokarbon dengan jumlah atom karbon empat, baik
yang berupa hidrokarbon paraffin (butana) dann hidrokarbon olefin (butena/butilena
dan butadiene ), dan pada makalah ini akan membahas tentang pembuatan SBR
(Styrene Butadiene Rubber).
Hidrokarbon C4 merupakan campuran dari butana, butena(butilena) , dan
butadiene. Industri petrokimia C4 masih mengandalkan bahan bakunya dari minyak
bumi dan gas alam. Hampir semua jenis minyak bumi mengandung campuran diatas.
Atau senyawa tersebut dibuat secara sintetik, misalnya senyawa butadiene yang
dibuat dari bahan baku butana.
Berikut akan kita jelaskan tentang senyawa penting tersebut . dari cara
memperolehnya, sifat-sifatnya, produk turunan, dan lain sebagainya.

A. BUTANA
Butana (butane) adalah senyawa hidrokarbon C4 dengan rumus molekulnya
C4H10 . senyawa hidrokarbon yang termasuk stabil ini adalah senyawa penting dalam
industry petrokimia. Butana adalah gas suhu kamar dan tekanan atmosfer. Istilah
dapat merujuk kepada salah satu dari dua isomer struktural, n-butana atau isobutana
(atau "metilpropana"), atau campuran dari isomer. Dalam tatanama IUPAC, butana
hanya merujuk kepada isomer n-butana (yang merupakan isomer dengan struktur
bercabang). Butana yang mudah terbakar, tidak berwarna, gas mudah dicairkan. Gas
butana di peroleh dari ekstraksi dan adsorbs gas alam.
Gas butana jika dibakar dengan oksigen berlebih akan membentuk gas
karbondioksida (CO2) dan uap air. Sedangkan jika dibakar dengan oksigen yang
terbatas akan membentu jelaga (karbon). Temperatur nyala adiabatik maksimum dari
butana dengan udara adalah 2.243 K (1.970 C, 3.578 F).
n-Butana adalah bahan baku untuk proses katalitik DuPont untuk persiapan
anhidrida maleat:

2CH3CH2CH2CH3 + 7O2 2C2H2(CO)2O + 8H2O


n-butana oksigen anhidrat maleat air

n-Butana, seperti semua hidrokarbon, mengalami klorinasi radikal bebas


menghasilkan baik 1-kloro-2-dan CHLOROBUTANES, serta turunannya lebih tinggi
diklorinasi. Tingkat relatif klorinasi ini sebagian dijelaskan oleh energi ikatan
disosiasi yang berbeda, 425 dan 411 kJ/mol untuk dua jenis obligasi CH.
Butana Normal terutama digunakan untuk campuran bensin, sebagai bahan
bakar gas, baik sendiri atau dalam campuran dengan propana, dan sebagai bahan baku
untuk pembuatan etilena dan butadiena, bahan utama karet sintetis. Isobutana
terutama digunakan oleh kilang untuk meningkatkan kandungan oktan bensin motor.
Ketika dicampur dengan propana dan hidrokarbon lainnya, ini disebut sebagai
komersial LPG, untuk elpiji. Hal ini digunakan sebagai komponen bensin, sebagai
bahan baku untuk produksi petrokimia dasar dalam perengkahan uap(steam
cracking), sebagai bahan bakar untuk pemantik rokok dan sebagai propelan dalam
semprotan aerosol seperti deodoran. Selain itu, butana bertindak sebagai agen
campuran untuk bensin di berbagai tingkat sepanjang tahun.
Bentuk yang sangat murni dari butana, isobutana khususnya, dapat digunakan
sebagai refrigeran dan telah banyak menggantikan lapisan ozon-depleting
halomethanes, misalnya dalam lemari es rumah tangga dan freezer. Sistem operasi
tekanan lebih rendah dari butana untuk halomethanes, seperti R-12, R-12 sehingga
sistem seperti pada sistem pengkondisian udara otomotif, bila dikonversi ke butana
tidak akan berfungsi optimal. Butana juga digunakan sebagai bahan bakar ringan
ringan untuk umum atau obor butana dan dijual dalam botol sebagai bahan bakar
untuk memasak dan berkemah.
Menghirup butana dapat menyebabkan euforia, mengantuk, narkosis,
asfiksia, aritmia jantung, kehilangan memori sementara dan radang dingin, yang
dapat mengakibatkan kematian akibat sesak napas dan fibrilasi ventrikel. Butana
adalah zat berbahaya yang paling sering disalahgunakan di Inggris. Dengan
penyemprotan butana langsung ke tenggorokan, jet cairan dapat mendinginkan cepat
sampai -20 C dengan ekspansi, menyebabkan spasme laring berkepanjangan .
"kematian sniffer mendadak itu" sindrom, pertama kali dijelaskan oleh Bass pada
tahun 1970.

anhidrat
maleat

n-butana LPG
1,3
BUTADIENA
LNG
BUTENA
Gambar 1. Turunan butane

B. BUTENA (BUTILENA)
Butena, juga dikenal sebagai butilena, adalah alkena dengan rumus C4H8. Ini
adalah gas berwarna yang hadir dalam minyak mentah sebagai konstituen kecil dalam
jumlah yang terlalu kecil untuk ekstraksi . Oleh karena itu butilena diperoleh dengan
catalytic cracking dari hidrokarbon rantai panjang kiri selama penyulingan minyak
mentah. Cracking menghasilkan campuran produk, dan butena yang diekstrak dari
proses ini dengan distilasi fraksional.
Butena dapat digunakan sebagai monomer untuk polybutene tetapi polimer ini
lebih mahal daripada alternatif rantai karbon lebih pendek seperti polypropylene.
Oleh karena itu polibutilena sering digunakan sebagai co-polimer (dicampur dengan
polimer lain, baik selama atau setelah reaksi).
Di antara molekul yang memiliki rumus kimia C4H8 empat isomer adalah
alkena. Keempat hidrokarbon memiliki empat atom karbon dan satu ikatan ganda
dalam molekul mereka, tetapi memiliki struktur kimia yang berbeda. Nama-nama
IUPAC dan umum, masing-masing, senyawa kimia:

Sumber:www.wikipedia.com
Gambar 2. Isomer butilena
Dalam struktur kimia di atas, angka-angka biru kecil dalam gambar
struktur adalah penomoran dari atom dalam rantai utama dari molekul. Senyawa
organik lain memiliki rumus C4H8, yaitu cyclobutane dan methylcyclopropane. Ada
juga alkena siklik dengan empat atom karbon secara keseluruhan seperti cyclobutene
dan dua isomer dari methylcyclopropene, tetapi tidak memiliki rumus C4H8.
Ketiga isomer adalah berbentuk gas pada suhu kamar dan tekanan, namun
dapat dicairkan dengan menurunkan suhu atau menaikkan tekanannya, dengan cara
yang mirip dengan butana bertekanan. Gas butena yang tidak berwarna, tetapi
memiliki bau yang berbeda, dan sangat mudah terbakar. Meskipun tidak secara alami
hadir dalam minyak bumi dalam persentase yang tinggi, butena dapat diproduksi dari
petrokimia atau catalytic cracking minyak bumi. Meskipun butena merupakan
senyawa yang stabil, karbon-karbon ikatan ganda membuat butena lebih reaktif
daripada alkana yang sama, yang merupakan senyawa yang lebih inert.
Karena butena berikatan ganda, hidrokarbon C4-karbon alkena dapat
bertindak sebagai monomer dalam pembentukan polimer, serta memiliki kegunaan
lain sebagai produk antara petrokimia. butilena digunakan dalam produksi karet
sintetis. Tapi 1-butena(a-butilena) adalah linear atau normal alfa-olefin dan
isobutylene adalah bercabang alpha-olefin. Dalam persentase yang agak rendah, 1-
butena digunakan sebagai salah satu komonomer(co-monomer), bersama dengan
alpha-olefin, dalam produksi polyethylene densitas tinggi dan polietilen densitas
rendah linier. Karet Butil dibuat dengan polimerisasi kationik dari isobutylene dengan
sekitar 2 - 7% isoprena. Isobutylene juga digunakan untuk produksi metil tert-butil
eter (MTBE) dan isooctane, yang keduanya meningkatkan pembakaran bensin.
karet butil

MTBE
ETBE
butilena isobutilena
Mathacrolein

BHT
BHA
Gambar 3. Turunan butilena
C. BUTADIENA
Butadiena adalah senyawa kimia dengan rumus C4H6. Butadiena berfase
gas dan merupakan gas yang beracun,berwarna dan berbau tajam.Butadiena
menghasilkan butana yang terkonjugasi sederhana. Salah satu alkadiena, yang melalui
reaksi polomerisasi akan membentuk polibutadiena(karet sintetis). Butadiena
digunakan untuk bahan kimia lain yang digunakan dalam memproduksi industry 4-
vinylcloryhexene melalui reaksi dimerisasi dan cyclododecatriene melalui raksi
trimerization. Butadiena juga berguna dalam sintetis sikloalkana dan cycloalkenes.
Prinsip yang digunakan sebagai monomer dalam pembuatan karet sintetis, terutama
Akrilonitril butadiene stirena(ABS) dan polybutadiene.
Butadiena mempunyai dua isomer, yaitu 1,2 butadiena dan 1,3 butadiena. Di
Indonesia, butadiena dikonsumsi oleh Industri Styrene butadiene Latex (SBL),
Industri Acrylonitrile Butadiena Styrene (ABS) dan Industri Styrene Butadiene
Rubber (SBR). Sehingga peningkatan konsumsi butadiena di Indonesia baru terlihat
setelah muncul pabrik pabrik baru di ketiga sector industri pengkomsumsi
butadiene tersebut di atas. Namun dari ketiga industry tersebut, penyerapan butadiena
pada tahun 2008 oleh industry SBR adalah yang paling besar yakni mencapai 29.027
ton. Sedangkan penyerapan butadiena oleh industri SBL 9.510 ton dan ABS 3.703
ton.
1,3 butadiena membentuk struktu H2-C=CH-HC=C-H2 . 1,3-Butadiene adalah
diena terkonjugasi sederhana dengan rumus C4H6. Ini adalah bahan kimia industri
petrokimia penting yang digunakan sebagai monomer dalam produksi karet sintetis.
Bila kata butadiena digunakan, sebagian besar mengacu pada 1,3-butadiena.
Nama butadiena juga dapat merujuk pada isomer, 1,2-butadiena, yang
merupakan diena cumulated. Namun, Alkena jarang digunakan dalam industri. Diena
ini juga tidak diharapkan untuk bertindak sebagai diena dalam reaksi Diels-Alder
karena strukturnya. 1,2 butadiena membetuk struktur H2-C=C=CH-CH3
Butadiena diperoleh dari steam creacking. Di Amerika Serikat, Eropa Barat,
dan Jepang, butadiena diproduksi sebagai produk sampingan dari proses steam
creacking. yang digunakan untuk memproduksi ethylene dan olefin lainnya. Ketika
dicampur dengan uap dan sebentar dipanaskan sampai suhu yang sangat tinggi
(seringkali lebih dari 900 C), hidrokarbon alifatik melepas hidrogen untuk
menghasilkan campuran kompleks hidrokarbon tak jenuh, termasuk butadiena.
Jumlah butadiena dihasilkan tergantung pada hidrokarbon yang digunakan sebagai
bahan baku. Feed ringan, seperti etana akan membentuk etilena,feed berat
pembentukan olefin berat, butadiena, dan hidrokarbon aromatik.
1. Klasifikasi proses pembuatan butadiene
a. DEHIDROGENASI dari Butana (houdry)
Merupakan proses pembuatan yang menggunakan Butana (C4H10),
sehingga pada reaksi yang terjadi akan terbentuk Butadiene (C4H6) dan
menghasilkan gas Hidrogen. Selain itu juga dapat menghasilkan reaksi
samping yakni C4H8.
Reaksi utama :
C4H10 CH2=CHCH=CH2 + 2H2 (endoterm)
H=+32.2 Kcal
Reaksi samping :
C4H10 C4H8 + H2
b.DEHIDROGENASI dari Butylenes
Merupakan proses pembuatan dengan menambahkan gas Oksigen pada
Butana yang merupakan feed utama dari pembuatan Butadiene.

C4H10 + O2 C4H6 + 2H2O

c. UAP CRACKING dari HIDROKARBON


Pembuatan butadiene dengan uap yang dialirkan pada temperature tinggi.
Pada Industri Pembuatan Butadiena,proses yang dipakai adalah proses
Dehidrogenasi dari bahan Butana.

2. Penggunaan butadiena di industri petrokimia


Pada Industri Plastik adalah sebagai berikut:
untuk menambah fleksibilitas dari plastic
sebagai bahan sintetis sulfolanil eter yang digunakan sebagai aditif
cairan hidrolisis pada industry plastik dimana butadienasulfone atau
3- sulfolen.
Sebagai bahan baku untuk membuat bahan kimia lain yang digunakan
dalam memproduksi industri 4-vinylcyclohexene melalui reaksi
dimerisasi dan cyclododecatriene melalui reaksi trimerization.
untuk sintesis Sikloalkana dan cycloalkenes.
sebagai monomer dalam pembuatan karet sintesis, terutama
Akrilonitril butadiene stirena dan polybutadiene.
Pada obat-obatan :
Turunannya juga digunakan untuk pembuatan kosmetik (Kirk and
Othmer, 1978).
BAB III
PROSES PEMBUATAN PRODUK STYRENE BUTADIENE RUBBER

3.1 Pembahasan Umum


Styrene-Butadiene atau-Rubber (SBR) adalah karet sintetis kopolimer terdiri
dari stirena dan butadiena. Karet Stirena Butadiena adalah karet sintetik yang paling
populer, merupakan kopolimer acak dari butadiena dan stirena (25% stirena dan 75%
butadiena) yang diproduksi dengan cara polimerisasi emulsi.
Dibanding karet alam, karet Stirena Butadiena memiliki beberapa kelebihan
seperti : tidak memerlukan proses mastikasi, lebih toleran terhadap extender oil tanpa
menyebabkan terjadinya penurunan sifat (deteoriozation in properties), dan
ketahanan terhadap penuaan dan abrasi seperti karet alam, karet Stirena Butadiena
juga tidak tahan terhadap minyak api, karena gugus sisi (stirena) yang besar, maka
karet Stirena Butadiena merupakan polimer amorfus yang tidak menguat sendiri (self
reinforced rubber), sehingga perlu penambahan pengisi penguat saat komponding.
Seperti karet alam, karet Stirena Butadiena juga divulkanisasi dengan mengguanakan
sistem vulkanisasi sulfur terakselerasi, oleh karena ikatan gandanya lebih sedikit
dibandingkan karet alam maka jumlah hidrogen alilik juga lebih sedikit, sehingga
jumlah sulfur yang dipakai tidak sebanyak yang digunakan untuk karet alam, tetapi
bahan pencepat digunakan lebih banyak.

3.2 Sejarah Dan Perkembangan nya


Pada tahun 1930-an, emulsi pertama terpolimerisasi SBR dikenal sebagai
Buna S dibuat oleh IG Farbenindustrie di Jerman. Pemerintah AS pada tahun 1940
mendirikan Perusahaan Karet Reserve untuk memulai program persediaan karet alam
dan karet sintetis . Program-program ini diperluas ketika Amerika Serikat memasuki
Perang Dunia II. Upaya karet sintetis awalnya difokuskan pada berpolimer panas
(41C) E-SBR. Produksi dari stirena 23,5% dan 76,5% kopolimer butadiena dimulai
pada tahun 1942. Dipolimerisasikan secara dingin E-SBR (5 C), yang memiliki
sifat fisik secara signifikan lebih baik daripada SBR dipolimerisasi panas,
dikembangkan pada tahun 1947. Antara 1946 dan 1955 tanaman karet sintetis yang
dimiliki oleh Pemerintah AS dijual ke industri swasta atau tertutup.
Pada awalnya SBR dinamakan Buna-S sebagai nama dagangnya. . Namanya
berasal Bu untuk butadiena dan Na untuk sodium (natrium dalam beberapa bahasa
termasuk Latin, Jerman dan Belanda), dan S untuk styrene. SBR mulai di produksi
sebelum perang Dunia II di jerman. SBR sebagai pengganti karet alam yang pada saat
itu pasokan karet alam dari asia telah di kuasai oleh jepang. Sehingga menyebabkan
produksi SBR sebagai karet sintetik semakin terkenal di dunia.

3.3 Proses Pembuatan SBR


Reaksi pembuatan SBR adalah reaksi polimerisasi :
3n[H2-C=CH-CH=CH2] + n[H2-C=CH(C6H5)]
1,3 butadiena stirena

SBR

Proses polimerisasi yang umum digunakan untuk memproduksi SBR (Styrene


Butadiene Rubber) yaitu :
1. Solution polymerization (polimerisasi larutan)
2. Emulsion polymerization (polimerisasi emulsi)

1. Polimerisasi larutan
Polimerisasi ini melibatkan monomer dan inisiator yang direaksikan secara
bersamaan di dalam medium pelarut yang sesuai. Penambahan pelarut inert dapat
mengurangi kecenderungan autoacceleration pada adisi radikal bebas seperti yang
terjadi pada polimerisasi curah (bulk polymerization). Pengencer inert meningkatkan
kapasitas panas campuran reaksi tanpa memberikan kontribusi pada pembangkitan
panas, dan juga mengurangi viskositas massa reaksi pada konversi tertentu.
Selain itu panas polimerisasi dapat dihilangkan secara mudah dan efisien
dengan merefluks pelarut tersebut menggunakan jaket-jaket pendingin atau dengan
alat pemindah panas eksternal, atau kombinasi dari berbagai cara tersebut, sehingga
bahaya akibat reaksi yang berlebihan dapat dihindari. Bila produk yang diinginkan
merupakan suatu polimer kristalin, reaksi dapat dilaksanakan pada temperatur yang
cukup rendah sehingga polimer langsung mengendap saat terbentuk menghasilkan
slurry, bukan suatu larutan homogen. Recovery pelarut dan monomer yang tidak
bereaksi dilakukan pada proses stripping menggunakan air panas dan kukus (steam),
menyisakan slurry polimer yang kemudian dikeringkan sehingga berbentuk remah-
remah atau disebut crumb rubber . Bila bahan berupa karet, remah-remah tersebut
dipadatkan lalu digulung, sedangkan bahan plastiknya biasanya dicetak dalam bentuk
pelet.
Adapun keunggulan polimerisasi larutan antara lain :
Pengendalian dan pemindahan panas lebih mudah,
Perancangan sistem reaktor akan lebih mudah, karena reaksi-reaksi yang
terjadi mengikuti hubungan-hubungan kinetika yang lebih dikenal,
larutan polimer yang diinginkan untuk beberapa aplikasi tertentu, misalnya
pernis, yang dapat langsung diperoleh dari reaktor.
Sedangkan kekurangan polimerisasi larutan antara lain :
Penggunaan pelarut akan menurunkan laju reaksi dan panjang rata-rata
rantai, karena laju dan sekaligus panjang rata-ra ta rantai polimer sebanding
dengan [M] (dalam adisi radikal bebas). Penurunan Xn juga akan terjadi jika
pelarut berperan sebagai bahan pemindah rantai (chain-transfer agent),
Pelarut yang mahal, mudah terbakar, bahkan mungkin beracun, diperlukan
dalam jumlah besar,
Pemisahan polimer dan recovery pelarut memerlukan teknologi ekstra,
Pemisahan sisa pelarut dan monomer mungkin akan sulit dilakukan,
Penggunaan pelarut inert dalam massa reaksi mengurangi yield per volum
reaktor.

2 Polimerisasi Emulsi ( emulsion polymerization)


Beberapa tahun belakangan ini, polimerisasi emulsi pernah tergeser oleh jenis
proses polimerisasi yang lain. Meskipun demikian, pengetahuan mengenai sisa
monomer yang dalam jumlah sangat kecil sekalipun dapat menimbulkan efek efek
yang secara fisiologis berbahaya, membuat orang kembali tertarik untuk
menggunakan polimerisasi emulsi. Partikel-partikel lateks yang berukuran
sangat kecil memberikan jalur difusi yang sangat pendek untuk menyingkirkan
molekul-molekul kecil dari polimer dengan cara, misalnya, stripping menggunakan
steam, memperkecil residu monomer yang tertinggal. Lateks kemudian dikoagulasi
dengan menambahkan suatu asam, misalnya asam sulfat, yang akan mengubah sabun
menjadi bentuk hidrogen yang tidak larut, atau dengan menambahkan garam
elektrolit yang akan mencegah stabilizing double layers pada partikel, sehingga
memungkinkan partikel tersebut dapat menggumpal oleh tarikan-tarikan elektrostatik.
Remah-remah polimer yang terkoagulasi kemudian dicuci, dikeringkan dan
dikemas atau diproses lebih lanjut.
Keunggulan polimerisasi emulsi adalah :
Pengendalian mudah, viskositas massa reaksi jauh lebih kecil
dibandingkan dengan larutan dengan konsentrasi yang sebanding, air dapat
menambah kapasitas panas dan massa reaksi dapat direfluks,
Dapat diperoleh laju polimerisasi dan panj ang rantai rata-rata rantai yang
tinggi,
Produk lateks sering dapat langsung digunakan, juga dapat menjadi
bahan pembantu untuk mendapatkan senyawa-senyawa yang seragam melalui
master-hatching,
Ukuran partikel lateks yang kecil akan menurunkan jumlah residu monomer.

Kekurangan polimerisasi emulsi antara lain:


Sulit untuk memperoleh polimer yang murni. Permukaan partikel-partikel
kecil yang sangat luas memberikan ruang yang sangat besar bagi zat-zat
pengotor yang teradsorbsi, meliputi penarikan air oleh sisa sabun, yang dalam
jumlah sangat kecilpun dapat menimbulkan masalah,
Air dalam massa reaksi menurunkan yield per volume reaktor.

3.4 Sifat-sifat Fisika dan Kimia


Bahan baku :
a. 1,3 Butadiena
Sifat Fisika :
Rumus Kimia : C4H6
BM : 54
Titik Didih (1 atm), TB : -4.4 C, 269 K, 24 F
Titik Beku (1 atm), Tf : -108.9 C, 164.3 K, -164.0 F
Densitas (liquid) : 0.64 g/cm3 at -6 C, liquid

Sifat kimia :
1. 1,3 butadiena tidak korosif dan tidak berwarna
2. Butadiena dapat sedikit larut dalam air, sedikit larut dalam metanol dan
etanol serta larut dalam pelarut organik seperti dietil eter, benzena, dan
karbon tetraklorida

b. stirena

c. stirena butadiene rubber (SBR)

3.5 Diagram Proses


Diagram alir proses emulsi untuk pembuatan stirena-butadiena rubber (SBR).
Butadiena dan stirena murni , disimpan, dan dicampurkan antara butadiena dan
stirena. Kedua bahan kimia ini , bersama dengan katalis dan sabun, yang dipompa ke
reaktor polimerisasi . Setelah tahap short-stop, di mana agen ditambahkan ke
campuran untuk menghentikan reaksi, butadiena dan stirena yang tidak bereaksi
untuk daur ulang dan dipompa kembali ke tangki penyimpanan. Pada tahap
berikutnya, lateks dilucuti(stripper) diakumulasikan untuk pencampuran. Lateks
tersebut kemudian digumpalkan dan diubah menjadi remah(grains) dan disaring
(filter), dicuci didalam washing tank , dan disaring kembali . Kelebihan air akan
dihilangkan dengan cara dipanaskan dengan pengering udara panas.

Proses ini dapat dilihat pada gambar berikut :


Gambar : proses pembuatan SBR
Flow chart

1.) Proses pembuatan ban radial dimulai dari berbagai macam bahan baku, zat warna,
bahan kimia, 30 macam bahan karet, benang kawat, dan sebagainya. Proses dimulai
dengan pencampuran dari bahan karet alam, minyak, bahan karbon, zat warna, anti-
oksidan, akselerator dan bahan kimia lainnya, yang menghasilkan bahan yang disebut
compound.
Campuran bahan-bahan tersebut dicampur dalam blender raksasa yang disebut mesin
Banbury yang dioperasikan dalam suhu dan tekanan yang sangat tinggi. Bahan
campuran berwarna hitam, lembek & panas tersebut diproses dalam blender raksasa
secara berulang kali.
2.) Kemudian setelah bahan campuran karet didinginkan, proses selanjunya adalah
proses pemilahan berbagai macam compound menurut jenis dan peruntukannya,
mulai dari compound untuk dinding-samping, telapak ban sampai bagian ban lainnya.
Dalam tahap ini juga dilakukan pelapisan benang dengan karet yang nantinya dipakai
sebagai tulang ban. Dari gulungan benang raksasa tersebut seperti halnya bahan
compound juga akan dibuat menjadi bermacam-macam bahan untuk keperluan setiap
bagian dari ban. Beragam benang dipakai seperti polyester, rayon atau nylon. Pada
umumnya untuk ban mobil penumpang sekarang telah memakai benang polyester.

3.) Komponen lainnya berbentuk gulungan disebut bead yang terbuat dari kawat baja
high-tensile yang berfungsi sebagai pelindung ban terhadap tekanan velg mobil.
Kawat baja tersebut dilapisi dengan karet kemudian digulung dan diikat untuk
selanjuntnya disatukan dengan bagian ban lainnya.

Ban radial dibuat pada satu atau dua mesin untuk membuat innerliner atau lapisan
karet sintentis khusus pada bagian dalam ban tipe tubeless yang berfungsi mencegah
angin agar tidak dapat keluar.

4.) Selanjutnya proses pembuatan dua lapisan benang cord, dua lapisan karet Apex
untuk melapisi bead dan sepasang lapisan chafer yang melindungi daerah bead
terhadap tekanan velg mobil.

Bahan-bahan untuk ban radial tersebut akan disatukan secara teliti dan akurat didalam
mesin tire building sebelum kemudian menuju ke mesin cetak atau mold.

5.) Pada proses pembuatan ban di bagian mesin tire bulding selanjutnya ditambahkan
sabuk kawat baja yang berfungsi melapisi dan melindungi ban terhadap tusukan &
benturan serta ban agar dapat menapak rata di permukaan jalan. Telapak ban adalah
bagian terakhir yang kemudian disatukan dalam proses ini. Setelah kemudian mesin
tire bulding akan menyatukan bagian bagian ban tersebut menjadi satu secara
otomatis, maka jadilah ban yang belum di masak yang disebut green tire.

6.) Proses pembuatan ban berakhir di mesin cetak untuk dimasak atau yang yang
disebut proses vulkanisasi. Proses ini akan mencetak pola telapak ban dan tulisan
pada dinding-samping seperti nama ban & pembuat ban dan juga tulisan tulisan yang
berkenaan dengan peraturan hukum.

Ban tersebut dimasak selama 8 sampai 25 menit dalam temperature lebih dari 150
derajat celcius tergantung dari ukuran ban. Setelah mesin cetak terbuka maka
keluarlah ban jadi yang kemudian menuju conveyor panjang untuk proses
pemeriksaan terakhir.

7.) Jika dalam pemeriksaan terakhir ditemukan kesalahan atau kerusakan maka ban
tersebut akan ditolak. Beberapa kerusakan dapat ditemukan oleh para inspektor yang
terlatih, sisa kerusakan lainnya akan ditemukan oleh mesin khusus.
Pemeriksaan tidak hanya dilakukan terhadap permukaan ban saja, beberapa ban akan
dibawa menuju alat X-ray untuk diperiksa apakah ada kesalahan atau kerusakan pada
bagian dalam ban. Selain itu, petugas quality control secara berkala akan memotong
ban secara acak untuk diperiksa dan dipelajari setiap detil bagian ban untuk
memastikan unsur performa, kenyamanan dan keamanannya.

8.) Itulah proses dimana semua bagian ban disatukan mulai dari telapak & dinding-
samping ban, benang, dan kawat baja. Apapun itu, pada dasarnya bahan pokok ban
adalah sama yaitu kawat baja, benang, karet ditambah oleh proses kerja keras,
keseriusan, desain dan rekayasa yang matang.
Styrene Butadiene Rubber (SBR)
SBR adalah copolymer dari styrene (CH2=CH-C6H5) dengan butadiene (CH2=CH-
CH=CH2) dan biasanya berisi 23.5%
styrene dan 76.5% butadiene yang diproduksi terutama dengan cara proses emulsi.
Seri 1000 untuk hot SBR
Seri 1100 untuk hot SBR + carbon black
Seri 1500 untuk cold SBR
Seri 1600 untuk cold SBR + carbon black + oil < 14 phr
Seri 1700 untuk cold SBR + minyak
Seri 1800 untuk cold SBR + minyak + carbon black > 14 phr
Seri 1900 untuk lain-lain masterbatches
Seri 2000 untuk latex jenis hot SBR
Seri 2100 untuk latex jenis cold
Yang banyak digunakan adalah karet dingin. Tegangan tarik dari vulkanisatnya
(yang berisi reinforcing fillers) hampir sama dengan karet alam tetapi pada suhu
tinggi kekuatannya berkurang lebih banyak dibanding karet alam.
SBR lebih tahan terhadap ozon dibanding karet alam, tetapi bila ada retak, lebih cepat
menjadi putus daripada karet alam. Struktur molekul SBR menyebabkan daya pantul
dan timbulnya kalor SBR lebih buruk daripada karet alam, karena itu jarang
digunakan untuk telapak ban kelas berat.
Pemakaian karet SBR memberikan keuntungan & kerugian sbb:
Keuntungan: daya pantul, tegangan putus dan tahanan kikisnya cukup bagus,
demikian pula flexibility pada suhu rendah
Kekurangan: tahanan terhadap ozon dan cahaya matahari sangat jelek, daya tahan
terhadap minyak dan pelarut juga sangat sedikit.
Secara umum SBR hampir menyamai semua sifat karet alam dan harganya termasuk
murah. Sekalipun secara fisik SBR lebih clear dibanding karet alam, SBR sedikit
lebih tahan panas. SBR divulkanisasi dengan cara tradisional. SBR tidak digunakan
untuk pembuatan carcass pada ban karena tidak mempunyai sifat mudah lengket
(tack). Karet SBR dari polimerisasi dingin (5C) kekuatannya lebih baik dibanding
SBR panas dan hampir menyamai karet alam. Tetapi di dalam proses
pembuatannya, konversi dari monomer ke polimer hanya 60% dibanding 70% pada
polimerisasi panas (50C). Kebanyakan karet SBR mengandung 23.5% stirene dan
ada yang sudah ditambah bahan vulkanisasi untuk mengurangi die swell seperti
jenis 1009 dan 1018 dar polimerisasi panas. Seri SBR ada yang bersifat staining,
tidak cocok untuk produk warna cerah dan non staining cocok untuk produk warna
cerah.
Karet SBR seri 1600 dibuat dengan cara mencampurkan latex SBR dengan dispersi
carbon black lalu digumpalkan, disaring dan dikeringkan. Salah satu jenis SBR dari
seri 1600, diproduksi dengan cara menambahkan sedikit bahan pelunak minyak ke
dalam latex dengan bantuan bahan pengemulsi.

Styrene Butadiene Rubber (SBR)


SBR adalah copolymer dari styrene (CH2=CH-C6H5) dengan butadiene (CH2=CH-
CH=CH2) dan biasanya berisi 23.5%
styrene dan 76.5% butadiene yang diproduksi terutama dengan cara proses emulsi.
Seri 1000 untuk hot SBR
Seri 1100 untuk hot SBR + carbon black
Seri 1500 untuk cold SBR
Seri 1600 untuk cold SBR + carbon black + oil < 14 phr
Seri 1700 untuk cold SBR + minyak
Seri 1800 untuk cold SBR + minyak + carbon black > 14 phr
Seri 1900 untuk lain-lain masterbatches
Seri 2000 untuk latex jenis hot SBR
Seri 2100 untuk latex jenis cold
Yang banyak digunakan adalah karet dingin. Tegangan tarik dari vulkanisatnya
(yang berisi reinforcing fillers) hampir sama dengan karet alam tetapi pada suhu
tinggi kekuatannya berkurang lebih banyak dibanding karet alam.
SBR lebih tahan terhadap ozon dibanding karet alam, tetapi bila ada retak, lebih cepat
menjadi putus daripada karet alam. Struktur molekul SBR menyebabkan daya pantul
dan timbulnya kalor SBR lebih buruk daripada karet alam, karena itu jarang
digunakan untuk telapak ban kelas berat.
Pemakaian karet SBR memberikan keuntungan & kerugian sbb:
Keuntungan: daya pantul, tegangan putus dan tahanan kikisnya cukup bagus,
demikian pula flexibility pada suhu rendah
Kekurangan: tahanan terhadap ozon dan cahaya matahari sangat jelek, daya tahan
terhadap minyak dan pelarut juga sangat sedikit.
Secara umum SBR hampir menyamai semua sifat karet alam dan harganya termasuk
murah. Sekalipun secara fisik SBR lebih clear dibanding karet alam, SBR sedikit
lebih tahan panas. SBR divulkanisasi dengan cara tradisional. SBR tidak digunakan
untuk pembuatan carcass pada ban karena tidak mempunyai sifat mudah lengket
(tack). Karet SBR dari polimerisasi dingin (5C) kekuatannya lebih baik dibanding
SBR panas dan hampir menyamai karet alam. Tetapi di dalam proses
pembuatannya, konversi dari monomer ke polimer hanya 60% dibanding 70% pada
polimerisasi panas (50C). Kebanyakan karet SBR mengandung 23.5% stirene dan
ada yang sudah ditambah bahan vulkanisasi untuk mengurangi die swell seperti
jenis 1009 dan 1018 dar polimerisasi panas. Seri SBR ada yang bersifat staining,
tidak cocok untuk produk warna cerah dan non staining cocok untuk produk warna
cerah.
Karet SBR seri 1600 dibuat dengan cara mencampurkan latex SBR dengan dispersi
carbon black lalu digumpalkan, disaring dan dikeringkan. Salah satu jenis SBR dari
seri 1600, diproduksi dengan cara menambahkan sedikit bahan pelunak minyak ke
dalam latex dengan bantuan bahan pengemulsi.
3.6 Penggunaan SBR

1. Bahan baku pembuatan ban mobil yang mana dicampur dengan karet.
2. Radiator
3. Heater
4.Coating kertas
5. coating karpet
6. adhesive keramik
7. Untuk permen karet
8. sol sepatu

Beberapa pabrik yang memproduksi SBR adalah sebagai berikut :


1. Sumitomo Chemical , sebuah perusahaan kimia asal Jepang, akan membangun
sebuah pabrik styrene-butadiene rubber (S-SBR) di Singapura dengan kapasitas
produksi 40,000 ton per tahun.
2. The dow chemical company telah membangun sebuah perusahaan styrene
butadiene di Schkopau, jerman yang mana pabrik itu telah siap pada semester 2
tahun 2008. Dengan produksi skala dunia yaitu 60 kiloton per tahun.
3. Pada tanggal 8 desember 2008 Bridgestone (Huizhou) Synthetic Rubber Co., Ltd.
(BSRC), yang merupakan salah satu unit Bridgestone Corporation secara resmi
telah dioperasikan pabrik synthetic rubber di Huizhou, Propinsi Guangdong, Cina.
Pabrik terbaru ini memproduksi styrene-butadiene rubber (SBR). Kapasitas
produksi di proyeksikan akan mencapai 50,000 ton per tahunnya
4. PT. Chandra Asri (anak perusahaan PT petrokimia butadieneIndonesia) akan
segera membangun pabrik butadiene di Cilegon, Bnaten, Indonesia. dengan biaya
investasi 100 juta US dolar dengan kapasitas produksi 100 ribu ton pertahun.
Yang mana butadiene ini akan bisa diolah menjadi Styrene butadiene Rubber,
ABS (Acrylonitrile Butadiene Styrene), SBL (Styrene Butadiene Latex) dan lain-
lain.

Gambar : produk unggulan dari SBR


BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah ini adabeberapa hal yang dapat disimpulkan
yaitu sebagai berikut :
a. Industri petrokimia terdiri dari bahan baku dari butane , butilena dan
butadiene
b. Produk grup C4 yang paling popular adalah stirena butadiene rubber atau
karet sintetik
c. Pembuatan SBR berlangsung secara emulsi dan polimerisasi
d. Butadiena merupakan senyawa Hidrokarbon yang mempunyai rumus C4H6
.Butadiena memiliki bentuk gas yang beracun,berwarna dan berbau tajam.
Butadiena dihasilkan dari butane yang terkonjugasi yang dilakukan melalui
reaksi dehidrogenasi. Butadiena digunakan sebagai bahan baku untuk
pembuatan senyawa lain dan juga sebagai monomer dalam pembuatan karet
sintetis.

4.2 SARAN
Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu perlu banyak
diperbaiki agar informasi yang di dapat jadi maksimal. Maka kritik dan saran
yang membangun sangat penting guna penyusunan makalah sejanjutnya. Dalam
makalah ini terlihat belum tersusun secara sistematis dan beberapa data masih
belum bisa di cantumkan.

Vous aimerez peut-être aussi