Vous êtes sur la page 1sur 62

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang
masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk
Indonesia. World Health Organization (WHO) Report 2005 dalam Global
Tuberculosis Control menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high-
burden countries terhadap TBC Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India
dan China dalam menyumbang TBC di dunia.
Perkiraan insidensi untuk pemeriksaan dahak didapatkan basil tahan asam
(BTA) positif adalah 115 per 100.0001. Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20
ini, jumlah kasus baru meningkat di seluruh dunia, TBC masih merupakan
masalah salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian baik di
negara berkembang maupun di negara maju2. Demikian juga pada anak, TBC
masih merupakan penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan pada anak,
meskipun jumlah pastinya tidak diketahui WHO memperkirakan 1 juta kasus baru
dan 400.000 anak meninggal setiap tahunnya karena TBC3. TBC anak merupakan
faktor penting dinegara-negara berkembang karena jumlah anak berusia dibawah
15 tahun adalah 40-50% dari seluruh jumlah populasi.
Seperti halnya dinegara-negara lain, besarnya kasus TBC pada anak di
Indonesia masih relatif sulit diperkirakan karena beberapa hal :
1) Sulitnya mendapatkan diagnosis pasti melalui tes sputum karena anak-
anak biasanya belum dapat mengeluarkan sputum4.
2) Belum adanya panduan diagnosis yang jelas, sistem kesehatan dan
surveilans yang belum bisa mendapatkan data mengenai TBC pada anak.
3) Kesalahan diagnosis baik oleh dokter umum maupun dokter spesialis anak
sehingga pengobatan diberikan pada anak yang tidak menderita TBC atau
sebaliknya, anak penderita TBC tidak mendapatkan penanganan yang
semestinya. Pemberian OAT pada anak yang tidak menderita TBC selain
akan memicu pengeluaran yang tidak diperlukan, juga membuat

1
berkurangnya persediaan obat untuk penderita TBC yang benar-benar
memerlukannya.

Pada pemeriksaan anak dengan hasil yang positif terjangkit penyakit


tuberkulosis paru, maka dengan sesegera mungkin dilakukan tindakan
pengobatan. Namun, tidak hanya peran obat-obatan saja disini, tetapi peran
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus
tuberkulosis paru sangatlah diperlukan sekali guna mengembalikan kondisi si
anak dalam kondisi yang sehat baik secara fisik, biologis maupun psikisnya. Obat
hanyalah sekedar untuk mematikan atau menghilangkan bakteri TB Paru pada
tubuh anak namun tidak menyembuhkan anak dalam keadaan yang benar-benar
sejahtera. Karena itulah dalam makalah ini, akan dibahas tindakan pemberian
asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Tuberkulosisi Paru.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Masalah

2
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Definisi
Tuberculosis merupakan suatu penyakit infeksi spesifik pada manusia dan
hewan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, berbentuk batang langsing
lurus atau sedikit membengkok dengan ukuran 1-4 mikron x 0,2 0,5 mikron,
sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1- 4/m dan tebal 0,3-
0,6. Spesies lain kuman ini yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah
Mycobacterium bovis, Mycobacterium kansasii, Mycobacterium intracelluler.
Sebagian besar kuman lebih tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik ( soeparman dan waspadji, 1990: 715 )
Kuman ini tersusun secara terpisah / soliter atau membentuk gerombolan
yang menyerupai tali (serpentine cord), tidak membentuk spora, tidak membentuk
kapsul dan tidak bergerak, bersifat tahan asam (acid fast). Dinding selnya seperti
dinding sel kuman negatif tetapi lebih banyak mengandung lipid, dengan
perjalanan penyakit yang menahun menimbulkan reaksi yang bermacam-macam
terhadap basil tersebut dengan proses penyakit yang dapat setempat pada tempat
masuknya yang diikuti dengan kelainan pada kelenjar regional, tetapi dapat juga
menyebar ke semua organ tubuh, tapi yang paling banyak adalah paru-paru
dengan menimbulkan kerusakan yang progresif. Reaksi jaringan yang khas akibat
adanya basil tersebut adalah terjadinya pembentukan tuberkel.
(Soedarto,1996:77).
Tuberkulosis masih merupakan penyakit yang sangat luas di dapatkan di
Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia baik pada anak maupun pada
orang dewasa yang juga dapat menjadi sumber infeksi. Tuberkulosis primer
biasanya mulai secara perlahan-lahan,sehingga sukar menentukan saat timbulnya
gejala pertama. Kadang-kadang terdapat demam yang tidak di ketahui sebabnya
dan sering di sertai tanda-tanda infeksi saluran nafas bagian atas. Tuberkulosis
pada anak harus di obati sedini mungkindan setepat-tepatnya untuk
menghindarkan komplikasi yang berat dan reinfeksi pada waktu dewasa.

3
2.2 Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang di sebabkan oleh kuman
mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium bovis. Mycobacterium
tuberculosis di temukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis
dapat tetap hidup dan virulen beberapa minggu dalam keadaan kering,tetapi dalam
cairan mati dalam suhu 600 celcius dalam 15-20 menit. Fraksi protein tuberculosis
menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan
asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel
epiteloid dan tuberkel. Basil tuberculosis tidak membentuk toksin.
Runyon membagi mycobacterium menjadi 4 golongan :
1. Golongan fotokromogen,misalnya M. kansasii yang dapat menyebabkan
penyakit dalam dan di luar paru seperti tuberculosis.
2. Golongan skotokromogen,misalnya M. scrofulaceum yang dapat
menyebabkan adenitis serfilkalis pada anak.
3. Golongan nonfotokromogen,misalnya M. intracellulare yang dapat
menyebabkan penyakit paru seperti tuberculosis.
4. Golongan raid growers,misalnya M. fortuitium yang dapat menyebabkan
abses.
Basil tuberculosis dapat menginfeksi melalui saluran pernapasan atau
melalui mulut berupa makanan yang berasal dari hewan-hewan yang sakit.
Tuberculosis merupakan penyakit endemik, oleh karena sekali ia menginfeksi
suatu kelompok populasi, penyakit ini akan tetap berada untuk seterusnya dalam
populasi tersebut, meskipun demikian, tuberculosis jarang berubah bentuk
menjadi epidemik yang sebenarnya. Terdapat hubungan nyata antara insiden
infeksi, angka kesakitan, dan angka kematian.
Tingginya prevalensi penyakit TBC di Indonesia disebabkan oleh adanya
sumber penularan (penderita) dan adanya orang-orang yang rentan dalam
masyarakat. Kerentanan akan TBC ini terjadi karena daya tahan tubuh yang
rendah yang disebabkan karena : status sosial ekonomi, status gizi, umur jenis
kelamin, dan faktor toksis, terlalu lelah, keinginan dan cara hidup yang tidak
teratur. Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kejadian Penyakit TBC

4
Untuk terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor, untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti uraian dibawah ini :
1. Faktor Sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan
hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang
buruk sehingga dapat memudahkan penularan penyakit TBC. Pendapatan
keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil
membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat syarat
kesehatan.
2. Status Gizi.
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan
lain lain akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan
terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting
yang berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak
anak.
3. Umur.
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif (15-50 ) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut
lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat
rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru.
4. Jenis Kelamin.
Penyakit TB-paru cenderung lebih tinggi pada jenis pada jenis kelamin
laki laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode
setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-paru, dapat
disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang
disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan
persalinan. Pada jenis kelamin laki laki penyakit ini lebih tinggi karena
merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem
pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah dipaparkan dengan agent penyebab
TB-Paru.

5
Karena hal itulah penyakit TBC lebih banyak terdapat pada golongan
masyarakat dimana keadaan sosio ekonominya rendah, dimana terdapat
kemiskinan dan kurangnya pengetahuan tentang cara - cara hidup yang sehat.
Rupanya hal inilah yang menjadi penyebab banyaknya penderita yang terjangkit
penyakit TBC yang masih banyak dikalangan rakyat Indonesia.
Riwayat terjadinya tuberkulosis antara lain :
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga
sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB
berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa
kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 4 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan
dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB.
Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak
mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa
inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan.
Insidens infeksi merupakan akibat dari kontak dengan sumber infeksi yaitu
sputum penderita yang positif dengan kuman tuberculosis yang tidak diisolasi,
terutama pada lingkungan hidup yang sangat padat. Insidens sangat dipengaruhi
oleh keadaan kesehatan masyarakat, penemuan dini dari penderita dan isolasi
penderita-penderita tuberculosis aktif. Sedangkan angka kesakitan dan angka

6
kematian terutama dipengaruhi oleh kepekaan masing-masing individu atau
populasi, kepadatan infeksi, efektifitas pengobatan, gizi umum, kegiatan fisik
penderita, dan faktor-faktor lainnya, dibanding dengan 100 tahun lalu, baik angka
kesakitan maupun angka kematian penderita banyak menurun.
(Soedarto,1996:179).
Cara penularan
Tingginya prevalensi penyakit TBC di Indonesia disebabkan oleh adanya
sumber penularan (penderita) dan adanya orang-orang yang rentan dalam
masyarakat. Kerentanan akan TBC ini terjadi karena daya tahan tubuh yang
rendah yang disebabkan karena : status sosial ekonomi, status gizi, umur jenis
kelamin, dan faktor toksis, terlalu lelah, keinginan dan cara hidup yang tidak
teratur. Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kejadian Penyakit TBC
Cara masuknya kuman Micobacterium Tuberculosis kedalam tubuh host adalah
sebagai berikut :
1. Inhalasi (terhirup)
Cara infeksi ini akan menimbulkan lesi primer pada paru lymphonodi
regiomal yaitu Lympheobronchial dapat terkena juga dan infeksi dapat
terus menyebar ke ductus thoracicus sirkulasi (darah) organ-
organ lain.
Cara ini merupakan cara infeksi yang paling sering.
2. Ingestion (tertelan)
Cara infeksi ini dapat mengenai mulut/tonsil, bila mengenai lymphonodi
regional yaitu lymphonodi coli dapat terjadi carvical adenitis (scrofula).
Cara infeksi ini dapat pula mengenai mukosa lymphodi mesenterial
dapat terjadi mesenterial adenitis dengan atau tanpa peritonitis.
3. Contact
Cara infeksi ini menimbulkan lesi primer pada kulit berupa suatu ulkus
(luka). Cara ini merupakan cara infeksi yang paling jarang.

7
Karena hal itulah penyakit TBC lebih banyak terdapat pada golongan
masyarakat dimana keadaan sosio ekonominya rendah, dimana terdapat
kemiskinan dan kurangnya pengetahuan tentang cara - cara hidup yang sehat.
Rupanya hal inilah yang menjadi penyebab banyaknya penderita yang terjangkit
penyakit TBC yang masih banyak dikalangan rakyat Indonesia. Pada umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB.
Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister
atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu
yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6
bulan.
Apabila host tidak mati saat infeksi pertama dengan basil tuberkel, suatu
kekebalan tertentu akan diperoleh dan terdapat kenaikan kemampuan untuk
membatasi basil tuberkel, menghambat pembiakannya, membatasi penyebarannya
dalam saluran getah bening. Ini sebagian besar dapat dihubungkan dengan
kemampuan sel-sel mononuklir untuk membatasi pembiakan organisme yang
termakan dan mungkin menghancurkannya. Sel sel mononuklir memperoleh
kekebalan selular ini terjadi selama permulaan infeksi pada host.
Terbentuk antibodi terhadap berbagai unsur seluler basil turberkel.
Antibodi dapat ditetapkan dengan tes presipitasi, tes ikatan komplemen, reaksi
hemaglutinasi pasif dan tes ELISA (enzyme linked immunosorbend assay). Tidak
ada satupun reaksi serologik ini mempunyai hubungan langsung dengan tingkat
resistensi host.
Selama infeksi primer, host juga mendapatkan hipersensitivitas terhadap
basil turbekel. Ini dibuktikan dengan timbulnya reaksi tuberkulin positif.
Kepekaan terhadap tuberkulin dapat ditimbulkan oleh seluruh basil tuberkel atau
oleh tuberkuloprotein dalam campuran dengan lilin basil tuberkel yang dapat
dilarutkan khloroform, tetapi tidak oleh tuberkuloprotein sendiri. Hipersensivitas
dan resistensi tampaknya merupakan aspek yang berbeda dengan reaksi-reaksi
perantara sel yang ada hubungannya satu sama lain.

8
Apabila seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis
akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja,
menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal
serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit tuberkulosis jaringan
yang paling sering diserang adalah paru - paru (95,9 %).
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan
Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi apabila droplet tersebut
terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh
manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,
saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif
(tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Mycobacterium Tuberkulosis dapat tahan hidup diudara kering maupun
dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. lni dapat
terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini
kuman tuberkulosis berada dalam keadaan memungkinkan untuk kuman
berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali.
Sedangkan menurut Koalisi untuk Indonesia sehat cara penularan TBC
antara lain :
1. TBC menyebar melalui udara dari satu penderita ke orang lain. Bakteri
tersebar di udara ketika penderita TBC batuk-batuk atau bersin-bersin.
2. Ketika seseorang yang menghirup bakteri TBC, bakteri itu dapat hidup
diparu-paru dan muali berkembang dan menyebar melalui darah menuju
organ lain.

9
3. TBC di paru-paru atau tenggorokan bisa menular. TBC dibagian organ
tubuh lain seperti ginjal, kelenjar getag bening atau tulang belakang,
biasanya tidak menular.
4. Penderita TBC biasanya menyebarkan penyakitnya kepada orang orang
sekitar yang terdekat, seperti anggota keluarga, teman-teman dan teman
sejawat.
5. Dapat juga tertular melalui luka di kulit
6. Dan meminum susu sapi yang tidak dipasteurisasi.

Klasifikasi Tuberkulosis ;
Kelas 0
Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar,
reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidakbermakna)
Kelas 1
Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti infeksi (riwayat pemaparan, reaksi tes
kulit tuberkulin tidak bermakna)
Kelas 2
Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin
bermakna, pemeriksaan bakteri negatif, tidak ada bukti klinik maupun
radioaktif)
Status kemoterapi (pencegahan) :
- Tidak ada
- Dalam pengobatan kemoterapi
- Komplit (seri pengobatan dengan memakai resep dokter)
- Tidak komplit
Kelas 3
Tuberkulosis : saat ini sedang sakit (M. tuberkulosisa ada dalam biakan; selain
itu, reaksi tes kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti radioaktif tentang adanya
penyakit).

10
Lokasi penyakit :
1. Paru-paru
2. Pleura
3. Limfatik
4. Tulang dan atau sendi
5. Kemih kelamin
6. Diseminata (milier)
7. Meningeal
8. Peritonel
9. Lain-lain
Tempat yang predominan dapat didaftarkan, tempat yang lain dapat juga
didaftarkan. tempat anatomi dapat diutarakan lebih cepat.
Kelas 4
Tuberkulosis : saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapat
pengobatan pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan radioaktif yang stabil
pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinnya bermakna, pemeriksaan
bakteriologis, bila dilakukan, negatif.
Tidak ada bukti klinik dan radioaktif tentang adanya penyakit pada saat ini).
Kelas 5
Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosis ditunda).

2.3 Patofisiologi
Perjalanan dan penyebaran penyakit TB Paru dapat menular melalui udara
atau ventilasi yang buruk. Orang yang terkena infeksi kuman tuberculosis tidak
langsung menunjukan tanda dan gejala yang spesifik penyakit ini, tetapi butuh
waktu yang disebut periode inkubasi. karena kuman membutuhkan waktu untuk
berkembang biak, waktu yang dibutuhkan sejak mendapatkan infeksi kuman
tuberkulosis sampai menjadi sakit tidak sama pada setiap orang, yaitu bervariasi
dari satu orang ke orang lain, berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa
abulan dan tahun. hal ini tergantung dari beberapa faktor, antara lain daya tahan
tubuh.

11
Mikrobakteria tidak menghasilkan toksin. Organisme dalam droplet
sebesar 1-5m terhirup dan mencapai alveoli. Organisme yang virulen akan
menetap dan berkembang biak serta berinteraksi dengan inang sehingga
menimbulkan penyakit. Basil yang tidak virulen yang disuntikkan (misalnya
BCG) hanya dapat hidup selama beberapa bulan atau beberapa tahun pada inang
normal. Resistensi dan hipersensitivitas inang sangat sangat mempengaruhi
perjalanan penyakit.
Pembentukan dan perkembangan lesi serta penyembuhannya atau
progresinya terutama ditentukan oleh: Jumlah mikrobakteria dalam inokulum dan
perkembangbiakan selanjutnya, dan resistensi hipersensivitas dari hospes.
Pada anak, lesi dalam paru dapat terjadi di manapun terutama di perifer
dekat pleura. Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan
lapangan atas. Pada orang dewasa lapangan atas. Pembesaran kelenjar regional
lebih banyak terdapat pada anak dibandingkan pada orang dewasa. Pada anak
terutama penyembuhan pada arah klasifikasi sedang pada orang dewasa ke arah
fibrosis. Penyebaran hematogen lebih banyak terjadi pada anak kecil dan bayi.
Lesi yang diakibatkan oleh kuman ini terdiri dua lesi utama yakni :
1. Tipe Eksedutif
Ini terdiri atas reaksi peradangan akut, dengan cairan edema, leukosit
polimorfonuklir, dan kemudian monosit sekitar basil turbekel. Tipe ini
terutama terlihat dalam jaringan paru-paru sehingga menyerupai pneumonia
bakterial. Tipe ini dapat sembuh dengan resolusi, sehingga seluruh eksudat
diabsorbsi, ini dapat menyebabkan nekrosis massif pada jaringan atau dapat
berkembang biak menjadi lesi tipe kedua (produktif). Selama fase eksudatif,
tes tuberkulin menjadi positif.
2. Tipe Produktif
Bila berkembang maksimal, lesi yang berupa granuloma kronis ini terdiri atas
tiga daerah (1) daerah pusat yang luas, dengan sel raksasa berinti banyak yang
mengandung basil tuberkel, (2) daerah tengah terdiri dari sel-sel epiteloid
pucat, sering tersusun secara radial, dan (3) daerah perifer yang terdiri dari
fibroblas, limfosit dan monosit. Kemudian terbentuk jaringan fibrosa perifer

12
dan daerah sentral mengalami nekrosis kaseosa. Lesi semacam ini disebut
dengan tuberkel. Tuberkel kaseosa dapat dipecah kedalam bronkus,
menumpahkan isinya disini dan membentuk rongga. Selanjutnya lesi ini dapat
sembuh dengan terbentuk fibrosis atau kalsifikasi. Basil tuberkel menyebar
dalam hospes melalui penyebaran langsung, melalui pembuluh getah bening
dan aliran darah, dan melalui bronkhi dan saluran pencernaan. Pada infeksi
pertama, basil tuberkel selalu menyebar ketempat asalnya melalui penyebaran
kelenjar getah bening ke kelenjar getah bening regional. Basil dapat menyebar
lebih lanjut dan mencapai aliran darah, yang selanjutnya menyebarkan basil
keseluruh organ tubuh (penyebaran militer). Aliran darah dapat juga diinvasi
oleh erosi vena karena tuberkel kaseosa atau kelenjar getah bening dan aliran
darah, bila lesi kaseosa mengeluarkan isinya kedalam bronkhus, isi ini
diaspirasi dan disebarkan kebagian paru-paru lainnya atau tertelan dan masuk
ke dalam lambung dan usus. Tempat pertumbuhan intraselular kuman
mikrobacteria dalam jaringan terutama akan tinggal dalam monosit, sel-sel
retikuloendotelial, dan sel-sel raksasa. Lokalisasi intraseluler adalah salah satu
sifat kuman yang menyebabkan kemoterapi sulit dan membantu menetapnya
mikroorganisme.
Apabila host pertama kali kontak dengan basil tuberkel, biasanya
ditemukan sifat-sifat berikut :
1. Timbul lesi eksudatif akut dan cepat menyebar kesaluran getah bening
dan kelenjar getah bening dan kelenjar getah bening regional. Kompleks
Gohn adalah lesi primer jaringan (biasanya paru-paru) bersama-sama
dengan diserangnya kelenjar getah bening. Lesi eksudatif dalam jaringan
sering sembuh dengan cepat.
2. Kelenjar getah bening mengalami pengkejuan masif, yang biasanya
mengalami klasifikasi.
3. Tes tuberkulin menjadi positif.
Infeksi primer ini dahulu biasanya terjadi pada anak-anak tetapi sekarang
sering terlihat pada orang dewasa yang tetap bebas dari infeksi dan oleh karena itu
tuberkulin negatif pada masa muda. Pada infeksi primer, bagian paru-paru yang

13
terserang dapat terjadi disembarang tempat tetapi yang paling sering adalah
dibagian bawah.
Tuberkulosis primer cenderung sembuh sendiri, akan tetapi sebagian
menyebar lebih lanjut dapat menimbulkan komplikasi. Basil tuberkulosis dapat
masuk langsung ke dalam aliran darah atau melalui kelenjar getah bening. Di
dalam aliran darah basil tuberkulosis dapat mati. Tetapi dapat pula berkembang
terus. Hal ini dapat bergantung pada keadaan pasien serta virulensi kuman.
Melalui aliran darah, basil dapat mencapai alat tubuh lain seperti paru, selaput
otak, tulang, hati, ginjal dan lain-lainnya. Dalam alat tubuh tersebut, basil
tuberkulosis dapat segera menimbulkan penyakit, tetapi dapat juga tenang dahulu
kemudian setelah beberapa waktu menimbulkan penyakit atau tidak pernah
menimbulkan penyakit sama sekali.
Ada tiga macam penyebaran patogen pada tuberkulosis anak :
1) Penyebaran hematogen tersembunyi yang kemudian mungkin timbul
gejala atau tanpa gejala klinis
2) Penyebaran hematogen umum, penyebaran milier, biasanya terjadi
sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang-kadang kronis.
3) Penyebaran hematogen berulang-ulang.
Terjadinya kompleks primer bila basil tuberkulosis pada efek primer
melalui perjalanan limfe bersarang di kelenjar getah bening regional. Dari sini
basil tuberkulosis mencapai kelenjar getah bening endotorakal, yang kemudian
membesar dan dapat terjadi perkijuan. Kelenjar-kelenjar yang mebesar dan dapat
terjadi perkijuan. Kelenjar-kelenjar yang membesar itu dapat membuat perlekatan
pada dinding liang bronkus. Malaui time table Wallgreen, perforasi bronkus
biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama setelah kompleks primer terbentuk.
Penyebaran bronkogen dapat mengakibatkan sarang-sarang bronkopneumonia dan
atelektasis kecil yang tidak menimbulkan gejala pada perkusi dan auskultasi.
Demikian pula gejala klinis seperti batuk dan sesak napas. Bila sarang- sarang
lebih besar, maka anak akan tampak lebih sakit, sesak napas, kadang-kadang
terdapat batuk ringan .

14
2.4 Pathways

Inhalasi basil TB Alveolus Fagositosis oleh makrofag

Basil TB berkembang biak Destruksi basil TB

Destruksi makrofag

Resolusi Pembentukan Kelenjar limfe


tuberkel

klasifikasi perkijuan Penyebaran


hematogen

Kompleks Ghon
pecah

Lesi di hepar, lien,


ginjal, tulang, otak,
Lesi sekunder paru dll

15
2.5 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis tuberculosis tergantung pada jenis tuberculosis, lokasi
proses dan beratnya kelainan. Oleh karena itu gejala gejala dan keluhan
penderita sangat berbeda-beda tergantung pada lokasi dan parahnya penyakit.
Meskipun demikian pada umumnya setiap penderita tuberculosis mengalami
gejala gejala umum seperti Demam. Biasanya merupakan gejala awal, timbul
pada sore dan malam hari disertai keringat dan kemudian mereda. Demam dapat
berulang beberapa waktu kemudian lemah dan lesu (malaise). Gejala ini ditandai
dengan rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan
bertambah kurus atau berat badan tidak naik. Batuk baru timbul bila telah terdapat
gangguan di paru, awalnya dapat berupa batuk kering, lama-kelamaan dapat
berupa batuk berlendir. Batuknya tetap bertahan lebih dari dua minggu walau
telah mendapat pengobatan atau batuk sering berulang lebih dari tiga kali dalam
tiga bulan berturut-turut. Batuk-batuk mengeluarkan darah atau pernah
mengeluarkan darah. Dada terasa sakit atau nyeri dan terasa sesak pada waktu
bernafas. Pembesaran kelenjar getah bening yang merupakan salah satu benteng
pertahanan terhadap serangan kuman, kelenjar getah bening dapat membesar bila
diserang oleh kuman. Pada penderita TBC dapat ditemui pembesaran kelenjar
getah bening di sepanjang leher samping dan di atas tulang selangkangan.
Meningkatnya suhu tubuh, keringat malam sering terjadi, berubahnya gambaran
hitung leukosit darah perifer dan meningkatnya laju rendah darah. Remisi dan
relaps sering terjadi terutama pada tuberculosis paru. (Soedarto,1996;180)
Tanda-tanda klinis dari Tuberculosis adalah terdapatnya keluhan-keluhan
sebagai berikut:
1. Batuk
2. Sputum mukoid atau purulen
3. Nyeri dada
4. Hemoptosis
5. Dipsnue
6. Demam dan berkeringat, terutama malam hari
7. Anoreksia

16
8. Berat badan menurun
9. Malaise
10. Ronki basah diapeks paru
11. Wheezing (mengi) yang terlokalisir
Selain tanda-tanda umum di atas penyakit ini juga dapat menumbulkan
gejala-gejala khusus sebagai berikut, yaitu:
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
"mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Prosedur diagnostik atau pemeriksaan untuk menunjang atau kemungkinan
menyingkirkan penyakit Tuberkulosis antara lain:
1. LED
Hasil LED ini bisa naik dan bisa turun, sehingga pemeriksaan ini tidak praktis
lagi untuk diagnosa Tuberkulosis.
2. Pemeriksaan Sputum
Sputum diperiksa apakah ditemukan M. Tuberculosis atau tidak. Pemeriksaan
sputum ini dilakukan 3x dengan 3 bahan, karena kuman bervariasi dari waktu
ke waktu. Kultur sputum biasanya positif, tapi diagnosis biasanya ditegakkan
berdasarkan kultur dari sampel yang tepat (aspirasi jarum pada nodus
limfalikus atau sumsum tulang dan biopsi hati pada TB milier atau dengan

17
pemeriksaan histologis (biopsi pluera atau perikordium) yang menunjukkan
adanya granuloma / BTA. perubahan klasik pada foto teracks (penyakit pott)
dapat bernilai diagnostik. gambaran US pada TB menirgen (Umfosit, Protein
tinggi, glukosa rendah) juga menguatkan kecurigaan terhadap TB okstraparu.
Bila dalam bahan tidak ditemukan kuman M. Tuberculosis, maka ada
kemungkinan:
1. Bahan yang dikirim kurang memuaskan
2. Jumlah hasil Tuberculosis sedikit sehingga tidak terlihat dimikroskop,
meskipun pasien menderita Tuberculosis.
3. Pasien tidak menderita Tuberculosis
Akan tetapi diagnosis yang tepat adalah dengan memakai biakan. Untuk
tumbuh mikroorganisme membutuhkan sekitar 2 minggu atau lebih pada suhu
36-37 derajat celcius. Koloni yang sudah dewasa berwarna krem, bentuk
seperti kembang kol.
Dahak mikroskopik: 3 kali yaitu SPS
- S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang. suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mcngumpulkan dahak dari kedua.
- P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan ke puskesmas.
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di puskesmas pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
- Minimal 2 x positif BTA
Sputum juga dapat dipakai untuk pemeriksaan BTA (basil tahan asam).
Bila hasil positif, kemungkinan menderita penyakit Tuberculosis yang
infeksius, artinya dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain atau
dengan kata lain menjadi sumber penular.
Kemungkinan diagnosis: TB PARU (0201)
(ICD 10:A15)
- Minimal 2 kali sputum BTA(+) :
- Didiagnosis sebagai TB paru BTA (+)

18
- Bila BTA (+) 1 kali, maka perlu dilakukan pemeriksaan rontgen dada
atau pemeriksaan dahak SPS diulang.
- Kalau hasil rontgen mendukung TB. maka didiagnosis sebagai penderia
TB BTA positif.
- Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeniksaan dahak SPS
diulang
- Bila ketiga specimen dahak hasilnya negative. Diberikan antibiotik
spektrum luas (kotrimoksasol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila
tidak ada perubahan. ulangi pemeriksaan dahak SPS.
- Kalau hasil SPS positif, diagnosis sebagai penderita BTA positif.
- Kalau basil SPS tetap negatif. lakukan pemeriksaan rontgen dada untuk
mendukung diagnosis TB.
- Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnos sebagai penderita TB BTA
negatif rontgen positif.
- Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB
3. Kultur
Kultur diperlukan waktu 3-8 minggu. Kultur positif hampir selalu
menunjukkan Tuberculosis, tetapi juga harus dipikirkan kemungkinan infeksi
lainnya. Kultur negatif setelah 8 minggu, perlu dipikirkan kemungkinan
diagnosis lainnya. Bagi penderita Tuberculosis dengan hasil sputum negatif,
berarti pasien tidak infeksius bagi orang lain.
4. Foto Rontgen
Adanya kavitasi atau bertambahnya perselubungan menunjukkan penyakit
yang aktif. Pengurangan volume lobus dapat menunjukkan adanya fibrosis
atau juga bronkostenosis tuberculosis. Gambaran foto juga menunjukkan
adanya kalsifikasi, efek bhon, atelektasis, miliar, tuberkuloma (bayangan
seperti coin lesion), infiltrat diapeles paru atau kedua lapang paru sampai
saluran paru. Gambran pada pasien yang telah menyembuh berupa fibrosis dan
atelektasis.

19
5. Tes Tuberculosis
Tes Mantoux diberikan dengan menyuntikkan 0,1 cc PPD secara intradermal.
Hasil dibaca pada 48-72 jam kemudian. Hasil positif bila diameter indurasi
lebih dari 10 mm. Hasil tes indurasi kurang dari 10 mm masih dapat
mempunyai kemungkinan terkena tuberkulin, pada keadaan:
a. keadaan umum buruk
b. tuberculosis milier (50% tes negatif)
c. tuberculosis pleura (lebih dari 33% tes negatif)
d. tuberculosis dengan HIV positif (indurasi antara 5-10mm)
e. kasus tuberculosis yang baru (lebih dari 20% negatif)
Tes Mantoux, menilai reaksi hipersensitivitas lambat terhadap purified
protein derivative (PPD) yang disuntikkan intrakutan. Untuk memperoleh
reaksi kulit ang maksimum diperlukan waktu antara 48-78 jam. Sesudah
penyuntikan. Reaksi harus dibaca dalam periode tersebut, yaitu dalam cahaya
yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk yang dicatat dari reaksi
ini adalah diameter indurasi dalam, satuan milimeter. pengukuran harus
dilakukan melintang terhadap sumbu panjang lengan bawah. hanya indurasi
dan bukan eritema yang bernilai. indurasi dapat ditentukan dengan inspeksi
dan palpasi (dengan meraba daerah tersebut dengan jari tangan).
Interprestasi Reaksi Tes Kulit yang Dianjurkan :
Mantoux intrakutan dan tes suntikan jet (dengan dosis tes standar).
Indurasi sebesar 10 mm atau lebih : reaksi bermaknaKeadaan ini
diinterprestasikan sebagai bermakna untuk infeksi lama atau baru terhadap
Mycobacterium tuberculosis, karena reaksi sebesar in pada umumnya
menunjukkan sensitivitas spesifik. pada keadaan normal, tes dengan hasil
diatas tidak perlu diulang untuk mendapatkan kepastian, kecuali bila ada
alasan untuk memertanyakan validitas tes ini.
Indurasi kurang dari 10 mm : reaksi tidak bermakna. Keadaan ini dianggap
tidak bermakna pada orang yang tidak dicurigai menderita tuberkulosis,
penderita seropositif HIV, ayau orang-orang yang kontak dekat penderita yang
sputumnya posistif atau belum lama positif terhadap M. tuberculosis. untuk

20
orang-orang semacam ini tes tidak perlu diulang, kecuali bila orang-orang ini
sedang berpartisipasi dalam suatu program pengawasan. bila orang yang diuji
berkontak dengan penderita tuberkulosis, maka harus diadakan pemeriksanaan
tindak lanjut sesuai dengan prosedur rutin untuk orang yang pernah kontak.
6. Bronkoskopi
Bilasan transbronkial dapat digunakan untuk pemeriksaan langsung atau
melalui biakan.
7. Tes Tusukan Ganda Heaf
Setetes PPD diletakkan pada kulit lengan bawah dan inokulasi intra dermal
dilakukan dengan cara menembakkan sebuah alat yang memiliki 6 buah jarum
baja dan masuk dalam kulit sedalam 2 mm. Reaksinya dapat dibaca 72 jam-4
hari kemudian.
Tes negatif (grade 0) tidak ditemukan indurasi.
Grade 1 : teraba 4 atau lebih papula
Grade 2 : papula membentuk lingkaran sekitar indurasi
Grade 3 : pusat lingkaran mulai terisi
Grade 4 : vesikulasi atau indurasi lebih dari 10 mm
Grade 3 dan 4 dianggap positif, tetapi umumnya disebutkan dalam grade.
8. Pemeriksaan Radiografik
Secara patologis, manifestasi klinis dini dari tuberkulosis paru-paru biasanya
berupa suatu kompleks kelenjar getah bening parenkim. pada orang dewasa
segmen apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah
merupakan tempat-tempat yang sering menimbulkan lesi yang terlihat
homogen dengan densitas yang lebih pekat. dapat juga terlihat adanya
pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya
bilateral.

21
2.7 Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan umum
Pengobatan terhadap penderita-penderita TBC paling baik jika dilakukan
di rumah sakit atau sanatorium, meskipun jenis tertentu dapat dirawat di
rumah penderita sendiri. Obat pilihan untuk tuberculosis yang mula mula
adalah kombinasi antara streptomisin, isoniazid, dan PAS ( para-
aminosalicylic-acid) kini berubah menjadi ke inozianid dan etambutol dengan
obat obat alternative yaitu rifampisin, PAS, streptomisin dan pyrazinamide.
Salah satu masalah dalam pengobatan tuberculosis ialah lamanya jangka
pemberian obat yang mengurangi kepatuhan penderita dalam melakukan
pengobatan secara teratur dan terus menerus. Takaran pemberian obat
tuberculosis adalah :
Isoniazid
Dosis anak dan dewasa:
- 5 mg/kg BB (4-6 mg/kg BB) per hari.
- 10 mg/kg BB (8-12 mg/kg BB) tiga kali seminggu.
- 15 mg/kg BB (13-17 mg/kg BB) dua kali seminggu
Rifampisin
- Diberikan 30 menit sebelum makan
- Dosis anak dan dewasa : 10 mg/kg BB (8-12 mg/kb BB), maksimum
600 mg/hari dua atau tiga kali seminggu.
- Efek samping : rash pada kulit, demam, influenza like sydrom dan
trombositopeni.
Pirazinamid
Diberikan untuk pengobatan dua bulan pertama atau tiga bulan
- Dosis anak dan dewasa 25 mg/kg BB per hari (20-30 mg/kg), 35
mg/kg BB (30-40 mg/kg BB) tiga kali per minggu. 50 mg/kg BB (40-
60 mg/kg BB) dua kali per minggu.
- Efek samping reaksi hipersensitivitas

22
Streptomisin:
Diberikan secara intramuskular
- Dosis untuk anak dan dewasa: 15 mg/kg BB (12-18 mg/kg BB) per
hari, dua atau tiga kali per minggu.
- Efek samping : demam, rash pada kulit
Ethambutol
- Dosis dewasa:
15 mg/kg BB (15-20 mg/kg BB) per hari
30 mg/kg BB 25-35 mg/kg BB tiga kali per hari
45 mg/kg BB (40-50 mg/kg BB) dua kali per hari
- Dosis anak-anak maksimum 15 mg/kg per hari
Penatalaksanaan berdasarkan pengkategorisasian :
1. KATEGORI 1: 2HRZE/4H3R3 diberikan pada:
- Penderita baru TB paru BTA (+)
- Penderita TB Paru BTA negative Rontgen positif penderita TB ekstra
paru berat
2. KATEGORI 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 diberikan :
- Penderita kambuh
- Penderita gagal
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai
3. KATEGORI 3: 2HRZ/4H3R3, diberikan pada:
- Penderita baru BTA (-) rontgen (+)
- Pendenita ekstra paru ringan
OAT Sisipan
Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori 1 atau
kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

23
2. Pengobatan tindak Lanjut :
Perlu pemeriksaan dahak mikroskopik 2 kali yaitu :
Sewaktu (hari pertama) dan pagi (hari kedua), dinyatakan negatif bila ke-2
spesimen tersebut negative. Bila salah satu spesimen positif maka pemeriksaan
ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
- Pemantauan akhir tahap intensif :
Untuk KATEGORI 1 dilakukan akhhir bulan ke 2
Untuk KATEGORI 2 dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke-3
pengobatan
- Sebulan sebelum akhir pengobatan
Untuk KATEGORI 1 dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5
Untuk KATEGORI 2 dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke-7
pengobatan.
3. Pemeriksaan dahak pada akhir tahap intensif
Pengobatan dengan kategori 1:
- Jika pemeriksaan ulang pada akhir bulan ke-2 hasilnya BTA negatif, maka
dapat diteruskan pengobatan dengan tahap lanjutan.
- Jika pemeriksaan ulang pada akhir bulan ke-2 hasilnya BTA positif,
pengobatan diteruskan dengan OAT sisipan selama 1 bulan.
- Sete1ah paket sisipan satu bulan selesai, dahak diperiksa kembali.
- Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan meskipun hasil pemeriksaan
ulang dahak BTA masih positif.
Pengobatan dengan kategori 2
- Jika pemeriksaan ulang pada akhir bulan ke-3 hasilnya RTA negatif, maka
dapat diteruskan pengobatan dengan tahap lanjutan.
- Jika pemeriksaan ulang pada akhir bulan ke-3 hasilnya BTA positif,
pengobatan diteruskan dengan OAT sisipan selama 1 bulan.
- Setelah paket sisipan satu bulan selesai, dahak diperiksa kembali.
- Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan meskipun hasil pemeriksaan
ulang dahak BTA masih positif.

24
Pengobatan dengan kategori 3
- Jika pemeriksaan ulang pada akhir intensif negatif maka terus ke tahap
lanjutan. jika hasilnya positif, ganti dengan kategori 2 mulai dari awal.
4. Nasehat
- Makanan bergizi : kebersihan lingkungan dan perumahan yang memenuhi
persyaratan kesehatan.
- Anggota keluarga dan tetangga yang sering kontak langsung dengan
penderita yang mempunyai gejala batuk berdahak lebih dari 3 minggu
supaya diperiksakan ke Puskesmas.
- Berobat teratur
- Makan obat sesuai petunjuk.

2.8 Komplikasi
Penyakit tuberculosis merupakan penyakit yang kronis. Apabila bakteri ini
masuk dan terkumpul di dalam paru-paru maka akan berkembang biak menjadi
banyak (terutama pada anak dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat
menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Sering kali gejala
permulaannya sangat ringan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang hebat
karena terputusnya pembuluh darah yang besar didalam paru sehingga dapat
menyebabkan kematian pada penderita. Selain menyerang paru, tuberculosis dapat
pula menyerang ginjal, tulang, usus, kandungan, kelenjar limpa dan otak.
Serangan pada paru-paru yang menimbulkan batuk kronis dan batuk berdarah
biasanya terjadi bila lesi sudah sangat lanjut. Meningitis atau gangguan saluran
kemih dapat terjadi tanpa adanya gejala-gejala tuberculosis yang lain.
Sebagian besar komplikasi tuberkulosis primer terjadi dalam 12 bulan
setelah terjadinya penyakit.Penyebaran hematogen atau milier dan meningitis
baiasanya terjadi dalam 4 bulan,tetapi jarang sekali sebelum 3 - 4 minggu setelah
terjadinya kompleks primer. Efusi pleura dapat terjadi 6 - 12 bulan setelah
terbentuk kompleks primer,kalau efusi pleura di sebabkan oleh penyebaran
hematogen maka dapat terjadi lebih cepat.Komplikasi pada tulang dan kelenjar
getah bening permukaan dapat terjadi akibat penyebaran hematogen,hingga dapat

25
terjadi dalam 6 bulan setelah terbentuknya kompleks primer,tetapi komplikasi ini
dapat juga terjadi setelah bertahun-tahun.
Menurut Wallgreen, komplikasi berupa penyebaran milier dan meningitis
tuberkulosis dapat terjadi dalam 3 bulan, pleuritis dan bronkogen dapat terjadi
dalam 6 bulan dan tuberkulosis tulang dapat terjadi dalam 1 - 5 tahun setelah
terbentuknya kompleks primer. Pembesaran kelenjar getah bening yang terkena
infeksi dapat menyebabkan atelektasis karena menekan bronkus hingga tampak
sebagai perselubungan segmen atau lobus da sering pada lobus kanan paru. Selain
akibat dari tekanan kelenjar getah bening yang menyebar, atelekatasis dapat juga
terjadi karena konstruksi bronkus pada tuberkulosis dinding bronkus dan
tuberkuloma dalam lapisan otot bronkus atau sumbatan oleh gumpalan kiju di
dalam lumen bronkus. Pembesaran kelenjar getah bening selain menyebabkan
atelektasis karena penekanan, dapat juga menembus bronkus kemudian pecah dan
menyebabkan penyebaran bronkoge. Lesi tuberkulosis biasanya sembuh sebagai
proses resolusi, fibrosis dan atau klasisfikasi.
Tuberkulosis pasca primer merupakan kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura. Komplikasi berikut sering terjadi pada
penderita stadium lanjut :
- Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan napas.
- Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. Bronkiectasis dan Fibrosis
pada paru.
- Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya.
- Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah
sakit.

26
2.9 Prognosis
Di pengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, berapa lama telah
mendapat infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga,
diagnosis dini, pengobatan adekuat dan adanya infeksi lain seperti morbili,
pertusis, diare yang berulang-ulang, dan lain-lain. Diduga penyebaran bronkogen
prognosisnya buruk.

27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian Keperawatan


4.1.1 Riwayat Kesehatan
Pengkajian diawali dengan data umum yang meliputi tanggal dan jam
saat pasien masuk rumah sakit. Kemudian data tentang nama keluarga yang dapat
dihuungi beserta nomor telponnya. Keterangan tentang keadaan pasien saat masuk
rumah sakit juga dicantumkan dalam data pengkajian apakan pasien dating
sendirian dari rumah, ataupun bersama keluarga. Juga keterangan bagaimana
pasien sampai di rumah sakit baik itu jalan, emergensi atau yang lainnya. Data
berikutnya adalah alat yang digunakan oleh pasien seperti kursi roda, ambulan,
dan brankar. Alas an masuk rumah sakit juga disertakan dalam data umum.
Keterangan tentang masuk rumah sakit terakhir yaitu tanggal dan alasannya.
Dilanjutkan dengan riwayat penyakit sekarang dan yang terakhir adalah riwayat
pengobatan sebelumnya meliputi jenis obat, dosis, dosis sebelumnya, dan
frekuensi. Komponen dari riwayat kesehatan antara lain :
a) Identitas pasien
Identitas pasien berisi data demografik faktual tentang klien. Data tersebut
dapat berupa nama, nama orang tua, alamat, nomor telepon, pekerjaan
orang tua, umur anak, agama, kearganegaraan dan tipe asuransi yang di
tanggung.
b) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan hal yang diraskan oleh klien yang paling utama
saat ini yang membuat klien merasa tidak nyaman yang menjadi alasan
utama individu mencari bantuan profesional kesehatan.
c) Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Perawat mengumpulkan data mengenai gejala penyakit yang dihadapi oleh
klien yang berhubungna dengan keluhan utama. Pada bagian tentang
riwayat penyakit perawat mencatat informasi spesifik seperti letak,
intensitas, dan kulitas gejala.

28
d) Riwayat penyakit dahulu (RPD)
Informasi yang didapatkan dari riwayat penyakit masa lalu klien
memberikan data tentang pengalaman perawatan kesehatan dari anak.
Perawat mengkaji apakah klien pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya
atau menjalani operasi, apakah ada riwayat alergi terhadap sesuatu, dan
pola hidup klien yang dapat mendukung penyakit klien saat ini. Secara
singkat, riwayat penyakit dahulu meliputi :
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur, yaitu terakhir pemberian
vaksinasi BCG dengan dosis 0,005cc, pemberian intrakutan, umur
antara 0-11 bulan.
e) Riwayat penyakit keluarga
Tujuan dari mengkaji riwayat keluarga adalah untuk mengetahui danya
hubungan kekeluargaan langsung dan hubungan darah. Sasarannya adalah
untuk menentukan apakah klien anak menderita penyakit genetik atau
familial yang menurun.
f) Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
Pengkajian dalam mendapatkan riwayat pengobatan terdahulu dapat
meliputi : Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan
sakitnya, jenis, warna, dosis obat yang diminum, berapa lama. pasien
menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya, kapan pasien
mendapatkan pengobatan terakhir. Tujuan dari pengkajian ini untuk
mengetahui pengobatan terdahulu klien sehingga tidak terdapat kesamaan
dalam pemberian obat sekarang.

29
4.1.2 Pola Fungsi Kesehatan (NANDA, 2006)
a. Health promotion
Pengetahuan atau kesadaran untuk hidup sehat atau berfungsi normal dan
strategis untuk kontrol utama dan meningkatkan kualitas (hidup sehat) atau
normalitas fungsi.
- Pengetahuan mengenai jenis penyakitnya
- Adanya riwayat berobat ke rumah sakit
b. Nutrisi
Kegiatan atau aktifitas-aktifitas pengambilan, perpaduan atau penerimaan
dan penggunaan nutrisi dalam tujuan untuk pemenuhan kebutuhan
jaringan, perbaikan jaringan dan produksi energi.
- Tingkatan nafsu untuk makan
- Kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang memicu
timbulnya penyakit paru.
c. Eliminasi
Sekresi dan ekskresi produksi kotoran dari tubuh.
- Kemampuan dalam BAB 2x sehari.
- Kemampuan dalam BAK 4x sehari.
d. Aktivitas/ istirahat
Produksi, konservasi, pengeluaran, atau balance sumber energi.
- Lingkungan dan jenis pekerjaan yang memicu timbulnya penyakit
paru.
- Kebiasaan istirahat sehari-hari.
e. Persepsi/ kognisi
Proses sistem informasi manusia lemak perhatian, orientasi, sensais,
persepsi, kognisi, dan komunikasi.
- Kesadaran klien mengenai orang, tempat, dan waktu.
f. Persepsi Diri
Kesadaran tentang diri sendiri
- Kemampuan mengenal identitas dirinya

30
g. Peran hubungan
Keuntungan dan kerugian berhubungan/berasumsi antara orang/group dan
berarti oleh yang mana hubungan ini terwujud.
- Aktifitas dan hubungan sosial klien dengan lingkungan sekitar.
h. Seksualitas
Identitas seksual, fungsi seksual, dan reproduksi.
- Keinginan untuk dikasihi oleh lawan jenis atau sesama jenis (ayah, ibu)
- Kemampuan membedakan diri sebagai pribadi laki atau perempuan.
i. Koping/toleransi terhadap stres
Daya tampung terhadap peristiwa hidup atau proses hidup
- Kemampuan klien dalam memecahkan masalah secara mandiri.
- Keinginan klien untuk meminta bantuan terhadap masalah yang
dihadapi.
j. Prinsip Hidup
Prinsip-prinsip mendasar, mencakup, pemikiran dan tingkah laku tentang
tindakan, kebiasaan atau adat yang tampak nyata atau mempunyai nilai
yang dalam.
- Agama yang dianut sebagai pedoman hidup klien.
- Keinginan klien untuk hidup yang kuat.
k. Keselamatan/perlindungan
Kebebasan dari bahaya, perlukan total, kerusakan sistem imun, menjaga
dari suatu kehilangan, perlindungan dari keselamatan dan keamanan.
- Tempat tinggal klien yang mendukung kondisi klien.
l. Kenyamanan
Perasaan mental, psikis, kebutuhan sosial atau kenyamanan (ketentraman).
- Keluhan klien terhadap kenyamanan terhadap kondisi saat ini.
m. Pertumbuhan dan Perkembangan
Sesuai usia, Pertumbuhan dalam dimensi fisik, sistem organ atau
pencapaian perkembangan yang berarti.
- Kondisi klien saat ini apakah mempengaruhi tumbuh kembang klien
atau tidak.

31
4.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik secara umum
Tanda-Tanda Vital :
TD : 130/80 mmHg
N : 100 x/menit
RR : 16-18 x /menit
T : 38C
BB : meningkat atau menurun
TB :-
Kepala : konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP tidak meningkat.
2. Pemeriksaan Dada
- Inspeksi : Pasien terlihat sesak nafas, pasien terlihat bernafas dengan
otot bantu pernafasan, pasien terlihat lemah.
- Auskultasi : rales/krekels (ronchi basah) +/+
- Palpasi : frimitus lemah, permukaan kulit terasa panas dan kering.
- Perkusi : dullness/pekak (bleg-bleg)+/+ di dada.
3. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Jejas tidak ada, sejajar dengan dada
- Palpasi : distensi abdomen (-/), tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : tympani
- Auskultasi : Peristaltik usus 16 x/menit
4. Pemeriksaan Ekstremitas
- Keadaan kulit kering
- Kekuatan otot lemah dengan skala kekuatan 3
- Program terapi :
- Harian : Izoniazid 300 mg Peroral/IM (10-20 mg/Kg)
Pimfapin 600 mg Peroral ( 10-20 mg/Kg)
Etambutol hidroklorida (15-30 mg/Kg)
Pyrazinamide 2 gr Peroral (15-30 mg/Kg0
Streptomicyne Sulfat 0,75-1 gr IM (15-20 mg/Kg)

32
5. Hasil Pemeriksaan penunjang
- AGD : PO2 : 70 mmHg
PCO2 : 20 mmHg
HCO3 : 20 mmHg
Ph : 6,35
- Albumin : 2,1. 10/ml
- Trombosit : 100. 10/ ml
- Natrium : 138 mmol/ L
- LED : 15 ml/jam
- Hasil Laboratorium : Uji Tuberkulin +
6. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Kultur sputum : Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir
penyakit.
b. Tes Tuberkulin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
c. Photo torak : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas; Pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ;
Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru
karena TB paru.
e. Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri : penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.

33
4.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau
sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
(NANDA, 2006)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret
yang kental, Edema bronchial. (NANDA, 2006)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan : Ketidak seimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan. (NANDA, 2006)
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan:
Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea,
Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial. (NANDA, 2006)
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan : Kelemahan otot pernafasan.
(NANDA, 2006)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang
salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya
pengetahuan/kognitif. (NANDA, 2006)
7. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya
tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap,
Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi,
Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi
kuman. (NANDA, 2006)
8. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernapas dan takut sesak napas (
Carpenito, 1999)
9. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan perasaan kehilangan kontrol
dan pembatasan yang diakibatkan oleh kondisi ini terhadap gaya hidup
(Carpenito, 1999)
10. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan batuk, ketidakmampuan
melakukan posisi terlentang, rangsang lingkungan (Carpenito, 1999)

34
11. Resiko tinggi terhadap perubahan membran mukosa mulut yang
berhubungan dengan napas mulut, sering mengeluarkan sekret, dan
penurunan masukan cairan sekunder terhadap malaise (Carpenito, 1999)

35
4.3 Analisa Data Dan Masalah
NO Data Etiologi Masalah
1 DS : Klien mengatakan Penumpukan sekret Bersihan jalan nafas
bahwa setiap batuk tidak efektif
susah mengeluarkan
sekret.
DO :
- Ronchi + dimana
ekspirasi lebih lama
daripada Ispirasi.
- Whezing +
- RR = 30X/menit.
2 DS : Klien mengatakan Perubahan membran Gangguan pertukaran
bahwa batuknya kapiler alveolar gas
terdapat darah.
DO :
- Sekret/mukus
warna merah
bercampur darah.
- AGD : PO2 70 %
- PCO2 : 30 mmHg
- HCO3 : 20 mmHg
- Ph : 6,35
3 DS : Klien mengatakan Ketidak seimbangan Intoleransi aktivitas
bahwa dirinya lemas suplai oksigen
dan tidak kuat untuk dengan kebutuhan .
melakukan aktifitas.
DO :
- Kemampuan
ambulasi/ROM

36
dalam skala 3.
- TD : 130/80 mmHg
- N : 100 x/menit
- RR : 30 x /menit
- T : 38C
- BB : 50Kg
- TB : 165 Cm
4 DS : Klien mengatakan Sesak nafas, Ketidakseimbangan
bahwa tidak nafsu anoreksia nutrisi kurang dari
makan. kebutuhan tubuh
DO :
- Selama sakit,berat
badan turun yang
sebelumnya 55 kg
menjadi 50 kg.
- Turgor kulit
menurun ditandai
dengan albumin =
2,5.10/ml. HB =
11 g/dl.
5 DS : Klien mengatakan Kelemahan otot Pola nafas tidak
bahwa nafas semakin pernafasan efektif
lama semakin berat.
DO :
- Pasien tampak
menggunakan otot
bantu pernafasan
dengan retraksi
dada yang
maksimal

37
- RR = 30X/menit.
- Pasien terpasang
nasal kanul O2
100%, 2 L/menit.
6 DS : Klien mengatakan Kurang informasi Pengetahuan kurang
bahwa tidak
mengetahui penyakit
yang dideritanya.
Klien bingung harus
minum obat yang mana,
karena obatnya banyak.
DO :
- Pendidikan terakhir
pasien SD.
- Pasien tampak
tidak teratur minum
obat dan sering
lupa jenis obat yang
harus diminum.
7 DS : Klien mengatakan Daya tahan tubuh Resiko tinggi infeksi
bahwa merasa lemas menurun, fungsi
dan tidak bertenaga. silia menurun,
DO : sekret yang
- Penurunan berat menetap, Kerusakan
badan. jaringan akibat
- Turgor kulit jelek. infeksi yang
- Pernapasan yang menyebar,
berat. Malnutrisi,
- Jumlah Leukosit Terkontaminasi oleh
menurun. lingkungan, Kurang

38
pengetahuan tentang
infeksi kuman.
8 DS : klien merasa sesak sulit bernapas dan Ansietas
DO : klien tampak takut sesak napas
gelisah
RR,HR,nadi meningkat
9 DS : klien merasa letih perasaan kehilangan Ketidakberdayaan
dan lemas kontrol dan
DO : persepsi tentang pembatasan yang
control << diakibatkan oleh
koping individu << kondisi ini terhadap
gaya hidup
10 DS : klien mengatakan batuk, Gangguan pola tidur
susah tidur. ketidakmampuan
DO : tingkat stress >> melakukan posisi
Konjungtiva pucat terlentang, rangsang
Suara parau lingkungan
Terlihat kantong mata
11 DS : klien merasa napas mulut, dan Resiko tinggi
mulutnya terasa pahit penurunan masukan terhadap perubahan
DO: bau meningkat >> cairan sekunder membran mukosa
Turgor kulit << terhadap malaise mulut
Bibir terlihat pecah dan
luka.

39
4.4 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Perencanaan
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif Kepatenan jalan nafas; Airway managament;
b/d penumpukan sekret. KH : - Kaji tanda-tanda vital,status pernafasan
- Penurunan jumlah sekret. klien.
- Bunyi nafas normal. - Posisi pasien untuk memaksimalkan
- Kilen dapat bernafas tanpa bantuan potensial ventilasi.
alat bantu pernafasan. - Beri posisi semifowler/fowler jika tidak
ada kontra indikasi.
- Monitor status respirasi dan oksigen.
- Ajari pasien batuk efektif.
Airway suction;
- Lakukan suction jika sekret tidak dapat
keluar dengan batuk efektif.
- Beri oksigen dengan konsentrasi 100%.
- Mengauskultasi suara nafas sebelum
dilakukan suction.
- Beri informasi kepada pasien dan

40
keluarga tentang suction.
- Beri terapi bronkodilator dan mukolitik.
2 Gangguan pertukaran gas b/d Status respirasi; pertukaran gas Airway managament;
kerusakan membran kapiler. KH : - Kaji tanda-tanda vital,status pernafasan
- Kadar PO2 dan PCO2 normal. klien.
- PO2 normal= 80-100 mmHg - Posisi pasien untuk memaksimalkan
- PCO2 normal=35-45 mmHg potensial ventilasi.
- SaO2 normal - Beri posisi semifowler/fowler jika tidak
- Keseimbangan ventilasi perkusi. ada kontra indikasi.
- Tidak didapatkan dyspnue - Monitor status respirasi dan oksigen.
- Ajari pasien batuk efektif.
3 Intoleransi aktivitas b/d ketidak Penghematan energi: tingkat Managament energi;
seimbangan suplai oksigen dengan pengelolaan energi aktif untuk memulai - Menentukan batasan aktivitas pasien.
kebutuhan. dan memelihara aktifitas. - Memonitor asupan nutrisi untuk
KH: memenuhi kebutuhan sumber energi yang
- Keseimbangan aktivitas dan cukup.
istirahat. - Menentukan penyebab kelelahan
- Memahami batasan energi. (perawatan, nyeri,dan obat-obatan)
- Mampu menerapkan teknik - Konsultasi dengan ahli nutrisi bagaimana

41
penghematan energi secara cara meningkatkan asupan makanan
adekuat. energi tinggi.
- Mampu mengatur asupan nutrisi - Monitor respon kardiorespirasi untuk
yang adekuat. aktivitas.
- Mampu mencapai tingkat
ketahanan tingkat ketahanan
adekuat untuk beraktivitas.
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang Pasien dapat mencapi keseimbangan Nutritional management
dari kebutuhan tubuh b/d Sesak diet makan dan menunjukkan kebiasaan - Kaji kebutuhan nutrisi pasien.
nafas, anoreksia. makan yang adekuat. - Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi
KH: pasien dengan porsi makan kecil tapi
- Nafsu makan meningkat atau sering.
normal - Beri pasien makanan tinggi protein,
- Turgor kulit normal tinggi kalori.
- Berat badan menimgkat. - Beri tambahan nutrisi melalui teraphy
infus dekstrose 5 %
Nutritional monitoring.
- Monitor tugor kulit.
- Monitor mual dan muntah.

42
- Monitor intake nutrisi dan kalori.
- Monitor albumin, total protein,
hemoglobin, dan tingakt hematrokit.
5 Pola nafas tidak efektif b/d Respiratory status ventilasi Respiratory monitoring
kelemahan otot pernafasan KH : - Monitor kelemahan otot diafragma.
- Tidak tampak penggunaan otot-otot - Monitor pola pernafasan.
bantu pernafasan. - Monitor rhitme pernafasan.
- Tidak tampak orthopnea. Theraphy oksigen
- Tidak didapatkan kelemahan taktil - Beri therapy oksigen dengan konsentrasi
vemitus. 100 %, 2 L/menit.
- Tidak tampak retraksi dada. - Instruksikan pada pasien dan keluarga
tentang penggunaan oksigen dirumah.
- Konsultasikan dengan tenaga kesehatan
lain tentang penggunaan oksigen
tambahan selama aktifitas.
6 Defisit knowladge b/d tindakan Pengetahuan : perilaku kesehatan. Pendidikan kesehatan :
pengobatan dan tindakan preventif KH : - Memberi pengetahuan kesehatan yang
- Pasien mampu mengikuti prosedur tepat dan aktifitas sehari-hari dari
pengobatan. individu, keluarga, dan kelompok.

43
- Pasien meminum obat secara - Menyusun program pendidikan
teratur. kesehatan.
- Menggunakan bermacam-macam strategi
dan point intervensi pada program
pendidikan.
- Identifikasi faktor internal dan eksternala
yang mempengaruhi motivasi untuk
kebiasaan sehat.
7 Resiko tinggi infeksi dan Immune statue. Immunizations :
penyebaran infeksi berhubungan KH : - Ajarkan kepada orang tua mengenai
dengan: Daya tahan tubuh menurun, - Penyebaran infeksi tidak ada. jadwal pemberian imunisasi.
fungsi silia menurun, sekret yang - Integritas kulit baik. - Pantau klien terhadap periode pemberian
inenetap, Kerusakan jaringan akibat - Mukosa silia baik. setelah pengobatan.
infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Nutritions statue. - Berikan informasi imunisasi dalam
Terkontaminasi oleh lingkungan, - Intake nutrisi tercukupi. bentuk tertulis.
Kurang pengetahuan tentang infeksi - Energi yang cukup. Control Infeksi :
kuman Peningkatan berat badan. - Ajarkan cara mencuci tangan yang baik.
- Bersihkan lingkungan estela digunakan
klien.

44
- Bersihkan peralatan yang digunakan
klien.
- Berikan nutrisi yang cukup.
- Istirahat yang cukup.
8 Ansietas yang berhubungan dengan Dapat beradaptasi terhadap kebutuhan 1. Upayakan lingkungan yang tenang saat
sulit bernapas dan takut sesak napas fisiologis dari peningkatan aktivitas. klien mengalami kesulitan bernapas
KH : (Carpenito, 1999) 2. Jangan meninggalkan klien sendiri selama
1. Klien akan mengungkapkan periode sulit bernapas akut
perasaan tentang ansietas 3. Tanggapi rasa takut klien dan berikan
2. Klien mampu memperagakan penguatan positif terhadap upaya yang
teknik bernapas untuk dilakukan
mengurangi dispneu 4. Tanggapi perasaan ketidakberdayaan.
5. Berikan bantuan untuk semua tugas selama
episode akut sesak napas
6. selama periode sesak napas, lakukan hal
berikut :
a. buka tirai dan pintu
b. singkirkan peralatan yang tidak
diperlukan

45
c. batasi pengunjung
d. hilangkan asap dan bau
9 Ketidakberdayaan yang Koping individu meningkat 1. tentukan respon umum klien terhadap
berhubungan dengan perasaan KH : (Carpenito, 1999) masalah.
kehilangan kontrol dan pembatasan 1. Klien akan mengidentifikasi 2. berikan kesempatan untuk saling berbagi
yang diakibatkan oleh kondisi ini kekuatan-kekuatan pribadi. kehilangan mereka.
terhadap gaya hidup 2. klien dapat mengidentifikasi 3. bantu klien untuk mencari dukungan dari
faktor-faktor yang dapat ia sumber lain misalnya kelompok bantuan
kontrol. mandiri,kelompok pendukung.
10 Gangguan pola tidur yang Klien puas dengan kualitas dan 1. tingkatkan relaksasi:
berhubungan dengan batuk, kuantitas tidurnya. a. berikan lingkungan yang tenang dan
ketidakmampuan melakukan posisi KH: (Carpenito, 1999) nyaman.
terlentang, rangsang lingkungan Klien akan melaporkan kepuasan b. berikan kesempatan untuk memilih
keseimngan istirahat dan aktifitas. penggunaan bantal,linen dan selimut.
c. berikan ritual waktu tidur yang
menyenangkan bila perlu.
d. pastikan ventilasi ruangan baik.
e. tutup pintu ruangan,bila klien
menginginkan.

46
2. rencanakan prosedur untuk membatasi
gangguan tidur,membiarkan klien tidur
sedikitnya 2 jam tanpa gangguan.
3. Melakukan tindakan untuk mengontrol
batuk:
a. hindarkan memberikan klien cairan
panas atau dingin pada waktu tidur.
b. konsultasikan kepada dokter untuk
antitusif sesuai kebutuhan.
4. ajarkan klien tindakan untuk meningkatkan
tidur:
a. Makan kudapan(snack) tinggi protein
sebelum waktu tidur misalnya keju dan
susu.
b. upayakan untuk tidur hanya jika merasa
mengantuk.
c. Bila terjadi kesulitan tidur,tinggalkan
ruang tidur dan ikuti aktifitas kecil
misalnya membaca.

47
d. coba untuk mempertahankan kebiasaan
tidur yang sama 7 hari seminggu.
11 Resiko tinggi terhadap perubahan Mencegah dehidrasi dan menjaga 1. beritahukan pada anak pentingnya higienis
membran mukosa mulut yang kelembaban rongga mulut dan bibir. pada mulut.
berhubungan dengan napas mulut, KH: (Carpenito, 1999) 2. dorong untuk sering membilas mulut
sering mengeluarkan sekret, dan Klien akan menunjukkan membrane dengan air dan menganjurkan untuk tidak
penurunan masukan cairan mukosa utuh dan mulut lembab. nafas lewat mulut.
sekunder terhadap malaise 3. pantau status hidrasi:
a. Masukan cairan
b. Terapi parenteral
c. Masukan dan haluaran
d. Berat jenis urin
4. Bila mulut atau bibir luka instruksikan
klien untuk hindari makanan asam,dan
sangat panas dan sangat dingin.
5. dorong klien untuk melumasi bibir tiap 2
jam atau sesuai kebutuhan.

48
4.5 Implementasi
No. Diagnosa Keperawatan Implementasi
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif Airway managament;
b/d penumpukan sekret. - Mengkaji tanda-tanda vital,status
pernafasan klien.
- Memposisi pasien untuk
memaksimalkan potensial
ventilasi.
- Memberi posisi
semifowler/fowler jika tidak ada
kontra indikasi.
- Memonitor status respirasi dan
oksigen.
- Mengajari pasien batuk efektif.
Airway suction;
- Melakukan suction jika sekret
tidak dapat keluar dengan batuk
efektif.
- Memberi oksigen dengan
konsentrasi 100%.
- Mengauskultasi suara nafas
sebelum dilakukan suction.
- Memberi informasi kepada pasien
dan keluarga tentang suction.
- Memberi terapi bronkodilator dan
mukolitik.
2 Gangguan pertukaran gas b/d Airway managament;
kerusakan membran kapiler. - Mengkaji tanda-tanda vital, status
pernafasan klien.
- Memposisi pasien untuk

49
memaksimalkan potensial
ventilasi.
- Memberi posisi
semifowler/fowler jika tidak ada
kontra indikasi.
- Memonitor status respirasi dan
oksigen.
- Mengajari pasien batuk efektif.
3 Intoleransi aktivitas b/d ketidak Management energy
seimbangan suplai oksigen dengan - Menentukan batasan aktivitas
kebutuhan. pasien.
- Memonitor asupan nutrisi untuk
memenuhi kebutuhan sumber
energi yang cukup.
- Menentukan penyebab kelelahan
(perawatan, nyeri,dan obat-
obatan)
- Konsultasi dengan ahli nutrisi
bagaimana cara meningkatkan
asupan makanan energi tinggi.
- Monitor respon kardiorespirasi
untuk aktivitas.
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang Nutritional management
dari kebutuhan tubuh b/d Sesak - Mengkaji kebutuhan nutrisi
nafas, anoreksia. pasien.
- Membantu pemenuhan kebutuhan
nutrisi pasien dengan porsi makan
kecil tapi sering.
- Memberi pasien makanan tinggi
protein, tinggi kalori.

50
- Memberi tambahan nutrisi
melalui teraphy infus dekstrose 5
%
Nutritional monitoring.
- Memonitor tugor kulit.
- Memonitor mual dan muntah.
- Memonitor intake nutrisi dan
kalori.
- Memonitor albumin, total protein,
hemoglobin, dan tingkat
hematrokit.
5 Pola nafas tidak efektif b/d Respiratory monitoring
kelemahan otot pernafasan - Memonitor kelemahan otot
diafragma.
- Memonitor pola pernafasan.
- Memonitor rhitme pernafasan.
Theraphy oksigen
- Memberi therapy oksigen dengan
konsentrasi 100 %, 2 L/menit.
- Mengkonsultasikan dengan
tenaga kesehatan lain tentang
penggunaan oksigen tambahan
selama aktivitas.
6 Defisit knowladge b/d tindakan Pendidikan kesehatan :
pengobatan dan tindakan preventif - Memberi pengetahuan kesehatan
yang tepat dan aktifitas sehari-
hari dari individu, keluarga, dan
kelompok.
- Menyusun program pendidikan
kesehatan.

51
- Menggunakan bermacam-macam
strategi dan point intervensi pada
program pendidikan.
- Mengidentifikasi faktor internal
dan eksternala yang
mempengaruhi motivasi untuk
kebiasaan sehat.
7 Resiko tinggi infeksi dan Immunizations :
penyebaran infeksi berhubungan - Mengajarkan kepada orang tua
dengan: Daya tahan tubuh mengenai jadwal pemberian
menurun, fungsi silia menurun, imunisasi.
sekret yang inenetap, Kerusakan - Memantau klien terhadap periode
jaringan akibat infeksi yang pemberian setelah pengobatan.
menyebar, Malnutrisi, - Memberikan informasi imunisasi
Terkontaminasi oleh lingkungan, dalam bentuk tertulis.
Kurang pengetahuan tentang Control Infeksi :
infeksi kuman - Mengajarkan cara mencuci
tangan yang baik.
- Membersihkan lingkungan estela
digunakan klien.
- Membersihkan peralatan yang
digunakan klien.
- Memberikan nutrisi yang cukup.
- Istirahat yang cukup.
8 Ansietas yang berhubungan 1. mengupayakan lingkungan yang
dengan sulit bernapas dan takut tenang saat klien mengalami
sesak napas kesulitan bernapas
2. Jangan meninggalkan klien
sendiri selama periode sulit
bernapas akut

52
3. menanggapi rasa takut klien dan
berikan penguatan positif
terhadap upaya yang dilakukan
4. menanggapi perasaan
ketidakberdayaan.
5. memberikan bantuan untuk
semua tugas selama episode akut
sesak napas
6. selama periode sesak napas,
lakukan hal berikut :
a. Membuka tirai dan pintu
b. Menyingkirkan peralatan
yang tidak diperlukan
c. Membatasi pengunjung
d. Menghilangkan asap dan bau
9 Ketidakberdayaan yang 1. Menentukan respon umum klien
berhubungan dengan perasaan terhadap masalah.
kehilangan kontrol dan 2. Memberikan kesempatan untuk
pembatasan yang diakibatkan oleh saling berbagi kehilangan
kondisi ini terhadap gaya hidup mereka.
3. Membantu klien untuk mencari
dukungan dari sumber lain
misalnya kelompok bantuan
mandiri, kelompok pendukung.
10 Gangguan pola tidur yang 1. Meningkatkan relaksasi:
berhubungan dengan batuk, a. Memberikan lingkungan yang
ketidakmampuan melakukan tenang dan nyaman.
posisi terlentang, rangsang b. Memberikan kesempatan
lingkungan untuk memilih penggunaan
bantal, linen dan selimut.

53
c. Memberikan ritual waktu
tidur yang menyenangkan
bila perlu.
d. Memastikan ventilasi ruangan
baik.
e. Menutup pintu ruangan, bila
klien menginginkan.
2. Merencanakan prosedur untuk
membatasi gangguan tidur,
membiarkan klien tidur
sedikitnya 2 jam tanpa gangguan.
3. Melakukan tindakan untuk
mengontrol batuk:
a. Menghindarkan memberikan
klien cairan panas atau dingin
pada waktu tidur.
b. Mengkonsultasikan kepada
dokter untuk antitusif sesuai
kebutuhan.
4. Mengajarkan klien tindakan
untuk meningkatkan tidur:
a. Makan kudapan (snack)
tinggi protein sebelum waktu
tidur misalnya keju dan susu.
b. Mengupayakan untuk tidur
hanya jika merasa
mengantuk.
c. Bila terjadi kesulitan tidur,
tinggalkan ruang tidur dan
ikuti aktifitas kecil misalnya
membaca.

54
d. Mencoba untuk
mempertahankan kebiasaan
tidur yang sama 7 hari
seminggu.
11 Resiko tinggi terhadap perubahan 1. Memberitahukan pada anak
membran mukosa mulut yang pentingnya higienis pada mulut.
berhubungan dengan napas mulut, 2. Mendorong untuk sering
sering mengeluarkan sekret, dan membilas mulut dengan air dan
penurunan masukan cairan menganjurkan untuk tidak nafas
sekunder terhadap malaise lewat mulut.
3. Memantau status hidrasi:
a. Masukan cairan
b. Terapi parenteral
c. Masukan dan haluaran
d. Berat jenis urin
4. Bila mulut atau bibir luka
instruksikan klien untuk
menghindari makanan asam,dan
sangat panas dan sangat dingin.
5. Mendorong klien untuk
melumasi bibir tiap 2 jam atau
sesuai kebutuhan.

55
4.6 Evaluasi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif S : Saya merasa lebih enak dalam
b/d penumpukan sekret. bernafas
O : Pasien dapat batuk efektif dan
dapat mengeluarkan sekret
Dengan suction sekret didapat
sebanyak 50 cc
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan intervensi tindakan
keperawatan

2 Gangguan pertukaran gas b/d S : Saya tidak kesusahan saat


kerusakan membran kapiler. bernafas
O : Pasien tidak menggunakan otot-
otot bantu pernafasan, retraksi dada
minimal
- Kadar PO2 dan PCO2 normal.
- PO2 normal= 90 mmHg
- PCO2 normal=35 mmHg
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan tindakan intervensi
keperawatan

3 Intoleransi aktivitas b/d ketidak S : Saya merasa lebih bertenaga,


seimbangan suplai oksigen dengan tidak terlalu merasa lemah sus
kebutuhan. O:
- Pasien lebih suka dan kuat
duduk dari pada terus tidur-
tiduran di tempat tidur.

56
- Pasien tampak lebih segar dan
bersemangat
- Pasien dapat menghemat
gerakan/aktivitas yang tidak
perlu
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan tindakan intervensi
keperawatan
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang S : Saya merasa nafsu makan saya
dari kebutuhan tubuh b/d Sesak bertambah
nafas, anoreksia. O : Pasien tampak selalu
menghabiskan makanan yang
disediakan, BB normal meningkat,
turgor kulit normal
- Albumin normal
- HB : 11 g/dl
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan tindakan intervensi
keperawatan.
5 Pola nafas tidak efektif b/d S : Saya dapat bernafas secara
kelemahan otot pernafasan normal, dan tidak lagi merasa berat
O : Pasien tidak tampak
menggunakan otot bantu pernafasan
- RR normal : 18-20 x/menit.
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan tindakan intervensi
keperawatan.

57
6 Defisit knowladge b/d tindakan S : Saya selalu berusaha agar dapat
pengobatan dan tindakan preventif minum obat secara teratur
O : Pasien tampak meminum obat
teratur, pasien tidak menolak saat
diberikan pengobatan
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan tindakan intervensi
keperawatan
7 Resiko tinggi infeksi dan S : Klien mengatakan bahwa tidak
penyebaran infeksi berhubungan merasa lemas lagi.
dengan: Daya tahan tubuh O : peningkatan berat badan klien,
menurun, fungsi silia menurun, turgor kulit membaik, mukosa silia
sekret yang inenetap, Kerusakan membaik.
jaringan akibat infeksi yang A : Tujuan tercapai sebagian
menyebar, Malnutrisi, P : Lanjutkan tindakan intervensi
Terkontaminasi oleh lingkungan, keperawatan
Kurang pengetahuan tentang
infeksi kuman
8 Ansietas yang berhubungan S : saya sudah merasa tidak sesak
dengan sulit bernapas dan takut dan dapat beristirahat
sesak napas O : - pasien dapat beristirahat dan
tenang
- konjungtiva merah
- anak tampak lebih segar dan
ceria
- TTV normal : RR 14, TD 110
mmHg, nadi 90, suhu 37.20C.
A : Tujuan tercapai
P : Lanjutkan tindakan intervensi
keperawatan

58
9 Ketidakberdayaan yang S : saya senang karena banyak yang
berhubungan dengan perasaan membantu saya melupakan ketakutan
kehilangan kontrol dan saya
pembatasan yang diakibatkan oleh O : - Pasien tampak ceria
kondisi ini terhadap gaya hidup - Sikap anak lebih terbuka untuk
menceritakan masalahnya
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan tindakan intervensi
keperawatan
10 Gangguan pola tidur yang S : Saya merasa senang dan enak
berhubungan dengan batuk, O : - Pasien dapat tidur nyenyak
ketidakmampuan melakukan - Jarang timbul sesak napas
posisi terlentang, rangsang - Batuk (-)
lingkungan - Pasien tampak ceria dalam
melakukan aktivitas
- Waktu tidur teratur
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan tindakan intervensi
keperawatan
11 Resiko tinggi terhadap perubahan S : saya sudah merasa enak makan
membran mukosa mulut yang dan mulut saya sudah tidak sakit
berhubungan dengan napas mulut, O : - Turgor membaik
sering mengeluarkan sekret, dan - Bau mulut (-)
penurunan masukan cairan - Membran mukosa utuh dan
sekunder terhadap malaise lembab
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan tindakan intervensi
keperawatan

59
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang
masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk
Indonesia.
1. TBC pada anak masih merupakan penyakit mayor yang menyebabkan
kesakitan.
2. Besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih relatif sulit
diperkirakan.
3. Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan
fisik atau pemeriksaan penunjang tunggal. Selain alur diagnostik, terdapat
pedoman diagnosis dengan menggunakan sistem scoring
4. Gambaran klinis TBC pada anak: badan turun, Nafsu makan turun, demam
tidak tinggi dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe
superfisialis yang tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari.
5. Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm
pada gizi buruk. Uji tuberkulin positif menunjukkan TBC.
6. Tatalaksana TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan antara pemberian medikamentosa, penataaan gizi dan
lingkungan sekitarnya
7. Obat TBC yang digunakan
a) Obat TBC utama (first line) rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol,
dan streptomisin.
b) Obat TBC lain (second line): PAS, viomisin, sikloserin, etionamid,
kanamisin, dan kapriomisin yang digunakan jika terjadi multi drug
resistance.
8. Pada keadaan meningitis TBC, milier TBC, penyebaran bronkogen,
pleuritis TBC, pleuritis TBC dengan keadaan umum jelek ditambah teapi
dengan kortikosteroid.
9. Usaha preventif dilakukan dengan vaksin BCG dan kemoprofilaksis.

60
4.2 Saran
Dari penjelasan diatas kita tahu bahwa kita tidak dapat langsung menerima
pengetahuan dijadikan sebuah ilmu. Suatu pengetahuan harus kita teliti kembali dan
bisa kita tunjukkan kebenarannya, barulah hal itu bisa dikatakan sebagai ilmu

61
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC


Arif....(et al). 2007. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius
Ngastiyah. 2002. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatrik. Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Irianto, Kus. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Bandung : Yrama
Widya.
Arifin, N.1990. Diagnostik tuberkulosis paru dan penanggulangannya ,
Universitas Indonesia , Jakarta

Depkes, RI. 1997. Pedoman penyakit tuberkulosis dan penanggulangannya. Dirjen


P2M dan PLP, Jakarta.

Depkes RI, 2001. Faktor budaya malu hambat pencegahan penyakit tuberkulosis,
Media Indonesia, Jakarta.

Kusnidar, 1990. Masalah penyakit tuberkulosis dan pemberantasannya di


Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran , no.63 hal 8-12

Tjandra Y, A, 1994. Masalah tuberkulosis paru dan penanggulangannya,


Universitas Indonesia, Jakarta.

http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=57
http://iwansain.wordpress.com/2007/08/31/asuhan-keperawatan-klien-dengan-tb-
paru/
http://iwansain.files.wordpress.com/2007/08/jerm.jpg
http://medscape.com/files/2007/08/art-ar461046fig41.jpg

62

Vous aimerez peut-être aussi