Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh:
Prima 1110312026
Hadi
Preseptor:
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan 3
1.4 Manfaat Penulisan 3
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses
leher dalam. Abses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial diantara fasia
leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi,
mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda
klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang
terlibat.1
Anatomi dari abses leher dalam sangat komplek, sehingga sulit untuk
menentukan lokasi infeksi. Untuk membuat diagnosis dari abses leher dalam
cukup sulit karena abses ini ditutupi oleh beberapa jaringan lunak yang ada pada
leher dan juga sulit untuk mempalpasi serta menginspeksi dari luar.2
berada di bawah abses peritonsil dan retrofaring. Namun dewasa ini, angka
kejadiannya menduduki urutan tertinggi dari seluruh abses leher dalam. 70 85%
dari kasus disebabkan oleh infeksi dari gigi, selebihnya karena sialadenitis,
limfadenitis, laserasi dinding mulut atau fraktur mandibula. Selain itu, angka
kejadian juga ditemukan lebih tinggi pada daerah dengan fasilitas kesehatan yang
kurang lengkap. Komplikasi juga lebih sering pada daerah yang tidak mudah
mendapatkan pengobatan modern. Di RSUP Dr. M. Djamil Padang dari Januari
literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potesial yang dibatasi oleh
fasia servikalis. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang
membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher
menjadi beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Fasia servikalis superfisialis
Terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari perlekatannya di
prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke arah
toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara
fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe
superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna.
2. Fasia servikalis profunda
Terdiri dari tiga lapisan yaitu:
a. Lapisan superfisial
Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar
tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke
daerah wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus musculus
sternokleidomastoideus, musculus trapezius, musculus masseter, kelenjar
parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing
layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior.
b. Lapisan media
Lapisan ini dibagi atas divisi muskular dan viscera. Divisi muskular
terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan
membungkus musculus sternohioid, musculus sternotiroid, musculus
tirohioid dan musculus omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid
dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula
dan skapula. Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu
kelenjar tiroid, trakea dan esofagus. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari
divisi viscera yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi
musculus konstriktor dan musculus buccinator.
c. Lapisan profunda
Lapisan ini dibagi menjadi divisi alar dan prevertebra. Divisi alar
terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi
prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan
bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi
alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan
dinding anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada pada bagian
anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta
menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke
os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan
dinding anterior dari korpus vertebra.
Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini membentuk selubung
karotis (carotid sheath) yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang
faringomaksilaris sampai ke toraks (Calhoun, 2001).
2.2 Definisi
Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher
dalam sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Pada abses
submandibular, ruang potensial ini terdiri dari ruang sublingual dan submaksila
2.3 Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.
Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi gigi
(Soepardi, 2007; Calhoun, 2001).
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari
mandibula, jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus
mylohyoid. Infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui
beberapa jalan yaitu secara langsung melalui pinggir myolohioid, posterior
dari ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor (Huang, 2004;
Ariji, 2002).
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai
kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob
yang sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus
influenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp,
Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam
adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella,
maupun Fusobacterium (Rosen, 2002).
2.4 Patofisiologi
Abses leher dalam dapat terjadi karena berbagai macam penyebab
melalui beberapa proses, antara lain:
1. Penyebaran abses leher dalam dapat timbul dari rongga mulut, wajah atau
infeksi leher superficial ke ruang leher dalam melalui system limfatik.
2. Limfadenopati dapat menyebabkan terjadi supurasi dan akhirnya menjadi
abses fokal.
3. Infeksi yang menyebar ke ruang leher dalam melalui celah antar ruang
leher dalam
4. Infeksi langsung yang terjadi karena trauma tembus.
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh
dan lokasi anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal.
Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah
sekitarnya. Karena kontinuitas dasar mulut dan regio submandibularis yaitu
daerah sekeliling batas posterior muskulus mielohioideus dan dalamnya akar-
akar gigi molar dibawah mielohioideus, maka infeksi supurativa pada mulut
dan gigi geligi dapat timbul di trigonum submandibularis. Infeksi dari
submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke parafaring.
Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula.
Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya (Ariji, 2002;
Rosen, 2002).
2.5 Diagnosis
Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak,
trismus (akibat keterlibatan musculus pterygoid), disfagia dan sesak nafas
(akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong
ke belakang).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan didapatkan adanya pembengkakan di daerah
submandibula, fluktuatif dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material
yang bernanah atau purulent. Angulus mandibula dapat diraba. Lidah
terangkat ke atas dan terdorong ke belakang (Soepardi, 2007; Ariji, 2002;
Ballenger, 1994).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material
yang purulen dibiakkan guna uji resistensi antibiotik.
b. Radiologis
- Rontgen jaringan lunak kepala AP
- Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses submandibula berasal dari gigi.
- Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
c. Tomografi Komputer (CT-scan)
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan gold standar pada abses
leher dalam. Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas
rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level.
Gambar 7. CT-scan axial, menunjukkan pembesaran musculus pterygoid medial
(tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang jelas
dari musculus platysmal (ujung panah).
2.7 Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah:
1. Antibiotik (parenteral)
Antibiotik kombinasi adalah pilihan terbaik karena mikroorganisme
penyebabnya adalah campuran. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan
metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah
didapat, pemberian antibiotik dapat disesuaikan. Berdasarkan uji kepekaaan,
kuman aerob memiliki angka sensitifitas >70% terhadap terhadap ceforazone
sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone. Metronidazole dan
klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk bakteri anaerob
gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari
(Soepardi, 2007; Huang, 2004).
Tabel 1. Pola Kepekaan Kuman Anerob Terhadap Antibiotik (Boyanova, 2006)
Antibiotik R I S
Bacteroides Amoksilin 7 0 0 7
fragilis Metronidazole 0 0 7 7
Klindamisin 1 3 2 6
Ampisilin/sulbaktam 6 0 0 6
Provotella Amoksilin 11 1 37 49
Metronidazole 0 0 49 49
Klindamisin 2 3 32 37
Fusobacterium sp Ampisilin/sulbaktam 0 1 42 43
Amoksilin 1 3 11 15
Gram negatif lain Metronidazole 0 0 15 15
Klindamisin 1 0 13 14
Gram positif lain Ampisilin/sulbaktam 0 0 15 15
Amoksilin 2 0 5 7
Gram positif Metronidazole 2 1 5 8
non spora Klindamisin 0 0 7 7
Ampisilin/sulbaktam 0 0 5 5
Metronidazole 1 0 13 14
Klindamisin 0 1 11 12
Ampisilin/sulbaktam 0 0 14 14
Metronidazole 40 0 17 57
Klindamisin 3 2 48 53
Ampisilin/sulbaktam 0 0 56 56
2. Evakuasi abses
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam
dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid,
tergantung letak dan luas abses (Soepardi, 2007). Bila abses belum terbentuk,
dilakukan penatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV, setelah abses
terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam), maka evakuasi abses dapat dilakukan
(Gomez, 2007).
2.8 Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau
langsung (perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula
paling sering meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini
cukup tipis. Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor
melewati musculus pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi
dapat menjalar ke daerah potensial lainnya. Penjalaran ke atas dapat
mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis
mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses juga dapat menyebabkan
kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis,
dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis
atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.
2.9 Prognosis
Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat
didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak
terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn I
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku : Minang
MR : 974619
ANAMNESIS
Keluhan utama: .
Tidak bisa membuka mulut yang semakin memberat sejak +_ 1 hari yang
lalu
Pada pasien mengeluhkan bengkak dibawah rahang kiri sejak +_ 2 minggu,
kemudian berobat ke puskesmas stem[at dan bidan, tapi tau diberi obat apa
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Nadi : 80 x/menit
Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,4 o C
Pemeriksaan Sistemik
Paru
Jantung
Abdomen
Perkusi : timpani
Telinga
pemeriksa
Weber Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan normal
Audiometri -
Timpanometri Tidak dilakukan
Hidung
kongenital
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Sinus Paranasal
Inspeksi
Rinoskopi Anterior
deviasi
Permukaan Rata Rata
Warna Merah muda Merah muda
Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Peforasi Tidak ada Tidak ada
Massa Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Ukuran Tidak ada Tidak ada
Permukaan Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Mudah digoyang Tidak ada Tidak ada
Pengaruh Tidak ada Tidak ada
vasokonstriktor
Rinoskopi Posterior
eustachius
Massa Lokasi - -
Ukuran - -
Bentuk - -
Permukaan - -
Post nasal drip Ada/ tidak Tidak ada Tidak ada
Jenis - -
arkus faring
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada
Bercak/ eksudat Tidak ada Tidak ada
Dinding faring Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Tonsil Ukuran T1 Sukar dinilai
Warna Merah muda -
Permukaan - -
Muara/kripti Tidak melebar Tidak melebar
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan Tidak ada Tidak ada
dengan pilar
Peritonsil Warna Merah muda Fluktuatif (+)
Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Tumor Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Konsistensi - -
Gigi Karies/ radiks Ada Ada
Kesan Gigi geligi baik Pre mobi
Lidah Warna Merah muda
Bentuk Normal
Deviasi Tidak ada
Massa Tidak ada
Laringoskopi indirek
RESUME
Anamnesis
Tidak bisa membuka mulut yang semakin memberat sejak +_ 1 hari yang
lalu
Pada pasien mengeluhkan bengkak dibawah rahang kiri sejak +_ 2 minggu,
kemudian berobat ke puskesmas stem[at dan bidan, tapi tau diberi obat apa
Pemeriksaan Fisik
Status Lokalis
Telinga
Liang telinga lapang, massa di liang telinga (-), sekret (-), membran timpani utuh,
refleks cahaya (+) , mastoid : tenang, tanda tanda parese N. VII (-), serumen (+)
Rhinoskopi Anterior
Kavum nasi lapang, deviasi septum (-), konka inferior eutrofi, konka media
Tenggorok
Arkus faring asimetris, uvula terdapat, tonsil T1-tosil kiri sukar dinilai, kripti
Terapi
Rencana Pemeriksaan
- Informed consent untuk insisi aspirasi dalam lokal anastesi (pasien setuju)
- Acc rawat pre op: pro insisi explorasi abses dalam GA (pasien setuju)
- Co anastesi
Prognosis
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki usia 23 tahun dengan diagnosis kerja
dengan keluhan utama bengkak di leher kiri sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan
ini disertai dengan adanya nyeri dan sulit menelan. Keluhan bengkak di leher
disertai nyeri dan disfagia dapat diakibatkan oleh otitis eksterna, otomikosis,
OMA stadium perforasi atau OMSK. Nyeri tenggorok tidak ada. Pasien tidak
nyeri telinga, pusing berputar, hidung tersumbat, keluar sekret dan demam tidak
ada.
menegakan diagnosa, otitis eksterna (OE) pada pasien dapat disingkirkan karena
dalam pemeriksaan fisik tidak ada terdapat nyeri tekan tragus dan nyeri tarik
telinga. Diagnosa otomikosis juga dapat disingkirkan karena tidak ada keluhan
keluarnya cairan dari telinga. Selain itu, untuk diagnosa otitis media akut (OMA)
stadium perforasi dapat disingkirkan, oleh karena gejala pada pasien sudah sejak 2
tahun yang lalu dan gejala ini bukan lagi termasuk pada gejala yang bersifat akut.
Susp. OMSK tipe aman fase aktif ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala telah
berlangsung 2 tahun dan tidak menetap. Pada anamnesa didapatkan adanya keluar
cairan dalam 4 hari sebelumnya, oleh karena itu dikatakan sebagai fase aktif, di
mana saat fase aktif ini adanya sekret yang secara aktif kluar dari telinga. Pada
posterior inferior. Adanya perforasi yang berjenis sentral, menandakan itu suatu
OMSK yang bersifat benigna atau aman. Di mana kalau untuk menegakkan
diagnosa OMSK tipe bahaya, perforasinya berjenis marginal atau atik, oleh karena
itu OMSK tipe bahaya dapat disingkirkan karena letak perforasinya. Selain itu,
pada pasien juga tidak terdapat adanya kolesteatoma yang mana kolesteatoma
menandakan suatu OMSK tipe maligna atau bahaya. Jadi, daat disimpulkan
bahwa pada pasien ini bisa ditegakkan diagnosa OMSK tipe benigna atau aman
fase aktif.
Untuk pembersihan liang telinga dipilih H2O2 3%, adapun untuk efek
antibakteri pada cairan ini lemah. Dengan mengharapkan efek effervessence dari
Pemilihan antibiotik topikal Ofloxacin yaitu pada obat ini efektif pada bakteri
gyrase yang nantinya akan memutuskan rantai DNA bakteri. Efek lain dari obat
ini, yaitu tidak bergantung pada RNA bakteri. Terapi menggunakan Ciprofloxacin
karena pada obat ini memiliki spekterum yang luas pada gram positif-negatif.
Bekerja dengan menghambat enzim gyrase dan diserap cepat pada saluran cerna.
DAFTAR PUSTAKA
3. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jilid 1.
Edisi ke-13. Jakarta: Bina Rupa Aksara. 1994. 295-304.
4. Boyanova L, et al. Anaerobic bacteria in 118 patient with deep space head
and neck infections from the university of hospital of maxillofacial surgery,
sofia, bulgaria. J Med Micribol. 2006. 55: 1285-89.
10. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Abses leher dalam.
Dalam: Fachruddin D, Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI. 2007. 226.
14. Rosen EJ. Deep neck spaces and infections. Grand rounds presentation,
UTMB, Dept. Of Otolaryngology. 2002.
15. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep neck
abscess: an analysis of microbial etiology and effectiveness of antibiotics.
Infection and Drug Resistance. 2008. 1:1-8.