Vous êtes sur la page 1sur 8

Operasi1 Morfologis Bahasa Bima

(Sebuah Tinjauan Deskriptif)

Oleh
Arafiq2

Abstrak

Tulisan ini memberikan deskripsi sederhana terhadap operasi morfologis yang


digunakan dalam pembentukan kata Bahasa Bima. Data yang digunakan dalam tulisan
ini diperoleh dari khasanah kebahasaan penulis sendiri yang lahir dan besar di Bima.
Berdasakan data yang diperoleh, ada empat operasi morfologis yang digunakan dalam
Bahasa Bima, yaitu prefiksasi, klitikalisasi, pemajemukan, dan pengulangan. Prefiksasi
dalam Bahasa Bima menggunakan prefiks /N-/ dan prefiks /ka-/. Penggunaan kedua
prefiks tersebut dapat menderivasi verba dari nomina, adverbia dari nerba, verba dari
ajektiva, dan verba intransitif dari verba transitif. Dengan kata lain, prefiksasi
digunakan untuk menandai proses derivasi. Sementara itu, klitikalisasi meggunakan
klitik pornomiona ku, mu, na, dan ta yang berfungsi menandai proses infleksi.
Kehadiran klitik tersebut harus sesuai dengan pronomina yang digunakan dalam sebuah
kalimat. Sedangkan, pemajemukan dilakukan untuk menandai proses derivasi karena
dapat mengubah identitas kedua kata yang digabung walaupun secara kategorial sama.
Pemajemukan dapat dilakukan dengan menggabungkan nomina + nomina, adektiva +
nomina, adjektiva + verba, verba + nomina, dan verba + verba. Pengulangan dilakukan
untuk memberikan penekanan pada kata dasar tanpa mengubah makna dan kategori kata
yang bersangkutan. Hal ini berarti pengulangan tersebut tergolong kedalam proses
infleksi. Akan tetapi terdapat beberapa contoh pengulangan dengan beberapa dasar
nomina yang menandai proses derivasi karena dapat mengubah kategori nomina
menjadi verba intransitif.

Kata-kata kunci : operasi morfologis; proses infleksi; proses derivasi

1. Pendahuluan
Menurut Blust (1978) dalam Tryon, (1995: 28) Bahasa Bima tergolong ke dalam
sub kelompok Bahasa Malayu Polineisa Timur Tengah (Central East Malayo
Polynesian) yang dituturkan di wilayah timur Pulau Sumbawa. Selain itu, Bahasa Bima
juga dituturkan juga di Reo dan Pota, Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur
(Syamsuddin, 1996). Penelitian aspek morfologi Bahasa Bima sudah sering dilakukan,
akan tetapi penelitian yang mengkaji secara spesifik tentang implikasi operasi
morfologis terhadap proses yang dihasilkan dari operasi yang dilakukan tersebut belum
banyak dilakukan.

1
Istilah ini dipilih untuk menandai proses morfologis sebagai akibat dari operasi yang digunakan.
2
Penulis adalah staf pengajar pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram
Tulisan ini mencoba menguaraikan aspek morfologi Bahasa Bima, yakni tentang
startegi atau opresai morfologis yang digunakan dalam menandai porses morfologis,
baik proses derivasi maupun proses infleksi sebagai akibat dari oprerasi yang
digunakan. Disamping itu, tulisan ini juga mendeskripsikan morfem-morfem yang
digunakan baik sebagai dasar dilakukannya operasi morfologis, maupun yang
digunakan untuk menandai proses morfologis.
Menurut Ramlan (1987: 51), proses morfologis adalah proses pembentukan
kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Sementara itu, menurut
Katamba (1993) proses morfologis adalah proses pembentukan kata (word building
process) yang terdiri dari proses infleksi dan derivasi. Sedangkan menurut Spencer
(1991), proses morfologis adalah proses dimana morfem-morfem baik morfem bebas
dan morfem terikat bergabung membentuk morfem-morfem dengan bentuk yang baru.
Morfem-morfem hasil pembentukan tersebut ada yang berubah menjadi leksem baru
dan ada yang tetap. Proses pembentukan leksem yang baru disebut dengan proses
derivasi, sedangkan proses pembentukan kata baru dari leksem yang sama disebut
proses infleksi.
Lebih lanjut Katamba (1993) menjelaskan bahwa proses derivasi adalah proses
pembetukan kata baru dengan mengubah makna kata dasar, seperti pada kata kind dan
un-kind dimana walaupun keduanya sama-sama berkategori adjektiva, tetapi makna
keduanya berbeda. Demikian halnya kata obey dengan dis-obey yang sama-sama
berkategori verba, tetapi mempunya makna yang berbeda. Selain perubahan makna,
proses derivasi juga dapat mengubah kategori kata dasar. Misalnya kata adjektiva kind
dan simple dapat berubah menjadi adverbia kindly dan simply dengan cara
menambahkan akhiran ly pada kedua kata tersebut. Tabel 1 berikut dapat menjelaskan
fenomena morfologis diatas.

Tabel 1. Proses derivasi Bahasa Inggris


Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa afiks derivasi digunakan untuk
membetuk leksem baru, yaitu dengan (i) memodifikasi makna kata dasarnya secara
signifikan tanpa perlu mengubah kategori gramatikal kata yang bersangkutan, seperti
pada accuarate dan inaccuarte; (ii) mengubah makna sekaligus kategori gramatikal,
seperti pada kind dan kindly; atau (iii) mengubah sub-kategori gramatikal tanpa
mengubahnya menjadi kategori yang lain, seperti pada child dan childhood.
Porses infleksi adalah proses pembetukan kata baru tanpa mengubah makna dan
kategori kata. Seperti yang dikatakan oleh Katamba (1993), penambahan morfem
infleksi pada kata dasar tidak mengubah referensi dan kognitif dari makna kata dasar
serta tidak bisa mengubah kategori kata dasar menjadi kategori yang lain. Lebih lanjut
Katamba (1993) menambahkan bahwa morfem infleksi hanya dapat memodifikasi
bentuk kata dasar sehingga dapat sesuai dengan slot sintaksis tertentu. Seperti pada kata
book dan books, selain keduanya sama-sama berkategori nomina, kedua kata tersebut
juga mempunyai entitas yang sama. Akhiran s pada kata books hanya membawa
informasi jumlah pada entitas kata itu. Table berikut memberikan contoh proses infleksi
dalam Bahasa Inggris.

Tabel. 2. Proses infleksi bahasa Inggris

Berdasakan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa kehadiran morfem infleksi pada
kata dasar tidak mengubah makna dan kategori kata tersebut. Kehadiran akhiran-akhiran
pada kata dasar pada tabel diatas hanya memenuhi tuntutan tatabahasa saja. Hal ini bisa
dilihat pada kehadiran s pada books yang memberikan informasi tentang jumlah kata
dasarnya, -s pada sleeps yang memberikan informasi kala sekarang dan kesesuain
subyek, -ed pada walked memberikan informasi kala lampau, -ing pada walking
memberi informasi aspek progresif, -er pada taller memberi informasi tingkat
perbandingan lebih, dan est pada tallest memberi informasi tingkat perbandingan
superlatif.

2. Metode Penelitian
Data dalam penelitian ini diambil dari penelitian sebelumnya dan juga
bersumber dari penulis sendiri. Hal ini memungkinkan karena penulis adalah penutur
asli Bahasa Bima yang lahir dan besar di Bima. Data tersebut kemudian dianalisis
dengan menggunakan metode agih., yakni metode analisis yang menjadikan bagian dari
bahasa itu sendiri sebagai alat analisis (Sudaryanto, 1993: 15). Teknik yang digunakan
adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL), diikuti dengan teknik lanjutan berupa
perluasan, teknik permutasi, teknik lesap, teknik sisip, dna teknik ubah wujud
(Sudaryanto, 1993: 31 40). Untuk penyajian hasil analisis digunakan dua macam
metode, yaitu (i) metode penyajian formal (ii) metode penyajian informal. Metode
penyajian formal diterapkan dengan menggunakan angka, lambang, dan diagram
(Sudaryanto, 1993: 144).

3. Pembahasan dan Temuan


Operasi morfologis menurut Spencer (1991) adalah perubahan kongkrit terhadap
kata untuk menandai apakah proses tersebut merupakan proses derivasi atau infleksi.
Beberapa operasi morfologis yang sering digunakan dalam pembentukan kata antara
lain adalah prefikasasi, klitikalisasi, pemajemukan, konversi. Beberapa bahasa memiliki
operasi yang lebih radikal, seperti perubahan bunyi vokal, perubahan bunyi konsonan,
serta perubahan penekanan. Berikut akan disajikan bagaimana operasi morfologis yang
digunaakan dalam bahasa Bima. Berdasarkan analisis diperoleh beberapa operasi
tersebut, yakni prefiksasi, klitikalisasi, pemajemukan, dan pengulangan.

3.1. Prefiksasi
Operasi morfologis dengan menggunakan prefiksasi banyak dijumpai dalam
bahasa Bima yang digunakan untuk menandai proses derivasi. Berikut contoh operasi
prefiksasi yang dimaksud.

Data 1. Prefiksasi /N-/ + kata dasar verba

/N-/ + /cafa/menyangkutkan = /ncafa/tersangkut


/N-/ + /foka/mematahkan = /mpoka/patah
/N-/ + /wija/mencabik = /mbija/tercabik
/N-/ + /Boo/ merobohkan = /mboo/ roboh
/N-/ + /Bia/ memecahkan = /mbia/pecah

Data diatas menunjukkan bahwa ketika prefik /N-/ dibubuhkan diawal dasar kata
kerja transitif cafa menyangkutkan, foka mematahkan, dan wija mencabik , Boo
merobohkan, dan Bia memecahkan berubah menjadi kata kerja intransitif ncafa
nyangkut, mpoka patah, dan mbija tercabik yang bermakna hasil.

Data 2. Prefiksasi /N-/ + kata dasar nomina

/N-/ + /wua/buah = /mbua/berbuah


/N-/ + /suri/tunas = /ncuri/bertunas
/N-/ + /sanga/cabang = /ncanga/bercabang
/N-/ + /peke/ tulang = /mpeke/kurus

Berdasarkan data di atas, prefiks /N-/ selain digunakan untuk menandai proses
infleksi, seperti pada cafa, foka, dan wija, juga digunakan untuk menandai proses
derivasi, seperti yang terjadi pada penderivasian kata dasar nomina wua buah menjadi
kata kerja mbua berbuah, suri tunas menjadi ncuri bertunas, sanga cabang menjadi
ncanga bercabang, dan peke tulang menjadi mpeke kurus.

Data 3. Prefiksasi /N-/ + kata dasar adverbia

/N-/ + /wohatengah = /mboha/tengah-tengah


/N-/ + /kengge/pinggirs = /ngengge/dengan pinggir
Data di atas dapat dijelaskan bahwa prefiks /N-/ dapat mengubah kategori
adverbia woha tengah dan kengge pinggir yang secara berturut-turut menjadi mboha
tengah-tengah dan nggengge dengan pinggir.

Selain prefiks /N-/, ada beberapa prefiks yang dugunakan untuk menandai
proses derivasi. Perhatikan contoh berikut ini.

Contoh 1. Prefiksasi /ka-/ + kata dasar verba intransitif

/ka-/ + /nee/ naik = kanee menaikkan


/ka-/ + /maru/ makan = kamaru menidurkan
/ka-/ + /tuu/ berdiri = katuu membuat berdiri
/ka-/ + /ndeu/ mandi = kandeu memandikan
/ka-/ + /hari/ tertawa = kahari membuat tertawa
/ka-/ + /nefa/ lupa = kanefa membuat lupa

Contoh 2. Prefiks /ka-/ + kata dasar adjektiva


/ka-/ + /iha/ rusak = kaiha merusak
/ka-/ + /ntika/ cantik = kantika mempercantik
/ka-/ + /taho/ baik = kataho memperbaiki
/ka-/ + /mee/ hitam = kamee menghitamkan

Jika diperhatikan kedua contoh di atas, maka terlihat bahwa kehadiran prefiks
/ka-/ baik pada kata dasar verba intransitif maupun pada kata dasar adjektiva dapat
memberikan makna kausausatif dari kata dasarnya. Misalnya, kata dasar intransitif nee
naik menjadi kanee menaikkan atau menyebabkan sesuatu menjadi naik. Demikian
juga kata dasar adjektiva iha rusak menjadi kaiha merusak atau menyebabkan
sesuatu menjadi rusak. Hal ini berarti prefiksasi dengan prefiks /ka-/ digunakan untuk
menandai proses derivasi.

3.2 Klitikalisasi
Klitikalisasi merupakan operasi morfologis yang digunakan dengan cara
membuat bentuk ringkas dari bentuk yang utuh yang secara gramatikal bersifat terikat.
Penyederhanaan bentuk tersebut dilakukan dengan mengambil sebagian dari bentuk
utuh, seperti pada kata kerja bantu dalam Bahasa Inggirs, yakni pada are menjadi -re,
am menjadi m, dan will menjadi ll. Dalam Bahasa Bima pengkliitkalisasian terjadi
pada pronomina, walaupun tidak mengambil salah satu bagian dari bentuk utuhnya.
Akan tetapi secara sintaksis semantis bentuk klitik pronomina tersebut merupakan
referensial dari pronomina. Perhatikan contoh berikut ini.

Nahu ngaha saya makan


Kungaha saya akan makan ngahaku saya telah makan

Nggomi lao kamu pergi


mulao kamu akan pergi laomu kau telah pergi
Sia weli dia membeli
naweli dia akan membeli welina dia telah membeli

Ndai weha ambil


taweha kita akan mengambil wehata kita telah mengambil

Berdasarkan contoh diatas, nampak bahwa ku pada kungaha dan ngahaku


merupakan klitik pronomina pertama tunggal Nahu, mu pada mulao dan laomu
merupkan klitik pronomina kedua tunggal Nggomi, na pada naweli dan welina
merupakan klitik pronomina ketiga ketiga Sia, dan ta pada taweha dan wehata
merupakan pronomina pertama jamak Ndai.
Hasil pembetukan kata dengan klitikalisasi tidak dapat mengubah kategori dan
identitas kata dasar. Hal ini berarti klitikalisasi termasuk kedalam proses infleksi.

Hal lain yang menarik yang dapat dijelaskan dari data diatas adalah bahwa
posisi dimana klitik tersebut muncul, dapat memberikan makna aspek pada kata yang
dilekatinya. Contoh di atas memperlihatkan bahwa apabila klitik pronomina tersebut
muncul di awal kata, maka akan memberikan infromasi futuratif, sedangkan apabila
muncul setelah kata, maka akan memberikan informasi perfektif.

3.3 Pemajemukan
Pemajemukan adalah proses penggabungan dua atau lebih morfim bebas dengan
baik antara morfem bebas dengan kategori yang sama maupun di antara morfem bebas
yang berbeda dengan makna yang baru. Kata atau morfem bebas yang yang ditimbulkan
dari porses tersebut dusebut kata majemuk (Ramelan, 1987 : 76). Hal senada juga
disampaikan oleh Hudson (2000) yang menyatakan bahwa pemajemukan biasanya
melibatkan penggabungan dua morfem bebas (dua kata sederhana) untuk membentuk
kata baru. Pemajemukan dalam Bahasa Bima cukup variatif berdasarka kategori yang
membentuknya. Perhatikan contoh berikut.

Contoh 1. Pemajemukan kategori nomina + nomina


mbere banjir + doro gunung = mbere doro banjir gunung
sawa ular + doro gunung = sawa doro kadal
dumu pucuk + dou orang = dumu dou orang terpandang
amu akar + kadee pendengaran = amu kadee pangkal telinga

Contoh 2. Pemajemukan kategori adjektiva + nomina


lembo luas + ade hati = lembo ade sabar
paja luas + sara dada = paja sara tabah
kompe dekat + pocu kentut = kompe pocu kelamin
perempuan

Contoh 3. Pemajemukan kategori adjektiva + verba


ncihi benar + ncao berkelahi = ncihi ncao kebetulan
ncara salah; + ncua berbagi = ncara ncua tanggung
ncara salah + ambi bergegas = ncara ambi tidak pantas

Contoh 4. Pemajemukan kategori verba + nomina


sodi tanya + angi diri = sodi angi berkenalan
cubu memasukkan + tuta kepala = cubu tuta numpang tinggal
curi memelihara + mori kehidupan = curi mori menapaki kehidupan
weha mengambil + rima tangan = weha rima membantu
melakukan pekerjaan untuk
orang lain dengan maksud agar
dibantu oleh orang yang
bersangkutan

Contoh 5. Pemajemukan kategori verba + verba


caki menusuk + cula menunjuk = caki cula sembarangan
turu menunjuk + nggahi berkata = turu nggahi berkata
sembarangan
waa membawa + nggahi berkata = waa nggahi fitnah
loo membuang + nggahi berkata = loo nggahi berkata-kata dengan
maksud menyinggung

Berdasarkan contoh di atas dapat dijelaskan bahwa bentukan yang dihasilakan


oleh proses penggabungan kedua kategori tersebut memiliki identitas yang berbeda dari
kedua kategori yang membentuknya walaupun secara kagegorial sama. Hal ini
menandakan bahwa pemajemukan dalam Bahasa Bima menandai proses derivasi karena
mampu menghasilkan identitas kata yang baru.

3.4 Pengulangan
Menurut Ramlan (1987: 63), pengulangan adalah pengulangan satuan gramatika,
baik mengulang seluruhnya maupun mengulang sebagiannya, sedangkan hasil dari
pengulangan ini disebut kata ulang. Dalam Bahasa Bima, pengulangan juga dilakukan
dengan mengulang sebagian bentuk dasar (partial repeatation) dan dengan mengulang
keseluruhan bentuk dasar (full repeatation). Perulangan dalam Bahasa Bima dapat
dilakukan pada semua kategori, seperti pada contoh data berikut.

Contoh 1. Pengulangan dengan dasar verba

weha mengambil = weha-weha, we-weha mengambil-mengambil


nggoncu meloncat = nggoncu ro ngganca meloncat-loncat
ntengi tersandar = ntara-ntengi berjejeran

Contoh 2. Pengulangan dengan dasar verba berimbuhan

kataho memberbaiki = kata-taho, kataho-taho memperbaiki


santengi bersandar = sante-ntengi, santengi-ntengi bersandar
dingaha untuk dimakan = dinga-ngaha, dingaha-ngaha, untuk dimakan

Contoh 3. Pengulangan dengan dasar nomina


carita cerita = cari-rita, carita-carita bercerita
mpama donngen = mpama-mpama, mpa-mpama mendongen

Pada contoh 1 dan 2, pengulangan dalam Bahasa Bima dilakukan untuk


memberikan penekanan terhadap kata dasar tanpa mengubah kategori dan identitas kata
dasarnya, seperti pada verba weha mengambil menjadi we-weha, weha-weha
mengambil dan kataho memperbaiki menjadi kata-taho, kataho-taho memperbaiki.
Akan tetapi pada contoh 3, pengulangan dengan dasar nomina dapat menghasilkan
kategori yang baru, yakni verba intransitif, seperti nomina carita cerita menjadi cari-
rita, carita-carita bercerita yang merupakan kategori verba intransitif. Hal ini berarti
pengulangan dalam Bahasa Bima dilakukan untuk menandai proses infleksi maupun
derivasi.

4 Simpulan
Berdasarkan data dan analisis diatas dapat disimpulkan bahwa operasi
morfologis yang digunakan dalam Bahasa Bima adalah, prefiksasi, klitikalisasi,
pemajemukan, dan pengulangan. Prefiksasi, pemajemukan, serta pengulangan dilakukan
untuk menandai proses derivasi, sedangkan klitikalisasi digunakan untuk mendai proses
infleksi. Prefiks yang digunakan dalam prefiksasi adalah prefiks /N-/ dan prefiks /ka-/,
sedangkan klitikalisasi menggunakan klitik pronomina yakni, /ku/, /mu/, /na/, dan /ta/.
Sementara itu, pemajemukan dilakukan dengan menggabungkan dua satuan gramatikal
(kata sederhana) yakni nomina + nomina, adjektiva + nomina, adjektiva + verba, verba
+ noimina, dan verba + verba. Pengulangan dalam Bahasa Bima dilakukan baik dengan
mengulang suku kata awal kata dasar, maupun mengulang semua bentuk dasarnya.

5 Saran
Tulisan ini merupakan tulisan yang membahas sekelumit aspek morfologi
Bahasa Bima yang sedikit berbeda dengan tulisan-tulisan yang pernah dilakukan
sebelumnya. Afiks maupun bentuk-bentuk terikat lainnya yang digunakan dalam tulisan
ini tidak ditemukan dalam tulisan-tulisan sebelunya. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian untuk membuktikan kebenaran demi melengkapi tulisan ini.

6 Daftar Pustaka

Hudson, G. (2000). Essential Introductory Linguistics. Oxford: Blackwell Publishers


Ltd.
Katamba, F. 1993. Morphology. London: Macmilan Press Ltd.
Ramlan, M. 1987. Morfologi (Suatu Tinjauan Deskriptif). C.V. Karyono: Yogyakarta

Spencer, A. 1991. Morphological Theory. (An Intorduction to Word Structure in


Generative Grammar). Blackwell: Oxford UK and Cambridge USA
Sudaryanto. 1993. Metode Linguistik, Bagaian Kedua: Metode dan Aneka Teknik
Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Syamsuddin, 1996. Kelompok Bahasa Bima Sumba. Kajian Linguistik Historis
Komparatif (Desertasi): Bandung: Universitas Padjadjaran.
Tryon, D. 1995. Proto Austronesian and the Major Austronesian Subgroups. Dalam:
Bellwood, P., dkk. Editor. Inside Austronesians. Canberra ACT Australia:
ANU

Vous aimerez peut-être aussi