Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh
Arafiq2
Abstrak
1. Pendahuluan
Menurut Blust (1978) dalam Tryon, (1995: 28) Bahasa Bima tergolong ke dalam
sub kelompok Bahasa Malayu Polineisa Timur Tengah (Central East Malayo
Polynesian) yang dituturkan di wilayah timur Pulau Sumbawa. Selain itu, Bahasa Bima
juga dituturkan juga di Reo dan Pota, Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur
(Syamsuddin, 1996). Penelitian aspek morfologi Bahasa Bima sudah sering dilakukan,
akan tetapi penelitian yang mengkaji secara spesifik tentang implikasi operasi
morfologis terhadap proses yang dihasilkan dari operasi yang dilakukan tersebut belum
banyak dilakukan.
1
Istilah ini dipilih untuk menandai proses morfologis sebagai akibat dari operasi yang digunakan.
2
Penulis adalah staf pengajar pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram
Tulisan ini mencoba menguaraikan aspek morfologi Bahasa Bima, yakni tentang
startegi atau opresai morfologis yang digunakan dalam menandai porses morfologis,
baik proses derivasi maupun proses infleksi sebagai akibat dari oprerasi yang
digunakan. Disamping itu, tulisan ini juga mendeskripsikan morfem-morfem yang
digunakan baik sebagai dasar dilakukannya operasi morfologis, maupun yang
digunakan untuk menandai proses morfologis.
Menurut Ramlan (1987: 51), proses morfologis adalah proses pembentukan
kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Sementara itu, menurut
Katamba (1993) proses morfologis adalah proses pembentukan kata (word building
process) yang terdiri dari proses infleksi dan derivasi. Sedangkan menurut Spencer
(1991), proses morfologis adalah proses dimana morfem-morfem baik morfem bebas
dan morfem terikat bergabung membentuk morfem-morfem dengan bentuk yang baru.
Morfem-morfem hasil pembentukan tersebut ada yang berubah menjadi leksem baru
dan ada yang tetap. Proses pembentukan leksem yang baru disebut dengan proses
derivasi, sedangkan proses pembentukan kata baru dari leksem yang sama disebut
proses infleksi.
Lebih lanjut Katamba (1993) menjelaskan bahwa proses derivasi adalah proses
pembetukan kata baru dengan mengubah makna kata dasar, seperti pada kata kind dan
un-kind dimana walaupun keduanya sama-sama berkategori adjektiva, tetapi makna
keduanya berbeda. Demikian halnya kata obey dengan dis-obey yang sama-sama
berkategori verba, tetapi mempunya makna yang berbeda. Selain perubahan makna,
proses derivasi juga dapat mengubah kategori kata dasar. Misalnya kata adjektiva kind
dan simple dapat berubah menjadi adverbia kindly dan simply dengan cara
menambahkan akhiran ly pada kedua kata tersebut. Tabel 1 berikut dapat menjelaskan
fenomena morfologis diatas.
Berdasakan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa kehadiran morfem infleksi pada
kata dasar tidak mengubah makna dan kategori kata tersebut. Kehadiran akhiran-akhiran
pada kata dasar pada tabel diatas hanya memenuhi tuntutan tatabahasa saja. Hal ini bisa
dilihat pada kehadiran s pada books yang memberikan informasi tentang jumlah kata
dasarnya, -s pada sleeps yang memberikan informasi kala sekarang dan kesesuain
subyek, -ed pada walked memberikan informasi kala lampau, -ing pada walking
memberi informasi aspek progresif, -er pada taller memberi informasi tingkat
perbandingan lebih, dan est pada tallest memberi informasi tingkat perbandingan
superlatif.
2. Metode Penelitian
Data dalam penelitian ini diambil dari penelitian sebelumnya dan juga
bersumber dari penulis sendiri. Hal ini memungkinkan karena penulis adalah penutur
asli Bahasa Bima yang lahir dan besar di Bima. Data tersebut kemudian dianalisis
dengan menggunakan metode agih., yakni metode analisis yang menjadikan bagian dari
bahasa itu sendiri sebagai alat analisis (Sudaryanto, 1993: 15). Teknik yang digunakan
adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL), diikuti dengan teknik lanjutan berupa
perluasan, teknik permutasi, teknik lesap, teknik sisip, dna teknik ubah wujud
(Sudaryanto, 1993: 31 40). Untuk penyajian hasil analisis digunakan dua macam
metode, yaitu (i) metode penyajian formal (ii) metode penyajian informal. Metode
penyajian formal diterapkan dengan menggunakan angka, lambang, dan diagram
(Sudaryanto, 1993: 144).
3.1. Prefiksasi
Operasi morfologis dengan menggunakan prefiksasi banyak dijumpai dalam
bahasa Bima yang digunakan untuk menandai proses derivasi. Berikut contoh operasi
prefiksasi yang dimaksud.
Data diatas menunjukkan bahwa ketika prefik /N-/ dibubuhkan diawal dasar kata
kerja transitif cafa menyangkutkan, foka mematahkan, dan wija mencabik , Boo
merobohkan, dan Bia memecahkan berubah menjadi kata kerja intransitif ncafa
nyangkut, mpoka patah, dan mbija tercabik yang bermakna hasil.
Berdasarkan data di atas, prefiks /N-/ selain digunakan untuk menandai proses
infleksi, seperti pada cafa, foka, dan wija, juga digunakan untuk menandai proses
derivasi, seperti yang terjadi pada penderivasian kata dasar nomina wua buah menjadi
kata kerja mbua berbuah, suri tunas menjadi ncuri bertunas, sanga cabang menjadi
ncanga bercabang, dan peke tulang menjadi mpeke kurus.
Selain prefiks /N-/, ada beberapa prefiks yang dugunakan untuk menandai
proses derivasi. Perhatikan contoh berikut ini.
Jika diperhatikan kedua contoh di atas, maka terlihat bahwa kehadiran prefiks
/ka-/ baik pada kata dasar verba intransitif maupun pada kata dasar adjektiva dapat
memberikan makna kausausatif dari kata dasarnya. Misalnya, kata dasar intransitif nee
naik menjadi kanee menaikkan atau menyebabkan sesuatu menjadi naik. Demikian
juga kata dasar adjektiva iha rusak menjadi kaiha merusak atau menyebabkan
sesuatu menjadi rusak. Hal ini berarti prefiksasi dengan prefiks /ka-/ digunakan untuk
menandai proses derivasi.
3.2 Klitikalisasi
Klitikalisasi merupakan operasi morfologis yang digunakan dengan cara
membuat bentuk ringkas dari bentuk yang utuh yang secara gramatikal bersifat terikat.
Penyederhanaan bentuk tersebut dilakukan dengan mengambil sebagian dari bentuk
utuh, seperti pada kata kerja bantu dalam Bahasa Inggirs, yakni pada are menjadi -re,
am menjadi m, dan will menjadi ll. Dalam Bahasa Bima pengkliitkalisasian terjadi
pada pronomina, walaupun tidak mengambil salah satu bagian dari bentuk utuhnya.
Akan tetapi secara sintaksis semantis bentuk klitik pronomina tersebut merupakan
referensial dari pronomina. Perhatikan contoh berikut ini.
Hal lain yang menarik yang dapat dijelaskan dari data diatas adalah bahwa
posisi dimana klitik tersebut muncul, dapat memberikan makna aspek pada kata yang
dilekatinya. Contoh di atas memperlihatkan bahwa apabila klitik pronomina tersebut
muncul di awal kata, maka akan memberikan infromasi futuratif, sedangkan apabila
muncul setelah kata, maka akan memberikan informasi perfektif.
3.3 Pemajemukan
Pemajemukan adalah proses penggabungan dua atau lebih morfim bebas dengan
baik antara morfem bebas dengan kategori yang sama maupun di antara morfem bebas
yang berbeda dengan makna yang baru. Kata atau morfem bebas yang yang ditimbulkan
dari porses tersebut dusebut kata majemuk (Ramelan, 1987 : 76). Hal senada juga
disampaikan oleh Hudson (2000) yang menyatakan bahwa pemajemukan biasanya
melibatkan penggabungan dua morfem bebas (dua kata sederhana) untuk membentuk
kata baru. Pemajemukan dalam Bahasa Bima cukup variatif berdasarka kategori yang
membentuknya. Perhatikan contoh berikut.
3.4 Pengulangan
Menurut Ramlan (1987: 63), pengulangan adalah pengulangan satuan gramatika,
baik mengulang seluruhnya maupun mengulang sebagiannya, sedangkan hasil dari
pengulangan ini disebut kata ulang. Dalam Bahasa Bima, pengulangan juga dilakukan
dengan mengulang sebagian bentuk dasar (partial repeatation) dan dengan mengulang
keseluruhan bentuk dasar (full repeatation). Perulangan dalam Bahasa Bima dapat
dilakukan pada semua kategori, seperti pada contoh data berikut.
4 Simpulan
Berdasarkan data dan analisis diatas dapat disimpulkan bahwa operasi
morfologis yang digunakan dalam Bahasa Bima adalah, prefiksasi, klitikalisasi,
pemajemukan, dan pengulangan. Prefiksasi, pemajemukan, serta pengulangan dilakukan
untuk menandai proses derivasi, sedangkan klitikalisasi digunakan untuk mendai proses
infleksi. Prefiks yang digunakan dalam prefiksasi adalah prefiks /N-/ dan prefiks /ka-/,
sedangkan klitikalisasi menggunakan klitik pronomina yakni, /ku/, /mu/, /na/, dan /ta/.
Sementara itu, pemajemukan dilakukan dengan menggabungkan dua satuan gramatikal
(kata sederhana) yakni nomina + nomina, adjektiva + nomina, adjektiva + verba, verba
+ noimina, dan verba + verba. Pengulangan dalam Bahasa Bima dilakukan baik dengan
mengulang suku kata awal kata dasar, maupun mengulang semua bentuk dasarnya.
5 Saran
Tulisan ini merupakan tulisan yang membahas sekelumit aspek morfologi
Bahasa Bima yang sedikit berbeda dengan tulisan-tulisan yang pernah dilakukan
sebelumnya. Afiks maupun bentuk-bentuk terikat lainnya yang digunakan dalam tulisan
ini tidak ditemukan dalam tulisan-tulisan sebelunya. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian untuk membuktikan kebenaran demi melengkapi tulisan ini.
6 Daftar Pustaka