Vous êtes sur la page 1sur 14

PEMERIKSAAN URINE

A. Pengertian Urine
Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang
diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui prosesurinasi. Urine juga sering disebut dengan air kencing atau air seni.
Nama urine itu sendiri dikatakan seperti itu karena kandungan utama dari urine
adalah urea. Selain urea, urine juga, zat warna empedu, dan garam-garaman.
Normal tidaknya urine seseorang tergantung dari kandungandi dalam urine itu
sendiri. Karena itu urine dapat dijadikan sebagai indikator kondisi tubuh
seseorang, seperti dalam mendeteksi apakah seseorang menderita dehidrasi
ataupun untuk mendeteksi penyakit diabetes mellitus. Umumnya seseorang
memproduksi urine dari 1-2 liter per harinya. Namun ada keadaan poliuria
dimana seseorang memproduksi urine hingga lebih dari 2,5 liter per hari. Ada juga
keadaan penyakit oliguria yakni penderitanya hanya mampu memproduksi urine
sampai 400 mL. Selain itu, penderita anoria ginjalnya hanya biasa memproduksi
urine kurang dari 100 ml.
Fungsi utama urine adalah untuk melarutkan zat-zat sisa metabolisme yang
tidak diperlukan lagi oleh tubuh, sehingga masyarakat umum mengatakan urine
adalah zat yang kotor, hal itu mungkin apabila urine yang dihasilkan berasal dari
ginjal dan saluran kencing yang terinfeksi serta mengandung bakteri. Secara
medis, apabila urine yang diproduksi berasal dari ginjal yang sehat dan saluran
kencing yang terinfeksi, maka urine dikatakan cukup steril. Bahkan di India ada
TerapiUrine Amaroli, yang membuktikan urine itu cukup steril digunakan dalam
pengobatan.

B. Pengertian Glukosa Urine


Glukosa urine adalah gugus gula sederhana yang masih ada di urine setelah
melewati berbagai proses di ginjal. Kalau ada glukosa di urine, berbahaya berarti
ada yang tidak beres waktu proses urinisasi. Disebabkan karena kurang hormon
insulin, yaitu hormon yang mengubah glukosa menjadi glikogen (kalau kurang
berarti gula di darah tinggi). Kalau gula darah tinggi, otomatis gula di darah juga
tinggi.
Pemeriksaan glukosa urine merupakan pengukuran kadar glukosa dalam
urine. Pemeriksaan ini sebenarnya tidak dapat digunakan untuk menggambarkan
kadar glukosa dalam darah. Namun pada kasus tertentu, pemeriksaan ini
diperlukan untuk pemantauan.

C. Pemerikasaan Glukosa Urin Metode Reduksi


Glukosa mempunyai sifat mereduksi. Ion cupri direduksi menjadi cupro dan
mengendap dalam bentuk merah bata. Semua larutan sakar yang mempunyai
gugusan aldehid atau keton bebas akan memberikan reaksi positif. Na sitrat dan
Na karbonat (basa yang tidak begitu kuat) berguna untuk mencegah pengendapan
Cu++. Sukrosa memberikan reaksi negative karena tidak mempunyai gugusan aktif
(aldehid/keton bebas).
Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk pemeriksaan
penyaring. Menyatakan adanya glukosa dapat dilakukan dengan cara yang
berbeda-beda. Tes glukosa urine dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi
reduksi, dikerjakan dengan menggunakan fehling, benedict, dan clinitest. Ketiga
jenis tes ini dapat digolongkan dalam jenis pemeriksaan semi-kuantitatif.
Sedangkan tes glukosa dengan reaksi enzimatik dilakukan dengan metode carik
celup yang tergolong dalam pemeriksaan semi-kuantitatif dan kuantitatif.
1) Uji Benedict
Reaksi benedict sensitive karena larutan sakar dalam jumlah sedikit
menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan, sedikit menyebabkan
perubahan warna dari seluruh larutan, hingga praktis lebih mudah mengenalnya.
Hanya terlihat sedikit endapan pada dasar tabung. Uji benedict lebih peka karena
benedict dapat dipakai untuk menafsir kadar glukosa secara kasar, karena dengan
berbagai kadar glukosa memberikan warna yang berlainan.
Prinsip dari tes Benedict, yaitu glukosa dalam urine akan mereduksi
kuprisulfat (dalam benedict) menjadi kuprosulfat yang terlihat dengan perubahan
warna dari larutan Benedict tersebut. Jadi, bila urine mengandung glukosa, maka
akan terjadi reaksi perubahan warna seperti yang dijelaskan di atas. Namun, bila
tidak terdapat glukosa, maka reaksi tersebut tidak akan terjadi dan warna dari
benedict tidak akan berubah.
a. Tujuan: Untuk mengetahui adanya glukosa di dalam urin
b. Indikasi:
- Glukosaria
- Diabetes mulitus
c. Kontraindikasi

Cara benedict:
Alat dan Bahan
Alat :
1. Tabung reaksi
2. Penjepit tabung reaksi
3. Rak tabung
4. Pipet tetes
5. Corong
6. Pipet volume
7. Lampu spiritus/Bunsen
8. Beker glass
Bahan:
1. 5 cc larutan benedict
2. Urine patologis
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Penampung yang bersih dan kering disesuaikan dengan jenis pemeriksaan.
2. Cara-cara pengambilan sampel urin
3. Jenis sampel urin
4. Pengiriman sampel urin harus dilengkapi identitas pasien
Cara Kerja:
1. Masukkan larutan benedict ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 cc
2. Campurkan urin patologis 5-8 tetes ke dalam tabung yang berisi benedict
3. Panaskan tabung di atas spritus/Bunsen dan sambil dikocok perlahan sampai
mendidih
4. Dinginkan dan amati terjadi perubahan warna atau tidak
Cara menilai hasil:
Negatif (-) : Tetap biru atau sedikit kehijau-hijauan
Positif (+) : Hijau kekuning-kuningan dan keruh (0,5-1% glukosa)
Positif (++) : Kuning keruh (1-1,5% glukosa)
Positif (+++) : Jingga atau warna lumpur keruh (2-3,5% glukosa)
Positif (++++) : Merah keruh ( > dari 3,5 % glukosa)

Keuntungan metode benedict, yaitu lebih spesifik dan semikuantitatif,


sedangkan Kerugian metoda benedict, yaitu kurang sensitif karena menggunakan
basa lemah.

2) Cara Fehling
Pereaksi fehling terdiri dari dua bagian, yaitu fehling A dan fehling B.
Fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan fehling B merupakan campuran
larutan NaOH dan kalium natrium tartrat.
Pereaksi fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut,
sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi fehling,
ion Cu2+ terdapat sebagai ion kompleks. Pereaksi fehling dapat dianggap sebagai
larutan CuO.
Alat:
a. Tabung reaksi;
b. Rak tabung reaksi;
c. Penjepit Tabung reaksi;
d. Timer
e. Spritus
f. Pipet volum
g. Pipet tetes
h. Kaki tiga
i. Beaker glas
Reagen:
a. Fehling A
1) Copper Sulfat (CUSO4.5H2O)
2) Aquadest ad
b. Fehling B
1) Garam saignetti (tatatris calico narici)
2) Hydratis natrici
3) Aquadest ad
Cara Kerja:
1. Memasukkan reagen fehling A dan B sama banyak, masing-masing 2 ml;
2. Menambahkan 1 ml urine;
3. Dipanaskan dengan api kecil sampai mendidih;
4. Biarkan dingin dan dibaca hasilnya.
Cara menilai hasil:
Negatif (-) : Tetap biru
Positif (+) : Hijau dengan sedikit endapan kuning (kadar gula 100-500
mg/dl)
Positif (++) : Hijau dengan endapan kuning (kadar gula 500-1400mg/dl)
Positif (+++) : Jernih dengan endapan kuning kemerahan atau orange
(kadar gula 1400-2000 mg/dl)
Positif (++++) : Jernih dengan endapan merah bata (kadar gula >2000
mg/dl)

Keuntungan metode Fehling, yaitu sangat sensitif, sedangkan Kerugian


metoda Fehling, yaitu kurang spesifik, karena reagen fehling mengnadung basa
kuat (KOH) akibatnya semua reduktor terdeteksi sebagai glukosa.
3) Cara Clinistes
Reagen:
a. Tablet clinictes siap pakai yang berisi kombinasi CuSO4;
b. Asam sitrat;
c. Na2CO3 anhidrat;
d. NaOH.
Cara kerja:
1. Satu tablet clinictes dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 tete urine.
2. Tungggu 15 detik sampai gelembung udara yang terjadi habis.
3. Lihat hasilnya sambil dikock perlahan-lahan.
4. Bandingkan warna yang terjadi dengan warna standar.

4) Cara Dengan Menggunakan Carik Celup


Uji glukosa urine konvensional menggunakan pereaksi Benedict atas dasar
sifat glukosa sebagai zat pereduksi. Cara ini tidak spesifik karena beberapa
pereduksi lain dapat mengacaukan hasil uji. Beberapa gula lain bisa menyebabkan
hasil uji reduksi positif misalnya fruktosa, sukrosa, galaktosa, pentose, laktosa,
dsb. Beberapa zat bukan gula yang dapat mengadakan reduksi seperti asam
homogentisat, alkapton, formalin, glukoronat.
Metode carik celup (dipstick) dinilai lebih bagus karena lebih spesifik untuk
glukosa dan waktu pengujian yang amat singkat. Reagen strip untuk glukosa
dilekati dua enzim, yaitu glukosa oksidase (GOD) dan peroksidase (POD), serta
zat warna (kromogen) seperti orto-toluidin yang akan berubah warna biru jika
teroksidasi. Zat warna lain yang digunakan adalah iodide yang akan berubah
warna coklat jika teroksidasi.
Prosedur uji yang akan dijelaskan di sini adalah uji dipstick. Kumpulkan
spesimen acak (random)/urine sewaktu. Celupkan strip reagen (dipstick) ke dalam
urine. Tunggu selama 60 detik, amati perubahan warna yang terjadi dan cocokkan
dengan bagan warna. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih
dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji dipstick adalah:
a. Hasil uji positif palsu dapat disebabkan oleh: bahan pengoksidasi (hidrogen
peroksida, hipoklorit, atau klorin) dalam wadah sampel urine, atau urine
yang sangat asam (pH di bawah 4).
b. Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh : pengaruh obat (vitamin C, asam
hogentisat, salisilat dalam jumlah besar, asam hidroksiindolasetat), berat
jenis urine > 1,020 dan terutama bila disertai dengan pH urine yang tinggi,
adanya badan keton dapat mengurangi sensitivitas pemeriksaan, infeksi
bakteri.

D. Pemerikasaan Protein Urin Metode Reduksi


Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O dan N.
Protein sangat penting sebagai sumber asam amino yang digunakan untuk
membangun struktur tubuh. Selain itu protein juga bisa digunakan sebagai sumber
energi bila terjadi defisiensi energi dari karbohidrat dan/atau lemak. Sifat-sifat
protein beraneka ragam, dituangkan dalam berbagai sifatnya saat bereaksi dengan
air, beberapa reagen dengan pemanasan serta beberapa perlakuan lainnya.
Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti
urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin
berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang
proses reabsorpsi.
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang
diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Normal ekskresi
protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10
mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria. Adanya protein dalam urine disebut
proteinuria.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan proteinuria adalah: penyakit
ginjal (glomerulonefritis, nefropati karena diabetes, pielonefritis, nefrosis lipoid),
demam, hipertensi, multiple myeloma, keracunan kehamilan (pre-eklampsia,
eklampsia), infeksi saluran kemih (urinary tract infection). Proteinuria juga dapat
dijumpai pada orang sehat setelah kerja jasmani, urine yang pekat atau stress
karena emosi.
Untuk mengetahui adanya protein di dalam urin dilakukan pemeriksaan.
Prinsip dari pemeriksaan ini terjadi endapan urine jika direaksikan dengan asam
sulfosalisila. Proteinuria didefinisikan sebagai konsentrasi protein sebesar 0.19/L
(> +2 dengan cara dipstik) atau lebih dalam sekurang-kurangnya dua kali
spesimen urin yang dikumpulkan sekurang-kurangnya dengan jarak 6 jam. Pada
spesimen urin 24 jam, proteinuria didefinisikan sebagai suatu konsentrasi protein
0,3 per 24 jam. Tingginya kadar protein dalam urin ibu hamil dapat
mengindikasikan terjadinya preeklampsi. Preeklampsi ialah penyakit dengan
tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.
Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester kedua -kehamilan.
Tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa.
Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilandimana hipertensi
terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan
darah normal (Bobak , 2004).Pemeriksaan protein urin dibutuhkan oleh ibu hamil
bila dicurigai mengalami preeklampsi ringan atau berat, dari hasil pemeriksaan ini
kita dapat memberikan asuhan kepada ibu hamil yangditujukan untuk mencegah
timbulnya masalah potensial yaitu terjadinya eklampsi.
Penetapam kadar protein dalam urin biasanya dinyatakan berdasarkan
timbulnya kekeruhan pada urin. Karena padatnya atau kasarnya kekeruhan itu
menjadi satu ukuran untuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan urinyang
jernih menjadi syarat yang penting.Salah satu uji protein urin yang cukup peka
adalah dengan melalui pemanasan urin dengan asam asetat. Pemberian asam
asetat dilakukan untuk mencapai atau mendekati titik iso-elektrik protein,
sedangkan pemanasan bertujuan untuk denaturasi sehingga terjadilah presipitasi.
Proses presipitasi dibantu oleh adanya garam-garam yang telah ada dalam urin
atau yang sengajaditambahkan ke dalam urin. Asam asetat yang dipakai tidak
pentingkonsentrasinya, konsentrasi antara 3-6% boleh dipakai, yang penting ialah
pHyang dicapai melalui pemberian asam asetat. Urin encer yang mempunyai berat
jenis rendah tidak baik digunakan untuk percobaan ini. Hasil terbail
padapercobaan ini diperoleh dengan penggunaan urin asam.
Ditemukannya protein urine merupakan tanda paling sering di jumpai pada
preeklamsi, penyakit ginjal, bahkan sering merupakan petunjuk dini dari latent
glomerulo nephitis,Toxemia gravidarum ataupun diabetic nephropathy. Selama
kehamilan normal terdapat kenaikan hemodinamika ginjal dan di ikuti dengan
tekanan venarenalis. Pembentukan urine dimulai dalam glomerulus, apabila
filtrasi glomerulus mengalami kebocoran yang hebat, molekul protein besar akan
terbuang dalam urin sehingga menyebabkan proteinuria. Pada pasien yang telah
menderita penyakit parenkhim ginjal, Faktor kehamilan yang memasuki usia 20
minggu ini mungkin akan memperberat kebocoran protein melalui urine. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran protein urine pada ibu
hamil trimester II yang memeriksakan diri di bidan praktek swasta Citra Mulia
Kudus. Penelitian ini di laksanakan pada bulan Mei 2010 dengan jumlah sampel
di ambil secara purposif dan sampel di periksa secara semi kuntitatif dengan
metode statistik. Hasil penelitian menunjukan pemeriksaan urine pada ibu hamil
trimester II yang negative sebanyak 9 sampel. Positif satu sebanyak 19 sampel
dan positif dua sebanyak dua sampel. Pada pengukuran tekanan darah terdapat 6
ibu hamil yang mengalami hipertensi dan dilihat dari kondisi kaki terdapat 3
orang ibu hamil yang mengalami edema. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di
harapkan kepada ibu hamil agar melakukan pemeriksaaan kehamilan secara rutin
sehingga perkembangan janin dapat dipantau.
Kandungan urine bergantung keadaan kesehatan dan makanan sehari-hari
yangdikonsumsi oleh masing-masing individu. Individu normal meempunyai pH
antara5 sampai 7. Banyak faktor yang memperngaruhi pH urine seseorang adalah
makanan sehari-hari dan ketidakseimbangan hormonal. Warna urine adalah
kuning keemasan yang dianggap berasal dari emas.Fungsi utama urin adalah
untuk membuang zat sisa seperti racun atauobat-obatan dari dalam tubuh.
Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang kotor.
Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau
saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnyapun akan Mengandung
bakteri.Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi
danberbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan
dibuangkeluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui
melaluiurinalisis, yaitu suatu metode analisis zat-zat yang dimungkinkan
terkandung didalam urin. Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna
urin, berat jeniscairan urin dan pH serta suhu urin. Sedangkan analisis kimiawi
dapat meliputianalisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu.
Untuk analisis kandungan protein ada banyak sekali metode yang
ditawarkan, mulai dari metode uji millon sampai kuprisulfa dan sodium basa.
Yang terakhir adalahanalisis secara mikroskopik, sampel urin secara langsung
diamati dibawahmikroskop sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang
terkandung di dalamurin tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman,
bahkan bakteri.
Reabsorpsi asam amino terutama terjadi di bagian awal tubulus kontortus
proksimal yang menyerupai proses absorpsi di usus halus. Karier utama
dimembrane luminal merupakan kotransport Na+ sedangkan karier di
basolateraltidak bergantung pada Na+. Na+ di pompa keluar sel oleh Na+, K+,
ATP ase dan kemudian asam amino keluar sel melalui proses difusi fasilitasi
menuju cairan intertisium.
Proteinuria ditandai dengan adanya kekeruhan. Proteinuria ditentukan
dengan berbagai cara yaitu: asam sulfosalisilat, pemanasan dengan asam asetat,
carik celup (hanya sensitif terhadap albumin). Penetapan jumlah protein
ditentukan dengan urin 24 jam atau 12 jam, dengan cara Esbach.
Tujuan: Untuk mengetahui adanya protein didalam urin
Indikasi:
- Protenuria
- Kerusakan glomelurus
Kontraindikasi: Pengambilan semple urine untuk biakan urine pada pria
dewasa
Pemeriksaan proteinuria
Untuk menguji adanya kekeruhan, periksalah tabung dengan cahaya
berpantul dan dengan latar belakang yang hitam. Cara penilaian uji protein adalah
sebagai berikut:
a. Cara pemanasan asam asetat
Alat dan Bahan
Alat:
1. Tabung reaksi
2. Penjepit tabung reaksi
3. Rak tabung
4. Pipet tetes
5. Corong
6. Pipet volume
7. Lampu spiritus/ Bunsen
8. Beker glass
Bahan:
1. Asam Asetat 6%
2. Urin patologis
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Penampung yang bersih dan kering disesuaikan dengan jenis
pemeriksaan.
2. Cara-cara pengambilan sampel urin.
3. Jenis sampel urin.
4. Pengiriman sampel urin harus dilengkapi identitas pasien.
Cara Kerja:
1. Isi urine normal pada tabung 1 dan urin patologis pada tabung 2 hingga
dua per tiga tabung.
2. Kedua tabung di miringkan, panaskan bagian atas urin sampai mendidih.
3. Perhatikan apakah terjadi kekeruhan dibagian atas urin tersebut dengan
cara membandingkan dengan urin bagian bawah.
4. Jika urine dalam tabung tidak terjadi kekeruahn maka hasilnya negatif.
5. Jika urin dalam dalam tabung terjadi kekeruhan maka tambahkan asam
asetat 6% sebanyak 3-5 tetes.
6. Panaskan lagi sampai mendidih, Jika urine kembali bening/kekeruahn
menghilang maka hasilnya negatif. Jika kekeruahn urin tetap ada maka
hasilnya positif.
7. Beri penilaian terhadap hasil pemeriksaan tersebut.
Cara menilai hasil:
Tak ada kekeruhan :-
Ada kekeruhan ringan tanpa butir-butir : + (protein 0,01-0,05%)
Kekeruhan mudah terlihat dengan butir-butir : ++ (protein 0,05-0,2%)
Kekeruhan jelas dan berkeping-keping : +++ (protein 0,2-0,5%)
Sangat keruh, berkeping besar atau bergumpal : ++++(> 0,5%)

Prosedur yang lain:


b. Dengan Dipstick

Urin sewaktu
1. Kumpulkan spesimen acak (random)/urin sewaktu.
2. Celupkan strip reagen (dipstick) kedalam urin.
3. Tunggu selama 60 detik, amati perubahan warna yang terjadi dan
cocokkan dengan bagan warna.
Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk
memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual. Dipstick mendeteksi
protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin
tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein.
Spesimen urin 24 jam
1. Kumpulkan urin 24 jam
2. Masukkan dalam wadah besar dan simpan dalam lemari pendingin.
3. Jika perlu, tambahkan bahan pengawet.
4. Ukur kadar protein dengan metodekolorimetri menggunakan fotometer
atau analyzer kimiawi otomatis.

c. Dengan asam sulfosalisil:


1. Dua tabung reaksi diisi masing-masingnya dengan dua ml urin yang akan
diperiksa.
2. Tabung yg pertama ditambahkan 8 tetes larutan Asam sulfosalisil 20%
dan kemudian dikocok.
3. Bandingkan dengan tabung yang kedua (yang tidak ditambahkan As.
sulfosalisil 20%). Kalau tetap sama jernihnya test terhadap protein
Negatif/ (-).
4. Jika tabung pertama lebih keruh dari tabung kedua, panasilah tabung
pertama itu diatas nyala api sampai mendidih dan kemudian dinginkan
kembali dengan air mengalir:
Jika kekeruhan tetap ada pada waktu pemanasan dan tetap ada juga
setelah dingin kembali, tes terhadap protein Positif.
Jika kekeruhan itu hilang pada saat pemanasan &muncul lagi setelah
dingin, lakukan pemeriksaan Bence Jones.

E. Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Pemeriksaan Reduksi Urin:


1. Pengaruh obat-obatan
2. Terdapat vitamin C
3. Zat bukan gula yang mungkin mengadakan reduksi seperti formalin
4. Trauma atau stress, dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa
5. Merokok, dapat meningkatan kadar glukosa
6. Aktifitas yang berat sebelum uji laboratorium, dapat menurunkan kadar
glukosa
https://www.scribd.com/document/348111242/245561716-Sop-Pemeriksaan-
Reduksi-Urine-1

http://ariakiki.blogspot.co.id/2016/05/makalah-glukosa-urine.html

Vous aimerez peut-être aussi