Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix
terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya
Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih
medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus
mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu
berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix
ditentukan oleh lokasi Caecum.2,3,4
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada
dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut
yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan.2,3
2.2 INSIDENSI
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun terjadi peningkatan rasio
pada usia 15-30 tahun yaitu sekitar 23 kasus per 10.000 penduduk, dan menurun seiring
bertambahnya usia.5
2.3.1 Obstruksi
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi
normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada
Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan
tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf
aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut
tengah atau di bawah epigastrium. 2)
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan
bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi
tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan
tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual,
muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa
Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri
yang khas ke RLQ. 2,6,7 )
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal.
Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis
anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang
normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika
pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding
lumen. Flora normal Colon memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis
acuta ke Appendicitis gangrenosa dan Appendicitis perforata. 1,2,7)
Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan
non perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali
pasien telah mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan
laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi.
Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai
akibat dari obat-obatan atau penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess setelah
terapi Appendicitis. Perlindungan antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus
Appendicitis non perforata. Pada Appendicitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari
secara intravena hingga leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam.
Penggunaan irigasi antibiotik pada drainage rongga peritoneal dan transperitoneal
masih kontroversi. 2,6)
2.3.3 Peranan lingkungan: diet dan higiene 7)
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan
kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan
kondisi tertentu pada pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma
Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara
orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt
mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora
normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.
Pada sebagian besar pasien nyeri perut merupakan keluhan utama mereka,
berupa nyeri yang konstant pada daerah preumbilical atau epigastric, kemudian sesuai
perkembangan penyakit nyeri menjadi jelas dan terlokalisir di kuadran kanan bawah
dekat titik Mc Burney(dapus piis).
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan
nyeri perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri
perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang
disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-
rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi
anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang
panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah
tersebut, Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal
1,2,3,7,8
Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
beberapa pasien terutama anak-anak. 2,3,8 Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi
Appendix.12,13
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan
pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.10
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Total poin 10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan.2
Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal
pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus
biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat
diobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita Appendicitis biasanya menunjukkan
peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas.2,3
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik
Mc Burneys. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal
yang minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsings sign bersifat
konfirmasi dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur
Appendix.9
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu
tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga
Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi,
hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala
muntah, demam, dan nyeri.8
Pemeriksaan Fisik
Penting untuk diingat bahwa posisi apendiks bervariasi. Dari 100 pasien yang
menjalani pemeriksaan CT scan tiga dimensi (3-D) dasar usus buntu terletak di titik
McBurney hanya pada 4% pasien; 36% di basis berada dalam jarak 3 cm; 28% 3-5 cm
dari titik McBurney; dan, pada 36% pasien, basis usus buntu lebih dari 5 cm dari titik
McBurney. 1
Temuan pemeriksaan fisik yang paling spesifik pada apendisitis adalah nyeri
tekan rebound, nyeri pada perkusi, kekakuan. Meskipun nyeri tekan RLQ hadir 96%
pada pasien, ini adalah temuan nonspesifik. Nyeri tekan RLQ pada palpasi di atas titik
McBurney adalah tanda yang paling penting pada pasien.1
CBC
C-reaktif Protein (CRP)
Tes fungsi hati dan pankreas Urinalisis (untuk membedakan radang usus buntu
dari kondisi saluran kemih)
Beta-hCG urin (untuk membedakan radang usus buntu dari kehamilan ektopik
dini pada wanita usia subur)
Asam 5-hydroxyindoleacetic urin (5-HIAA)
CBC
WBC> 10.500 sel / L: 80-85% orang dewasa dengan radang usus buntu
Neutrofilia> 75-78% pasien
Kurang dari 4% pasien dengan radang usus buntu memiliki jumlah WBC
kurang dari 10.500 sel / L dan neutrofilia kurang dari 75%
Pada bayi dan pasien lanjut usia, jumlah WBC sangat tidak dapat
diandalkan karena pasien ini mungkin tidak melakukan respon normal terhadap
infeksi. Pada wanita hamil, leukositosis fisiologis membuat jumlah CBC tidak
berguna untuk diagnosis radang usus buntu.
Urinary 5-HIAA
Tingkat HIAA meningkat secara signifikan pada apendisitis akut dan menurun
saat peradangan bergeser ke nekrosis pada usus buntu. Oleh karena itu,
penurunan tersebut bisa menjadi tanda peringatan awal perforasi usus buntu.
CT Scan
CT scan dengan media kontras oral atau dubur Gastrografin enema telah
menjadi studi pencitraan yang paling penting dalam evaluasi pasien dengan
presentasi atipikal apendisitis. CT abdomen dosis rendah mungkin lebih baik
untuk mendiagnosis anak-anak dan orang dewasa muda yang terpapar radiasi
CT yang menjadi perhatian khusus.
Ultrasonografi
Penatalaksanaan
Pasien dengan phlegmon atau abses kecil: Setelah terapi antibiotik intravena
(IV), operasi usus buntu interval dapat dilakukan 4-6 minggu kemudian.
Pasien dengan abses yang didefinisikan dengan lebih baik: Setelah drainase
perkutan dengan antibiotik IV dilakukan, pasien dapat dipulangkan dengan
kateter di tempat.
Apendektomi interval dapat dilakukan setelah fistula tertutup. Pasien dengan
abses multikompartmental: Pasien ini memerlukan drainase bedah dini.
Non Bedah
Terapi non bedah mungkin berguna saat appendectomy tidak dapat diakses
atau bila prosedurnya berisiko tinggi. Laporan anekdot menggambarkan keberhasilan
antibiotik IV dalam mengobati apendisitis akut pada pasien tanpa akses terhadap
intervensi bedah
Medikamentosa
Tujuan terapi adalah untuk membasmi infeksi dan mencegah komplikasi.
Dengan demikian, antibiotik memiliki peran penting dalam pengobatan radang usus
buntu, dan semua itu. Agen yang sedang dipertimbangkan harus menawarkan cakupan
aerobik dan anaerobik penuh. Durasi administrasi berhubungan erat dengan stadium
radang usus buntu pada saat diagnosis.Agen antibiotik efektif dalam mengurangi
tingkat infeksi luka pasca operasi dan dalam memperbaiki hasil pada pasien dengan
abses usus atau septikemia. The Surgical Infection Society merekomendasikan untuk
memulai antibiotik profilaksis sebelum operasi, menggunakan agen spektrum yang
tepat selama kurang dari 24 jam untuk apendisitis nonperforasi dan kurang dari 5 hari
untuk apendisitis berlubang. Regimen memiliki khasiat yang kurang lebih sama, jadi
pertimbangan harus diberikan pada fitur seperti alergi obat, kategori kehamilan (jika
ada), toksisitas, dan biaya.
1. Penicillin
Penicillins adalah antibiotik bakterisida yang bekerja melawan organisme
sensitif pada konsentrasi yang cukup dan menghambat biosintesis dinding
sel mucopeptide.
2. Sefalosporin
sefalosporin secara struktural dan farmakologis berhubungan dengan
penisilin. Mereka menghambat sintesis dinding sel bakteri, sehingga
aktivitas bakterisida.
3. Aminoglikosida
Aminoglikosida memiliki aktivitas bakterisida yang bergantung pada
konsentrasi. Agen ini bekerja dengan mengikat ribosom 30S, menghambat
sintesis protein bakteri.
4. Karbapenem
Karbapenem secara struktural terkait dengan penisilin dan memiliki
aktivitas bakterisida yang luas. Karbapenem mengerahkan efeknya dengan
menghambat sintesis dinding sel, yang menyebabkan kematian sel. Mereka
aktif melawan organisme gram negatif, gram positif, dan anaerobik.
Diagnosis Banding
Apendisitis salah didiagnosis pada 33% wanita hamil yang tidak hamil.
Kesalahan diagnosa yang paling sering terjadi adalah PID, diikuti oleh gastroenteritis
dan infeksi saluran kemih. Dalam membedakan nyeri apendiks dari PID, anoreksia dan
onset nyeri lebih dari 14 hari setelah menstruasi menunjukkan radang usus buntu. PID
sebelumnya, keputihan, atau gejala kencing menunjukkan PID. Pada pemeriksaan fisik,
nyeri di luar RLQ, nyeri tekan serviks, keputihan, dan urinalisis positif mendukung
diagnosis PID.
Anak-anak dengan radang usus buntu yang salah terdiagnosis lebih mungkin
dibandingkan rekan mereka yang muntah sebelum onset rasa sakit, diare, konstipasi,
disuria, tanda dan gejala infeksi saluran pernapasan bagian atas, dan kelesuan atau
iritabilitas. Temuan fisik cenderung tidak didokumentasikan pada anak-anak dengan
kesalahan diagnosa dibandingkan pada orang lain termasuk suara usus; tanda
peritoneal; temuan dubur; dan temuan telinga, hidung, dan tenggorokan.
Apendisitis pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun menyumbang 10%
dari semua appendectomies. Kejadian misdiagnosis meningkat pada pasien lanjut usia.
Pasien yang lebih tua cenderung mencari perawatan medis kemudian dalam
perjalanan penyakit; Oleh karena itu, durasi gejala yang melebihi 24-48 jam sebaiknya
tidak menghalangi klinisi dari diagnosis. Pada pasien dengan kondisi komorbid,
penundaan diagnostik berkorelasi dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.