Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto?
2. Bagaimanakah alternatif pembelajaran aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel
Astiti Rahayu Karya Iskasiah Sumarto di SMA kelas XI?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendiskripsikan aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto.
2. Mendiskripsikan aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto yang dapat digunakan sebagai altrnatif pembelajaran di SMA kelas XI.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Menambah pengetahuan bagi siswa, pendidikan dan pembaca tentang pendiskripsian
aspek moral tokoh utama perempuan dalam sebuah karya sastra.
b. Hasil penelitian sebagai pedoman untuk penelitian lain dalam mengadakan penelitian
terhadap novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto tentang aspek moral tokoh utama
perempuan dan alternatif pembelajaran di SMA kalas XI.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Dengan adanya penelitian ini, maka hasilnya dapat dijadikan sebagai acuan guru dalam
pengajaran sastra kepada siswa khususnya tentang alternatif pembelajaran aspek moral
yang terdapat dalam karya sastra.
b. Bagi Siswa
Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan serta memperkaya penambahan
ilmu terhadap aspek moral di dalam sebuah novel.
E. Penegasan Istilah
Untuk mendapatkan pemahaman tentang aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel
Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto dan alternatif pembelajarannya di SMA kelas XI supaya
tidak menimbulkan kesalahan dalam penafsiran maka perlu ditegaskan beberapa istilah sebagai
berikut.
1. Aspek
Aspek adalah pemunculan atau penginterpretasian gagasan, masalah, situasi, dan sebagainya
sebagai pertimbangan yang dilihat dari sudut pandang tertentu (Depdiknas, 2007:72).
2. Moral
Moral berasal dari kata mores yang berarti dalam kehidupan, adat istiadat atau kebiasaan.
Moral dalam pengertian filsafat merupakan suatu konsep yang telah dirumuskan oleh sebuah
masyarakat bagi menentukan kebaikan atau keburukan. Karena itu, moral merupakan suatu
norma tentang kehidupan yang telah diberikan kedudukan istimewa dalam kegiatan atau
kehidupan sebuah masyarakat (Semi, 1993:71).
3. Tokoh Utama
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai
peristiwa cerita (Sudjiman, 1992:16). Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam
cerita fiksi, sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Sedangkan tokoh utama adalah
seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita
4. Perempuan
Perempuan atau wanita merupakan orang (manusia) yang dapat menstruasi,hamil,
melahirkan anak, dan menyusui (Depdiknas, 2007:856). Perempuan adalah suatu hal yang selalu
berkaitan dengan kecantikan, keelokan, kelembutan, dan rasa kasihnya yang tidak dimiliki oleh
laki-laki, laki-laki memberi rasa aman, rasa tanggung jawab yang tidak banyak diisyaratkan pada
wanita.
5. Novel
Menurut Sudjiman (1992:53) novel merupakan prosa rekaan yang menyuguhkan tokoh-
tokoh dalam menampilkan serangkaian peristiwa serta latar belakang secara tersusun. Sedangkan
menurut Suharianto (1982:48) novel dapat mengungkapkan seluruh episode perjalanan hidup
tokoh ceritanya.
6. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses atau cara guna menjadikan seseorang mau untuk
melaksanakan kegiatan belajar (Depdiknas, 2005:30). Pembelajaran merupakan salah satu dari
faktor-faktor pendidikan. Pembelajaran dapat diberi pengertian sempit yang terbatas pada
pembelajaran di sekolah-sekolah, dengan demikian termasuk dalam ilmu pendidikan praktis.
Pembelajaran juga dapat diberi pengertian yang luas, yang mencangkup semua upaya belajar.
BAB II
LANDASAN TEORI
B. Pengertian Novel
Novel dalam arti luas adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran luas. Ukuran yang luas di
sini berarti cerita dengan alur (plot) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang komplek,
suasana cerita beragam, dan setting cerita yang beragam pula.
Sudjiman (1992:55) menyatakan bahwa novel adalah prosa rekaan yang panjang yang
menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.
Menurut Semi (1993:32), novel adalah karya sastra yang mengungkapkan suatu konsentrasi
kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas. Sebagai karya
fiksi novel juga mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan
dengan halus.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa novel adalah salah satu
bentuk karya sastra prosa yang melukiskan kehidupan dalam bentuk cerita yang menampilkan
tokoh-tokoh serta terdapat latar yang menunjukan terjadinya serangkaian peristiwa.
Novel mempunyai unsur pembangun. Unsur pembangun novel terdiri dari unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik. Unsur yang membangun novel dari dalam disebut unsur intrinsik. Yang
termasuk unsur intrinsik antara lain tema, alur, setting, amanat, tokoh, dan penokohan.
Dibanding dengan unsur yang lain, unsur tokoh dan penokohan merupakan unsur yang paling
penting dalam sebuah novel. Pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca dapat
diketahui dari unsur penokohan tersebut. Banyak terdapat novel yang lebih menonjolkan
penokohan, sehingga pengarang dapat mengekspresikan gagasan dan pesan-pesannya kepada
pembaca melalui tokoh-tokoh novel tersebut. Tokoh dan penokohan merupakan alat atau
jembatan antara pengarang dengan pembaca. Lewat tokoh dan penokohan tersebut, gagasan dan
pesan yang disampaikan pengarang dapat sampai kepada pembaca karyanya.
Seperti yang tercantum di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
pembelajaran novel di SMA dengan Standar Kompetensi (SK): memahami buku biografi, novel
dan hikayat, dengan Kompetensi Dasar (KD): membandingkan unsur-unsur intrinsik (tema,
tokoh, penokohan, latar, amanat) dan ekstrinsik (nilai budaya, sosial, moral, latar belakang
pengarang, keadaan politik, ekonomi saat novel tersebut diciptakan dll) novel Indonesia atau
terjemahan dengan hikayat. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik mengetahui bagaimana nilai-
nilai moral yang terkandung dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto serta untuk
memotivasi peserta didik, terutama peserta didik perempuan agar mereka lebih memahami akan
pentingnya pendidikan untuk membentuk moral yang baik serta sejajar kedudukannya dengan
kaum pria.
C. Unsur-unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur pembangun dari dalam karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur
tersebut antara lain:
1. Tema
Tanpa disadari ketika membaca sebuah cerita kita bertanya-tanya; apa yang menjadi inti
cerita?.
Secara tidak langsung kita berbicara perihal tema.
Tema merupakan gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra itu,
baik yang terungkap maupun yang tidak (Sudjiman, 1992:50). Di sini terdapat istilah baik
terungkap maupun tidak. Terungkap/eksplisit manakala tema tadi disebutkan secara tersurat
dalam wacana yang bersangkutan. Dinamakan tak terungkap/implisit manakala pembaca mesti
mereka-reka terlebih dahulu tema yang dimaksud.
Tema sering juga disebut dasar cerita; yakni pokok permasalahan yang mmendominasi suatu
karya sastra. Ia terasa dan mewarnai karya sastra tersebut dari halaman pertama hingga halaman
terakhir (Suharianto, 1982:28).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas disimpulkan bahwa tema adalah ide, gagasan, atau
pikiran keseluruhan dari sebuah cerita baik yang terungkap maupun yang tidak terungkap. Untuk
menentukan tema sebuah cerita, Saad (melalui Harjito, 2007:3) mempunyai tiga cara, antara lain:
a. Persoalan yang paling menonjol.
b. Persoalan yang paling banyak menimbulkan konflik.
c. Persoalan yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan.
3. Alur
Istilah lain untuk alur adalah plot, yakni cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara
beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu,
bulat, utuh (Suharianto, 1982:28).
Alur tersebut di atas oleh Prihatmi (melalui Harjito, 2007:8) disederhanakan menjadi
awalan, rumitan, klimaks, leraian, dan selesaian. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka
disimpulkan alur adalah suatu jalannya cerita dari awal hingga akhir yang mencakup awalan,
rumitan, klimaks, leraian, dan selesaian.
Menurut urutan waktu Prihatmi (melalui Harjito, 2007:9) membedakan alur menjadi:
a. Alur lurus.
b. Alur tak lurus, mencakup sorot balik dan gerak balik.
Alur lurus merupakan alur yang kronologis, maksudnya yaitu waktunya urut, sedangkan alur
tak lurus merupakan alur yang urutan waktunya tak kronologis.
E. Alternatif Pembelajaran
Alternatif adalah pilihan di antara dua atau beberapa kemungkinan (Depdiknas, 2007:47).
Alternatif juga merupakan salah satu yang dipilih diantara berbagai pilihan lainnya. Sedangkan
Pembelajaran merupakan proses atau cara guna menjadikan seseorang mau untuk melaksanakan
kegiatan belajar (Depdiknas, 2005:30). Dapat disimpulkan bahwa alternatif pembelajaran adalah
pilihan diantara berbagai pilihan lainnya untuk menentukan cara atau proses guna melaksanakan
kegiatan belajar.
Karya sastra khususnya novel pada umumnya diajarkan dalam proses pembelajaran pada
jenjang pendidikan SMA. Agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif, maka perlu
diperhatikan juga komponen-komponen pembelajaran yang lain misalnya standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi, media, dan metode. Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP), standar kompetensi adalah menentukan kompetensi yang didasarkan pada materi
sebagai basis pengetahuan. Sedangkan kompetensi dasar merupakan kompetensi yang harus
dikuasai peserta didik. Penentuan ini dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli
dari instansi lain yang sesuai. Seperti yang tercantum di dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) pembelajaran novel di SMA dengan Standar Kompetensi (SK): memahami
buku biografi, novel dan hikayat, dengan Kompetensi Dasar (KD): membandingkan unsur-unsur
intrinsik (tema, tokoh, penokohhan, latar) dan ekstrinsik (nilai budaya, sosial, moral, latar
belakang pengarang, keadaan politik, ekonomi saat novel tersebut diciptakan dll) novel
Indonesia atau terjemahan dengan hikayat.
Selain teknik pengajaran novel, untuk meningkatkan sistem pembelajaran dan mencapai
suatu tujuan pembelajaran juga harus memperhatikan komponen pembelajaran, diantaranya.
1. Materi Ajar
Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), materi ajar adalah bahan yang
diujikan, dipikirkan, dibicarakan dalam proses pembelajaran. Materi yang berkenaan dengan
aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu agar peserta didik dapat dengan
mudah memahami bagaimana aspek moral yang terdapat dalam novel tersebut adalah dengan
cara terlebih dahulu memahami unsur intrinsik yang terdapat dalam novel tersebut.
Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa materi ajar (instructional materials) adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan. Materi ajar menempati posisi yang sangat penting dari
keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai
sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
harus dicapai oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran
hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi
dasar, serta tercapainya indikator (Ngatmini, 2010:121-122).
2. Pendekatan
Pendekatan adalah seperangkat asumsi tentang hakikat bahasa, hakikat belajar bahasa dan
hakikat mengajarkan bahasa. Pendekatan merupakan cara pandang, filsafat atau segala sesuatu
yang diyakini kebenarannya, sehingga ingin diwujudkan (Ngatmini, 2010:73).
Dalam pembelajaran, terdapat beberapa jenis pendekatan (Ngatmini, 2010:74-80), antara
lain:
b. Strategi Berpasangan
Adalah strategi yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan
sebelumnya. Namun demikian, materi baru pun tetap dapat diajarkan dengan strategi ini
dengan catatan, siswa diberi tugas mempelajari topik yang diajarakan terlebih dahulu,
sehingga masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan (Ngatmini, 2010:88).
4. Media
Media berasal dari kata medium (bahasa latin) berarti perantara. Media merupakan segala
sesuatu yang membawa pesan atau informasi dari suatu sumber untuk disampaikan kepada
penerima (Ngatmini, 2010:104). Media dalam arti luas adalah setiap orang, bahan, alat, peristiwa
yang dapat menciptakan kondisi yang memunginkan siswa untuk menerima pengetahuan,
keterampilan, sikap. Dengan kata lain media sebagai perantara fisik untuk menyampaikan isi
pembelajaran, seperti buku, video, suara guru dll. Media atau alat adalah sesuatu yang digunakan
guru untuk mengkomunikasikan pesan kepada siswa.
Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), media pembelajaran adalah alat
dan bahan yang digunakan dalam proses pengajaran atau pembelajaran. Media yang digunakan
dalam pembelajaran ini yaitu novel Astiti Rahayu dan buku yang terkait seperti buku cetak
bahasa indonesia tingkat SMA kelas XI.
5. Metode
Metode berasal dari kata metha dan hodos. Metha artinya melalui atau melewati, hodos
berarti cara atau jalan. Menurut (Ngatmini, 2010:94), metode diartikan sebagai jalan atau cara
yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Metode ini berfungsi sebagai salah satu alat
untuk menyajikan bahan pelajaran dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Jadi metode
adalah prosedur pembelajaran atau rencana yang menyeluruh untuk menyajikan bahan ajar
secara teratur atas dasar prinsip tertentu sesuai dengan pendekatan yang melandasinya
(Ngatmini, 2010:73). Adapun jenis-jenis metode sebagai berikut:
b. Metode Demonstrasi
Metode demontrasi digunakan jika seorang pengajar memperlihatkan sesuatu proses
pada seluruh kelompok anak (Ngatmini, 2010:96).
c. Metode Eksperimen
Metode eksperimen jika guru mencoba mengerjakan sesuatu serta mengamati proses
dan hasil percobaan. Dengan eksperimen anak dapataktif melakukan sendiri atau
mengamati orang lain yang bereksperimen (Ngatmini, 2010:97).
h. Metode Diskusi
Metode diskusi merupakan suatu kegiatan dimana sejumlah orang membicarakan
secara bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau masalah, atau untuk
mencari jawaban dari suatu masalah berdasarkan semua fakta yang memungkinkan.
6. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi
untuk menilai keputusan yang dibuat dalam merancang suatu sistem pengajaran. Evaluasi
merupakan proses yang terus menerus dan diarahkan pada tujuan tertentu (Ngatmini, 2010:127).
Dalam pembelajaran perlu diadakannya penilaian baik untuk siswa dan guru itu sendiri.
Penilaian bagi siswa berfungsi untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal
ini adalah tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat penguasaan
bahan pelajaran yang seharusnya dikuasai oleh para siswa. Dengan kata lain dapat mengetahui
hasil belajar yang dicapai para siswa. Penilaian bagi guru berfungsi untuk mengetahui
keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilakukan guru. Dengan fungsi ini guru dapat
mengetahui berhasil atau tidaknya ia mengajar. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa tidak
semata-mata disebabkan kemampuan siswa tetapi juga bisa disebabkan kurang berhasilnya guru
mengajar.
Pembelajaran novel sebenarnya menjadi salah satu materi pembelajaran yang sangat
menarik khususnya dalam menganalisis aspek moral dalam karya sastra tersebut. Untuk
mencapai keberhasilan pembelajaran dalam menganalisis aspek moral diperlukan alternatif
pembelajaran yang dapat menarik pesera didik. Adapun alternatif pembelajaran yang dapat
digunakan yaitu model pembelajaran Zigsaw. Model pembelajaran ini tepat karena dapat
membuat peserta didik lebih aktif dan lebih leluasa untuk berinteraksi dengan temannya karena
dalam model pembelajaran ini digunakan metode diskusi. Dengan memperhatikan komponen-
komponen pembelajaran di atas diharapkan proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif
dan hasil belajar dapat diperoleh secara maksimal.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode berasal dari kata metha dan hodos. Metha artinya melalui atau melewati, hodos
berarti cara atau jalan. Jadi metode adalah suatu jalan atau cara yang harus dilalui untuk
mencapai tujuan tertentu (Ngatmini, 2010:94).
Suatu penelitian identik dengan penyelidikan, yang merupakan penyaluran hasrat ingin tahu
manusia dalam taraf keilmuan. Metode dalam suatu penelitian sebagaimana lazimnya merupakan
cara yang dipergunakan oleh peneliti dalam upaya untuk memperoleh jawaban dari apa yang
sedang diselidikinya.
Dengan demikian dari uraian di atas dapat diketahui bahwa metode penelitian adalah suatu
ilmu tentang metode-metode ilmiah sebagai cara kerja yang digunakan dalam kegiatan penelitian
untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu peristiwa atau pengetahuan.
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan adalah asumsi-asumsi dasar yang dijadikan pegangan dalam memandang suatu
objek (Semi, 1993:63). Penelitian ini menggunakan pendekatan mimetik, pendekatan mimetik
menjelaskan bahwa karya sastra merupakan wakil atau penggambaran dari realitas. Oleh sebab
itu untuk mampu memahami realitas yang digambarkan dalam teks sastra, pembaca terlebih
dahulu harus memiliki bekal pemahaman tentang realitas itu sendiri, baik berupa pengetahuan
maupun pengalaman (Aminuddin, 2010:57).
Karya sastra merupakan refleksi kehidupan nyata. Refleksi ini terwujud berkat tiruan dan
gabungan imajinasi pengarang terhadap realitas kehidupan. Hal tersebut didasarkan pandangan
bahwa apa yang diungkapkan pengarang dalam karyanya pastilah merupakan refleksi atau potret
kehidupan yang dilihatnya. Potret tersebut bisa berupa pandangan, ilmu pengetahuan, religius
yang terkait langsung dengan realitas. Pengarang melalui karyanya hanyalah mengolah dari apa
yang dirasakan dan dilihatnya. Itulah sebabnya ide yang dituangkan dalam karyanya tidak bisa
disebut sebagai ide yang original. Semuanya adalah tiruan (mimesis) dari unsur-unsur kehidupan
nyata yang ada (Fananie, 2000:111).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan mimetik yaitu alat bedah
yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisis atau menginterpretasi karya sastra dengan
mengkaji tentang hubungan karya sastra dengan kehidupan nyata yang terdapat dalam suatu
karya sastra. Bahan utama dalam pendekatan mimetik yaitu novel Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto.
B. Variabel Penelitian
Variabel adalah hal-hal yang menjadi objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian (Arikunto, 2006:118). Variabel yang terdapat dalam penelitian ini ada 2 yaitu:
1. Aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
2. Alternatif pembelajaran aspek moral dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto di
SMA kelas XI.
C. Sumber Data dan Data
Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2006:129).
Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan responden maupun yang berasal
dari dokumen-dokumen guna keperluan penelitian yang dimaksud (Subagyo, 2006:87).
2. Teknik Simak
Disebut teknik simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan
cara menyimak penggunaan bahasa tersebut. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan
dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis (Mahsun,
2005:92).
Teknik pengumpulan data dalam alternatif pembelajaran yaitu dengan simak catat dengan
cara menyimak dan mencatat konsep-konsep pembelajaran aspek moral di SMA kelas XI.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang bersifat analisis
(deskriptif analisis). Oleh karena itu, metode ini disebut juga metode alamiah dan cara kerjanya
memanfaatkan cara penafsiran dengan penyajiannya dalam bentuk deskripsi. Dalam penelitian
ini mendeskripsikan aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto.
Metode deskriptif analisis digunakan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang
kemudian disusul dengan analisis. Secara etimonologis deskripsi dan analisis berarti
menguraikan (Ratna, 2004:53). Dengan demikian, dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode deskriptif analisis yang bertujuam agar dapat menggambarkan tentang pendeskripsian
aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
Di dalam analisis aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto, peneliti menyediakan sumber data yang berupa novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto yang sudah dianalisis melalui unsur-unsur pembangun novel berupa tokoh,
penokohan, dan latar/setting. Setelah data terkumpul lalu dianalisis untuk mengetahui bagaimana
aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto. Data
yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam
tahap analisis yaitu sebagai berikut:
1. Membaca novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto untuk memahami isinya secara
keseluruhan.
2. Mencari dan menentukan kutipan dalam novel yang memiliki ciri-ciri bagaimana
moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
3. Menganalisis moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto.
Analisis alternatif pembelajaran aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti
Rahayu karya Iskasiah Sumarto diharapkan mampu membantu siswa dalam menemukan ciri-ciri
bagaimana moral tokoh utama perempuan pada novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
Pembelajaran ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Metode kualitatif deskriptif
memberikan perhatian lebih banyak ditujukkan pada pembentukan teori substantif dari konsep-
konsep yang timbul dari data empiris.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, penulis menggunakan
metode kualitatif deskriptif untuk mendeskripsikan hal-hal yang dianalisis sehingga dapat
memaparkan secara benar tanpa ada rekayasa melalui sumber data dan data yang digunakan
dalam penelitian serta untuk mengetahui konsep pembelajaran aspek moral tokoh utama
perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto sebagai pembelajaran novel di
SMA Kelas XI.
BAB IV
ANALISIS ASPEK MORAL TOKOH UTAMA PEREMPUAN DALAM NOVEL ASTITI
RAHAYU KARYA ISKASIAH SUMARTO DAN ALTERNATIF PEMBELAJARANNYA
DI SMA KELAS XI
a. Astiti Rahayu
Dalam novel ini, Astiti adalah tokoh utama perempuan. Oleh pengarang Astiti
digambarkan sebagai aku, seperti pada kutipan berikut.
Data (1) Aku sibuk mengerjakan sesuatu. Sibuk menyiapkan diri. Aku mau pergi. Entah
ke mana. Mau mencari-cari kesempatan untuk meninggalkan Indonesia. Entah ke
mana. Aku mau hidup. Tidak di sini. Tanah ini terlalu gersang buat Astiti. Tanah ini
adalah belantara sunyi. Indonesia yang kucinta. Pemudanya terlalu sulit untuk
dicapai. Tangan Astiti tidak pernah sampai. Astiti tidak manis untuk pemuda negeri
sendiri. Biarlah aku pergi. Entah apa nanti yang terjadi pada diri dan hati ini
(Sumarto, 1974:133).
Dari data (1) di atas, tampak semua masalah yang dihadapi Astiti ada di kutipan di
atas tersebut. Dalam perjalanan cintanya yang selalu gagal, Astiti selalu terkait melalui
tokoh-tokoh lain. Seperti kutipan di bawah ini, Astiti tampak terlibat dalam
pembicaraan Mahdi dan Hartadi.
Data (2) Mahdi, kalau nanti pulang ke Makasar akan berpamit padaku nggak?
tanyaku mengajak Mahdi.
Enaknya bagaimana?
Berpamit dong! Masak punya teman pergi begitu saja.
Aku berpaling kepadanya. Lupa, atau seakan melupakan bahwa kami
berempat, bukan berdua saja.
Oh, kau mau pulang, Mahdi? Hartadi bertanya.
He, ehm. Kau tahu, skripsiku mengenai Pangeran Hasanudin lebih mudah
mencari datanya di sana.
Eh, enak ya, di rumah sendiri. Tapi jangan lama-lama, Hudayah kuambil
nanti.
Daun telingaku tegak tiba-tiba. Tapi mulut diam saja. Hudayah! Siapakah
Hudayah itu? Tentu nama gadis Mahdi. Hatiku seperti didera-dera kepedihan. Astiti
yang sentimentil! Hatinya tidak pernah tidak labil. Tergoyang-goyang, tergoncang-
goncang, gelisah (Sumarto, 1974:37).
Pada data (2) di atas, dalam pembicaraan itu Hartadi tanpa sengaja mengucapkan
nama Hudayah, kekasih Mahdi. Aku (Astiti) yang saat itu sedang jatuh cinta pada
Mahdi tampak kecewa dan hancur hatinya, menduga bahwa Mahdi sudah mempunyai
kekasih.
Selain dengan Mahdi dan Hartadi, Aku (Astiti) juga terkait dengan tokoh-tokoh
lain, diantaranya Herman. Dengan Herman, Astiti juga terlibat asmara seperti pada
kutipan di bawah ini.
Data (3) Tapi pertemuan kami selanjutnya memberi warna lain. Kami berbicara lebih
banyak. Aku kemukakan kepadanya, bahwa ciuman bukanlah hadiah yang
diharapkan. Aku mengharapkan cinta. Karena di dalam cinta ada ciuman. Tapi di
dalam ciuman belum tentu ada cinta (Sumarto, 1974:87).
Pada data (3) di atas, terlihat Astiti telah mendapat hadiah ciuman dari Harman,
namun Astiti tidak mengharapkan itu. Yang diharapkannya adalah cinta dari Harman,
yang selama ini masih diragukan oleh Astiti. Keraguan Astiti terhadap cinta Harman
akhirnya terjawab setelah Astiti tanpa sengaja berjumpa dengan Harman, yang pada saat
itu sedang bersama Martini, kekasih Harman yang selalu diakui Harman sebagai adik
sepupunya bila dihadapan Astiti. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
Data (4) Kami berselisih jalan kemudian. Hampir sampai di studio sekali lagi langkahku
terpapas oleh Harman dan Martini yang keluar dari sebuah kafetaria. Mereka
melangkah menuju mobil putih yang di parkir di tepi jalan. Dodge Dart putih punya
Herman. Aku terkejut. Jantungku seperti berhenti berdenyut. Harman lebih terkejut
lagi. Wajahnya berubah sesaat setelah dia melihatku. Tapi cepat dia dapat
menguasai diri.
Astiti, dari mana? kudengar suaranya yang ramah menyapa. Kapan
datang?
Empat hari yang lalu. Aku tersenyum kepadanya. Aku tersenyum kepada
Martini. Hatiku pecah-pecah. Raut muka Harman yang seakan pengakuan rasa
salah, makin membuatku yakin, bahwa dia bukan orang yang setia (Sumarto,
1974:106).
Dari data (4) di atas, selain dengan Harman, Astiti juga terlibat pertemuan dengan
seorang yang bernama Martini, kekasih Harman yang selalu disembunyikan dan
diakuinya sebagai saudara sepupunya bila dihadapan Astiti. Astiti tampak hancur
hatinya dan bertambah yakin bahwa Harman bukan seorang laki-laki yang setia.
Astiti juga tidak lepas dengan tokoh-tokoh lain yang mendukung cerita. Dengan
David Lansell, Astiti juga terlibat percintaan dengan seorang David Lansell yang
berkewarganegaraan Australia, seperti pada kutipan di bawah ini.
Data (5) Berapa umurmu Astiti?
Dua puluh lima
Tidak pernah berpacaran?
Nobody loves me.
Would you believe it!
Benar Dave! Mengapa kau mesti tak percaya?
Bagaimana kalau seseorang mencintaimu?
Siapa?
David Lansell (Sumarto, 1974:79).
Pada data (5) di atas, tampak David Lansell mengutarakan cintanya kepada Astiti.
Astitipun menerima cinta David Lansell, seperti pada kutipan di bawah ini.
Data (6) ....Ibuku tidak suka bermantukan orang yang bermata biru
Tapi anak gadisnya bahkan jatuh cinta kepada orang yang bermata biru.
Siapa?
Astiti Rahayu
Jatuh cinta kepada siapa, dia?
Itu.
Kenapa itu? (Sumarto, 1974:113).
Selain dengan David Lansell, Astiti juga terkait dengan tokoh bapak dan ibunya,
seperti pada kutipan berikut.
Data (7)As! Kata bapak lembut, akhirnya. Bapak kawatir, kalau-kalau apa yang
sejak semula bapak duga akan terjadi. Kenapa tidak pulang sendiri saja?
Air mataku mendesak keluar dengan kuatnya. Tapi dengan kuatnya pula aku
bertahan supaya tidak menangis.
As, kenapa diam saja? Katakanlah sesuatu. Apa saja yang ingin kau katakan.
Bapak ingin mendengarnya.
Apa yang harus kukatakan, bapak? Aku dan David hanya berteman.
Ibu mengerti, As! Sela ibu. Tapi persahabatan antara seorang wanita dan
seorang pria itu mudah sekali berubah warna, As! (Sumarto, 1974:104).
Dari kutipan tersebut, tampak bapak dan ibu Astiti tidak menyetujui hubungan
antara Astiti dan David Lansell, sehingga Astiti akhirnya memilih untuk berpisah
dengan David.
Setelah terlibat cinta dengan beberapa pria yang selalu gagal, Astiti juga menjalin
cinta dengan Darmawan. Seperti pada kutipan berikut.
Data (8) .... Mawan datang lagi pada hari yang keempat belas sesudah bertemu di dalam
kafetaria Bulaksumur itu. Hari keempat belas aku merindukannya. Tanpa banyak
cerita ia menyatakan cinta. Dia telah mendapat pekerjaan di Proyek Kali Samba di
Klaten.
Mawan. Astiti ragu-ragu akan mencintai orang yang masih mencintai bekas
kekasihnya. Meskipun betapa butuhnya dia akan cinta (Sumarto, 1974:133).
Dari data (8) tersebut, Astiti terlihat masih ragu-ragu akan cinta Mawan
terhadapnya, sebab Mawan masih mencintai kekasihnya yang dulu yang masih saudara
Astiti juga.
Dari semua kutipan di atas, telah jelas bahwa tokoh Astiti sering muncul pada
setiap masalah. Dari tokoh-tokoh yang lainpun Astiti selalu terlibat. Oleh sebab itu
Astiti merupakan tokoh utama perempuan yang protagonis.
b. Mahdi
Mahdi adalah seorang mahasiswa jurusan sejarah, teman kuliah Astiti, seperti pada
kutipan berikut.
Data (9) Terima kasih Astiti! Tapi kenapa dia memilih buku ini untukku?
Aku mengangkat bahu sambil bergerak hendak pergi.
Mungkin dia pikir, seorang mahasiswa jurusan sejarah tentu senang membaca
dan mengetahui banyak tentang diri presiden yang dicintainya itu (Sumarto,
1974:6).
Memang bukan, kata Mahdi. Anak Ujung Pandang itu. Hidup adalah indah.
Percaya, Astiti? (Sumarto, 1974:9).
Pada data (9) tersebut, tampak Astiti memberikan sebuah buku kepada seseorang
yang bernama Mahdi, ia adalah seorang mahasiswa jurusan sejarah asli Ujung Pandang.
c. Harman
Harman adalah seorang manager Indonesia Tour, ia masih muda dan kariernya
maju walaupun tak tamat kuliahnya.
Data (10) Asti, aku dengar, kau punya boy friend sekarang.
Siapa? Tanyaku.
Harman, manager Indonesia Tour. Benar bukan?
Insya Allah, Dave! (Sumarto, 1974:88)
Harman orangnya ramah. Tapi dalam keramahannya terasa selalu ada garis
yang menjadi batas antara dirinya dengan orang sekelilingnya. Kariernya pesat
maju (Sumarto, 1974:49).
Berdasarkan data (10) yang terdapat dua kutipan di atas, tampak bahwa Harman
adalah seorang manager Indonesia Tour. Yang maju pesat kariernya.
d. David Lansell
David Lansell adalah seorang pemuda Australia yang bekerja sebagai tenaga
kontrak oleh pemerintah Indonesia. Seperti pada kutipan berikut.
Data (11) Malam bulan Februari yang basah itu seakan-akan menentukan segalanya.
Jadi akhir dari segalanya. Segala hal tentang aku dan David, laki-laki berasal dari
Australia itu. Laki-laki berasal dari benua kecil di sebelah selatan bumi Indonesia
(Sumarto, 1974:127)
Dia bercerita, bahwa setelah liburan Natalnya dua bulan dia segera kembali.
Kontraknya dengan pemerintah Indonesia sudah selesai.
Aku terdiam. Itu berita baru bagiku. David belum mengatakannya padaku
(Sumarto, 1974:126).
Pada data (11) tersebut, dijelaskan bahwa David Lansell adalah seorang warga
negara Australia yang bekerja sebagai tenaga kontrak oleh pemerintah Indonesia dan
setelah selesai masa kontraknya ia akan kembali ke negara asalnya Australia setelah dua
bulan dari liburan Natalnya yaitu bulan februari.
e. Darmawan
Darmawan adalah calon insinyur, yang telah mengalami kegagalan cintanya dengan
Ucik, kemudian jatuh cinta dengan Astiti. Seperti pada kutipan di bawah ini.
Data (12) Duh, duh, jadi insinyur ya, sebentar lagi!
Insinyur compang-camping.
Mana? Aku kok tidak melihat Mawan compang-camping.
Hati saya, dik Astiti! Hati saya di dalam. Ucik menghancurkan segala
rencana hidup saya (Sumarto, 1974:131).
Dan Mawan datang lagi pada hari keempat belas sesudah bertemu di kafetaria
Bulaksumur itu. Hari keempat belas aku merindukannya. Tanpa banyak cerita ia
menyatakan cinta. Dia telah mendapat pekerjaan di Proyek Kali Samba di Klaten
(Sumarto, 1974:133).
Berdasarkan data (12) terdapat ada dua kutipan di atas, dijelaskan bahwa
Darmawan adalah calon insinyur yang telah mengalami patah hati oleh mantan
kekasihnya yaitu Ucik, kemudian Mawan jatuh cinta pada seorang Astiti.
f. Nuryati
Nuryati adalah seorang mahasiswa arsitektur asal Surabaya teman sekamar Astiti,
dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Data (13) Nuryati masuk dengan bersenandung, tas tersandang pada bahu. Gadis
mahasiswa arsitektur itu berasal dari kota Pahlawan (Sumarto, 1974:41).
Nunuk merengut. Aku tertawa. Aku hanya mengganggunya saja. Dia anak
yang baik. Beruntung aku punya teman sekamar seperti dia, penuh pengertian,
ngemong dan sayang. Tipe seorang gadis keibuan (Sumarto, 1974:48).
Dari data (13) tersebut, dijelaskan bahwa Nuryati atau sering dipanggil oleh Astiti
dengan sebutan Nunuk adalah seorang mahasiswa jurusan arsitektur yang berasal dari
Surabaya, ia sekamar dengan Astiti, Nuryati orang yang baik, penuh pengertian, dan
sayang pada Astiti.
Berdasarkan data (14) di atas, tampak terjadi percakapan antara bapak dan ibu
dengan Astiti. Bapak dan ibu mengkhawatirkan Astiti, jadi jelas bahwa bapak dan ibu
dalam novel ini adalah orang tua Astiti, karena bapak dan ibu mengkhawatirkan seorang
anaknya yaitu Astiti, hal yang dilakukan layaknya orang tua pada umumnya.
2. Penokohan
Penokohan pada novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto menggunakan cara langsung
atau analitik, dan cara tidak langsung atau dramatik. Dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Data (15) Aku tertawa melihatnya. Mahdi memang hitam kulitnya. Agak terlalu hitam
barangkali. Tapi banyak gadis di fakultas mengatakan, Mahdi tampan. Entah karena dia
memelihara cambang yang menghitam pada pipinya itulah dia jadi nampak tampan, aku
tak tahu benar. Atau barangkali dia tampan, karena tubuhnya seperti tubuh atlet. Aku
perhatikan caranya berjalan (Sumarto, 1974:9).
Pada data (15) di atas, pengarang secara jelas menuliskan |Mahdi memang hitam kulitnya,
Entah karena dia memelihara cambang yang menghitam pada pipinya|. Berdasarkan data
tersebut pengarang secara jelas menggambarkan keadaan fisik seorang Mahdi. Pengarang
tampak menggunakan cara analitik. Pengarang secara langsung menggambarkan seorang
Mahdi. Mahdi yang berkulit hitam, bercambang, dan tubuhnya seperti atlet, hingga banyak
gadis yang mengatakan bahwa mahdi itu tampan.
Data (16) Orangnya cakep, lho mbak Asti, David Lansell! Nomo di sudut ikut berbicara.
he-eh, rambutnya gondrong.
Jangan-jangan gadis Padikan terpikat olehnya nanti.
Mbak Atik Hastuti bersuara (Sumarto, 1974:12).
Berdasarkan data (16) di atas, terjadi percakapan antara Astiti dengan beberapa karyawan
Indonesia Tour. |Orangnya cakep, lho mbak Asti| kata Nomo, mbak Atik Hastuti pun
menambahi perkataan Nomo tersebut |he-eh, rambutnya gondrong|. Mereka sedang berbincang
tentang tamunya yaitu David Lansell. Berdasarkan percakapan-percakapan tersebut pengarang
secara tidak langsung menceritakan bagaimana seorang David Lansell. Cara penokohan yang
digunakan pengarang untuk kutipan diatas adalah cara dramatik. Pengarang menceritakan sosok
David Lansell melalui percakapan tokohnya yaitu Astiti dengan Nomo dan Mbak Atik Hastuti,
mereka berdua adalah karyawan biro jasa Indonesia Tour, dimana menurut Nomo, seorang
David Lansell adalah orang yang cakep dan menurut Mbak Atik Hastuti David Lansell
berambut gondrong.
Berdasarkan dua kutipan di atas, dalam novel ini pengarang menggunakan dua cara
penokohan yaitu analitik dan dramatik, atau secara langsung dan tidak langsung.
3. Latar
Latar yang terdapat dalam novel Astiti Rahayu adalah daerah sekitar Yogyakarta yang
sangat kental dengan budaya jawanya. Seperti pada kutipan berikut.
Data (17) Dia ngledek, tapi aku menjawab, Terima kasih.
Engkau lain dari gadis Indonesia yang lain, gadis Jawa khususnya.
Apanya yang lain? Aku tidak merasa lain dari yang lain.
Kalau seorang gadis Jawa, atau barangkali gadis timur pada umumnya, mendapat
pujian, mereka akan kemalu-maluan, dan menolak dengan ucapan tidak. Suatu
manifestasi dari rasa rendah hati bangsa timur.
Aku tersenyum.
Tapi engkau bahkan berkata: Terima kasih! Lain sekali.
Aku tertawa (Sumarto, 1974:31).
Pada data (17), tampak bahwa Astiti adalah seorang gadis Jawa, namun menurut David
Lansell, Astiti tidak seperti gadis Jawa pada umumnya, yang apabila mendapat pujian akan
kemalu-maluan dan menolak dengan ucapan tidak, berbeda dengan Astiti yang menerima
pujian tersebut dengan mengucapkan terima kasih.
Data (18) Kubuka jendela kamar. Rintik hujan sudah reda semalam. Mendung bergelantung
senyap. Matahari tidak tampak. Aku lari menuruni tangga menuju kamar makan. Makan
pagi, kemudian berangkat kuliah di Bulaksumur (Sumarto, 1974:62).
Esok paginya aku dan David duduk-duduk lagi dalam sebuah kafetaria di Malioboro.
David memesan bir. Aku memesan teh tanpa gula, teh pahit (Sumarto, 1974:62).
YOGYAKARTA - PADIKAN berjarak 177 Km. Jarak yang bisa ditempuh selama
empat setengah jam perjalanan mobil. (Sumarto, 1974:78).
.... pada hari minggu di Padikan, di kota kelahiranku, aku selalu bangun pagi-pagi juga.
Dengan adik-adikku aku bersepeda ke pantai, melihat matahari terbit dari permukaan air
laut (Sumarto, 1974:78).
Berdasarkan data (18) terdapat nama-nama tempat seperti Bulaksumur, Malioboro, dan
Padikan. Bulaksumur adalah nama sebuah daerah yang ada di kota Yogyakarta. Malioboro
adalah nama sebuah jalan di kota Yogyakarta. Sedangkan Padikan adalah nama sebuah daerah
di Jawa Tengah yang berjarak 177 Km dari kota Yogyakarta yang merupakan daerah asal
Astiti. Jadi jelas bahwa latar budaya yang melatari novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto
adalah latar budaya Jawa. Latar tempatnya adalah daerah sekitar Yogyakarta.
1. Kejujuran
Kejujuran yaitu bersikap terbuka dan bersikap fair (Suseno, 1987:142), juga dapat
diartikan mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai dengan kenyataan
dan kebenaran. Jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak
mengakui suatu hal sesuai dengan yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau
dinilai tidak jujur. Jujur merupakan lawan dari dusta atau bohong, seorang muslim dituntut
untuk selalu berada dalam keadaan benar lahir batin; benar hati, benar perkataan, dan benar
perbuatan. Antara hati dan perkataan harus sama, tidak boleh berbeda, apa lagi antara perkataan
dan perbuatan atau sikap (Ilyas, 1999:81).
Kejujuran Astitti tampak pada saat ia bercakap-cakap dengan David Lansell ketika
keduanya sedang singgah ke warung makan di jalan Adisucipto.
Data (19) Wonderfulll, komentarnya mengenai masakan ayam di jalan Adisucipto itu.
Engkau sendiri suka, Astiti?
Aku mengangguk.
Apa kerjamu sepulang dari tour ini.?
Nothing. Tidur.
Tiap hari bekerja begini?
Aku masih berkuliah.
Oh, ya? Di mana?
Fakultas Sastra.
Bagus sekali. Jurusan apa?
Sastra Inggris
Oh, itulah sebabnya kau berbahasa Inggris lebih baik dari pada aku (Sumarto,
1974:30).
Pada data (19), terjadi percakapan antara David Lansell dengan Astiti. Ketika David
Lansell menanyakan masalah kuliah Astiti, ia menjawab sesuai dengan kenyataan, yaitu kuliah
di Fakultas Sastra jurusan Sastra Inggris. Hal tersebut dapat dilihat pada data (19) baris
kesembilan yaitu Astiti menjawab |Fakultas Sastra|, dan baris kesebelas Astiti menjawab
|Sastra Inggris|. Astiti selalu memberikan jawaban sesuai dengan kenyataan pada dirinya.
Ketika David Lansell menanyakan kerjaan Astiti sepulang dari tour, Astiti juga menjawab
sesuai dengan apa yang biasa ia lakukan sepulang kuliah maupun sepulang dari kerjaannya
sebagai pramuwisata yaitu tidur. Tampak pada data data (19) baris kelima Astiti menjawab
|Nothing. Tidur|.
Menurut pengertian kejujuran pada halaman 39, kejujuran dapat diartikan mengakui,
berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran. Astiti
Rahayu adalah seorang mahasiswa Fakultas Sastra jurusan Sastra Inggris di salah satu
universitas yang berada di kota Yogyakarta dan bekerja sampingan sebagai pramuwisata. Pada
data (19) Astiti yang memberikan jawaban sesuai dengan kenyataan bahwa ia berkuliah di
Fakultas Sastra dan mengambil jurusan Sastra Inggris sesuai dengan aspek moral kejujuran,
karena Astiti memberikan informasi sesuai dengan kenyataan.
Perjalanan cinta Astiti Rahayu tidak selalu berjalan lancar, seperti halnya pada kutipan
berikut.
Data (20) Aku pergi ke fakultas setelah beberapa hari absen. Bertemu dengan Mahdi sebagai
biasanya bila aku ke fakultas. Adalah luar biasa bila aku ke fakultas dan tidak mencari
kesempatan bertemu dengannya. Kecuali tentu saja, kalau anak Ujung Pandang itu tidak
datang ke fakultas, aku tak kan menemukannya. Dan waktu itu berhari-hari dia tidak
nampak. Aneh, terasa benar kekosongan hati. Kepada siapa aku akan bertanya? Sakitkah
dia?. Hartadi! Tiba-tiba aku ingat pada Hartadi, temannya sejurusan (Sumarto, 1974:33).
Pada data (20) di atas, dijelaskan bahwa Astiti pergi ke fakultas dan berusaha untuk selalu
mencari kesempatan agar bertemu dengan seseorang yang dicintainya yaitu Mahdi, tampak
pada kalimat ketiga |adalah luar biasa bila aku ke fakultas dan tidak mencari kesempatan
bertemu dengannya|. Namun pada waktu itu Mahdi tidak terlihat di fakultas, Astiti merasa
hatinya benar-benar kosong jika tidak bertemu dengan seseorang yang dicintainya itu.
Kekosongan hati Astiti ketika tidak bertemu dengan Mahdi terlihat pada kalimat keenam |Aneh,
terasa benar kekosongan hati|. Hingga akhirnya ia berusaha untuk menanyakan kabar Mahdi
kepada Hartadi, teman yang sejurusan dengan Mahdi.
Kejujuran dapat diartikan antara hati dan perkataan harus sama, tidak boleh berbeda, apa
lagi antara perkataan dan perbuatan atau sikap. Mahdi adalah seseorang yang dicintai oleh
Astiti, pada data (20) sikap yang tampak dari Astiti ketika ia tidak bertemu dengan Mahdi yaitu
Astiti merasa hatinya benar-benar kosong, hal tersebut terlihat pada kalimat keenam |Aneh,
terasa benar kekosongan hati|. Astiti seperti merasa gelisah jika tidak bertemu dengan
seseorang yang dicintainya, hingga akhirnya ia menanyakan kabar kekasihnya yang bernama
Mahdi kepada teman yang sejurusan dengan kekasihnya itu, yaitu Hartadi. Berdasarkan hal
tersebut Astiti yang merasa hatinya kosong jika tidak bertemu Mahdi yang akhirnya ia berusaha
menanyakan kabar Mahdi kepada teman yang sejurusan dengan Mahdi sesuai dengan aspek
kejujuran, karena sikapnya yang tampak gelisah sama dengan apa yang dirasakan dalam hati
Astiti.
Percintaan Astiti dengan Darmawan, atau Mawan kalau Astiti menyebut namanya juga
Astiti berkata jujur.
Data (21) Aku masih saja selalu ingat kepada Ucik, katanya seperti melamun, seperti kepada
dirinya sendiri.
Mawan, Astiti ragu-ragu mencintai orang yang masih mencintai bekas kekasihnya.
Meskipun betapa butuhnya akan cinta. Astiti masih tetap di Yogyakarta. Meskipun tempat
itu baginya hanya kehampaan saja (Sumarto, 1974:133).
Pada data (21) Astiti tampak ragu-ragu memberikan cinta kepada orang yang masih
mencintai bekas kekasihnya, tampak pada kalimat kedua |Mawan. Astiti ragu-ragu mencintai
orang yang masih mencintai bekas kekasihnya|. Tetapi di sisi lain Astiti juga sangat
membutuhkan seseorang yang benar-benar mencintainya, yang tidak ia dapatkan dari Mahdi,
Harman, dan David Lansell. Astiti menganggap Yogyakarta adalah kota yang hampa, karena ia
tidak pernah mendapatkan seseorang yang benar-benar mencintainya. Darmawan adalah laki-
laki yang pernah disakiti oleh mantan kekasihnya yaitu Ucik, karena mantan kekasihnya
tersebut menikah dengan laki-laki lain. Setelah Darmawan ditinggal Ucik, kini ia mencintai
Astiti.
Kejujuran dapat diartikan antara hati dan perkataan harus sama, tidak boleh berbeda, apa
lagi antara perkataan dan perbuatan atau sikap. Berdasarkan penjelasan di atas, sebenarnya
Astiti lebih mengharapkan cinta dari pada harus mengingat masa lalu, tetapi ia justru
mengatakan |ragu-ragu| kepada Darmawan, karena Darmawan masih selalu bercerita tentang
mantan kekasihnya. Keadaan hati Astiti yang belum bisa mencintai Darmawan sesuai dengan
perkataan Astiti yang mengatakan |ragu-ragu mencintai orang yang masih mencintai bekas
kekasihnya|. Dari pernyataan tersebut, disimpulkan bahwa Astiti sesuai dengan aspek moral
kejujuran.
2. Nilai-nlai Otentik
Nilai-nilai otentik yaitu menjadi diri sendiri dan menunjukkan diri sesuai dengan
keasliannya (Suseno, 1987:143). Dalam hal ini dapat dikatakan menjadi diri sendiri tetapi
masih bersikap wajar, tidak terbawa oleh keadaan atau situasi yang kurang baik.
Sebagai seorang gadis yang sedang mencari cinta umumnya berpenampilan lebih feminim,
tidak seperti Astiti yang biasa mengenakan pakaian seadanya layaknya seorang laki-laki,
seperti pada kutipan berikut.
Data (22) Tapi fikiranku selalu bebas, hatiku yang jarang mau tahu akan kesusahan dan
kesulitanku membuat ibu pun tak mau memikirkan benar-benar soal itu. Atau barangkali
bapak yang sedih, karena anak gadisnya yang sulung terlalu senang mengenakan celana
seperti laki-laki, berambut pendek, dan lari ke sana ke mari tanpa menyadari bahwa dirinya
seorang gadis (Sumarto, 1974:75).
Data (22) di atas menggambarkan Astiti yang suka memakai celana seperti layaknya
seorang laki-laki, berambut pendek, dan lari ke sana ke mari. Sedangkan ia adalah seorang
perempuan. Hal tersebut dapat dilihat pada data (22) kalimat kedua |karena anak gadisnya yang
sulung terlalu senang mengenakan celana seperti laki-laki, berambut pendek, dan lari ke sana
ke mari tanpa menyadari bahwa dirinya seorang gadis|. Karena pada dasarnya Astiti adalah
gadis desa yang biasa berpenampilan seadanya, tidak seperti gadis kota pada umumnya yang
berpenampilan lebih modis. Nilai otentik dapat dikatakan menjadi diri sendiri tetapi masih
bersikap wajar, tidak terbawa oleh keadaan atau situasi yang kurang baik.
Berdasarkan gambaran di atas, Astiti terlihat seperti seorang laki-laki berambut pendek dan
suka berlarian ke sana ke mari tanpa menyadari bahwa dirinya adalah seorang perempuan.
Astiti ingin merasakan bebas menjadi dirinya sendiri, tidak seperti seorang perempuan pada
umumnya yang sedang mencari cinta dengan berpenampilan lebih modis agar tampak lebih
feminim. Astiti dikatakan sesuai dengan aspek moral nilai otentik karena ia ingin bebas
menjadi dirinya sendiri yaitu sebagai gadis desa yang berpenampilan apa adanya.
Pada bagian lain, juga dijumpai sikap Astiti yang menjadi dirinya sendiri. Ketika Astiti
akan pergi melanjutkan pendidikannya di Yogyakarta, ibunya berpesan agar Astiti prihatin.
Namun Astiti mengabaikan pesan dari ibunya itu, seperti pada kutipan berikut ini.
Data (23) Enam tahun yang lalu, waktu aku akan pergi melanjutkan sekolah ke Yogyakarta
dan meninggalkan rumah ibu, meninggalkan kota yang kusayangi, ibu berpesan agar aku
berprihatin dulu. Aku tahu maksud ibu. Harus berani berprihatin, artinya harus berani
hidup sederhana, berani menderita, berani makan seadanya, berani berpakaian tidak bagus
dan sebagainya. Tapi ternyata aku tidak berani, aku merasa kesepian di sini, jauh dari ibu,
jauh dari rumah, jauh dari orang-orang yang kucintai dan mencintaiku. Aku ingin hidup
penuh warna dan menggairahkan dan bukan hanya bergaul dengan buku-buku melulu tiap
hari (Sumarto, 1974:14).
Tampak pada data (23) di atas, ibu Astiti berpesan agar Astiti berani hidup sederhana.
Setelah di Yogyakarta, Astiti tidak berani hidup sederhana, tidak berani menderita, tidak berani
makan seadanya. Astiti ingin hidupnya penuh warna, sesuai dengan gemerlapnya kehidupan di
kota Yogya. Astiti lupa dari kehidupannya di desa yang selalu sederhana. Hal tersebut dapat
dilihat pada kalimat terakhir |aku ingin hidup penuh warna dan menggairahkan dan bukan
hanya bergaul dengan buku-buku melulu tiap hari|. Dari sikap Astiti tersebut, jelas Astiti ingin
menjadi dirinya sendiri, yaitu seorang gadis desa yang ingin menikmati kehidupan kota, karena
merasa jenuh jika harus bergaul dengan buku terus-menerus. Maka dari itu Astiti bekerja
sampingan sebagai pramuwisata untuk menghilangkan kejenuhannya, karena ia dapat
berkeliling ke tempat-tempat wisata yang berada di sekitar kota Yogyakarta.
Nilai otentik dapat dikatakan menjadi diri sendiri tetapi masih bersikap wajar, tidak
terbawa oleh keadaan atau situasi yang kurang baik. Berdasarkan kutipan di atas, walaupun
Astiti tidak mampu mengendalikan diri sebagai seorang gadis desa yang terbiasa hidup dalam
keprihatinan dan kesederhanaan, tetapi ia masih bersifat wajar, karena cara untuk
menghilangkan kejenuhannya masih bersifat positif dan menghasilkan uang. Ia dapat
berkeliling ke berbagai tempat wisata yang ada di kota Yogyakarta karena ia bekerja sampingan
menjadi seorang pramuwisata.
Berdasarkan pernyataan di atas, disimpulkan bahwa sikap Astiti tersebut sesuai dengan
sikap kepribadian moral nilai-nilai otentik, karena Astiti ingin menjadi dirinya sendiri yang
wajar, layaknya orang-orang pada umumnya yang tidak ingin terus-menerus mengalami
kejenuhan, sehingga ia ingin menikmati suasana kota Yogyakarta dengan cara bekerja
sampingan menjadi pramuwisata.
Pada data (24), tampak Astiti mendaftarkan kerja sambilan sebagai pramuwisata. Ia
mengada-adakan waktu untuk bekerja dan mencuri waktu kuliahnya untuk bekerja. Menurut
Astiti lebih menyenangkan bepergian ke Borobudur, Sala, dan dataran tinggi Dieng dari pada
pergi kuliah, hingga akhirnya ia gagal yodisium. Kegagalan yodisium Astiti terlihat pada data
(24) kalimat ketujuh |aku gagal yodisium|. Walaupun demikian, sebagai seorang mahasiswa,
Astiti tetap mempertanggungjawabkan akibat dari tindakannya tersebut, yaitu rela menjalani
tingkat tiga kuliahnya selama dua tahun.
Kesediaan untuk bertanggung jawab yaitu terikat untuk menyelesaikan tugas dan tanggung
jawabnya sendiri. Astiti adalah seorang mahasiswa, tetapi ia lebih mengutamakan pekerjaannya
dari pada kuliahnya. Ia menggunakan waktu kuliahnya untuk bekerja, tampak pada kalimat
keempat |mencuri waktu kuliah untuk bekerja|. Tindakan Astiti tersebut mengakibatkan ia gagal
yodisium, dan ia harus menjalani tingkat tiga kuliahnya selama dua tahun. Dari penjelasan di
atas, Astiti yang rela menempuh tingkat tiga kuliahnya selama dua tahun dikatakan sesuai
dengan aspek moral kesediaan untuk bertanggung jawab, karena Astiti telah menyelesaikan
tugas dan tanggung jawab akibat dari tindakannya sendiri.
Pada bagian lain, Astiti tampak lalai dengan tanggung jawabnya sebagai seorang anak
harapan orang tuanya, sekaligus sebagai seorang mahasiswa, seperti pada kutipan berikut.
Data (25) Jadikanlah hidupmu sesuatu yang berarti. Bagimu, bagi bapak, baik adik-adikmu,
bagi teman-temanmu, bagi siapa saja. Ah, aku merasa malu melanjutkan perkataanku. Aku
merasa malu akan berbicara banyak, karena sadar, sekian lama hidup belum pernah berbuat
sesuatu apapun. Untuk siapa saja. Sekian lama bersekolah, masih juga belum jadi orang.
Aku masih barang yang belum jadi. Mengapa aku tak pernah selama ini berpikir sungguh-
sungguh mengenai hal ini? (Sumarto, 1974:45).
Pada data (25) tersebut Astiti tampak baru menyadari, bahwa selama ini Astiti lalai dengan
tanggung jawabnya sebagai anak yang harus membahagiakan kedua orang tua, adik-adiknya,
teman-temannya, serta siapa saja. Sudah begitu lama sekolah, tapi belum selesai juga dan
belum menjadi orang yang berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan orang tuanya. Ia
menyesal karena merasa tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan tanggung jawabnya,
penyesalan Astiti tersebut tertera pada data (25) kalimat terakhir |mengapa aku tak pernah
selama ini berpikir sungguh-sungguh mengenai hal ini|.
Dari data (25) tersebut, membuktikan bahwa Astiti lalai dengan tanggung jawabnya
sebagai seorang mahasiswa, karena Astiti tidak menjalani dengan sungguh-sungguh, dan
tanggung jawabnya sebagai seorang anak yang harus membahagiakan orang tuanya.
Berdasarkan sikap tersebut, disimpulkan bahwa Astiti kurang sesuai dengan sikap kepribadian
moral kesediaan untuk bertanggung jawab.
4. Keberanian Moral
Keberanian moral yaitu menunjukkan diri dalam tekad untuk tetap mempertahankan sikap
yang telah diyakini sebagai kewajiban pun pula apabila tidak disetujui atau secara aktif dilawan
oleh lingkungan, atau kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan
untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 1987:147).
Astiti sangat mencintai Harman, selalu merindukan, dan ingin selalu menemani Harman,
tapi sebagai perempuan, Astiti merasa hal itu tidak pantas dilakukannya. Astiti selalu
memegang teguh tekadnya itu. Seperti pada kutipan berikut.
Data (26) Aku berlaku galak, tapi hatiku melembut. Aku bersikap garang, tapi hatiku
ditumbuhi rasa sayang. Sejak itu aku selalu saja ditumbuhi keinginan untuk datang ke
kantor In Tour dan bercakap-cakap dengan Harman di depan pintu. Tapi aku pernah
memutuskan bahwa sebagai seorang gadis aku sanggup mengendalikan diri. Tidak ingin
berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya. Berlaku tidak patut adalah pantangan bagi
perempuan (Sumarto, 1974:69).
Pada data (26), dijelaskan bahwa Astiti sangat merindukan Harman, dan ingin selalu
datang ke kantor in tour agar dapat bertemu dengan Harman, hal tersebut terlihat pada data
(26) kalimat ketiga yaitu |sejak itu aku selalu saja ditumbuhi keinginan untuk datang ke kantor
In Tour dan bercakap-cakap dengan Harman di depan pintu|. Disisi lain pada kalimat kelima,
Astiti mempunyai prinsip |tidak ingin berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya|, dan ia
tampak teguh memegang prinsipnya itu. |Tidak ingin berbuat sesuatu yang tidak pada
tempatnya| disini dapat diartikan Astiti tidak ingin mengobati rasa kangennya kepada Harman
di kantor, karena dapat mengganggu pekerjaan Harman di kantornya, ia juga merasa tidak
pantas sebagai seorang perempuan untuk selalu mendatangi seorang laki-laki, apa lagi
mendatangi ke kantornya.
Keberanian moral di sini yaitu menunjukkan diri dalam tekad untuk mempertahankan sikap
yang telah diyakini sebagai kewajiban. Apabila suatu tindakan tidak disetujui atau secara aktif
dilawan oleh lingkungan maka ia harus bisa mengendalikan diri dan meninggalkannya. Dari
data (26) kalimat kelima, Astiti yang mempunyai prinsip |tidak ingin berbuat sesuatu yang
tidak pada tempatnya|, ia memutuskan untuk memegang teguh prinsipnya itu dan mampu untuk
mengendalikan diri perasaan kangennya kepada Harman dengan tidak mendatangi kantor
Harman. Berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa Astiti yang mampu mengendalikan diri
dan meninggalkan sikap yang kurang pantas itu sesuai dengan sikap keberanian moral.
Pada halaman lain juga terdapat keteguhan sikap Asstiti, seperti pada kutipan berikut.
Data (27) Setahun yang lalu, aku berpisah dengan David. Dia satu-satunya laki-laki yang
kupikir mencintaiku benar-benar. Kami sudah berpacaran dan bercinta. Agama kami tidak
memperkenankan kami bersatu dalam pernikahan. Kesedihan dan kedukaan membuat
bulan pertama, kedua, ketiga, keempat menjadi puncak-puncak penderitaan (Sumarto,
1974:128).
Kuceritakan kepadanya, bahwa persoalan agamalah yang menjadi penghalang. Dia
tahu hukum islam. Seorang wanita islam tidak boleh menikah dengan laki-laki yang bukan
islam (Sumarto, 1974:129).
Pada data (27), Astiti tampak larut dalam kesedihan yang mendalam hingga berbulan-bulan
ketika harus berpisah dengan David Lansell yang menurutnya adalah satu-satunya laki-laki
yang benar-benar mencintai Astiti, kesedihan yang diderita Astiti tersebut terlihat pada data
(27) kalimat kelima |kesedihan dan kedukaan membuat bulan pertama, kedua, ketiga, keempat
menjadi puncak-puncak penderitaan|. Perbedaan agamalah permasalahan yang paling utama,
yang membuat Astiti harus menyudahi hubungannya dengan David Lansell, tampak pada
kalimat keempat |agama kami tidak memperkenankan kami bersatu dalam pernikahan|,
sementara berakibat kesedihan yang mendalam diderita Astiti. Astiti beragama muslim
sedangkan David Lansell non muslim. Astiti tahu hukum islam bahwa seorang wanita
beragama islam tidak boleh menikah dengan laki-laki yang bukan islam. Yang berakhir dengan
mengorbankan perasaannya untuk tidak menuju ke jenjang pernikahan dan harus berpisah
dengan David Lansell.
Keberanian moral di sini yaitu menunjukkan diri dalam tekad untuk mempertahankan sikap
yang telah diyakini sebagai kewajiban. Apabila suatu tindakan tidak disetujui atau secara aktif
dilawan oleh lingkungan maka ia harus bisa mengendalikan diri dan meninggalkannya. Dari
data (27) jelas terlihat Astiti lebih berpegang teguh dengan agamanya dan tidak melanjutkan
hubungannya dengan David Lansell. Ia rela memutuskan cintanya. Meskipun hatinya sedih dan
menderita. Pendirian Astiti sangat teguh, Astiti memilih patuh dengan ajaran agamanya dari
pada harus menikah dengan seorang laki-laki yang berbeda agama, hal tersebut dapat terlihat
pada data (27) kalimat keenam |kuceritakan kepadanya, bahwa persoalan agamalah yang
menjadi penghalang|. Dan kalimat terakhir |seorang wanita islam tidak boleh menikah dengan
laki-laki yang bukan islam|. Berdasarkan pernyataan di atas Astiti yang patuh dengan ajaran
agamanya, Astiti dikatakan sesuai dengan sikap keberanian moral walaupun ia harus merasakan
penderitaan hingga berbulan-bulan.
Dari data (26) dan (27), jelaslah bahwa Astiti mempunyai pendirian yang teguh. Sikap
Astiti tersebut sesuai dengan aspek moral yaitu sikap keberanian moral.
5. Kerendahan Hati
Kerendahan hati yaitu kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya
(Suseno, 1987:148). Bisa diartikan tidak melebih-lebihkan kenyataan atau keadaan yang
dialaminya dan tidak sombong
Ketika David Lansell menanyakan Astiti, apakah Astiti pernah berpacaran? Astiti
menjawab tak seorangpun yang mencintainya, seperti pada kutipan di bawah ini.
Data (28) Berapa umurmu, Astiti?
Dua puluh lima.
Tidak pernah berpacaran?
No body loves me.
Would you believe it!
Benar Dave! Mengapa kau mesti tak percaya?
Bagaimana kalau seseorang mencintaimu?
Siapa?
David Lansell (Sumarto, 1974:79).
Tampak pada data (28), terjadi percakapan antara Astiti dengan David Lansell. David
Lansell menanyakankan seputar perjalanan cinta Astiti. Ketika David menanyakan apakah
Astiti pernah berpacaran, Astiti menjawab No body loves me (tak satupun orang yang
mencintaiku).
Kerendahan hati disini yaitu tidak melebih-lebihkan kenyataan atau keadaan yang
dialaminya dan tidak sombong. Dari data (28) di atas, Ketika David menanyakan apakah Astiti
pernah berpacaran, Astiti menjawab No body loves me (tak satupun orang yang mencintaiku),
walaupun sebenarnya Astiti pernah dicintai oleh Harman sebelumnya. Hal tersebut
menggambarkan bahwa Astiti terlihat tidak menyombongkan diri ketika menjawab |No body
loves me|, walaupun sebenarnya ia pernah dicintai oleh Harman. Berdasarkan pernyataan di
atas Astiti terlihat tidak sombong bahkan merendah, maka ia sesuai dengan sikap kerendahan
hati.
Pada halaman lain, juga dijumpai sikap Astiti yang rendah hati, seperti pada kutipan
berikut ini.
Data (29) Dia ngeledek, tapi aku menjawab, Terima kasih!
Engkau lain dari gadis Indonesia yang lain, gadis jawa khususnya.
Apanya yang lain? Aku tidak merasa lain dari yang lain.
Kalau seorang gadis Jawa, atau barangkali gadis timur pada umumnya, mendapat
pujian, mereka akan kemalu-maluan dan menolak dengan ucapan tidak. Suatu
manifestasi dari rasa rendah hati bangsa timur.
Aku tertawa
Tapi engkau bahkan berkata terima kasih! lain sekali.
Aku tertawa (Sumarto, 1974:31).
Pada data (29) tersebut, tampak David menyanjung Astiti, David mengatakan bahwa Astiti
lain dengan gadis Jawa yang lain. Namun dijawab oleh Astiti |aku tidak merasa lain dari yang
lain|. Walaupun menurut David, Astiti sebenarnya memang berbeda dengan gadis Jawa yang
lain, tidak seperti gadis Jawa pada umumnya yang apabila dipuji akan malu-malu dan menolak
dengan ucapan tidak, berbeda dengan Astiti yang menjawab pujian itu dengan ucapan terima
kasih.
Sikap Astiti yang tidak mau mengakui bahwa ia memang berbeda dengan gadis Jawa pada
umumnya dimata David Lansell tersebut adalah suatu bentuk ketidak sombongan pada diri
Astiti, maka disimpulkan Astiti sesuai dengan sikap kerendahan hati.
6. Kemandirian Moral
Kemandirian moral yaitu mempunyai pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengan hati
nurani sendiri, tidak ikut-ikutan dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungannya
sendiri (Suseno, 1987:146).
Astiti adalah pemeluk agama Islam. Sebelum menghadapi percintaannya yang selalu gagal,
Astiti sangat tekun beribadah, namun setelah mengalami masalah percintaannya itu Astiti
tampak malas beribadah dan merasa jauh dengan Tuhannya. Seperti pada kutipan berikut.
Data (30) Kami naik ke Kaliurang sore hari kami pulang. Capek dan terus tidur. Matahari
tenggelam. Ketika aku terbangun. Terdengar suara adzan dari mushola tak jauh dari
asrama. Aku tergeletak saja, tak bergerak beberapa saat. Sekian lama sudah aku tak
mengerjakan sembahyang. Saat sedih dengan Harman dulu itu membuat hatiku beku.
Kesedihan dan kebekuan tidak membuatku merasa dekat dan tidak membutuhkan
pertolongan Tuhan, tapi membuatku hampa dan jauh. Aku sadar, aku memang makin jauh
saja dari Tuhan. Tak lagi ada tali emas yang dulu manis dan mesra mempertautkan hati
kepada-Nya (Sumarto, 1974:111).
Pada data (30) tersebut dijelaskan bahwa Astiti memeluk agama Islam, dapat digambarkan
pada kalimat kelima |terdengar suara adzan dari mushola tak jauh dari asrama|, dan kalimat
ke tujuh |sekian lama sudah aku tak mengerjakan sembahyang|. Dari dua kalimat tersebut
dijelaskan bahwa Astiti mendengar suara adzan dari sebuah mushola yang letaknya tidak jauh
dari asramanya, tetapi Astiti tidak bergegas untuk melaksanakan sholat melainkan dia
memikirkan masalah percintaannya dengan Harman. Sebelum dihadapkan dengan masalah
percintaannya dengan Harman, Astiti tampak taat beribadah. Namun setelah dia dihadapkan
masalah percintaannya dengan Harman, Astiti justru menjauhi Tuhannya, seakan-akan dia tidak
membutuhkan pertolongan dari Tuhannya agar dapat menyudahi kesedihannya. Sementara
sebagai umat muslim dianjurkan wajib untuk beribadah lima waktu dalam sehari. Tetapi Astiti
merasa malas beribadah karena percintaannya yang selalu gagal. Astiti tampak tak punya
pendirian teguh sebagai umat beragama, pendiriannya masih labil.
Kemandirian moral yaitu mempunyai pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengan hati
nurani sendiri, tidak ikut-ikutan dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungannya
sendiri.
Dari data (30) tersebut tampak akibat permasalahan percintaannya yang selalu gagal
kemudian ia tidak melaksanakan ibadah hingga sekian lama dan merasa seperti tidak
membutuhkan pertolongan Tuhan, Astiti terbawa oleh suasana hatinya yang sedang kacau dan
merasa malas untuk beribadah. Berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa Astiti bertindak
sesuai dengan hati nurani sendiri, maka Astiti sesuai dengan sikap kepribadian moral yaitu
kemandirian moral.
Pada data (31) tersebut, Astiti merasa sadar untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan,
dijelaskan pada data (31) kalimat ketiga yaitu |aku tahu barangkali hidupku masih lama|, Astiti
merasa bahwa jalan hidupnya kedepan masih lama dan ingin segera menyudahi kesedihannya
agar kehidupan Astiti ke depan menjadi lebih baik. Astiti terlihat memperoleh kebahagiaan
ketika bersikap pasrah dan akan menjalani hari-harinya dengan tabah dan kuat. Realistik dan
kritis, yaitu tanggung jawab moral menuntut agar terus memperbaiki apa yang ada, supaya
lebih adil, lebih baik, lebih sesuai dengan martabat manusia.
Dari data (31) kalimat ketiga |aku tahu barangkali hidupku masih lama|, berdasarkan
kutipan tersebut Astiti merasa tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan dan akan menjalani
hari-hari kedepan dengan tabah agar kedepannya menjadi lebih baik dari sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa Astiti yang ingin memperbaiki diri untuk masa depan itu sesuai
dengan sikap realistik dan kritis.
Pada halaman lain, juga terdapat sikap Astiti untuk menyiapkan diri menuju masa depan
yang lebih baik, seperti pada kutipan di bawah ini.
Data (32) Berhari-hari, berminggu-minggu, kemudian aku lupa dengan seorang Darmawan.
Aku sibuk mengerjakan sesuatu. Sibuk menyiapkan diri. Aku mau pergi. Entah ke mana.
Mau mencari-cari kesempatan untuk meninggalkan Indonesia. Entah ke mana. Aku mau
hidup. Tidak di sini. Tanah ini terlalu gersang buat Astiti (Sumarto, 1974:132).
Data (32) tersebut, Astiti tampak tegar walaupun telah menghadapi masalah percintaannya
yang selalu gagal. Dari mulai percintaannya dengan Mahdi sampai Darmawan. Ia sudah tidak
mau terlalu memikirkan Darmawan dengan cara mempersibuk diri untuk mengerjakan sesuatu
pekerjaan yang ia pikir hal itu dapat melupakan kisah pahit dalam percintaannya, terlihat pada
kalimat ketiga |sibuk menyiapkan diri|. Berdasarkan pernyataan di atas Astiti yang ingin
memperbaiki apa yang ada, supaya lebih adil, lebih baik dengan cara mempersibuk diri agar
kisah pahit dalam percintaannya dapat terlupakan, maka Astiti dapat dikatakan sesuai dengan
sikap realistik dan kritis.
Dari beberapa kutipan di atas, tampak Astiti mulai menyiapkan diri untuk menuju masa
depan yang lebih baik dan lebih cerah. Sikap Astiti tersebut sesuai dengan sikap kepribadian
moral, yaitu sikap realistik dan kritis.
Berdasarkan semua kutipan tentang ketujuh aspek moral, dapat disimpulkan bahwa ketujuh
aspek moral yang dimiliki oleh Astiti, yang paling mendominasi adalah sikap realistik dan
kritis.
1. Tokoh
Pada hikayat Si Miskin sama halnya dengan novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto
yang memiliki berbagai tokoh di dalamnya, diantaranya sebagai berikut:
a. Si Miskin
Si Miskin adalah seorang raja keindraan yang dibuang karena sumpah Batara
Indera, seperti pada kutipan di bawah ini.
Data (33) Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisuri
dibuang dari keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Dia bernama si Miskin. Si
Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari
rezeki berkeliling di negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan Maharaja
Indera Dewa.
Berdasarkan data (33) di atas, dijelaskan bahwa terdapat seorang raja yang terbuang
karena melanggar sumpah Batara Indera. Hingga sampai ke sebuah negeri Antah
Berantah. Kehidupan raja itu menjadi sengsara di negeri Antah Berantah tersebut,
pakaiannya pun berantakan tak terurus seperti bekas dimamah anjing, yang kemudian
dijuluki si Miskin.
b. Istri
Tokoh istri yang dimaksud pada hikayat ini adalah seorang istri dari tokoh si
Miskin, seperti pada kutipan berikut.
Data (34) Pada saat istrinya mengandung tiga bulan, menginginkan makan mangga
yang ada di taman raja. Si Miskin menyatakan keberatan untuk menuruti keinginan
istrinya itu, tetapi si istri menjadi-jadi tangisnya.
Dari data (34) tersebut, dijelaskan bahwa tokoh istri sedang mengandung tiga
bulan, dan menyidam makan buah mengga yang berada di taman raja. Seperti orang-
orang hamil yang sedang menyidam pada umumnya, suamilah yang harus meladeni
keinginan-keinginan istrinya. Kemudian tokoh istri menyuruh suaminya yaitu si Miskin
agar mendapatkan buah itu, tetapi si Miskin menyatakan keberatan.
c. Marakarmah
Marakarmah adalah anak pertama dari pasangan si Miskin dengan istrinya.
Dijelaskan pada kutipan berikut.
Data (35) Setelah genap bulan kandungannya itu, lahirlah anak yang pertama laki-laki
bernama Marakarmah (=anak di dalam kesukaran) dan diasuh dengan penuh kasih
sayang.
Data (35) di atas masih ada hubungannya dengan data (34), pada data (34) tampak
tokoh istri sedang mengandung, yang kemudian lahirlah seorang anak laki-laki
pertamanya dan diberi nama Marakarmah. Anak itu diasuh dengan penuh kasih sayang
oleh kedua orang tuanya yaitu tokoh istri dan tokoh si Miskin karena Marakarmah lahir
dalam keadaan orang tuanya yang sudah tidak lagi menjadi raja, melainkan hidup dalam
kesengsaraan.
d. Nila Kesuma
Nila kesuma adalah anak kedua dari pasangan si Miskin dan Istrinya, dijelaskan
pada kutipan berikut.
Data (36) Dengan takdir Allah, berdirilah di sana sebuah kerajaan yang megah. Si
miskin lalu berganti nama menjadi Maharaja Indera Angkasa dan istrinya bernama
tuan putri Ratna Dewi, negerinya diberi nama Puspa Sari. Tak lama kemudian
lahirlah anak yang kedua seorang perempuan bernama Nila Kesuma.
Pada data (36), tampak pasangan si Miskin dan Istri kembali memperoleh tahta. Si
Miskin berganti nama menjadi Maharaja Indera Angkasa dan istrinya bernama tuan
putri Ratna Dewi. Yang kemudian disusul lahirnya anak yang kedua bernama Nila
Kesuma.
Berdasarkan data (37) di atas, tampak si Miskin dan istrinya mencari rezeki di
negeri Antah Berantah, dan negeri Antah berantah tersebut dipimin oleh Maharaja
Indera Dewa.
f. Raja Mangindera Sari
Raja Mangindera Sari adalah suami dari Nila Kesuma. Tampak pada kutipan
berikut.
Data (38) Nila Kesuma kemudian bertemu dengan Raja Mangindera Sari (putra
mahkota) dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi istri putra mahkota
itu dan berganti nama menjadi Mayang Mengurai.
Dari data (38) tersebut tampak sebuah pertemuan antara Nila Kesuma dengan Raja
Mangindera Sari, seorang putra mahkota dari Palinggam Cahaya, yang kemudian Nila
Kesuma disunting menjadi istri oleh Raja Mangindera Sari.
g. Cahaya Khairani
Cahaya Khairani adalah seseorang yang menolong Marakarmah lolos dari raksasa.
Tampak pada kutipan di bawah ini.
Data (39) Cahaya Khairani berjalan-jalan di tepi pantai dijumpai Marakarmah dalam
keadaan terikat tubuhnya. Kemudian ia lepaskan tali-talinya dan diajak pulang.
Marakarmah dan Cahaya Khairani berusaha lari dari tempat raksasa dengan
menumpang sebuah kapal.
Data (39) di atas menjelaskan bahwa Cahaya Khairani yang sedang jalan-jalan di
tepi pantai melihat Marakarmah yang tubuhnya terikat tali, kemudian Cahaya Khairani
melepaskan ikatan-ikatan tali tersebut dan mengajak Marakarmah untuk meninggalkan
tempat raksasa dengan menumpang sebuah kapal.
h. Nenek Kabayan
Nenek Kabayan adalah seseorang yang menolong Marakarmah keluar dari dalam
perut ikan nun. Tampak pada kutipan berikut.
Data (40) Ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek Kabayan. Oleh orang tersebut
dibelahlah perut ikan nun itu dengan daun padi (atas petunjuk rajawali) hingga
Marakarmah dapat keluar dengan tanpa cedera.
2. Penokohan
Penokohan pada hikayat Si Miskin menggunakan cara langsung atau analitik. Dapat dilihat
pada kutipan berikut ini.
Data (41) Maharaja Indera Angkasa dikenal adil dan pemurah sehingga memahsyurkan
kerajaan Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah
Berantah.
Pada data (41) di atas, pengarang secara jelas menuliskan sifat dari tokoh si Miskin yang
sudah berganti nama menjadi Maharaja Indera Angkasa yaitu |dikenal adil dan pemurah|.
Pengarang juga secara jelas menuliskan Maharaja Indera Dewa yang bersifat iri hati.
Berdasarkan data tersebut, pengarang secara jelas menggambarkan bagaimana sifat Maharaja
Indera Angkasa dan Maharaja Indera Dewa. Pengarang tampak menggunakan cara analitik.
Pengarang secara langsung menggambarkan sifat tokoh Maharaja Indera Angkasa, yaitu
bersifat |adil dan pemurah|. Serta digambarkan secara langsung pula sifat Maharaja Indera
Dewa, yaitu |iri hati|.
3. Latar
Latar yang terdapat dalam hikayat Si Miskin adalah di negeri Antah Berantah, seperti pada
kutipan berikut.
Data (42) Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari
rezeki berkeliling di negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa.
Pada data (42) di atas, tampak si Miskin beserta istrinya dengan pakaian yang
mengenaskan seperti bekas dimamah anjing berkeliling mencari rezeki di negeri Antah
Berantah di bawah pemeritahan Maharaja Indera Dewa.
Latar lain yang terdapat dalam hikayat Si Miskin yaitu pada sebuah negeri yang bernama
Puspa Sari.
Data (43) Dengan takdir Allah, berdirilah di sana sebuah kerajaan yang megah. Si miskin lalu
berganti nama menjadi Maharaja Indera Angkasa dan istrinya bernama tuan putri Ratna
Dewi, negerinya diberi nama Puspa Sari.
Pada data (43) terdapat sebuah negeri yang bernama Puspa sari, dimana Si Miskin sebagai
pemimpin di negeri itu dan berganti nama menjadi Maharaja Indera Angkasa, serta istrinya
berganti nama menjadi tuan putri Ratna Dewi.
Data (44) Adapun nasib Marakarmah di lautan, ia terus hanyut dan akhirnya terdampar di
pangkalan raksasa yang menawan.
Berdasarkan data (44), tampak sebuah tempat yaitu lautan, dimana Marakarmah hanyut
dan akhirnya terdampar di pangkalan raksasa yang menawan.
Data (45) Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja Malai
Kisna di Mercu Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi sultan.
Pada data (45) digambarkan Marakarmah pergi ke sebuah negeri yang bernama Mercu
Indera. Dengan maksud untuk menjadi sultan menggantikan mertuanya yang bernama
Maharaja Malai Kisna.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa latar yang
terdapat dalam hikayat Si Miskin yaitu pada daerah atau zaman kerajaan.
1. Tokoh Tokoh
a. Astiti Rahayu a. Si Miskin (Maharaja Indera
b. Mahdi Angkasa)
c. Harman b. Istri (Ratna Dewi)
d. David Lansell c. Marakarmah
e. Darmawan d. Nila Kesuma
f. Nuryati e. Maharaja Indera Dewa
g. Bapak dan Ibu f. Raja Mangindera Sari
g. Cahaya Khairani
h. Nenek Kabayan
2. Penokohan Penokohan
a. Astiti Rahayu: fisiknya a. Si Miskin (Maharaja Indera
gemuk, wajahnya tidak Angkasa): hidupnya menderita,
terlalu manis, kurang jujur, mudah percaya dengan orang lain,
dan tegar. adil, dan pemurah.
b. Mahdi: baik hati, bertubuh b. Marakarmah: penurut, kuat,
atletis, bercambang, dan pemberani.
hitam kulitnya.
c. Harman: tidak setia, c. Maharaja Indera Dewa: jahat dan iri
kariernya maju, dan kaya. hati.
d. David Lansell: kulit putih, d. Raja Mangindera Sari: baik hati.
mata biru, tampan, berambut
gondrong.
e. Darmawan: baik hati, orang e. Cahaya Khairani: baik hati dan suka
yang selalu mengingat masa menolong.
lalu.
f. Nuryati: pengertian, f. Nenek Kabayan: baik hati, suka
penyayang, cantik, baik hati, menolong.
dan suka memberi saran.
g. Bapak dan Ibu: baik hati, g. Istri (Ratna Dewi): tabah, sabar,
penyayang, bersikap dewasa, penyayang, egois.
taat pada ajaran agama. h. Nila Kesuma: penurut, sabar.
3. Latar Latar
Tempat : Di sekitar daerah Tempat : kerajaan, hutan, di lautan.
Yogyakarta.
Waktu : Pagi, siang, malam. Waktu : -
Suasana: sedih, senang, bingung. Suasana: menderita, bahagia, sedih.
4. Alur: maju Alur: maju
5. Tema Tema
Kegagalan cinta Kesuksesan dibalik penderitaan
Berdasarkan perbandingan unsur intrinsik antara novel Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto dengan hikayat Si Miskin tersebut, perbedaan yang sangat menonjol terlihat pada
penokohan dan latar. Pada novel Astiti Rahayu, pengarang terlihat begitu jelas bagaimana
menggambarkan karakter tokoh-tokohnya, sedangkan penokohan pada hikayat Si Miskin hanya
sekilas. Latar antara kedua karya sastra tersebut juga terlihat jauh berbeda, latar tempat pada
novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto yaitu di sekitar daerah Yogyakarta, atau tempat
dimana masyarakat umum dapat merasakannya, sedangkan latar pada hikayat Si Miskin terjadi
pada zaman kerajaan atau menceritakan tentang kehidupan raja-raja.
D. Alternatif Pembelajaran Aspek Moral Tokoh Utama Perempuan dalam Novel Astiti
Rahayu Karya Iskasiah Sumarto di SMA Kelas XI
Alternatif adalah pilihan di antara dua atau beberapa kemungkinan (Depdiknas, 2007:47).
Alternatif juga merupakan salah satu yang dipilih diantara berbagai pilihan lainnya. Sedangkan
Pembelajaran merupakan proses atau cara guna menjadikan seseorang mau untuk
melaksanakan kegiatan belajar (Depdiknas, 2005:30).
Karya sastra khususnya novel pada umumnya diajarkan dalam proses pembelajaran pada
jenjang pendidikan SMA. Agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif, maka perlu
diperhatikan juga komponen-komponen pembelajaran misalnya standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi, pendekatan, strategi, media, metode, dan evaluasi. Berdasarkan
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), standar kompetensi adalah menentukan
kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan. Sedangkan kompetensi
dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Penentuan ini dilakukan
dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli dari instansi lain yang sesuai.
Selain teknik pengajaran novel, untuk meningkatkan sistem pembelajaran dan mencapai
suatu tujuan pembelajaran juga harus memperhatikan komponen pembelajaran, diantaranya:
a. Indikator
1) Menganalisis unsur-unsur intrinsik (tokoh, penokohan, dan latar) novel Astiti Rahayu
karya Iskasiah Sumarto
2) Mampu menentukan tokoh utama dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto
3) Mengidentifikasi aspek moral tokoh utama dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto
b. Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran yang dilakukan ini haruslah memiliki sebuah tujuan pembelajaran
yang berguna untuk siswa. Tujuan pembelajaran itu antara lain:
1) Siswa mampu menentukan tokoh utama dalam novel
2) Siswa mampu mengidentifikasi aspek moral tokoh utama berdasarkan alasan yang
kuat
Pada pembelajaran sastra melalui aspek moral dapat di gunakan metode ceramah, tanya
jawab dan kerja kelompok. Metode-metode tersebut digunakan sebagai sarana pengkajian
persoalan.
2. Materi Ajar
Materi pembelajaran yang digunakan yaitu novel yang berjudul Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto. Bahan belajar tersebut memilki isi pendidikan, khususnya tentang aspek
moral. Guru memberikan materi tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kemudian setelah
pembacaaan novel itu selesai siswa ditugaskan untuk menganalisis unsur intrinsik novel yang
berjudul Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
4. Media
Media yang digunakan dalam pembelajaran sastra novel yang berjudul Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto sebagai berikut:
a. Media cetak
Merupakan sebagai bahan yang diproduksi melalui percetakan profesional, seperti
buku, majalah, dan modul. Dalam pembelajaran sastra ini dipergunakan LKS (lembar
kerja siswa) dan novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
b. Media elektronik
Materi yang dipelajari dalam pembelajaran ini dapat ditampilkan dalam media
elektronik berupa power point.
5. Evaluasi
Evaluasi yang digunakan guru dalam pembelajaran sastra adalah dengan melihat serta
meninjau kembali siswa pada proses sistematis untuk memperoleh informasi tentang
keefektifan proses pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan pengajaran secara
optimal. Dengan demikian, evaluasi hasil belajar yang dilakukan guru dapat menetapkan baik
buruknya hasil dari kegiatan pembelajaran.
Sistem penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dengan
menggunakan pre-test dan post-test.
a. Pre-test
Pre-test yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah siswa diberi pertanyaan
tentang materi pertemuan sebelumnya sehingga guru mengetahui seberapa pengetahuan
atau pemahaman siswa tentang materi yang di ajarkan.
b. Post-test
Pada evaluasi post-test ini siswa diberi pertanyaan tentang materi yang baru di
ajarkan, melalui pertanyaan yang dijawab siswa maka guru mengetahui seberapa besar
pemahaman siswa tentang materi pembelajaran sastra melalui aspek moral.
Dengan memperhatikan komponen-komponen pembelajaran tersebut diharapkan proses
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan hasil belajar dapat diperoleh secara maksimal.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Sekolah : SMA
Mata pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/semester : XI/1
Standar Kompetensi : Memahami buku biografi, novel, dan hikayat.
Kompetensi Dasar : Membandingkan unsur-unsur intrinsik (tema,
tokoh, penokohan, latar) dan ekstrinsik (nilai
budaya, sosial, moral, latar belakang pengarang,
keadaan politik, ekonomi saat novel tersebut
diciptakan dll) novel Indonesia atau terjemahan
dengan hikayat
Indikator : 1. Dapat mengidentifikasi ciri novel
sebagai bentuk karya sastra
2. Dapat menemukan unsur-unsur
intrinsik (tema, tokoh, penokohan,
latar, dan amanat) dalam novel
3. Mampu menentukan tokoh utama
dalam novel
4. Mengidentifikasi aspek moral tokoh
utama dalam novel
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit (2 x pertemuan)
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, siswa diharapkan dapat:
a. Siswa mampu menentukan tokoh utama dalam novel
b. Siswa mampu mengidentifikasi aspek moral tokoh berdasarkan alasan yang kuat
2. Materi Pembelajaran
Novel Indonesia
a. Unsur intrinsik (tokoh, penokohan, latar)
b. Unsur ekstrinsik (aspek moral tokoh)
3. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
Pertemuan pertama
SUMBER
NO KEGIATAN BELAJAR WAKTU METODE PENILAIAN
/ALAT
A. PENDAHULUAN
1. Menyiapkan 5 menit Ceramah Absensi
kondisi kelas seperti
mengucapkan salam
dan mengecek 10 menit Tanya Modul 90% siswa
kehadiran siswa jawab mengetahui
2. Apresepsi, Guru dan mengerti
mengajukan apa itu sastra
pertanyaan
mengenai sastra
kepada murid 85% siswa
dapat
B. KEGIATAN INTI Tanya mengetahui
Sebagai kegiatan 5 menit jawab aspek moral
eksplorasi guru tokoh utama
melakukan kegiatan
berikut:
1. Guru membacakan 10 menit
satu kalimat yang
mengandung unsur
intrinsik terutana
tokoh dan Novel
penokohan Astiti
2. Guru merangsang Rahayu
pengetahuan siswa Penugasan karya
tentang unsur-unsur Iskasiah
ekstrinsik yang 10 menit Sumarto 90% siswa
termasuk ke dalam mampu
bagian-bagian ceramah menganalisis
novel, yaitu aspek 20 menit unsur
moral tokoh utama intrinsik dan
Sebagai kegiatan ekstrinsik
elaborasi guru dalam novel
melakukan hal-hal 10 menit
sebagai berikut:
1. Guru membacakan
satu kalimat yang 10 menit
menyatakan unsur
intrinsik dan
ekstrinsik
2. Siswa menentukan
hal-hal yang
termasuk unsur-
unsur intrinsik dan
ekstrinsik
Sebagai kegiatan
konfirmasi, guru
melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1. Beberapa siswa
membacakan hasil
pekerjaan yang
sudah mereka buat
2. Guru dan siswa
membahas unsur-
unsur intrinsik dan
ekstrinsik beserta
alasannya
C. PENUTUP
1. Siswa dan guru 5 menit ceramah
menyimpulkan
materi pembelajaran
yang sudah 3 menit
dilakukan
2. Guru memberikan
tugas pada siswa 2 menit
untuk membaca sub
bab selanjutnya
3. Guru menutup
proses pembelajaran
dengan mengucap
salam
Pertemuan kedua
SUMBER
NO KEGIATAN BELAJAR WAKTU METODE PENILAIAN
/ALAT
A. PENDAHULUAN
1. Menyiapkan kondisi 5 menit Ceramah Absensi 90% siswa
kelas dan mengecek mampu
kehadiran mengingat
2. Apersepsi, Guru 10 menit Tanya Modul materi
bertanya mengenai jawab sebelumnya
materi pada
pertemuan
sebelumnya
SUMBER
NO KEGIATAN BELAJAR WAKTU METODE PENILAIAN
/ALAT
B. KEGIATAN INTI
Sebagai kegiatan
eksplorasi guru
melakukan kegiatan
berikut: 5 menit Tanya Novel 85% siswa
1. Guru membacakan jawab Astiti mengetahui
satu kalimat yang 15 menit Rahayu aspek moral
menyatakan aspek Ceramah karya yang terdapat
moral tokoh utama Iskasiah dalam novel
2. Guru memberikan Sumarto tersebut
materi pada siswa
tentang aspek moral
tokoh utama 5 menit Penugasan
Sebagai kegiatan
elaborasi guru
melakukan hal-hal 20 menit Penugasan
sebagai berikut: Novel
1. Guru memberikan Astiti
teks bacaan yang Rahayu
yang terdapat aspek karya
moral tokoh utama Iskasiah
2. Siswa 15 menit Sumarto
mengidentifikasi
aspek moral tokoh 10 menit
utama pada novel
Sebagai kegiatan
konfirmasi, guru
melekukan hal-hal
SUMBER
NO KEGIATAN BELAJAR WAKTU METODE PENILAIAN
/ALAT
sebagai berikut:
1. Beberapa siswa
membacakan hasil
pekerjaannya
2. Guru dan siswa
membahas hasil
pekerjaan
C. PENUTUP
1. Guru 5 menit Ceramah
menyimpulkan
pembelajaran yang 5 menit Ceramah
telah diberikan
2. Guru menutup
pembelajaran
4. Sumber belajar
a. Bagan unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel Indonesia
b. Novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto
c. Modul Bahasa Indonesia untuk SMA kelas XI, MGMP, Semarang
5. Penilaian
a. Teknik
1) Tes Tertulis
2) Penugasan
b. Bentuk instrumen
1) Tertulis
Bacalah tiap subbab novel Indonesia terutama novel Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto, setelah membaca, analisislah menurut unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
serta yang mengandung aspek moral tokoh yang ada dalam novel tersebut, dan
sebutkan alasannya, dengan format berikut ini!
2) Format Penilaian
A. Simpulan
Aspek moral tokoh utama perempuan yang bernama Astiti Rahayu dalam novel Astiti
Rahayu karya Iskasiah Sumarto meliputi kejujuran, nilai-nilai otentik, kesediaan untuk
bertanggung jawab, kemandirian moral, keberanian moral, kerendahan hati, realistik dan kritis.
Ketujuh aspek moral tersebut dialami tokoh Astiti Rahayu mulai dari percintaannya dengan
Mahdi hingga Darmawan. Karena perjalanan cintanya yang selalu gagal, tokoh Astiti
menghadapi krisis kepercayaan terhadap dirinya sendiri, sehingga ia berusaha untuk
memperbaiki semua sikap yang ada pada dirinya sendiri. Dengan demikian, dari ketujuh aspek
moral yang dimiliki oleh Astiti, yang paling mendominasi adalah sikap realistik dan kritis.
89
Aspek moral tokoh utama dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto dapat dipilih
sebagai media pembelajaran sastra di SMA. Pembelajaran sastra novel, salah satunya terdapat
dalam Silabus Bahasa Indonesia kelas sebelas semester satu. Berdasarkan Standar Kompetensi
Memahami buku biografi, novel dan hikayat, dengan Kompetensi Dasar membandingkan unsur-
unsur intrinsik (tema, tokoh, penokohan, latar) dan ekstrinsik (nilai budaya, sosial, moral, latar
belakang pengarang, keadaan politik, ekonomi saat novel tersebut diciptakan dll) novel
Indonesia atau terjemahan dengan hikayat, aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel
Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto dapat diajarkan kepada siswa. Tujuan dari pembelajaran
ini adalah siswa mampu menentukan tokoh utama dalam novel dan menganalisis aspek moral
tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto. Altrnatif
pembelajaran di SMA kelas XI dapat dilakukan dengan mengawali pembicaraan mengawali
pembicaraan yang menyenangkan. Setelah peserta didik siap untuk menerima pembelajaran,
guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil dilanjutkan dengan guru menyampaikan
materi tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan secara
kelompok mengenai tokoh utama dan aspek moral yang hasilnya dipresentasikan di depan kelas.
Setelah semua aspek moral ditemukan oleh peserta didik, guru memberikan evaluasi dan
kesimpulan bahwasanya ketujuh aspek moral tersebut sangat penting dalam kehidupan sehari-
hari, serta mengajak peserta didik untuk menerapkan ketujuh aspek moral tersebut dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat.
B. Saran
Analisis terhadap aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto yang sudah dibahas diharapkan dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi
para pembaca umumnya, mahasiswa khususnya jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Disarankan bagi para guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia bisa lebih
mengembangkan lagi terutama dalam hal kemampuan mengapresiasikan karya satra. Bagi para
pembaca agar dapat dijadikan referensi dan bahan bacaan dalam mendalami dan memahami
karya sastra terutama aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto.
Bagi pembaca novel ini, ada baiknya memahami isi yang terkandug dalam tiap perilaku
tokoh-tokoh tersebut agar dapat dijadikan sebuah pembelajaran dalam suatu kehidupan nyata.
Sehingga dengan adanya energi-energi positif yang terkandung dari dalam diri akan semakin
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogjakarta: Rineka
Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Harjito. 2007. Potret Sastra Indonesia. Semarang: IKIP PGRI Semarang Press.
Ngatmini, Ika Septiana dan Ekie Wulansari. 2010. Perencanaan Pembelajaran Bahasa
Indonesia. Semarang: IKIP PGRI Semarang Press.
Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Dunia Pustaka Jaya.
Suseno, Franz Magnis. 1987. Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta:
Kanisius.
Widagdho, Djoko, dkk. 2010. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
SINOPSIS
NOVEL ASTITI RAHAYU
KARYA ISKASIAH SUMARTO
Astiti Rahayu adalah seorang gadis Jawa yang berusia dua puluh lima tahun, mahasiswi
jurusan Sastra Inggris di salah satu perguruan tinggi di kota Yogyakarta. Dalam kisah
percintaannya, Astiti selalu mengalami kegagalan. Pertama, Astiti jatuh cinta dengan teman
sekampusnya yang bernama Mahdi, tetapi ternyata Mahdi sudah mempunyai calon istri di
kampung halamannya yaitu Ujung Pandang. Dengan sedih hati Astiti berbalik ke Harman,
seorang menejer Indonesia Tour dimana Astiti juga bekerja sambilan di situ. Akan tetapi
Harman menduakan Astiti, disamping menjalani hubungan dengan Astiti, ia juga jatuh cinta
pada Martini. Maka Astiti mengalihkan hatinya pada David Lansell, seorang warga negara
Australia yang bekerja sebagai tenaga kontrak dengan pemerintah Indonesia. Halangan untuk
menuju kejenjang serius pun bukan karena pemuda itu orang asing saja, tetapi juga karena
perbedaan agama dan orang tua Astiti tidak menyetujui hubungannya dengan seorang yang
berbeda agama.
Setelah berpisah dengan David Lansell, Astiti bertemu dengan Darmawan, seorang
pemuda yang patah hati karena dihianati pacarnya. Sementara berpacaran dengan Astiti,
Darmawan selalu ingat kepada mantan pacarnya. Hal itu menyebabkan Astiti menjadi
tersinggung dan menjadi ragu-ragu untuk memberikan cintanya kepada Darmawan.
BIOGRAFI
ISKASIAH SUMARTO
Pengarang wanita muda kelahiran Cilacap ini, seelah menamatkan SLA, kemudian
melanjutkan belajarnya pada Fakultas Sastra dan Kebudayaan, jurusan Sastra Inggris
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Ia berhasil menyelesaikan belajarnya pada fakultas
tersebut, dan lulus tahun 1975. Selama menjadi mahasiswa ia rajin menyumbangkan tenaganya
secara tidak tetap pada Ni Tour dan Pacto Yogyakarta, yang bergerak dalam usaha pariwisata.
Dari kegemarannya membaca buku sastra, hatinya tergerak untuk mengarang dan
kemudian ia mengikuti sayembara mengarang roman yang diselenggarakan oleh Dewan
Kesenian Jakarta tahun 1974. Astiti Rahayu romannya yang pertama dan memperoleh hadiah
dari sayembara tersebut. Roman percintaan yang ditulis pengarang muda ini begitu halus dan
lembut, sehingga memperoleh perhatian kita.
SINOPSIS
HIKAYAT SI MISKIN
Terdapat seorang suami istri yang dikutuk hidup miskin. Pada suatu hari mereka melahirkan anak yang
diberi nama Marakarma, dan sejak anak itu lahir hidup mereka pun menjadi sejahtera dan
berkecukupan. Ayahnya termakan perkataan para ahli nujum yang mengatakan bahwa anak itu membawa sial
dan mereka harus membuangnya. Setelah membuangnya, mereka kembali hidup sengsara. Dalam masa
pembuangan, Marakrama belajar ilmu kesaktian dan pada suatu hari ia dituduh mencuri dan dibuang ke laut. Ia
terdampar di tepi pantai tempat tinggal raksasa. Ia pun ditemukan oleh Putri Cahaya dan
diselamatkannya. Mereka kabur dan membunuh raksasa tersebut. Nahkoda kapal berniat jahat untuk
membuang Marakarma ke laut, dan seekor ikan nun membawanya ke Negeri Pelinggam Cahaya, di mana kapal
itu singgah. Marakrama tinggal bersama Nenek Kebayan dan ia pun mengetahui bahwa Putri Mayang adalah
adik kandungnya. Lalu Marakarma kembali ke Negeri Puspa Sari dan ibunya menjadi pemungut kayu.
Lalu ia memohon kepada dewa untuk mengembalikan keadaan Puspa Sari. Puspa Sari pun makmur
mengakibatkan Maharaja Indra Dewa dengki dan menyerang Puspa Sari. Kemudian Marakrama
menjadi Sultan Mercu Negara.