Vous êtes sur la page 1sur 14

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN MALARIA


Makalah ini disusun untuk memenuhi
Tugas mata kuliah Keperwatan Medikal Bedah 1
Yang dibimbing oleh : Sugesti Aliftitah S. Kep, Ns. M.Kep

Di susun oleh kelompok 18:


MUZAYYANAH (NPM: 716.6.2.0787)
HERMANSYAH (NPM: )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP
Jl. Raya Sumenep-Pamekasan Km 05 Patean Sumenep
Maret, 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan hidayah
dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun sebagai tugas
kelompok mata kuliah KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

Namun, penulis menyadari makalah ini tidak dapat tersusun dan terselesaikan
dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Ibu Sugesti Aliftitah S.Kep, Ns. M.Kep Selaku dosen mata kuliah KMB 1
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik material maupun spiritual.
3. Teman- teman yang banyak memberikan masukkan dan informasi, juga kepada semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat secara langsung maupun
tidak kepada pembacanya. Kami telah berusaha sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan
yang kami miliki, tetapi karena adanya berbagai keterbatasan maka tidak menutup
kemungkinan dalam makalah ini terdapat kesalahan maupun kekurangan. Saran dan kritik
dari pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan demi kesempurnaan penyusunan
makalah di masa yang akan datang. Semoga bermanfaat.

Sumenep,

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Malaria

2.1.1 Pengertian m

2.1.2

BAB 3 PENUTUP

A. Simpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR MALARIA

2.1.1 Pengertian

Malaria adalah penyakit menular akibat infeksi parasit plasmodium yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk malaria yang bernama Anopheles. Nyamuk Anopheles penyebab
penyakit malaria ini banyak terdapat pada daerah dengan iklim sedang khususnya di benua
Afrika dan India. Termasuk juga di Indonesia. Parasit plasmodium yang ditularkan nyamuk
ini menyerang sel darah merah.

Pengertian Malaria Menurut Para Ahli:

WHO (2010) Pengertian Malaria Menurut WHO disebabkan oleh parasit Plasmodium.
Malaria pada manusia disebabkan oleh empat spesies Plasmodium yang berbeda, yakni P.
falciparum, P. malariae, P. ovale dan P. vivax.

Harijant ( 2000) Menurutnya, pengertian penyakit malaria adalah suatu jenis penyakit yang
disebabkan karena adanya plasmodium yang ditularkan oleh manusia melalui jaringan vector
pada nyamuk anopheles.

Nadesul (1995) Dalam definisinya, penyakit malaria adalah penyakit yang biasanya aditandai
olehdanya rasa dingin, suhu badan meningkat, badan menggigil , dan juga denyut nadi cepat.

Depkes RI (2004) Menurunta Kementrian Kesehatan penyakit malaria dapat menyerang


semua manusia (laki-laki dan perempuan) tanpa adanya golongan umur, artinya dari bayi,
anak-anak, sampai dewasa bisa terjangkait penyakit ini.

Syamsudin (2012) Menurutnya, obat antimalaria yang ideal adalah obat yang efektif terhadap
semua jenis dan stadium parasit, mampu menyembuhkan infeksi akut maupun laten, efek
samping ringan dan toksisitas rendah. Obat antimalaria yang telah digunakan di Indonesia
antara lain, klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, kina, halofantrin, amodiakuin, dan meflokuin
(Tjitra et al, 1991)

Dari berabagi definisi diatas, dapat diakatkan untuk di Indonesia sendiri penyakit malaria
tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit
didaerah dengan ketinggian sampai 1800 meter diatas permukaan laut. Angka kesakitan
malaria di pulau Jawa dan Bali dewasa pada tahun 1983 berkisar antara 1-2 per 1000
penduduk, sedangkan di luar Jawa-Bali sepuluh kali lebih besar. Sepsies yang terbanyak
dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Plasmodium malariae
banyak dijumpai di Indonesia bagian Timur (Hiswani, 2004). Menurut survei kesehatan
rumah tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap
tahunnya. Dari 484 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 338 kabupaten/kota merupakan
wilayah endemis malaria (Kandun, 2008).

2.1.2 Etiologi

Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan
infeksi yaitu,

a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria
tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).

b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai


perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan
menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).

c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria


quartana/malariae (demam tiap hari empat).

d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia
dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan
dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.

Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies
plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari,
Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).
Cara Penularan dan siklus hidup. Tergantung faktor setempat; seperti pola curah air hujan,
kedekatan antara lokasi perkembangbiakan nyamuk dengan manusia, dan jenis nyamuk di
wilayah tersebut. Dikenal istilah endemis malaria dan musim malaria Epidemik yang luas
dan berbahaya dapat terjadi ketika parasit yang bersumber dari nyamuk masuk ke wilayah di
mana masyaratnya memiliki kontak dengan parasit namun memiliki sedikit atau bahkan sama
sekali tidak memiliki kekebalan terhadapa malaria. Atau, ketika orang dengan tingkat
kekebalan rendah pindah ke wilayah yang memiliki kasus malaria tetap. Epidemik ini dapat
dipicu dengan kondisi iklim basah dan banjir, atau perpindahan masyarakat akibat konflik.

2.1.3 Jenis-jenis malaria


Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis
plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat,
ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan
sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk
eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil
yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang
memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin). Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium
Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan
banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi
trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan
angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan
Black Water Fever).
b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax,
lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula
coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon
Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/
rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil. Ciri-ciri
demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung,
mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat
terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan
akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae,
skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik
yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium
Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling
ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari,
walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi
lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.
d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang
diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium
Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid.
Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval
hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis
ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam
berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.
Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh,
malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler,
anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

2.1.4 Karakteristik Nyamuk


Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk
betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti
mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24
spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula yang
bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet, 2002).
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :

Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia
(menghisap darah)
Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat
Daur hidupnya memerlukan waktu 1 minggu .
Lebih senang hidup di daerah rawa
2.1.5 Patofisiologi

Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:

a. Fase seksual

Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk
(Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang
menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati
bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan
dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding
lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang
memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002). Fase eritrosit dimulai dan
merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi
trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit
berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit
dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari
masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer,
2001).

b. Fase Aseksual

Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit,
menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan sporozoit ke dalam peredaran
darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit
tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari
kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di
namakan Pra -eritrositer primer. Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam
sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut
20 ml O2 dalam 100 ml darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal
dan hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan
diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang
dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah
dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara
lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut ekso-eritrositer sekunder. Dalam waktu 48 -72
jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di
mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam,
hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar
semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh
manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.

2.1.6 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut
Mansjoer (2000) antara lain sebagai berikut :
a. Demam

Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi).
Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka
periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae)
pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai
dengan beberapa serangan demam periodik. Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya
Trias Malaria (malaria proxysm) secara berurutan :
1) Periode dingin.

Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan
selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi
saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15
menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

2) Periode panas

Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 40oC
atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi
syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak).

Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan
berkeringat

3) Periode berkeringat

Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan
merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
b. Splenomegali

Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria Kronik.
Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit
parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa
infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri,
lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi
yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan,
mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.

c. Anemia

Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia
karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit
normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit
karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer).

d. Ikterus

Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan
bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga
jenis ikterus antara lain :

1) Ikterus hemolitik

Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini
dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati dapat
mengkonjugasikan semua bilirubin yang di hasilkan

2) Ikterus hepatoseluler

Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi
hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.

3) Ikterus Obstruktif

Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui duktus biliaris di sebut
dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000).
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostic

a. Pemeriksaan mikroskopis malar

Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi
klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di
dalam penderita.Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target
dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria
atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat
dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit
plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil
negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan
serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari. Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan
syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan
spesifisitas mencapai 100%).

1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode


demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi
dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies
parasit.

2) Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan
volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.

3) Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.

4) Identifikasi spesies plasmodium

5) Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan


selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.

b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)

Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat
mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC
merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter
tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies
plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.
c. Pemeriksaan imunoserologis

Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik


terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang
terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik
radioimmunoassay dan enzim immunoassay.

d. Pemeriksan Biomolekuler

Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/


plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan
melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN MALARIA

3.1 Pengkajian Lengkap

Vous aimerez peut-être aussi