Vous êtes sur la page 1sur 10

Studi Kelayakan PT.

Buton Aspalt Nusantara

BAB III
GEOLOGI DAN KEADAAN ENDAPAN

Aspal alam terbentuk perlahan-lahan dari fraksionasi alami minyak bumi di


dekat minyak bumi. Aspal alam terdapat di alam biasanya dalam bentuk batuan
sehingga biasa disebut batuan aspal. Aspal alam disebabkan adanya pengaruh
tektonik terhadap minyak bumi yang diduga semula terkandung dalam batuan induk
kemudian berimigrasi melalui dasar dan mengimpregnasi batuan sekitarnya, yaitu
batugamping dan batupasir. Material aspal membentuk suatu danau yang mengisi
pori-pori, celah batuan, atau deposit yang mengandung campuran aspal alam dan
bahan mineral dalam berbagai porsi.
Mekanisme terjadinya aspal alam hinga kinibelum diketahui dengan pasti,
beberapa teoricara terbentuknya aspal alam, antara lainmenurutAbdul Rosyid, 1996
sebagai berikut :
1. overflow terjadi dalam tigabentuk :
Spring, : cairan aspal yang terbentuk dalam bumi muncul ke permukaan
melalui celah, rekahan dan patahan.
Lake : aspal cair mengalir ke permukaanbumi melalui celah atau
patahankemudian mengendap dalam cekungan.
Seepage : aspal yang terdapat dalam b a t u a n , k e m u d i a n m e n g a l i r k e
b a g i a n yang lebih rendah disebabkan tekanan material di sekitarnya atau
karena panas matahari
2. Impregnasi aspal dalam batuan (impregnating rock ),
aspal yang cair mengalir dan masuk pada pori-pori batuan yangdilaluinya,
sehingga bersatu dengan batuandimana aspal itu mengalir.
3 . Filling vein, aspal yang cair mengalir melaluipatahan dan akhirnya mengisi
patahantersebut hingga berbentuk seperti urat (vein). Berdasarkan
pengamatan dan pendapatbeberapa pakar, terjadinya aspal yang berada
Studi Kelayakan PT.Buton Aspalt Nusantara

didaerah Kabungka diperkirakan merupakan hasildari impregnasi


aspal cair ke dalam batuan disekelilingnya atau yang dilaluinya. Impregnasi
tersebut berkisar antara 1% sampai 40%. Batuan yang berkadar bitumen
antara 10% hingga 40% pada umumnya membentuk sheet structure, yaitu
lapisan aspal dengan ketebalan kecil yang menyebar luas keseluruh
batuan sampingnya(country rock ) namun belum diketahui hubungan
lapisan aspal yang terdapat pada masing-masing lapangan.
.
III.1. Geologi Regional
Sikumbang dan Sanyoto (1981) membagi Pulau Buton menjadi sembilan
formasi yaitu Formasi Mukito, Formasi Doole, Formasi Winto, Formasi Ogena,
Formasi Rumu, Formasi Tobelo, Formasi Tondo, Formasi Sampolakosa, dan
Formasi Wapulaka ( Gambar 3.1 ). Smith (1983) menyebut Formasi Doole
sebagai Doole Phyllite. Formasi yang berumur Trias Eosen/Oligosen oleh
Smith (1983) dimasukkan ke dalam Komplek Wolio.

Gambar 3.1
Peta Geologi Regional Pulau Buton (Sikumbang dan Sanyoto)
Studi Kelayakan PT.Buton Aspalt Nusantara

Formasi Mukito disusun oleh sekis plagioklas-hornblende, sekis klorit-


epidot, filit terkersikan, sekis silikat-gamping yang berumur Trias. Smith
(1983) melaporkan bahwa formasi ini terdiri atas metabasit dan metachert yang
berkisar dari fasies sekis hijau sampai lower amphibolite. Ia juga melaporkan
bahwa hubungan antara Formasi Mukito dengan Formasi Winto dan ofiolit
adalah kontak sesar.
Formasi Doole disusun oleh runtuhan batuan malihan berderajat lemah,
terdiri atas kuarsit mikaan berselingan filit dan batu sabak, tebal lapisan
beberapa ratus meter yang diduga berumur Trias Jura (Sikumbang dan
Sanyoto, 1981) atau Paleosoik (Smith, 1983). Formasi Winto disusun oleh
perselingan serpih, batupasir, konglomerat, dan batugamping, bercirikan
sedimen klastika daratan dan karbonat, berumur Trias Akhir, terendapkan
dalam lingkungan neritik hingga laut dalam dengan tebal satuan hingga 750
meter.

Formasi Ogena disusun oleh batugamping pelagis, bersisipan klastika


halus dan batugamping pasiran dengan sebagian berbituminen, berumur Jura
Awal, mempunyai hubungan selaras dengan Formasi Winto di bawahnya.
Formasi Ogena terendapkan pada lingkungan laut dalam dengan tebal satuan
lebih dari 960 meter. Formasi Rumu berumur Jura Akhir, disusun oleh
batugamping merah kaya fosil, batulumpur, napal, dan kalkarenit, diendapkan
dalam lingkungan neritik dengan tebal lebih dari 150 meter.

Formasi Tobelo disusun oleh kalkarenit kaya akan radiolaria, Sikumbang


dan Sanyoto (1981) menyatakan formasi ini berumur Kapur Paleosen,
sedangkan menurut Smith (1983) Formasi Tobelo berumur Kapur Akhir
Oligosen dengan adanya selang pengendapan pada Kala Paleosen karena tidak
ditemukannya batuan pada umur ini. Formasi ini terendapkan pada lingkungan
basial (3000 5000 m) dengan ketebalan 300 400 meter.

Batuan sedimen Neogen yang ada di Pulau Buton dapat dikelompokkan


menjadi tiga satuan litostatigrafi, yaitu Formasi Tondo, Formasi Sampolakosa,
Studi Kelayakan PT.Buton Aspalt Nusantara

dan Formasi Wapulaka. Formasi Tondo oleh Sikumbang dan Sanyoto (1981)
dibagi menjadi 3 anggota yaitu Anggota Batugamping, Anggota Konglomerat,
dan Anggota Tufa dengan menafsirkan bahwa umur Miosen Awal Tengah
untuk Anggota Batugamping dan Miosen Tengah Akhir.

Formasi Sampolakosa disusun oleh batuan napal, berlapis tebal sampai


masif, dijumpai sisipan kalkarenit pada bagian tengah dan atas formasi dengan
kandungan fosil Foraminifera pada formasi ini sangat melimpah. Smith (1983)
melaporkan bahwa Formasi Sampolakosa disusun oleh batukapur berwarna
putih kekuningan sampai abu-abu dan napal yang mengandung banyak sekali
foraminifera planktonik. Kandungan dari fosil foraminifera planktonik terdiri
dari Globorotalia plesiotumida, Globorotalia acostaensis, Globorotalia
multicanerata, Globoquadrina altispira, Sphaeroidinellopsis subdehiscens,
Sphaeroidinellopsis seminulina (Sikumbang dan Sanyoto, 1981). Umur
formasi ini adalah Pliosen (Hetzel, 1938), N18 N21 (Wiryosuyono dan
Hainim, 1975), akhir Miosen sampai akhir Pliosen (Sikumbang dan Sanyoto,
1981), N16/N17 N21 (Smith, 1983).

Formasi Sampolakosa diendapkan pada lingkungan neritik basial


(Sikumbang dan Sanyoto, 1981), neritik luar batial bawah (Soeka dkk., 1983),
neritik luar abisal (Smith, 1983), basial tengah bawah (Van Marle dkk.,
1989). Smith (1983) melaporkan adanya chalk dari Fomasi Sampolakosa yang
berumur N19/N20 (Pliosen tengah) dengan lingkungan pengendapan abisal.
Rembesan minyak dan aspal ditemukan pada satuan ini di kampung Kabungka,
Pasarwajo, dan Lasalimu (Sikumbang dan Sanyoto, 1981).

Berdasarkan data umur dan lingkungan pengendapan yang beragam ini


menunjukkan bahwa secara keseluruhan umur Formasi Sampolakosa adalah
N16/N17 N21 dengan lingkungan pengendapan neritik hingga abisal, dengan
puncak genang laut terjadi pada N19/N20 (Soeka dkk.,1998).

Formasi Wapulaka berumur Kuarter disusun oleh batugamping terumbu,


ganggang, dan koral, memperlihatkan undak-undak pantai purba dan topografi
Studi Kelayakan PT.Buton Aspalt Nusantara

kars yang terdapat hampir pada seluruh pantai Pulau Buton bagian selatan dan
tengah, endapan hancuran terumbu, batukapur, batugamping pasiran, batupasir
gampingan, batulempung, dan napal kaya Foraminifera plankton. Formasi ini
terbentuk pada lingkungan laguna litoral dengan tebal sekitar 700 meter,
mempunyai hubungan tidak selaras dengan Formasi Sampolakosa di
bawahnya.

Gambar 3.2
Kolom Kesebandingan Stratigrafi Regional Pulau Buton

Daerah penambangan Kabungka merupakan zona antiklinal yang disebut


Winto Antiklinal, dibagian atas telah terkikis atau tererosi. Pada umumnya aspal
buton ditemukan di puncak atau lereng antiklinal tersebut. Batuan penyusun
Studi Kelayakan PT.Buton Aspalt Nusantara

daerah Kabungka terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan Winto berumur Trias
Atas;lapisan Ogene berumur Yura Bawah, lapisan Tobelo berumur Kapur,
lapisan Tondo berumur Neogen Bawah,lapisan Sampolakosa berumur Neogen
Atas. Dari kelima lapisan ini, aspal hanya didapatkan pada batuan gamping dan
napal Sampolakosa yang mempunyai kadar bitumen lebih tinggi karena batuan
tersebut mempunyai banyak pori.lokasi tinjauan endapan adalah didaerah
kabungka, kondisi pelapisan pada daerah ini dapat dilihat pada (Gambar 3.3)

Gambar 3.3

Peta Geologi Lokasi Tinjauan


III.2. Litologi dan Geoteknik
Dari hasil pemboran pada lokasi Peninjauan maka didapatkanlah
susunan litologi daerah tinjauan yang terdiri dari batu gamping, top soil dan
endapan aspal itu sendiri. Keberadaan aspal yang tidak terlalu jauh dari
permukaan, hal ini dapat dilihat pada gamabr cross section (Gambar 3.4 )
Studi Kelayakan PT.Buton Aspalt Nusantara

Gambar 3.4
Penampang Litologi Hasil pemboran Inti dilokasi peninjauan
lokasi KP PT. Buton Aspalt Nusantara, Kabungka

Untuk informasi dalam mendesain dan menghitung teras jenjang (bench)


bukaan tambang, diambilah data-data yang diperoleh dan hasil pengujian sifat
fisik dan mekanik batuan yang berasal dari kegiatan pengeboran inti. Dalam
kegiatan penambangan aspal yang akan dikerjakan diwilayah PT. Buton Aspalt
Nusantara, perencanaan geometri teras penambangan seperti tinggi dan
kemiringan harus ditentukan untuk mengoptimalisasikan penggalian tanah
Studi Kelayakan PT.Buton Aspalt Nusantara

penutup dan aspal alam dengan tetap memperhatikan faktor keamanan


pekerjaan. Faktor-faktor utama dalam penentuan geometri teras penambangan
adalah struktur geologi di lokasi penambangan, sifat fisik dan mekanik tanah
serta batuan dan kondisi tanah. Geometri teras di Pit akan ditentukan meliputi
teras individu dan kemiringan bukaan tambang keseluruhan (overall slope).
Maksud dan tujuan penelitian geoteknik adalah :
a. Menentukan kemantapan lereng untuk menetukan geometri teras
penambangan tinggi dan kemiringan teras individu seta kemiringan bukaan
tambang keseluruhan
b. Menetukan sifat fisik dan mekanik batuan yang terdapat di dilokasi
penambangan PT. Buton Aspalt Nusantara
c. Mendapatkan data-data sebagai berikut guna mendapatkan dan masukan
dalam perhitungan kemantapan lereng, data yang didapat dari hasil
pengujian pemboran inti :
1. Kohesi : 3.120 kg/cm2
2. Density : 1.823 ton/m3
3. SG : 2.517
4. Sudut Geser Dalam : 33.29o

III.3. Keadaan Endapan


Keadaan endapan dari deposit Aspalt alam yang berada di pulau Buton
berada pada kedalaman dua sampai lima meter dibawah permukaan tanah.
Berikut ini bentuk dan penyebaran endapan, sifat dan kualitas endapan, dan
cadangan yang dimiliki oleh PT. BAN di daerah Kabungka.
III.3.1. Bentuk dan Penyebaran Endapan
Kondisi endapan di daerah studi secara umum berada dibawah
permukaan dengan kedalaman 2 hingga 5 meter ( Gambar 3.5). Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa lapisan endapan aspal alam yang
akan ditambang, terletak relatif dekat dari permukaan tanah. Bentuk
dari endapan Aspal alam buton adalah berupa aspal yang terkandung
dalam deposit batuan. Aspal Buton terbentuk dari lapisan minyak di
Studi Kelayakan PT.Buton Aspalt Nusantara

perut Bumi yang terperangkap di dalam lapisan Bumi, kandungan


minyak itu lama kelamaan naik dan bercampur tanah dan bebatuan yang
berada di lapisan atas.

Gambar 3.5
( Endapan Aspal Alam )

Penyebaran endapan aspal alam terletak dilokasi penambangan


Kabungka, Lawele, Ereke, Winto, Waisiu, Wariti, namun baru pada
lokasi kontak karya daerah Kabungka dan Lawele yang telah dilkukan
eksploitasi oleh PT. BAN (Buton Aspalt Nusantara).

III.3.2. Sifat dan Kualitas Endapan


Berdasarkan Sertifikasi Uji KelayakanTeknis dari Pusat
Penelitian Jalan Departemen Pekerjaan Umum
Nomor06.1.02.485701.33.11.002. Penelitian terakhir menyatakan,
mutu jalan aspal buton setara aspal minyak. Endapan aspal dilokasi
kabungka dan Lawele memiliki kadar bitumen 15-30 %.

Berdasarkan analisis contoh yang dilakukan untuk 7 (tujuh) buah


contoh aspal yang terpilih dengan menggunakan metode retort yang
dilakukan di Laboratorium Fisika Mineral, Direktorat Inventarisasi
Mineral Bandung. Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukkan
besarnya kandungan rata-rata minyak pada contoh batuan aspal yaitu
59,06liter/ton.
Studi Kelayakan PT.Buton Aspalt Nusantara

III.2.3. Cadangan
PT. BAN sendiri memiliki kontrak karya pertambangan dengan
di daerah Kabungka/Pasarwajo dengan luas daerah 811 Ha memiliki
cadangan aspalt tertambang sebesar 18.520.000 ton dengan kadar
bitumen 15-30%. Hasil tersebut didapat dari penelitian yang dilakukan
oleh tim peneliti dengan menggunakan perhitungan software Minescape
didapatkan jumlah cadangan awal total 20.340.300 ton dan setelah
melakukan beberapa analisa maka cadangan tertambang adalah sekitar
18.520.000 ton dengan volume overburden 17.120.677 ton.Dengan
demikian maka didapatkanlah nilai nisbah kupas yang berada pada
angka 0,9244 atau dibulatkan menjadi 1 (satu ).

Vous aimerez peut-être aussi