Vous êtes sur la page 1sur 10

Clinical Science Session

ABSES TUBO OVARIUM

Mayang Maliani 1210312077

Pembimbing :

dr. Yulia Margaretta Sari, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

2017

DAFTAR ISI

1
DAFTAR ISI..............................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................2
Latar Belakang............................................................................................2
Batasan Masalah..........................................................................................2
Tujuan Penulisan.........................................................................................2
Metode Penulisan........................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................4
2.1 Definisi..................................................................................................4
2.2 Epidemiologi.........................................................................................4
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko....................................................................4
2.4 Patofisiologi..........................................................................................5
2.5 Gambaran Klinis...................................................................................5
2.6 Diagnosis...............................................................................................6
2.7 Diagnosis Banding................................................................................6
2.8 Penatalaksanaan....................................................................................6
2.9 Komplikasi............................................................................................7
2.10 Prognosis.............................................................................................7
BAB 3 KESIMPULAN..............................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................9

BAB 1

2
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


TOA (tubo-ovarian abscess) merupakan salah satu komplikasi akut dari
PID (Pelvic inflammatory disease). Abses ini pada umumnya terjadi pada wanita usia
produktif dan biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi saluran genital bagian bawah.
TOA berhubungan erat dengan PID (Pelvic inflammatory disease). PID disebabkan oleh
mikroorganisme yang menghuni endoserviks kemudian naik ke endometrium dan tuba
fallopi. TOA merupakan end-stage process dari PID akut1. TOA terjadi sekitar 18-34%
pada pasien dengan PID dan 22% dengan salpingitis di Nairobi, Kenya2.
Abses ini dapat terjadi pada pasien yang post histerektomi supraservikal. TOA
dapat juga terjadi pada pasien yang sebelumnya mengalami servitis dan parametritis1.
TOA umumnya disebabkan oleh mikroorganisme umum yang menjadi penyebab
STD (sexually transmitted diseases), berhubungan seks dengan partner yang memiliki
agen infeksius ini merupakan faktor risiko yang sangat penting dalam terjadinya TOA.
Selain itu, operasi ginekologi, kanker organ genital (genital malignancy), IVF treatment,
dan apendisitis yang mengalami perforasi juga diketahui menjadi penyebab TOA3.
Diagnosis TOA sering sulit ditegakkan dan sulit dibedakan dengan peradangan
pelvis oleh sebab-sebab yang lain, sehingga dibutuhkan anamnesa, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang yang tepat untuk dapat menegakkan diagnosis pasti dan
memberikan terapi yang tepat pula. Dan bila tidak ditangani dengan baik, komplikasinya
dapat menyebabkan kematian, kemandulan dan kehamilan ektopik yang merupakan
masalah medik, sosial dan ekonomi3.

1.2 Batasan Masalah


Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, klasifikasi,
epidemiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, terapi, dan
prognosis abses tubo ovarium.

1.3 Tujuan Penulisan

3
Tujuan penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca dan

penulis mengenai abses tubo ovarium.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang


merujuk dari berbagai literatur.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Abses tubo ovarium adalah radang disertai dengan akumulasi pus yang terjadi
pada ovarium dan atau tuba fallopi pada satu sisi atau kedua sisi adneksa 4.

4
Abses tuboovarium terbentuk bila tuba yang terinfeksi melekat dengan ovarium
sehingga muncul proses peradangan tuba dan ovarium. Abses tuboovarium dapat
terjadi sebagai akibat dari infeksi pelvis puerperalis atau sebagai suatu komplikasi dari
pembedahan pelvis, maupun penyebaran organisme piogenik ke ovarium. Akumulasi
pus yang banyak menimbulkan pembentukan massa yang sangat nyeri, tidak dapat
digerakkan, berbatas tidak tegas di dalam regio adneksa atau di dalam kavum douglas5.

2.2. Epidemiologi
Kejadian abses tubo ovarium dengan PID berkisar 17-20%. Abses tubo ovarium
sering terjadi pada wanita yakni antara usia 20-40 tahun3,4.

2.3. Etiologi dan Faktor Resiko


Abses tubo ovarium disebabkan oleh infeksi berbagai bakteri seperti spesies
Streptococcus, E.coli, spesies Bacteroides, spesies Prevotella, spesies
Peptostreptococcuss6.
Beberapa faktor resiko yang terkait adalah4:
1. Pasangan seksual multipel
2. Riwayat penyakit peradangan panggul
3. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
4. Status sosioekonomi rendah
5. Riwayat penyakit menular seksual seperti gonorhea dan chlamidia

2.4. Patofisiologi

Abses adalah akumulasi cairan yang berisi bakteri aerob dan anaerob, sel-sel
inflamasi, serta debris-debris yang nekrosis sebagai usaha tubuh untuk mengisolasi
proses peradangan yang terjadi. Abses intraabdomen yang paling sering terjadi pada
wanita selama masa reproduksi adalah abses pada pelvis7.
Adanya penyebaran bakteri dari vagina ke uterus lalu ke tuba dan atau
parametrium, terjadilah salpingitis dengan atau tanpa ooforitis. Keadaan ini bisa terjadi
pada pasca abortus, pasca persalinan atau setelah tindakan genekologi sebelumnya7.
Mekanisme pembentukan TOA secara pasti masih sulit ditentukan, tergantung sampai
dimana keterlibatan tuba infeksinya sendiri. Pada permulaan proses penyakit, lumen
tuba masih terbuka mengeluarkan eksudat yang purulent dari febriae dan menyebabkan
peritonitis, ovarium sebagaimana struktur lain dalam pelvis mengalami inflamasi,

5
tempat ovulasi dapat sebagai tempat masuk infeksi. Abses masih bisa terbatas
mengenai tempat masuk infeksi. Abses masih bisa terbatas mengenai tuba dan ovarium
saja, dapat pula melibatkan struktur pelvis yang lain seperti usus besar,buli-buli atau
adneksa yang lain. Proses peradangan dapat mereda spontan atau sebagai respon
pengobatan, keadaan ini biasanya memberi perubahan anatomi disertai perlekatan
fibrin terhadap organ terdekatnya. Apabila prosesnya menghebat dapat terjadi
pecahnya abses7.
2.5. Gambaran Klinis

Pasien mungkin tanpa gejala, namun jika berat dapat menimbulkan syok sepsis.
Biasanya terdapat riwayat infeksi panggul sebelumnya, usia muda, dengan paritas
rendah dan pernah mempunyai gejala selama <1 minggu. Onset biasanya 2 minggu
setelah menstruasi, dengan nyeri panggul dan perut (dengan derajat nyeri bervariasi),
mual, muntah, demam, takikardi. Seluruh bagian abdomen terdapat nyeri tekan dan
mungkin terdapat defans muscular. Karena nyeri tekan adneksa yang hebat,
pemeriksaan panggul mungkin sulit dilakukan. karena itu lebih baik dilakukan
ultrasonografi untuk diagnosis. Jumlah sel darah putih mungkin rendah, normal atau
sangat meningkat. Pemeriksaan sinar X abdomen dapat memperlihatkan adanya ileus
adinamik atau udara bebas di bawah diafragma jika terjadi ruptur 6.

2.6. Diagnosis

Vaginal Touche :
- Nyeri goyang portio.
- Nyeri kiri dan kanan dari uterus.
- Kadang-kadang ada penebalan dari tuba. Tuba yang sehat tak teraba.
- Nyeri pada ovarium karena meradang4.

Tes terpilih untuk abses tuba ovarium adalah ultrasonografi (USG). USG memiliki
kelebihan yaitu ketersediaan, kemudahan, dan cepat digunakan serta harga yang murah
dibandingkan dengan CT-Scan dan MRI7. USG juga merupakan prosedur terbaik untuk
membedakan antara Abses tubo ovarium dan komplek tuboovarian (TOC)9.

6
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada pasien tanpa gejala adalah kista ovarii, neoplasma
ovarii, kehamilan ektopik yang tidak rupture, leiomioma uteri, hidrosalping atau abses
periapendiks. Pada pasien yang bergejala dengan abses ovarii yang tetap tidak rupture,
diagnosis bandingnya meliputi abses apendiks, rupture apendiks, abses divertikuler,
divertikulum perforasi, ulkus peptik perforasi, porfiria dan diabetes mellitus10.

2.8 Penatalaksanaan

a. Curiga Abses tubo ovarium utuh tanpa gejala :


Antibotika dengan masih dipertimbangkan pemakaian golongan : doksiklin 2x /
100 mg /hari selama 1 minggu atau ampisilin 4 x 500 mg / hari, selama 1
minggu.
Pengawasan lanjut, bila massa tak mengecil dalam 14 hari atau mungkin
membesar adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut dengan kemungkinan
untuk laparatomi.

b. Abses tubo ovarium utuh dengan gejala :


Masuk rumah sakit, tirah baring posisi semi fowler, observasi ketat tanda vital
dan produksi urine, periksa lingkar abdomen, jika perlu pasang infuse
Antibiotika masif minimal 48-72 jam Gol ampisilin 4 x 1-2 gram IV 5-7 hari dan
gentamisin 5 mg/kg BB/hari, IV/im terbagi dalam 2x1 hari selama 5-7 hari dan
metronidazole 1 gr 2x/hari atau kloramfenikol 50 mg/kgBB/hari IV selama 5
hari metronidzal atau sefalosporin generasi III 2-3x/1gr/sehari dan metronidazol
2 x1 gr selama 5-7 hari
Pengawasan ketat mengenai keberhasilan terapi
Jika perlu dilanjutkan laparatomi, SO unilateral, atau pengangkatan seluruh
organ genetalia interna.
c. Abses tubo ovarium yang pecah, merupakan kasus darurat :
Dilakukan laporatomi pasang drain, kultur nanah
Setelah dilakukan laparatomi, diberikan sefalosporin generasi III dan
metronidazol 2 x 1 gr selama 7 hari (1 minggu)4.

2.9 Komplikasi
Komplikasi meliputi syok sepsis, emboli sepsis, peritonitis, sumbatan usus,
infeksi berulang, kehamilan ektopik dan infertilitas10.

7
2.10 Prognosis
a. Abses tubo ovarium yang utuh
Pada umumnya prognosa baik, apabila dengan pengobatan medikamentosa
tidak ada perbaikan keluhan dan gejala maupun pengecilan tumor lebih baik dikerjakan
laparatomi jangan ditunggu abses menjadi pecah yang mungkin perlu tindakan lebih
luas. Kemampuan fertilitas jelas menurun kemungkinan reinfeksi harus diperhitungan
apabila terapi pembedahan tak dikerjakan.

b. Abses tubo ovarium yang pecah


Kemungkinan septikemia besar oleh karenanya perlu penanganan dini dan
tindakan pembedahan untuk menurunkan angka mortalitasnya4.

BAB 3
KESIMPULAN

Abses tubo ovarium adalah radang disertai dengan akumulasi pus yang terjadi pada
ovarium dan atau tuba fallopii pada satu sisi atau kedua sisi adneksa. Kejadian abses
tubo ovarium dengan PID berkisar 17-20%. Abses tubo ovarium sering terjadi pada
wanita fase seksual aktif yakni antara usia 20-40 tahun
Abses tubo ovarium disebabkan oleh infeksi berbagai bakteri seperti spesies
Streptococcus, E.Coli, spesies Bacteroides, spesies Prevotella, spesies
Peptostreptococcuss. Beberapa faktor resiko yang terkait adalah pasangan seksual
multipel, riwayat penyakit peradangan panggul, penggunaan AKDR, status sosioekonomi
rendah, dan riwayat penyakit menular seksual.
Pasien mungkin tanpa gejala, namun jika berat dapat menimbulkan syok sepsis.
Biasanya terdapat riwayat infeksi panggul sebelumnya, usia muda, dengan paritas
rendah dan pernah mempunyai gejala selama <1 minggu. Onset biasanya 2 minggu
setelah menstruasi, dengan nyeri panggul dan perut (dengan derajat nyeri bervariasi),
mual, muntah, demam, takikardi. Karena nyeri tekan adneksa yang hebat, pemeriksaan
panggul mungkin sulit dilakukan. Karena itu lebih baik dilakukan ultrasonografi untuk
menegakkan diagnosis.
Penatalaksanaan abses tubo ovarium meliputi antibiotik, drainage abses, dan
laparotomi. Komplikasi meliputi syok sepsis, emboli sepsis, peritonitis, sumbatan usus,

8
infeksi berulang, kehamilan ektopik dan infertilitas. Prognosis tergantung pada apakah
abses masih utuh atau sudah pecah dan penanganan terhadap abses tubo ovarium.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pernoll, M.L. Benson & Pernolls handbook of Obstetrics and Gynecology.


MC Graw Hill. Kansas. 2001.
2. Lareau SM, Beigi RH. Pelvic Inflammatory Disease and Tubo-ovarian Abcess.
Infect Dis Clin N Am 2008; 22: 693708.
3. Rosen M, Breitkopf D, Waud K. Tubo-ovarian abscess management options for
women who desire fertility. Obstet Gynecol Surv 2009; 64(10):681-9
4. Mudgil S. Tubo Ovarian Abscess. 2009 ( diunduh 2 februari 2017). Tersedia dari: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/404537-overview .

5. Taber, Ben-Zion. . Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGC. Jakarta. 1994.

6. Landers, D.V dan Sweet, R.L. Tubo Ovarian Abscess: Contemporary Approach to
Management. Rev Infect Dis 1983; 5:876.

7. Osborne NG. Tubo-Ovarian Abcess: Pathogenesis and Management. Journal of The


National Medical Association 1986; 78 (10).
8. Moir, C dan Robin, R.E. Role of Ultrasound, Gallium Scanning, and Computed
Tomography in The Diagnosis of Intra-Abdominal Abscess. Am J Surg 1982; 143:582.

9. Hager, WD. Follow Up of Patients With Tubo-Ovarian Abscess in Association With


Salphingitis. Obstet Gynecol 1983; 61:680.

10. Benson R.C dan Pernoll M.L. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. EGC. Jakarta; 2009.

9
10

Vous aimerez peut-être aussi