Vous êtes sur la page 1sur 23

A.

AnalisisRisikoBencanapada Daerah Pariwisata

Menurut PP No. 21 tahun 2008 , risiko bencana adalah potensi kerugian


yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu
dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta. Dan gangguan kegiatan
masyarakat.Persyaratan analisi risiko bencana sebagaimana ditetapkan dalam PP
tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Tujuan identifikasi bencana adalah untuk mengetahui dan menilai tingkat


risiko dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat menimbulkan bencana.
b. Persyaratan analisis risiko bencana disusun dan ditetapkan oleh kepala
BNPB dengan melibatkan instansi/lembaga terkait.
c. Persyaratan analisi bencana digunakan sebagai dasar dalam penyususnan
analisis mengenai dampak lingkungan, penaataan ruang serta pengambilan
tindakan pencegahan dan mitigasi bencana.
d. Pasal 12: setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi
menimbulkan bencana, wajib dilengkapi dengan analisis risiko bencana.
e. Analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud disusun berdasarkan
persyaratan analisis risiko bencana melalui penelitian dan pengkajian
terhadap suatu kondisi atau kegiatan yang mempunyai risiko tinggi
menimbulkan bencana.
f. Analisis risiko bencana dituangkan dalam bentuk dokumen yang disahkan
oleh pejabat pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
g. BNPB atau BNBD sesuai dengan kewenangan melakukan pemantauan dan
evaluasi terhadap pelaksanaan analisis riiko bencana

Berdasarkan peraturan di atas, jelas terlihat bahwa setiap organisasi atau


kegiatan yang mengandung risiko bencana tinggi wajib melakukan Analisis
Risiko Bencana (ARISCANA). ARISCANA dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh informasi dan data mengenai potensi bencana yang mungkin
dapat terjadi dilingkungan masing-masing serta potensi atau tingkat risiko atau
keparahannya.
Risiko adalah merupakan kombinasi antara kemungkinan dengan tingkat
keparahan bencana yang mungkin terjadi.Semakin tinggi ancaman bahaya di
suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana.
Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk,
maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi
tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.
Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat
besaran risiko yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.

Risiko bencana dinilai berdasarkan ada atau tidaknya ancaman pada suatu
daerah, besar kecilnya tingkat kerentanan faktor fisik/infrastruktur, penduduk,
dan sosial-ekonomi serta seberapa kuat atau lemah kapasitas masyarakat untuk
melakukan pencegahan, adaptasi maupun mitigasi dalam rangka
meminimalkan korban dan kerugian akibat bencana. Kerangka penilaian risiko
tersebut didasarkan pada tiga buah elemen utama kegiatan penilaian risiko
bencana: ancaman, kerentanan dan kapasitas. Masing-masing komponen
memiliki peranan tersendiri dalam menentukan tingkat risiko, sehingga perlu
dilakukan analisis untuk memperoleh nilai risiko sebagai kombinasi dari
semua elemen tersebut. Untuk itu, akan digunakan metode AHP untuk
memberikan proporsi bobot yang sesuai dengan peran masing-masing
komponen tersebut.
1. Ancaman/bahaya
Ancaman adalah peristiwa atau kejadian baik disebabkan oleh faktor alam
(seperti letusan puting beliung, banjir, gempabumi dan lainnya) maupun faktor
non-alam (seperti konflik sosial, tawuran, dan lain sebagainya) yang
berpotensi menimbulkan kerugian apabila terjadi bencana. Ancaman/bahaya
dapat dikategorikan dalam kelas-kelas sesuai dengan tingkat ancaman yang
ditimbulkannya pada kelompok masyarakat. Semakin tinggi nilai ancaman,
semakin besar pula potensi terjadinya kerusakan dan jatuhnya korban jiwa.
Untuk memudahkan penilaian risiko, biasanya dibuat tiga buah kelas yang
menyatakan tingkat ancaman yang rendah (atau tidak ada ancaman), sedang
dan tinggi. Masing-masing ancaman memiliki ciri-ciri yang berbeda.
Sebagai contoh, Banjir dapat dikelaskan menjadi tiga kelas sesuai
dengan tingkat bahayanya: banjir yang melanda suatu desa, memiliki
ketinggian air yang rendah dan lama genangan yang singkat dapat
dikategorikan bahwa tingkat ancaman banjir di desa tersebut adalah rendah.
Sebaliknya, apabila di desa lain terkena banjir dengan ketinggian air yang
cukup tinggi dan menggenang cukup lama, maka dapat dinyatakan bahwa
ancaman banjir di desa ini adalah tinggi. Contoh lainnya adalah Letusan
Puting beliung yang dapat dikelaskan menjadi tiga buah kelas berdasarkan
Kawasan Rawan Bencana (KRB) nya.

No. Jenis Ancaman No. Jenis Ancaman


1 Banjir 8 Letusan Puting beliung
2 Gempa Bumi 9 Gelombang Ekstrim dan
Abrasi
3 Tsunami 10 Kebakaran Hutan dan Lahan
4 Kebakaran Pemukiman 11 Kegagalan Teknologi
5 Kekeringan 12 Konflik Sosial
6 Cuaca Ekstrim 13 Epidemi dan Wabah
Penyakit
7 Tanah Longsor
Tabel: Jenis Ancaman pada Peta Risiko Bencana (Perka BNPB No 2 th 2012)
Karena sifatnya yang kompleks, penilaian ancaman seringkali harus
diserahkan kepada para ahli yang bersangkutan. Sebagai contoh, pada bencana
gempa, penentuan kelas ancaman rendah, sedang dan tinggi sebaiknya
dilakukan oleh ahli geologi dan kegempaan. Data untuk ancaman biasanya
diperoleh dari instansi-instansi terkait atau dari perguruan-perguruan tinggi.
2. Kerentanan
Apabila terjadi bencana, maka pada suatu desa yang penduduknya padat
akan mengalami kerugian yang lebih banyak dibandingkan dengan desa lain
yang penduduknya relatif tidak padat. Kondisi ini menggambarkan apa yang
dimaksud dengan kerentanan: Kerentanan merupakan kondisi dari suatu
komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan
ketidakmampuan dalam menghadapi bencana. Semakin rentan suatu
kelompok masyarakat terhadap bencana, semakin besar kerugian yang dialami
apabila terjadi bencana.
Sebagaimana ancaman, kerentanan juga dapat dikategorikan dalam tingkat
rendah, sedang dan tinggi. Sebuah desa dikatakan memiliki tingkat
kerentanan yang tinggi apabila di desa tersebut banyak kondisi-kondisi yang
rentan mengalami kerusakan saat terjadi bencana, dan sebaliknya, sebuah desa
dikatakan memiliki kerentanan yang rendah apabila desa tersebut hanya
memiliki sedikit kondisi-kondisi yang rentan. Kondisi-kondisi rentan ini dapat
diketahui melalui adanya indikator-indikator kerentanan pada desa
tersebut.
Kerentanan dapat dibagi menjadi 4 macam komponen berdasarkan pada
indikator tersebut, yaitu kerentanan fisik, kerentanan ekonomi, kerentanan
sosial-budaya dan kerentanan lingkungan.

No Komponen Penjelasan Contoh Indikator


Kerentanan
1 Kerentanan Fisik Ukuran kerentanan sarana Kepadatan rumah
dan prasarana pada suatu Jumlah bangunan
daerah terhadap kejadian Jumlah Fasilitas
bencana penting
2 Kerentanan Sosial- Ukuran kondisi rentan pada Kepadatan penduduk
Budaya unsur sosial- Rasio Jenis Kelamin
kemasyarakatan terhadap Rasio penduduk difabel
kejadian bencana Rasio kelompok umur
Jumlah penduduk
berisiko (ibu hamil,
dsb)
3 Kerentanan Ukuran seberapa kuat suatu Luas lahan produktif
Ekonomi komunitas bertahan secara Keberadaan industri
ekonomi menghadapi kecil dan menengah
kejadian bencana
Adanya kelompok
pertokoan
4 Kerentanan Ukuran seberapa kuat Luas Hutan Lindung
Lingkungan lingkungan hidup di suatu Luas hutan alam
komunitas bertahan Adanya Rawa-rawa
menghadapi kejadian
bencana
Tabel: Contoh Indikator Komponen Kerentanan

Dengan menggunakan indikator-indikator dari masing-masing komponen


seperti pada contoh di atas, dapat diketahui tingkat kerentanan pada suatu unit
analisis (misalnya desa). Apabila hasil dari semua indikator kerentanan yang
ada pada suatu desa dijumlahkan, maka dapat diperoleh ukuran seberapa
rentan desa tersebut terhadap bencana.

Kerentanan

Kerentanan Kerentanan Sosial- Kerentanan


Kerentanan Fisik
Ekonomi Budaya Lingkungan

Gambar: Diagram Komponen Kerentanan

Dalam prakteknya nanti, masing-masing komponen diberikan penilaian


kerentanan yang berbeda untuk tiap kejadian bencana yang berbeda. Sebagai
contoh pada kejadian gempa bumi, kerentanan lingkungan mungkin tidak
terlalu signifikan dibandingkan dengan kerentanan fisik karena gempa hanya
sedikit berpengaruh pada tegakan hutan dibandingkan pada bangunan di
daerah pemukiman.
3. Kapasitas
Kapasitas merupakan kebalikan dari kerentanan: apabila kerentanan
menggambarkan seberapa rapuh suatu komunitas masyarakat terhadap
bencana, maka kapasitas menggambarkan seberapa mampu komunitas
masyarakat tersebut menghadapi bencana. Sebuah desa yang dilengkapi
dengan peralatan Early Warning System dan memiliki Tim Siaga Bencana
sendiri tentu lebih siap menghadapi bencana dibandingkan dengan desa yang
tidak memiliki keduanya. Demikianlah kapasitas digunakan untuk mengukur
tingkat kesiapan tersebut.
Sebagaimana kerentanan, kapasitas juga terdiri dari beberapa komponen
yang terdiri dari indikator-indikator kapasitas untuk mengukur tingkat
kapasitas unit analisis yang ditanyakan. Dari hasil penilaian terhadap
indikator-indikator tersebut dapat disimpulkan tingkat kapasitas dari unit
analisis yang dimaksud: apakah rendah, sedang, atau tinggi.

No Komponen Penjelasan Contoh Indikator


Kapasitas
1 Aturan dan Ukuran seberapa siap unit Adanya Tagana
kelembagaan analisis dalam hal Anggaran khusus untuk
kebencanaan peraturan-peraturan dan penanggulangan
keberadaan dan fungsi dari bencana
lembaga-lembaga yang Ada struktur organisasi
menanggulangi bencana yang berfungsi untuk
menangani kondisi
darurat saat bencana
2 Peringatan dini Mengukur seberapa siap Ada sistem peringatan
dan kajian risiko unit analisis menghadapi dini yang berfungsi
bencana bencana dari keberadaan Telah ada jalur
mekanisme peringatan dini evakuasi yang akan
dan penerapan kajian risiko digunakan pada saat
bencana di daerah tersebut kejadian bencana
Keberadaan kajian-
kajian mengenai risiko
bencana di daerah
tersebut dan
penerapannya
3 Pendidikan Mengukur seberapa kuat Pendidikan
Kebencanaan suatu komunitas apabila kebencanaan untuk
terjadi bencana melalui anak-anak sekolah
ada/tidaknya pendidikan Ada simulasi kejadian
kebencanaan di daerah bencana
tersebut
4 Pengurangan Mengukur faktor-faktor Adanya sarana-
faktor risiko dasar dasar yang diperlukan prasarana yang
untuk bertahan pada saat mendukung aktivitas
terjadinya bencana ekonomi di daerah
tersebut
Ada/tidaknya fasilitas
kredit untuk membantu
ekonomi masyarakat
5 Pembangunan Ukuran tingkat komunikasi Ada komunikasi antar
Kesiapsiagaan di dan kerjasama antar lembaga yang
semua lini komponen yang bertugas menangani bencana
mengawal kelompok Media yang digunakan
masyarakat pada saat untuk komunikasi pada
terjadi bencana. saat terjadi bencana
Tabel: Contoh Indikator Komponen Kapasitas (Perka BNPB No. 2/2012)
Sebagaimana kerentanan, tingkat kapasitas unit analisis juga dapat diketahui
setelah melalui proses skoring indikator dari masing-masing komponen.
Kapasitas

Peringatan dini Pembangunan


Aturan dan Pendidikan Pengurangan
dan kajian risiko kesiapsiagaan
kelembagaan kebencanaan faktor risiko dasar
bencana masing-masing lini

Gambar: Diagram Komponen Kapasitas

4. Risiko
Tingkat risiko merupakan nilai yang dicari pada pemetaan risiko, yaitu
seberapa rendah, sedang atau tinggi risiko tersebut. Dengan mengetahui
tingkat risiko pada suatu daerah, akan dapat diperoleh gambaran seberapa
besar risiko yang diperkirakan akan dialami apabila terjadi bencana. Risiko
merupakan fungsi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas.
Hubungan tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis:

Risiko (R) = Ancaman (H) * Kerentanan (V)/Kapasitas(C)

dimana:
R : Disaster Risk : Risiko Bencana, potensi terjadinya kerugian
H : Hazard Threat : Ancaman bencana yang terjadi pada suatu lokasi.
V : Vulnerability : Kerentanan suatu daerah yang apabila terjadi
bencana maka akan menimbulkan kerugian
C : Coping Capacity : Kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk
melakukanpencegahan atau pemulihan dari
bencana.
Analisis risiko dilakukan dalam beberapa tahap sesuai dengan data yang
dimiliki. Berikut adalah beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk
melakukan analisis risiko:
1
Penentuan Unit Analisis dan Skala Peta

2
Akuisisi data dasar dan data tematik utama (ancaman, kerentanan, kapasitas)

Identifikasi elemen-elemen kerentanan dan kapasitas sesuai dengan jenis ancaman yang akan dipetakan.
3

4
Pembuatan matriks penilaian risiko

5
Skoring/Pemberian bobot untuk masing-masing komponen

6
Pembuatan peta komponen-komponen kerentanan dan kapasitas

7
Pembuatan Peta Kerentanan, Peta Kapasitas dan Peta Ancaman

8
Pembuatan peta risiko bencana

9
Pembuatan peta multi-risiko

10
Penyusunan rencana aksi

Gambar: Diagram analisis risiko bencana

Unit analisis risiko merupakan satuan terkecil dimana analisis risiko dilakukan
(Aditya, 2010). Berdasarkan Peraturan Kepala (Perka) BNPB No. 2 Tahun
2012, unit analisis memiliki ketentuan tingkat kedetailan analisis (kedalaman
analisis) yaitu:
a. Peta risiko di tingkat nasional minimal hingga kabupaten/kota,
b. Kedalaman analisis peta risiko di tingkat provinsi minimal hingga
kecamatan,
c. Kedalaman analisis peta risiko di tingkat kabupaten/kota minimal
hingga tingkat kelurahan/desa/kampung/nagari

Setelah berhasil mengidentifikasi daerah mana saja yang memiliki tingkat


risiko tinggi, selanjutnya dapat disusun rencana aksi yang dapat dilakukan
pada daerah tersebut untuk mengurangi risiko bencana. Rencana aksi ini dapat
berupa:
1) Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat di daerah yang dimaksud
agar mampu menghadapi bencana, seperti melalui kegiatan pelatihan dan
simulasi kebencanaan, pembangunan Sistem Peringatan Dini, pembuatan
jalur evakuasi, pengadaan alat komunikasi, dan seterusnya.
2) Pengurangan kerentanan, seperti membangun pusat kesehatan masyarakat,
mendirikan koperasi, usaha-usaha mitigasi seperti pembangunan sabo dam,
dan seterusnya.

Pada sebuah kegiatan penanggulangan bencana yang terpadu, hasil hitungan


dan identifikasi risiko perlu diwujudkan dalam program nyata
penanggulangan bencana. Program tersebut selain berupa rencana aksi juga
perlu dilengkapi dengan stakeholder yang bertanggungjawab melakukan
program-program tersebut, juga estimasi biaya dan target capaian program.

Tabel: Contoh dari rencana aksi (Aditya, 2010)

5. Multi-Risiko
Untuk mendapatkan hitungan yang lebih akurat mengenai potensi risiko di
suatu daerah, perlu dilakukan analisis multi-risiko. Analisis multi-risiko
menggabungkan hasil hitungan risiko dari berbagai kejadian bencana pada
suatu daerah sehingga diperoleh akumulasi hitungan risiko pada daerah
tersebut. Pada Perka BNPB No. 2 tahun 2012, analisis multi risiko dapat
dilakukan menggunakan pembobotan pada beberapa jenis kejadian bencana
yang diidentifikasi.
Tabel: Hitungan multi-risiko bencana (Perka BNPB No.2 tahun 2012)

Dengan demikian, hitungan multi-risiko dapat dinyatakan sebagai fungsi


penjumlahan dan perkalian bobot dari masing-masing risiko bencana. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan analisis AHP.

6. Analytic Hierarchy Process (AHP)


Dengan mengetahui berbagai komponen yang mempengaruhi nilai suatu
risiko pada daerah tertentu, maka dapat dilakukan analisis untuk mengetahui
peranan keseluruhan komponen tersebut terhadap nilai risiko yang dihasilkan.
Analisis Proses Berjenjang (AHP) merupakan proses analisis yang
menggunakan pendekatan Multicriteria Decision Analysis (MCDA),
dilakukan dengan cara melakukan evaluasi berbobot terhadap berbagai
komponen yang mempengaruhi suatu variable secara berjenjang (hierarkhis).
Dalam hal ini, bobot masing-masing komponen ditentukan secara relatif, yaitu
suatu komponen yang dianggap memiliki pengaruh lebih besar akan diberikan
bobot yang lebih besar secara berjenjang, dan demikian sebaliknya, komponen
dengan pengaruh yang tidak terlalu besar akan diberikan nilai bobot yang
tidak terlalu besar pula.
Gambar: Mekanisme AHP (sumber: www.emeraldinsight.com)

Pada kegiatan penilaian risiko, AHP digunakan untuk memberikan bobot pada
masing-masing elemen risiko (ancaman, kapasitas dan kerentanan) yang
masing-masing dipengaruhi oleh berbagai komponen turunan. Dengan
menggunakan AHP, akan diperoleh nilai risiko yang diwakili oleh semua
komponen yang teridentifikasi, sesuai dengan bobot masing-masing.

Gambar: AHP dalam penilaian Risiko (Sumber: http://miavita.brgm.fr/)

Dalam kerangka analisis spasial untuk penentuan nilai risiko, penilaian


AHP dilakukan dengan memberikan bobot yang berbeda untuk tiap atribut
pada zona yang berbeda. Sebagai contoh, sebuah daerah erupsi gunung berapi
dapat dibagi menjadi tiga buah zona berdasarkan tingkat bahayanya. Pada
zona paling berbahaya diberikan bobot yang lebih tinggi, sedangkan pada
zona yang tidak terlalu berbahaya diberikan nilai bobot yang tidak terlalu
tinggi pula. Dengan melakukan analisis multikriteria secara berjenjang akan
diperoleh nilai risiko yang cukup representatif sesuai dengan bobot komponen
yang diberikan.

B. AnalisisSWOT dalam PenanggulanganRisikoBencana Pariwisata

Analisis SWOT merupakan salah satu teknik analisis yang digunakan


dalam menginterpretasikan suatu bidang, khususnya pada kondisi yang sangat
kompleks dimana faktor eksternal dan faktor internal memegang peranan
yang sama pentingnya. Analisis SWOT yang digunakan ini bertujuan untuk
menentukan arahan-arahan penanganan yang akan dilakukan dalam
penanggulangan bencana.

Tujuan analisis Strength, Weakness, Opportunity dan Threat (SWOT)


adalah untuk mensinergikan kecepatan, ketepatan, kesigapan dan keputusan
yg efektif dan efisien dalam pengelolaan bencana alam.

1. Faktor Strength (kekuatan) adalah ketersediaan SDM ahli di bidang


bencana alam, antara lain ahli-ahli geologi, geofisika, , kegunungapian,
geografi, geodesi, teknik sipil, manajemen, informasi, telekomunikasi,
dsb. Demikian juga keberadaan berbagai instansi yang terkait dengan
bencana alam. Selain itu ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai,
termasuk hasil-hasil riset di berbagai bidang yang terkait dengan bencana
alam akan sangat mendukung rencana ini.
2. Faktor Weakness (kelemahan) adalah belum adanya koordinasi dan
sinkronisasi dari berbagai pihak (institusi dan kepakaran) di dalam
pengelolaan bencana alam. Selain itu belum tersedianya suatu wadah
yang resmi dan mampu untuk mengkoordinasi, dan mengambil langkah-
langkah strategis untuk mencapai tujuan tersebut,
3. Faktor Opportunity (peluang) adalah banyaknya kerjasama yang telah
terbina sampai dengan saat ini, baik dengan institusi Nasional maupun
Internasional yang memungkinkan adanya transfer teknologi dan
kolaborasi. Pendanaan dapat berasal dari PEMDA Tk I dan II, Menteri
RISTEK, UNESCO, dan Kerja Sama penelitian dengan negara-2
Perancis, Jerman, Jepang dll.
4. Faktor Threat (ancaman/tantangan), untuk kawasan objek wisata
adalahperistiwa alam yang menjadi ancaman bagi kawasan objek yaitu
musim hujan yang membuat akses jalan semakin buruk dan longsor.
Peristiwa yang tidak kita ketahui yang bisa merugikan bagi masyrakat,
pemerintah dan pihak lainya hal ini yang berpengaruh besar yang
membuat kekwatiran pengunjung ataupun masyarakat setempat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Jamaris dalam Anjela (2014) mengungkapkan
bahwa objek wisata merupakan segala sesuatu yang dapat dilihat, di
nikmati dan menimbulkan kesan tersendiri, seseorang apabila di dukung
oleh sarana dan prasarana yang memadai. Apabila sarana tidak memadai
maka akan merusak dan membahayakan bagi pengunjung, objek dan
atraksi sering kali dikaitkan dengan pengertian produk industrui
pariwisata dengan objek dan atraksi wisata. Ancaman (Threats)
merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat dapat
mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri (Freddy,
2014)

Upaya-upayapenanggulanganbencanaberdasarkanhasilanalisa SWOT

1. Meletakkanpenguranganresikobencanasebagaiprioritasdaerah dan
implementasinyaharusdilaksanakanolehsuatuinstitusi yang kuat,
2. Mengidentifikasi, mengkaji dan
memantauresikobencanasertamenerapkansistemperingatandini,
3. Memanfaatkanpengetahuan,
inovasidanpendidikanuntukmembangunbudayakeselamatan dan
ketahananpadaseluruhtingkatan,
4. Mengurangicakupanresikobencana,
5. Meningkatkankesiapanmenghadapibencanapadasemuatingkatanmasyaraka
t, agartanggapanyangdilakukanlebihefektif.

Strategi Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat

1. Mengurangikerawananmasyarakatdenganmeningkatkankemampuanmasya
rakat.
2. Masyarakatperludibekalidenganberbagaicarapeningkatankemampuanseper
ti; memperkuatorganisasiyangada, mengadakankegiatan-
kegiatanpemberdayaansosial ekonomi, kesadaranlingkungan, pendidikan,
kesehatandankemampuanlainnya.
3. Memadukan pengetahuan lokal dan asli untuk menanggapi bencana.
4. Cara-cara yang dimiliki masyarakat untuk memahami, meramalkan,
pemberian peringatan dan menghadapi bencana perlu diinventarisasi,
dimanfaatkan dan ditingkatkan atau dikembangkan.
5. Merumuskansistem, prosedurdankegiatan-
kegiatanPenanggulanganBencanaBerbasisMasyarakat.
6. PenanggulanganBencanaBerbasisMasyarakatmerupakanpenyaluranaspek-
aspekfisik, mental dan emosional dari anggota-anggotamasyarakat yang
terlibat. Prosesmerumuskanberartimenjaminpengelolaansumber-sumber
(dana, waktu, peralatan, informasidan teknologi) secarabaik dan efisien.
Untuk itu perluada program danpelayanankepadapendampingsosial yang
membantumasyarakat.

PenanggulanganBencanaBerbasisMasyarakat

1. Pencegahan :Tindakan-tindakanuntukmenghentikanterjadinyabencana
2. Mitigasi :Tindakan-tindakanuntukmengurangidampakbencana
3. Kesiapsiagaan :Tindakan-tindakan yang dilakukan agar
mampumenghadapiancamanapabilaterjadibencana.
4. Peringatan :Pemberianinformasikepadamasyarakatapabilaancamantelahdik
etahui dan dinilai akan mempengaruhiwilayahbencanatertentu.
5. TanggapDarurat :
6. Rekonstruksi
7. Rehabilitasi
8. Pengembangan/Pembangunan.

C. Langkah-langkahAnalisisRisikoBencana

Disaster Risk Management (DRM) merupakam usaha menyeluruh dan


pengukuran yang diambil untuk mengurangi risiko kejadianbencana.Istilah
sederhana DRM dikenal sebagai pengurangan risiko bencana (disaster risk
reduction) atau DRR.Melingkupi pula tentang komitmen terhadap bencana
dan pengurangan kerentanan (V) dan peningkatan peringatan dini (early
warning).Karena kesulitan untuk mencegah kejadian bahaya dari alam
(natural hazards), aksi-aksi danaktivitas seharusnya difokuskan pada
pengurangan kerentanan saat ini dan masamendatang terhadap kerusakan
(damage) dan kerugian (losses).Fase pra-bencana dalam DRM meliputi 4
komponen :
1. Identifikasi risiko (risk identification),
2. Pengurangan risiko/mitigasi (risk reduction/mitigation),
3. Pengalihan risiko (risk transfer), dan
4. Kesiapsigaan (preparedness).

D. Penilaian Risiko Bencana pada Kawasan Wisata


Untuk menyusun prioritas risiko bencana yangmungkin terjadi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan penjumlahan nilai bahaya,
kerentanan dan manajemen serta berdasarkan pertemuan faktor ancaman
bencana dan kerentanan masyarakat.
1. Berdasarkan Penjumlahan Nilai Bahaya, Kerentanan dan
Manajemen
Penjumlahan nilai karakteristik bahaya, kerentanan bencana dan
manajemen bencana akan menghasilkan nilai ancaman/bencana. Suatu
bencana yang menghasilkan nilai acaman/bencana tertinggi merupakan
bencana yang harus diprioritaskan dalam suatu penanganan bencana.
Langkah-langkah yang dapat kita lakukan untuk menentukan
penilaian risiko diantaranya adalah pembuatan peta rawan, menetapkan
jenis bahaya, menetapkan variabel, penetapan cara penilaian, membuat
matriks penilaian, melakukan penilaian dan menetapkan hasil penilaian.
a. Pembuatan Peta Rawan
1) Ancaman
a) Melengkapi peta topografi (kota, sungai, danau, gunung
berapi, penambangan, pabrik, industry, dll)
b) Inventarisasi ancaman (banjir, gunung meletus, longsor,
kebocoran pipa, kecelakaan, transportasi, dll).
2) Kerentanan
Melengkapi peta rawan ancaman dengan kerentanan
masyarakat:
a) Data demografi (jumlah bayi, balita, dll)
b) Sarana dan prasarana kesehatan (dokter, perawat, bidan,
dll)
c) Data cakupan YANKES (imunisasi, KIA, gizi, dll)
b. Penetapan Jenis Bahaya
Penetapan jenis bahaya merupakan pengelompokan jenis
bahaya yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Tsunami
2) Gempa bumi
3) Letusan gunung berapi
4) Angin Puyuh
5) Banjir
6) Tanah longsor
7) Kebakaran hutan
8) Kekeringan
9) KLB penyakit menular
10) Kecelakaan transportasi atau industry
11) Konflik dengan kekerasan
c. Penetapan Variabel
1) Karakteristik Bahaya
a) Frekuensi
Suatu bahaya/ancaman seberapa sering terjadi
b) Intensitas
Diukur dari kekuatan dan kecepatan secara
kuantitatif/kualitatif
c) Dampak
Pengukuran seberapa besar akibat terhadap kehidupan
rutin keluasan
d) Keluasan
Luasnya daerah yang terkena
e) Komponen uluran waktu
Rentang waktu peringatan gejala awal-hingga
terjadinya dan lamanya proses bencana berlangsung.
2) Kerentanan
a) Fisik
Kekuatan struktur bangunan fisik (lokasi, bentuk,
material, kontruksi, pemeliharaannya), dan system
transportasi dan telekomunikasi (akses jalan, sarana
angkutan, jaringan komunikasi, dll)
b) Sosial
Meliputi unsure demografi (proporsi kelompok rentan,
status kesehatan, budaya, status sosek, dll)
c) Ekonomi
Meliputi dampak primer (kerugian langsung) dan
sekunder (tidak langsung)
3) Manajemen
a) Kebijakan
Telah ada/tidaknya kebijakkan, peraturan perundangan,
Perda, Protap,dll tentang penanggulangan bencana
b) Kesiapsiagaan
Telah ada/tidaknya system peringatan dini, rencana
tindak lanjut termasuk pembiayaan
c) Peran serta masyarakat
Meliputi kesadaran dan kepedulian masyarakat akan
bencana
d. Penetapan Cara Penilaian
1) Jenis bahaya/ ancaman
2) Penilaian sesuai dengan kelompok variable
3) Berdasarkan data, pengalaman dan taksiran
4) Saling terkait satu sama lain
5) Nilai berkisar antara 1 sampai 3
1 = risiko terendah
2 = risiko sedang
3 = risiko tertinggi
6) Untuk penilaian manajemen dinilai dengan skala yang berbalik
1 = kemampuan tinggi
2 = kemampuan sedang
3 = kemampuan rendah

e. Membuat Matriks Penilaian


GEMPA BANJI KERUSUHA
No VARIABEL dst
BUMI R N
1 BAHAYA
b. Frekuensi
c. Intensitas
d. Dampak
e. Keluasan
f. UluranWaktu
Total
2 KERENTANAN
g. Fisik
h. Sosial
i. Ekonomi
Total
3 MANAJEMEN
j. Kebijakan
k. Kesiapsiagaan
l. PSM
Total
NILAI

f. Melakukan Penilaian dan Menetapkan Hasil Penilaian


1) Masing-masing komponen yangada di beri nilai untuk
masing-masing jenis bahaya
2) Kemudian nilai tersebut dijumlahkan
a) Karakteristik bahaya, nilai dijumlah
b) Kerentanan, nilai dijumlah
c) Manajemen, nilai dijumlah
3) Setelah didapat nilai masing-masing variable, kemudian nilai
tersebut dijumlahkan(nilai karakteristik bahaya+ kerentanan
+manajemen)
4) Ancaman/bencana (event) dengan nilai tertinggi merupakan
yang harus diprioritaskan

2. Berdasarkan Pertemuan Faktor Ancaman Bencana dan Kerentanan


Masyarakat
Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan
kerentanan masyarakat, akan dapat memposisikan masyarakat dan daerah
yang bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda. Hubungan antara
ancaman bahaya, kerentanan dan kemampuan dapat dituliskan dengan
persamaan berikut:

Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kemampuan)


a. Risiko (risk) : Kemungkinan akan kehilangan yang bisa terjadi sebagai
akibat kejadian buruk, dengan akibat kedaruratan dan keterancaman.
b. Bahaya (hazard) : Potensi akan terjadinya kejadian alam atau ulah
manusia dengan akibat negatif.
c. Keterancaman/ Kerentanan (vulnerability) : Akibat yang timbul
dimana struktur masyarakat, pelayanan dan lingkungan sering rusak
atau hancur akibat dampak kedaruratan. Adalah kombinasi mudahnya
terpengaruh (susceptibility)dandapatbertahan (resilience). Resilience a
dalah bagaimana masyarakat mampu bertahan terhadap kehilangan,
dan susceptibility adalah derajat mudahnya terpengaruh terhadap
risiko. Dengan kata lain, ketika menentukan keterancaman masyarakat
atas dampak kedaruratan, penting untuk memastikan kemampuan
masyarakat beserta lingkungannya untuk mengantisipasi, mengatasi
dan pulih dari bencana. Jadi dikatakan sangat terancam bila dalam
menghadapi dampak keadaan bahaya hanya mempunyai kemampuan
terbatas dalam menghadapi kehilangan dan kerusakan, dan sebaliknya
bila kurang pengalaman menghadapi dampak keadaan bahaya namun
mampu menghadapi kehilangan dan kerusakan, dikatakan tidak terlalu
terancam terhadap bencana dan kegawatdaruratan.
Dapat dirumuskan sebagai berikut
1) High susceptibility + low resilience = high level of vulnerability.
2) High exposure to risk + limited ability to sustain loss = high
vulnerability.
3) Low susceptibility + high resilience = low degree of
vulnerability.
4) Ability to sustain loss + low degree of exposure = low
vulnerability

Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin


tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin
tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin
tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat
kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.
Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan
tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah
pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua
bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan
kemungkinan terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian :
a. 5 : Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).
b. 4 : Kemungkinan besar (60 80% terjadi tahun depan, atau sekali
dalam 10 tahun mendatang)
c. 3 : Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali
dalam 100 tahun)
d. 2 : Kemungkinan Kecil (20 40% dalam 100 tahun)
e. 1 : Kemungkian sangat kecil (hingga 20%).

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya


apabila bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak
antara lain: jumlah korban; kerugian harta benda;kerusakan prasarana
dan sarana;cakupan luas wilayah yang terkena bencana dampak sosial
ekonomi yang ditimbulkan, maka, jika dampak ini pun diberi bobot
sebagai berikut:
a. 5 : Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total)
b. 4 : Parah (60 80% wilayah hancur)
c. 3 : Sedang (40 - 60 % wilayah terkena berusak)
d. 2 : Ringan (20 40% wilayah yang rusak)
e. 1 : Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah rusak).
Maka akan di dapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini :
NO JENIS ANCAMAN BAHAYA PROBABILITAS DAMPAK
1 GempaBumiDiikuti Tsunami 1 5
2 Tanah Longsor 5 2
3 Banjir 4 3
4 Kekeringan 3 1
5 AnginPutingBeliung 2 2

Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model


lain dengan tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan
prioritas seperti berikut:

`
Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis
ancaman bahaya yang perlu ditangani. Ancaman dinilai tingkat
bahayanya dengan skala (3-1) - Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah) -
Bahaya/ancaman sedang nilai 2 - Bahaya/ancaman rendah nilai 1.

Vous aimerez peut-être aussi