Vous êtes sur la page 1sur 40

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 66 TAHUN DENGAN


OS PARESE NERVUS ABDUSEN (N.VI) DAN ODS KATARAK SENILIS IMATUR

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Tugurejo Semarang

Disusun oleh :
Azmi Yunita
H2A012006

Pembimbing :
dr. Sudarti, Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
RSUD TUGUREJO SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

SEORANG LAKI-LAKI 66 TAHUN DENGAN


OS PARESE NERVUS ABDUSEN (N.VI) DAN OD KATARAK SENILIS IMATUR

Oleh:

Azmi Yunita H2A012006

Kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian
kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Tugurejo Semarang

Semarang, September 2017

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Sudarti Sp.M

i
LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. K
Usia : 66 th
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : SD
Tgl pemeriksaan : 23 September 2017

1.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 23 September 2017 pukul 14.00 WIB di
bangsal Alamanda RSUD Tugurejo Semarang.
o Keluhan Utama : Penglihatan ganda.
o Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Tugurejo Semarang dengan keluhan nyeri kepala


sebelah yang dirasakan terus menerus sejak 3 bulan,pasien juga mengeluh sulit
untuk menelan sehingga pasien disarankan untuk mondok untuk dilakukan Ct-
Scan.
Saat mondok, pasien mengatakan penglihatannya menjadi ganda sejak
2bulan. Keluhan ini baru pertama kali dialami oleh pasien dan tidak pernah
dialami pasien sejak kecil.
Selain itu, pasien mengatakan matanya terasa berat untuk membuka, kemeng
dan keluar lodok. Gatal, merah, dan nrocos disangkal. Riwayat trauma disangkal,
riwayat pemakaian kacamata (-).
o Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan sakit serupa : disangkal
Hipertensi : disangkal
DM : disangkal
Alergi : disangkal

2
3

Asma : disangkal
Trauma : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
o Riwayat Keluarga

Keluhan sakit serupa : disangkal


Hipertensi : disangkal
DM : disangkal
Alergi : disangkal
Asma : disangkal

o Riwayat Pribadi
Riwayat alcohol : disangkal
Riwayat merokok : disangkal

o Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien bekerja sebagai petani. Pasien tinggal bersama istri dan anaknya.

Kesan ekonomi cukup.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


1.3.1. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan Darah : 140/70 mmHg
Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 86x/menit
Laju Pernafasan : 18x/menit
Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam..
Hidung : Bentuk normal, sekret (-), deviasi septum (-)
Telinga : Normooti, discharge (-/-)
Mulut : Lidah tidak ada kelainan, uvula di tengah, faring tidak
hiperemis
4

Thorax :
o Jantung : tidak dilakukan
o Paru : tidak dilakukan
Extremitas :
Superior Inferior

Oedem -/- -/-

Akral Dingin -/- -/-

1.3.2. STATUS OFTALMOLOGI

OD OS

Lensa keruh tak rata


Esotropi

X
5

KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Tajam penglihatan >3/60 >3/60
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Kedudukan esotrofi esotrofi
Eksoftalmus (-) (-)
Endoftalmus (-) (-)
Baik-Ke segala arah Terbatas

Gerakan bola mata

3. SUPRA SILIA
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema (-) (-)
Tanda radang (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Masa (-) (-)
5. KONJUNGTIVA PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
(-)
Papil (-)
6

6. KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
Pterigium (-) (-)
Papil (-) (-)
Cobble stone (-) (-)
7. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik (-) (-)
8. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Sedikit kering Licin
9. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema (-) (-)
Hipopion (-) (-)
10. IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte Jelas Jelas
Koloboma (-) (-)
11. PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Reflek cahaya langsung (+) (+)
(+)
Reflek cahaya tak langsung (+)
7

12. LENSA
Kejernihan Keruh Tak Rata Keruh Tak Rata
Shadow test Iris Shadow (+) Iris Shadow (+)
13. PALPASI
Nyeri tekan (-) (-)
Massa tumor (-) (-)

Tes Hischberg : Reflek cahaya kedua mata tidak simetris

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Usulan
1. USG mata
2. CT Scan
3. Funduskopi
1.5. RESUME

Pasien datang ke RSUD Tugurejo Semarang dengan keluhan nyeri kepala


sebelah yang dirasakan terus menerus sejak 3 bulan,pasien juga mengeluh sulit
untuk menelan sehingga pasien disarankan untuk mondok untuk dilakukan Ct-
Scan.
Saat mondok, pasien mengatakan penglihatannya menjadi ganda sejak
2bulan. Keluhan ini baru pertama kali dialami oleh pasien dan tidak pernah
dialami pasien sejak kecil. Selain itu, pasien mengatakan matanya terasa berat
untuk membuka, kemeng dan keluar lodok. Gatal, merah, dan nrocos disangkal.
Riwayat trauma disangkal, riwayat pemakaian kacamata (-).
Visus OD >3/60 OS >3/60, bola mata kiri tampak esotropia dan gerakan OS
terbatas. Lensa keruh tak rata,iris shadow (+).

1.6. DIAGNOSA KERJA

OS Esotropia e.c Parese N. VI (N. Abdusens)

ODS Katarak Senilis Imatur


8

1.7. Tata Laksana


Cendo Lyteers 0,01% ED 4x1 tetes ODS
Retinol tab 1x1

1.8. PROGNOSA
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad functionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad kosmetikan Dubia ad bonam Dubia ad malam
Quo ad vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
9

TINJAUAN PUSTAKA

A. KATARAK
A. ANATOMI LENSA
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah
(avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang
memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan
memberikan akomodasi.. Ke depan berhubungan dengan cairan bilik mata, ke
belakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung oleh Zunula zinii
(Ligamentum suspensorium lentis), yang menghubungkannya dengan korpus
siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Lensa
diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel,
yang akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.

Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih


keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar
dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan
lamellae ini ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk (
Y ) ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh
ligamen yang dikenal zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari
permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.

Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara
jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf
di lensa.
10

Gambar 2. (http://duniamata.blogspot.com/2010/05/struktur-lainnya-lensa-
kristalina.html&usg)

B. METABOLISME LENSA NORMAL


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium
dan kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium
dibagian anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar
Natrium lebih tinggi dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke humor aqueus, dari luar ion natrium masuk secara difusi
bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion kalium dan keluar melalui
pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan
didalam oleh Ca-ATPase.

Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).


Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan
ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose
reduktase adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol
dirubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase.

I. DEFINISI

Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa


yang menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering
dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh
dunia. Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga
11

factor lain yang mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik
(mis; diabetes), merokok, dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani
katarraktes yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri
sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi, denaturasi protein,
dan proses penuaan.sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih.

Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina,


sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek
terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah
mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah
lensanya.

Gambar 3. Katarak

Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi


secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan
penderita terganggu secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak
tidak menular dari satu mata ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada
kedua mata secara bersamaan.

Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen


mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan
pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman
penglihtan pada > 90% kasus.sisanya mungkin mengalami kerusakan retina
12

atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio


retina, atau infesi yang menghambat pemulihan daya pandang.

Gambar 4. Katarak

II. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang
usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-
80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000
kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh
dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.

III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan
lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh
faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi
vit E, radang menahun dalam bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang
mengandung timbal.

Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi,
dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti
katarak.
13

Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika
hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi
penyakit infeksi dan metabolik lainnya seperti diabetes mellitus.

IV. PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang
dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:

1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang
berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari
lensa. Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik
yangmenyebabkan kekeruhan lensa.
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana
serabutkolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan
serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut tersebut semakin bertambah
banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)

b. Mulai presbiopiac

c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur

d. Terlihat bahan granular


14

2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah
proteinnukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleusmengandung histidin dan triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik
dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat
perubahan pada serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke
sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami
distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan
pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.

Gambar 5. Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarak

V. KLASIFIKASI
15

Morfologi Maturitas Onset

Kapsular Insipien Kongenital

Subkapsular Intumesen Infantile

Kortikal Immatur Juvenile

Supranuklear Matur Presenile

Nuklear Hipermatur Senile

Polar Morgagni

KATARAK SENILIS

1. Definisi dan Epidimiologi


Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses
degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun,
lebih dair 90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua
mata dengan salah satu mata terkena lebih dulu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis antara
lain:

1. Herediter

2. Radiasi sinar UV

3. Faktor makanan

4. Krisis dehidrasional

5. Merokok

2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin
dan adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein
berguna untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein
agar tetap inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi
16

mensintesis kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat


menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.

Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak senilis yaitu:

1. Katarak senilis kortikal

Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan


penurunan asam amino dan kalium, yang mengakibatkan kadar natrium
meningkat. Hal ini menyebabkan lensa memasuki keadaan hidrasi yang diikuti
oleh koagulasi protein.5

Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut:

- Derajat separasi lamelar


Terjadi demarkasi dari serat kortikal akibat hidrasi. Tahap ini hanya dapat
diperhatikan menggunakan slitlamp dan masih bersifat reversibel.

- Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi
dengan adanya area yang jernih diantaranya. Kekeruhan
dapat dimulai dari ekuator ke arah sentral (kuneiform) atau
dapat dimulai dari sentral (kupuliform).

- Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh
bagian lensa. Volume lensa dapat bertambah akibat
meningkatnya tekanan osmotik, bahan lensa yang
degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.

- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh
bagian lensa. Deposisi ion Ca dapat menyebabkan
kekeruhan menyeluruh pada derajat maturasi ini. Bila terus
berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.
17

- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah
mencair. Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa
menjadi mengerut.

- Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa
menggenang bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat berjalan
terus dan menyebabkan hubungan dengan zonula Zinii menjadi longgar.

Perbedaan stadium katarak

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

2. Katarak senilis nuklear

Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa
menjadi keras dan kehilangan daya akomodasi.

Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana
lensa kehilangan daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya
kemampuan akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati
lensa mata. Maturasi dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna
terjadi akibat adanya deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus
18

berwarna coklat (katarak brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit
pigmen dan jarang berwarna merah (katarak rubra).

Gambar 10. (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.

Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:

1. Penurunan visus

2. Silau

3. Perubahan miopik

4. Diplopia monocular

5. Halo bewarna

6. Bintik hitam di depan mata

Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya


2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp
19

Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

4. Diagnosa

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui


kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior
dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur
intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis
penglihatannya.

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi
dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata
depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus
dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa
dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat
mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau
katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan
stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan
indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.
20

5. Diagnosis Banding

Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan


dengan kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti retinoblastoma,
retinopathy of prematurity, atau persistent hyperplastic primary vitreus (PHPV).

6. Tatalaksana

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung


pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler
cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE).

Indikasi

Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi


visus,medis, dan kosmetik.

1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada
tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak
terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi
katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis
fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau
ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk
memperoleh pupil yang hitam.
Persiapan Pre-Operasi
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine
5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
21

5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien
cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi.
Tetesan diberikan tiap 15 menit
8. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma,
antihipertensi, atau anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat
antidiabetik sebaiknya tidak diberikan pada hari operasi untuk mencegah
hipoglikemia, dan obat antidiabetik dapat diteruskan sehari setelah operasi.

Anestesi8
1. Anestesi Umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau
retardasi mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit
Parkinson, dan reumatik yang tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri.
2. Anestesi Lokal :
Peribulbar block
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva
dengan jarum 25 mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan
TIO, hilangnya refleks Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang
diakibatkan stimulus rasa sakit pada bola mata, yang mengakibatkan
bradikardia dan bisa menyebabkan cardiac arrest)
Komplikasi :
o Perdarahan retrobulbar
o Rusaknya saraf optik
o Perforasi bola mata
o Injeksi nervus opticus
o Infeksi

Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan
kapsul tenon 5 mm dari limbus dan sepanjang area subtenon. Anestesi
diinjeksikan diantar ekuator bola mata.
22

Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%,
lidocaine 2%) yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau
infusa larutan lidokain 1%, biasanya selama hidrodiseksi.

Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan
phacoemulsifikasi, SICS.

1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.


Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan
dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan
atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
23

Gambar 11. Teknik ICCE

2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi


lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa
intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah
mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata
dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit
pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit
yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak
sekunder.

Gambar 12. Teknik ECCE


24

Gamabar 13. ECCE dengan pemasangan IOL

3. Phacoemulsification

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik


untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan
irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan
untuk menghancurkan katarak, selanjutnya
mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih.
Sebuah lensa Intra Okular yang dapat
dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien
dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini
bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis.

4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm.
Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan,
Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi
ini dapat dilakukan pada stadium katarak immature, mature, dan
hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik
dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.

Jenis tehnik Keuntungan Kerugian


bedah katarak

Extra capsular Incisi kecil Kekeruhan pada kapsul


25

cataract Tidak ada komplikasi vitreus posterior


extraction Kejadian endophtalmodonesis Dapat terjadi
(ECCE) lebih sedikit perlengketan iris dengan
Edema sistoid makula lebih kapsul
jarang
Trauma terhadap endotelium
kornea lebih sedikit
Retinal detachment lebih
sedikit
Lebih mudah dilakukan

Intra capsular Semua komponen lensa Incisi lebih besar


cataract diangkat Edema cistoid pada
extraction makula
(ICCE) Komplikasi pada vitreus
Sulit pada usia < 40 tahun
Endopthalmitis
Fakoemulsifikasi Incisi paling kecil Memerlukan dilatasi
Astigmatisma jarang pupil yang baik
terjadi Pelebaran luka jika ada
Pendarahan lebih sedikit IOL
Teknik paling cepat

KOMPLIKASI

Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif


awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular
(intra ocular lens, IOL).

A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat
ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat
memperbaiki keadaan.
26

b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid


dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida
oral untuk mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian
salep antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi
selama 2 hari.
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau
selama insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat
terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat
terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik
ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema,
prolaps iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis
bakterial.

D. Komplikasi postoperatif lanjut


Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative
endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina,
dan katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah
beberapa waktu post operasi.

E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL


Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-
hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa
toksik (toxic lens syndrome).
27

PREVENTIF DAN PROMOTIF


Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak
senilis ialah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap
hal-hal yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah
paparan langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap
dan sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E)
secara teori bermanfaat.

Bagi perokok, diusahakan berhenti merokok, karena rokok memproduksi


radikal bebas yang meningkatkan risiko katarak. Selanjutnya, juga dapat
mengkonsumsi makanan bergizi yang seimbang. Memperbanyak porsi buah dan
sayuran. Lindungilah mata dari sinar ultraviolet. Selalu menggunakan kaca mata
gelap ketika berada di bawah sinar matahari. Lindungi juga diri dari penyakit seperti
diabetes.

PROGNOSIS

Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat memperbaiki


ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan
untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk
pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus
atau retina membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini.
Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada
katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral
inkomplit yang proresif lambat.

B. PARESE N.VI
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Nervus abdusens adalah saraf motoris kecil dan mempersarafi m. rektus
lateralis bola mata. Saraf ini muncul dari permukaan anterior otak, di antara pinggir
bawah pons dan medula oblongata. Mula-mula saraf ini terletak di dalam fosa
kranii posterior, kemudian ia membelok dengan tajam ke depan, melintasi pinggir
superior pars petrosa os. temporalis. Setelah masuk sinus karvenosus, saraf ini
28

berjalan ke depan bersama a. karoti sinterna, masuk ke rongga orbita melalui fisura
orbitalis superior.
Nukleus motrik kecil terletak di bawah lantai dari upper part ventrikel
keempat; di dekat garis tengah dan di bawah kolikulus fasialis. Nukleus menerima
serabut kortikonuklear afferent dari kedua sisi hemisfer serebral dan menerima
traktus tektobulbar dari kolikulus superior yang menghubungkannya dengan
korteks visual. Inti saraf ini juga menerima serabut dari fasikulus longitudinal
medial yang menuhubungkan dengan nukleus dari nervus kranialis III, IV, dan VIII

Gambar 1 : persarafan otot mata

Embriologi N. Abducens berasal dari Neural Crest yang mulai tumbuh pada
hari ke tiga puluh enam masa emrio. Inti syaraf ini berasal didalam pons bagian
dorsal dan di dalam lantai ventrikel empat diparamedian kanan kiri. Bagian dorsal
inti ini dilingkari oleh N facialis sehingga membentuk suatu tonjolan di dasar
ventrikel empat di atas Stria medullare yang dikenal dengan Colliculus Facialis.
29

Gambar. 2 Letak nervus abducens

Dari inti N. Abducens Syaraf ini melewati Tegmentum Pontis dan keluar dari
sebelah ventral batang otak setinggi Pons Medullary Junction, tepatnya
diperbatasan Pons dengan pyramid. Setelah keluar dari batang otak syaraf ini
masuk ke dalam sistema Pontis dan berjalan ke rostral antara Pan dan Clivus,
menuju apex os Petrosus. Ditempat ini N. Abducens masuk kedalam Canalis
Dorello dan menembus durameter untuk selanjutnya masuk ke dalam Sinu
Cavemosus di laterocaudal dari a. Carotis Intema dan medial dari N Opthalmicus.
Dari Sinus Cavernosus Syaraf ini masuk ke dalam Cavun orbita melalui Fissura
Orbitalis Superior di Anulus Tendineus Communis, di laterocaudel N.
Opthalmicus. Selanjutnya Syaraf ini menginervasi m. Rectus Lateralis dari arah
medial.
Dalam perjalanannya N. Abducens menerima serabut propioseptik dari m.
Rectus Lateralis. Serabut ini bersatu dengan N. Abducens dan memisahkan diri di
dalam Sinus Cavemosus, selanjutnya bergabung dengan N. Opthalmicus dan
berakhir di nucleus Mesencephalic N. Trigeminal.
Proyeksi Vestibuler penting Untuk mempertahankanl fiksasi pandangan
selama gerakan kepala. Gerakan kepala akan mengaktitkan serabut afferent N
vestibularis akibat terpacunya reseptor didalam canalis semi circllfalis. Dari
nucleus vestibularis medialis akan menginhibisi inti motorik nervus III, IV, dan V
ipsilateral dan mengaktivasi kontra lateral lewat Fasiciculus Longitudinalis
Medialis. Dengan demikian fiksasi visual tetap terpelihara saat kepala bergerak.
Inti-inti nervus III, IV, dan V juga menerima input yang lebih complex yang
melibatkan formatio recticuralis pontin yang dimulai dari area 8 Brodmann, area
17, a8 dan 19 selia colliculus superior. 3, 6
30

Gambar 3 : Nervus Abducens

Jika saraf abdusens mengalami kelumpuhan, mata tidak dapat bergerak ke lateral.
Karena otot rektus medialis tidak lagi memiliki antagonis, mata agak berdeviasi ke
arah nasal. Kondisi ini dikenal sebagai strabismus konvergen atau esotropia.

Kerusakan pada setiap saraf motorik okular, menghasilkan penglihatan


ganda, karena bayangan objek pada retina tidak menutupi daerah yang
bersangkutan. Yang menyebabkan mata bergerak ke semua arah adalah kerja
gabungan dari keenam otot pada masing-masing sisi. Gerakan juga selalu secara
halus atuned dan konjugat, memastikan bahwa bayangan diproyeksikan secara
tepat pada kedua fovea. Mekanisme sentral yang agak rumit mengendalikan lima
sinergisme dari berbagai otot mata dan saraf-sarafnya. Tidak ada otot mata yang
dipersarafi secara sendiri-sendiri.

Bila seseorang menguji diplopia dengan kacamata merah hijau dan lampu
tangan, bayangan ganda dari sebuah objek ini timbul pada mata yang paralisis, jika
pasien berusaha melihat ke arah otot yang paralisis normalnya akan menarik mata.
Ketika pasien melihat ke arah ini, jarak antara bayangan ganda adalah yang
terbesar. Bayangan yang paling luar berasal dari mata yang lumpuh.
31

Gambar 4 : nervus abdusen

Gerakan kedua bola mata

Keempat pasang otot okular bekerja sama sedemikian rupa sehingga gambar
benda yang dilihat jelas dan tunggal. Melirik ke kiri horizontal berarti suatu
gabungan antara muskulus rektus lateralis kiri dan muskulus rektus lateralis kanan.
Bila dianalisa otot okular kiri dan kanan yang mana bekerja pada waktu melirik ke
atas samping kanan atau kiri. Yang mengurus pengendalian otot-otot okular kedua
sisi pada waktu melaksanakan lirikan mata (gaze movement) ialah korteks serebri
area 8 berikut korteks visual, area 12, 18, dan 19. Pada perangsangan area 8 tidak
saja terjadi gerak lirikan bola mata, tetapi leher dan badan juga ikut mengubah
sikap, sesuai dengan gerakan kepala, leher atas jika kita menengok ke kanan atau
kekiri. Gerakan mata ke suatu jurusan (ke kanan atau ke kiri) dinamakan gerakan
konjugat. Tetapi dalam penghidupan, gerakan bola mata konjugat itu tidak selalu
berarti melirikkan mata ke kanan atau ke kiri saja. Tetapi bisa juga menggerakkan
kedua bola mata ke jurusan yang berlawanan. Seperti menatapkan kedua bola mata
pada ujung hidung. Gerakan ini dinamakan gerakan diskonjugat.

Juga gerakan itu diurus oleh area 8 dengan bantuan korteks visual. Terutama
pada gerakan konjugat sikap badan berubah sesuai dengan arah lirikan. Dalam
mengatur sikap badan sehubungan dengan lirikan, sumbangan fungsional dari
serebelum, gangglia basalia dan susunan vestibular diintegrasikan. Yang
menyalurkan impuls integratif yang dicetuskan oleh kortes visual (area 17, 18 dan
19), pusat lirikan kortikal (area 8), gangglia basalia, inti vestibular dan serebelum
ialah fasikulus longitudinalis medialis. Impuls-impuls untuk gerakan konjugat dan
32

diskonjugat disalurkan melalui serabut-serabut ekstrapiramidal ke substansia


retikularis. Dari situ serabut-serabut substansia retikularis ikut menyusun fasikulus
longitudinalis medialis yang berakhir di inti-inti nervus ilaocculomotorius,
troklearis, dan abdusens. Sebagian dari serabut serabut fasikulus longitudalis
medialis berakhir pada inti motorik nervus fasialis dan hipoglosus dan sebagian
pada motorneuron medulla spinalis bagian servikal. Serabut-serabut retikular yang
menerima impuls dari serebelum dan inti vestibularpun ikut menyusun fasikulus
longitudinalis medialis. Dengan demikian impuls keseimbangan dan tonus dapat
disampaikan kepada sel-sel motorik yang dihubungi fasikulus longitudinalis
medialis. Gerakan bola mata merupakan hasil gabungan kegiatan sepasang otot
okular. Kalau kegiaatan masing-masing otot okular ditinjau, maka otot rektus
lateralis dan medialis menggerakan bola mata ke temporal dan nasal. Otot rektus
superior dan inferior menarik bola mata ke atas dan ke bawah, pada waktu bola
mata berada dalam posisi abduksi. Sedangkan gerakan bola mata ke bawah dan ke
atas pada waktu bola mata dalam posisi abduksi merupakan kegiatan otot oblikus
superior dan oblikus inferior. Tetapi jika bola mata menatap lurus ke depan,
memutarkan bola mata ke atas dan ke bawah merupakan hasil kegiatan bersama
beberapa otot okular

Gambar 5. Otot-otot pasangan searah dalam posisi menatap


33

Paralisis dari muskulus rektus lateralis (disarafi oleh nervus abdusens)


memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut:

1. Bola mata yang terkena bersikap konvergensi, yaitu ke arah nasal.

2. Bola mata yang terkena tidak dapat digerakkan ke samping.

3. Bayangan terletak disebelah lateral dari gambar sebenarnya; bayangan itu


akan lebih menjauhi ke samping apabila penderita disuruh melirik ke arah lesi.

Pasien yang tidak mampu melakukan abduksi mata yang sakit, pada kasus
ekstrem menyebabkan strabismus konvergen saat istirahat, karena aksi rektus
medial yang tidak dilawan. Terjadi diplopia saat melihat ke arah yang sakit, dengan
arah diplopia horisontal. Palsi nervus VI tanpa kelainan lain seringkali disebabkan
oleh kerusakan perdarahan saraf (vasa nervorum) akibat diabetes atau hipertensi.
Kejadian-kejadian mikrovaskular seperti ini akan membaik,biasanya terjadi
perbaikan komplet dalam satu bulan. Palsi nervus VI dapat juga merupakan tanda
lokalisasi yang salah dari peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini karena nervus
ini memiliki serabut saraf yang panjang dan berlekuk-lekuk di intrakranial. Jadi,
saraf ini rentan terhadap efek peningkatan tekanan, yang dapat disebabkan oleh
massa intrakranial, dan tidak harus menekan langsung nervus VI.

Gambar 6: paralisis nervus abdusen

2. KELAINAN NERVUS VI
34

Walaupun fungsi saraf otak ke VI ini tampak sederhana, hanya mengurus 1 otot
ekstrakuler ipsilateral, namun struktur yang unik dari N.VI dan hubungannya
dengan struktur sekitarnya, berbagai kelainan/anomali dapat terjadi.

Kelainan Kongenital

Kelainan konginetal N.VI yang tersering adalah sindroma Mobius dan sindroma
Duane retraction.

Syndroma Mobius

Berupa suatu diplegi fasialis bersamaan dengan kelainan gaza horizontal, dan
pareseabduksi. Gaze horizontal biasanya absen total. Kelainan ini sering
ditemukanbersamaan dengan kelainan neurologis dan m uskoluskletal lain (club
foot, abnormalitis M. pectoralis, malformasi bronkus). Diduga etiologi syndroma
ini adalah gangguan perkembangan N.VI, infeksi atau hipoksia intrauterin atau
trauma.

Duanes Retraction Syndrome

Selalu ditandai dengan keterbatasan gerakan abduksi yang selalu disertai dengan
penyempitan dan retraksi bola mata saat abduksi mata. Kelainan ini disebabkan
oleh hipo/aplasia dari Nukleus N.VI dan inervasi M.rektus lateral oleh vabang
N.III. Kelainan bilateral ditemukan pada 20% pasien. Sebagian besar pasien adalah
wanita dengan mata kiri lebih sering dibanding kanan. Terdapat 3 jenis Duane
Retraction Syndrome yaitu: tipe I abduksi abnormal dengan adduksi normal, tipe II
abduksi relatif normal tetapi adduksi terbatas; tipe III baik abduksi maupun adduksi
abnormal. 50% pasien ditemukan kelainan kongenital neurologi dan dkletal lain.

LESI NERVUS ABDUSEN PADA MATA

Terdapat 5 tempat yang potensial terjadi lesi pada N.VI yaitu lesi tingkat nukleus
atau fasikulus, lesi tingkat subarakhnoid/basiler, lesi tingkat puncak petrosus, lesi
tingkat sinus kavernosus dan orbita.

Lesi tingkat Nukleus dan Fasikulus


35

Lesi pada tingkat ini menyebabkan kelainan horizontal gaze ipsilateral, sering
bersamaan dengan parese fasialis perifer sebagian bagian dari gejala klinis. Lesi
sering bersamaan dengan kelainan intraparenkimal batang otak seperti neoplasma,
infeksi, kompresi inflamasi. Sebagai tambahan lesi metabolit Wernicke Korsakoff
sindroma sering juga melibatkan nukleus N.VI, MS adalah penyebab lainnya yang
sering melibatkan N.VI tingkat nukleus Sindroma Foville adalah suatu sindroma
yang ditandai dengan defisit gerakan abduksi, horizontal gaze dankelemahan
fasialis, kehilangan pengecapan, analgesia fasialis, horner sindroma, ketuliaan
ipsilateral. Sindroma Raymond adalah suatu kombinasi parese N.VI dengan
hemiplegi kontralateral, sebagai akibat keterlibatantraktus piramidalis yang
berdekatan dengan N.VI. Sindroma Millard-Gubler adalah kombinasi defisit
abduksi hemiplegi kontralateral, parese fasialis ipsilateral. Struktur yang dikenal
adalah fasikulus N.VI, piramidalis dan fasikulus N.VI. 6, 7

Gambar 7: Nukleus abdusens dan koneksi sentralnya, B: Distribusi nervus


abdusens

Lesi Tingkat Basiler/subarakhnoid

Pada kelainan di meningeal basilis seperti infeksi TBC, jamur, bakteri, meningitis
karsinomatos atau invasi langsung tumor dari sinus, fosa posterior, nasofaring,
36

sifilis meningovaskuler, sarkoidosis, Guillain-Barre Syndrome dan herpes zoster.


Dilatasi aneurisma, ektasia A. basilaris dapat menyebabkan kelainan otak multiple.
Peningkatan tekanan intrakranial oleh sebab apa saja dapat mengganggu N.VI
tingkat ini. Patologis yang sama terjadi pada traksi servikal, trauma, manipulasi
neurosurgery dan lumbal punksi.

Lesi Tingkat Petrosus

Ada 4 penyebab utama kerusakan di puncak os.petrosus.

1. Mastoiditis atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan peradangan difus


os.petrosus dan trombosis sinus petrosus. Gejala klinis berupa nyeri telingan yang
hebat dengan kombinasi parese N.VI, VII, VIII dan kadang V. Sindroma ini
dikenal dengan sindroma Gradenigo
2. Trombosis sinus lateralis oleh karena mastoiditis menyebabkan peningkatan
intrakranial yang hebat akibat gangguan drainase vena serebral. Parese N.VI dapat
akibat langsung maupun tidak langsung
3. Karsinoma Nasofaring atau tumor sinus paranasal, metastase dapat
menginfiltrasi fisura-fisura di basis kranil dengan parese N.VI yang tidak nyeri.
Bila disertai hilangnya sekresi air mata dengan/ tanpa kelainan NV2 harus diduga
proses di sphenopalatina
4. Parese N.VI Transient Benigna dapat terjadi menyusul infeksi pada anak.
Gejala biasanya membaik setelah beberapa minggu.
Lesi tingkat Sinus Kavernosus

Lesi tingkat ini sering disebabkan oleh lesi vaskuler seperti fistula karotico
kavernosus, dural shunt, aneurisma intrakavernosa, iskhemik, inflamasi
infeksius/noninfeksius, neoroplasma dapat melibatkan N.VI bersamaan saraf otak
lain. Kombinasi disfungsi okulosimpatetik dan defisit abduksi ipsilateral selalu
menunjukkan lesi sinus kavernosus Trombosis sinus kavernosus komplikasi sepsis
dari infeksi kulit wajah atas dan sinus paranasal. Klinis biasanya sering fatal.
Parese N.VI diikuti nyeri hebat, eksoptalmus dan edema palpebra yang kemudian
menjalar ke mata sebelahnya lagi.

Anuerisma intrakavernosa A.Karotis sering terjadi pada wanita usia lanjut dengan
hipertensi. Bila dilatasi terjadi di segmen depan dari pinggir sinus dapat
37

menyebabkan edema palpebra, eksopthalmus, kebutaan dan lesi N.III dengan nyeri
yang hebat. Bila lesi diposterior sinus akan terjadi iritasi N.VI dengan rasa nyeri
dan parese N.VI. Bila ruptur aneurisma ke dalam sinus akan terjadi eksopthalmus
pulsatif yang unilateral. Ini disebut Fistula Karotico kavernosa. Dapat juga terjadi
pada frkatur basis kranii yang merobek karotis ditingkat sinus kavernosa.
Hipertensi, Diabetes Melitus, Giant Cell Arteritis, migren dapat menyebabkan
parese N.VI dengan lokalisasi yang tidak jelas, diduga kelainan di tingkat
subarakhnoid atau sinus kavernosus.

Lesi di Fisura Orbitalis Superior dan Orbita

Lesi N.VI di orbita yang terisolasi sangat jarang terjadi. Telah dilaporkan paralysis
N.VI orbita setelah anestesi dental. Parese N.VI bersama N.III, IV, VI difisura
orbitalis superior dapat disebabkan oleh infiltrasi karsinoma nasofaring, tumor
benigna di orbita dengan visual loss, proptosis, diplopia yang kronik progresif. Lesi
di fisura orbitalis superior atau intrakranial tepat belakang fisura jarang
menyebabkan kelumpuhan saraf tanpa atau dengan proptosis ringan. Lesi di orbita
cenderung menyebabkan proptosis sebagai gejala utama.

i. PENALATAKSANAAN DAN PROGNOSIS

Penatalaksanaan parese N.VI tergantung pada etiologi, penanganan parese

N.VI terisolasi berbeda dengan parese N.VI non isolasi (bersamaan dengan gejala

neurologis lain).

Parese N.VI terisolasi

Penatalaksanaan kasus parese N.VI yang terisolasi (isolated) adalah sebagai


berikut:

1. Bila pasen <14 tahun dengan parese N.VI unilateral, tidak


dibutuhkanpemeriksaan khusus lain kecuali bila berkembang gejala neurologi lain.
Kemungkinan diagnosa adalah Parese N.VI beingna. Anamnesa episode infeksi
atau imunisasi dapat membantu diagnosa. Pasien harus dikontrol tiap 2 minggu
untuk menilai progresifitas penyakit. Gejala biasanya menetap dalam 10-16 minggu
38

setelah onset. Bila gejala tidak membaik dalam 6 bulan, CT Scan perlu dilakukan.
Tindakan operatif untuk memaksimalkan lapangan pandang binokuler tunggal.
2. Parese N.VI terisolasi pada umur 15-40 tahun masih kontraversi. Walaupun
sebagian besar kasus adalah benigna, pemeriksaan neurologik menyeluruh untuk
mengesampingkan kemungkinan hipertensi, penyakit kolagen vaskuler dan
multiple sclerosis. Pasien dikontrol 2 minggu, kemudian tiap 1 bulan. Bila gejala
parese bertambah atau timbul gejala neurologi lain CT/MRI, myelografi harus
dilakukan. Bila penyembuhan tidak komplit, tindakan operatif perlu dipikirkan
setelah 6 bulam stabil gejala.
3. Pasien berumur > 40 tahun, kemungkinan milroinfark vaskuler harus
dipikirkan. Biasanya pasien mengeluh nyeri periokuler atau retrobulber selama 5-7
hari sebelum terjadinya parese. Pemeriksaan ke arah hipertensi dan DM adalah
penting. Pasien berusia > 55 tahun, BSE perlu dilakukan untuk mencari
kemungkinan Giant Cell Arteitis (12%). Bila terdapat riwayat karsinoma (mamae
atau prostat) pemeriksaan neuroimaging harus dilakukan
4. Parese N.VI akut dengan nyeri fasial dan retroaurikuler pada semua umur
harus di CT Scan os. Petrosus dan mastoid untuk melihat kemungkinan
tumor/inflamasi dipuncak petrosus.
5. Parese N.VI bilateral pada anak maupun dewasa harus dianggap sebagai
peninggian intrakranial sampai dibuktikan tidak. Begitu juga dengan kasus trauma

Parese N.VI non terisolasi


Parese N.VI bersamaan dengan saraf kranial lain, atau dengan gejala
neurologi lain perlu dilakukan CT Scan/MRI Lesi diruang subarakhnoid.

Prognosis tergantung pada etiologi dari masing-masing kasus. Pasien dengan


gangguan pada nervus VI akan kembali fungsi normalnya setelah diterapi
kausanya.
39

Daftar Pustaka

1. Vaugan, Daniel, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva; alih bahasa : Jan


Tamboyang, Braham U. Pendit;editor Y. Joko Suyono. Palpebra dan
Apparatus lakrimalis dalam Oftalmologi Umum, edisi 14. Jakarta: 2000. Hal
94. Widya Medika
2. Skuta, Gregory L et al. American Academy of Ophtalmology : Orbit Eyelids
and Lacrimal System . San Fransisco: 2011 . American Academi of
Ophtalmology
3. Andrew G. Lee, Brazis Paul. (2003). Clinical Pathways in Neuro-
Ophthalmology An Evidence-Based Approach, Second Edition E- book.
Thieme Medical Publishers,New York, 296- 310.
4. Duus, Peter.Diagnosis topik neurologi : anatomi, fisiologi, tanda,
gejala/Peter Duus; editor: Wita J Suwono.Ed.2. EGC. Jakarta: 1996.
5. Ginsberg, Lionell. Lecture notes neurologi. Ed. 8. Erlangga. Jakarta: 2005.
6. Japardi, Iskandar. 2002. NERVUS ABDUCEN (N. VI). Fakultas
Kedokteran Bag Bedah Universitas Sumatera Utara, USU digital library

Vous aimerez peut-être aussi