Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Mohamad ibnu imadudin
NIM: 109103000018
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
Materai
Rp 6000
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobilalamin berkat taufiq dan hidayahnya penelitian ini
dapat terselesaikan denga judul Prevalensi Insomnia Pada Mahasiswa FKIK UIN
Angkatan 2011 Pada Tahun 2012.
1.Prof. DR. (HC). Dr. M.K. Tadjudin. Sp.And, dan dr. Djauhari Widjajakusuma
selau Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.dr. H. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR selaku ketua Program Studi Pendidikan
Dokter.
3.dr. Hendro Birowo,Sp.S , dan dr. Poppy Chandra Dewy, M.Sc,Sp.S selaku dosen
pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu,tenaga,dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan penelitian ini.
4. Ayahanda Dr. H. Ajak Muslim M.Pd, serta ibunda Dra. Hj. Enong Rostiawati
M.Pd, dan keluarga besar saya serta sahabat saya PSPD 2009 yang telah memberi
kasih sayang, dan dorongan baik moril maupun materil yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu.
6.Mahasiswa FKIK angkatan 2011 yang telah bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini.
v
ABSTRAK
vi
DAFTAR ISI
vii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................
4.1 Distribusi Reponden Berdasarkan Usia................................................... 15
4.2 Prevalensi Insomnia Pada FKIK Angkatan 2011..... 16
4.8.Keterbatasan Penelitian.. 16
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia dan jenis kelamin pada 15
mahasiswa FKIK angkatan 2011..
Tabel 4.2 Prevalensi Insomnia Pada FKIK Angkatan 2011.... 16
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tidur merupakan suatu fenomena umum dimana terjadi keadaan kehilangan kesadaran yang
bersifat sementara dan merupakan suatu keadaan fisiologik aktif yang ditandai dengan adanya
fluktuasi yang dinamik pada parameter susunan saraf pusat, hemodinamik, ventilasi dan
metabolik. Kegunaan tidur belum sepenuhnya diketahui, tetapi tidur merupakan proses penting
dalam konsolidasi ingatan serta proses penyembuhan. Hampir 25% remaja mengalami
gangguan tidur yang bervariasi mulai dari kesulitan untuk tidur, terbangun tengah malam
sampai dengan gangguan tidur primer yang serius seperti obstructive sleep apnea
syndrome.Gangguan tidur menyebabkan morbiditas yang berarti serta mengganggu akademik,
sistim kardiovaskular dan endokrin serta memperberat persepsi nyeri.3
Gangguan tidur yang sering terjadi adalah insomnia.Insomnia adalah kesukaran dalam
memulai atau mempertahankan tidur yang bisa bersifat sementara atau persisten. Insomnia
mempunyai dampak merugikan bagi penderitanya, antara lain insomnia menurunkan kualitas
hidup, sebagai pencetus penyakit gangguan jiwa, menurunkan stamina dan menurunkan
produktivitas. Dampak insomnia tidak dapat dianggap remeh, karena bisa menimbulkan
kondisi yang lebih serius dan membahayakan kesehatan dan keselamatan.3
Prevalensi insomnia meningkat sesuai usia. Pada beberapa penelitian mengenai
insomnia pada populasi umum yang dilakukan oleh Li et al., (2002) di Hongkong didapatkan
prevalensi insomnia pada pria (12.9%), wanita (17.5%) dengan kisaran usia 15-45 tahun.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Asplund(1998) pada wanita yang dilakukan di Swedia
didapatkan angka prevalensi insomnia 18.1% pada usia 18-45 tahun. Ganguli et al. (1996) di
Hawai meneliti insomnia berdasarkan usia dan jenis kelamin dimana prevalensi tertinggi pada
usia 20-35 tahun dengan persentase 26.7% (pria) dan 44.1% (wanita), McKinlay et al., (2002)
di Swedia dimana prevalensi insomnia pada pria (25.4%), wanita (36%) dengan kisaran usia
20-45 tahun. Ohayon (2002) di Jerman mendapatkan prevalensi insomnia sebesar 6% pada usia
18 tahun.
Penelitian mengenai perbedaan gender untuk kejadian insomnia pada sebuah studi yang
di lakukan di Hongkong dimana wanita mempunyai faktor risiko 1.6 kali terjadinya insomnia
2
dibanding pria. Pada analisis multivariat di dapatkan signifikan pada kelompok yang tidak
bekerja.Sejauh ini, status pendidikan rendah, dan pensiunan merupakan faktor risiko terjadinya
insomnia pada pria sedangkan status perkawinan merupakan faktor risiko terjadinya insomnia
pada wanita (Li et al., 2002).Penelitian mengenai insomnia pada populasi umum didapatkan
hubungan kejadian insomnia dengan rendahnya status pendidikan baik pada pria dan wanita
(Rocha, 2002).Dari semua faktor risiko tersebut, adanya gangguan psikiatris berupa depresi
merupakan faktor risiko yang paling sering mengakibatkan terjadinya insomnia pada pria serta
wanita (Li et al., 2002).Simptom depresi sering diiringi dengan insomnia.Gangguan depresi
selalu mengakibatkan insomnia.Insomnia selalu mengakibatkan gejala depresi dan
meningkatkan risiko depresi akut.Studi prospektif dan retrospektif sampel besar berbasis
populasi mendukung kesimpulan diatas.Munculnya insomnia memprediksi terjadinya depresi.
(Ford et al., 1989; Breslau et al., 1996; Chang et al., 1997)
Perkuliahan pada masa kini semakin kompleks, banyak aktivitas yang terlibat dalam
kegiatan kuliah akan sangat berdampak bagi mahasiswa. Usia mahasiswa yang pada tahap
remaja sampai dewasa muda masih labil dalam menghadapi masalah dan cenderung terlihat
kurang berpengalaman. Masalah-masalah yang dihadapi oleh mahasiswa akan menimbulkan
distress yang mengancam, karena ketika ada stressor yang datang, maka tubuh akan
meresponnya. Menurut data www.cureresearch.com, prevalensi insomnia di Indonesia sekitar
10 persen. Artinya, kurang lebih 28 juta dari total 238 juta penduduk Indonesia menderita
insomnia.
Berdasarkan latar belakang di atas, saya tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
prevalensi insomnia dan faktor yang mempengaruhinya pada mahasiswa FKIK.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tidur
2.1.1 Fisiologi Tidur
Tidur merupakan fenomena fisiologis yang penting dalam menjaga keseimbangan tubuh.2
Kira-kira sepertiga kehidupan manusia dijalankan dengan tidur.1,2 Tidur adalah suatu fenomena
kehidupan yang berlangsung dalam suatu siklus tidur-bangun berupa siklus sirkadian yang
secara langsung diatur oleh pusat sirkadian di nukleus suprakiasma hipotalamus regio
anteroventral hipotalamus.2,3
Fisiologi tidur merupakan proses yang kompleks dan hasil interaksi antara ARAS
(Ascending Reticular Activating System), nukleus di batang otak, dan neurotransmiter.3
Fisiologi tidur dapat diterangkan melalui gambaran aktifitas sel-sel otak selama tidur. Aktivitas
tersebut dapat direkam melalui gelombang otak pada elektroensefalogram (EEG), gerakan
mata pada elektrookulogram (EOG) dan tonus otot pada elektromiogram (EMG).1,2,4Pencatatan
variabel tersebut dikenal sebagai polisomnografi. Setiap malam, seseorang mengalami dua tipe
tidur yang saling bergantian, tidur dengan pergerakan mata tidak cepat (Non- Rapid Eye
Movement, NREM) dan tidur dengan pergerakan mata yang cepat (Rapid Eye Movement,
REM).1,2,3-5 Tidur NREM disebut tidur ortodoks karena terjadi penurunan aktivitas sel-sel otak
pada gambaran EEG, sedangakan tidur REM disebut tidur disebut juga tidur paradoks karena
gambaran EEG pada stadium ini sama dengan keadaan jaga. Tidur REM juga diidentikan
dengan mimpi.3 Tidur NREM dan REM terjadi menurut siklus dengan selang waktu 90 menit.
Dalam semalam terjadi 4 hingga 6 siklus tidur.5
Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat stadium,
antara lain:
1. Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini dianggap
stadium tidur paling ringan.EEG menggambarkan gambaran kumparan tidur yang
khas,bervoltase rendah dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang disebut gelombang
teta.
6
timbulnya keadaan tidur.Keadaan tidak bisa tidur atau berkurangnya waktu tidur terjadi jika
nucleus raphe rusak.Locus coeruleus(LC) menghasilkan norepinefrin yang akan menurunkan
tidur REM dan meningkatkan keadaan terjaga.1,2,3
Asetilkolin yang dikenal sebagai neurotransmiter eksitatorik ternyata juga terlibat dalam
tidur terutama dalam menghasilkan tidur REM. Penyuntikan agonis kolinergik-muskarinik ke
dalam nucleus reticularis pontine (NRP) menyebabkan pergeseran dari terjaga penuh ke tidur
REM pada binatang.1 Sedangkan dopamin yang dihasilkan oleh substansia nigra memiliki efek
membangunkan.1,3
Histamin yang dihasilkan Tuberomammilary Nucleus (TM) juga berperan penting dalam
menjaga kesadaran. Oleh karena itu, obat yang mengandung antihistamin menyebabkan kantuk
dan menurunkan aktivitas korteks.3
Tidur NREM dimulai oleh sinyal yang berasal dari Ventro Lateral Preoptic Area (VLPO).
Sel-sel pada daerah ini memproduksi gaba yang akan menginhibisi nucleus penghasil
serotogenik, noradrenergik, dan kolinergik di formatsio reticularis batang otak serta nucleus
penghasil histamin di hipotalamus posterior. Aktivitas neuron di VLPO menginhibisi aktivitas
sel neuron di aras. Inhibisi pada aras yang berfungsi menjaga kesadaran tentunya akan
menyebabkan penurunan kesadaran dan menyebabkan tidur.3
Neuron kolinergik di lateral dorsal tegmental (LTD) dan peduculopontine tegmental (PPT)
berperan dalam menghasilkan tidur REM dengan cara memproyeksikan sinyal ke talamus dan
korteks. Neuron kolinergik dihambat oleh sel-sel pada locus coereleus (LC) dan nucleus raphe
(NR) selama bangun dan tidur REM. Sel di LTD dan PPT ini disebut REM-on cell, sedangkan
sel di lc dan (NR) disebut REM-off cell. Transisi antara tidur NREM dan REM terjadi karena
3
proses inhibisi gaba-ergik pada LC dan NR. Sistem limbik sebagai pusat emosi juga
berhubungan dengan keadaan terjaga dan bangun, mungkin berhubungan dengan ansietas dan
depresi yang dapat mengganggu tidur.2
7
Zat dan obat-obatan yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain cafein, nikotin
(rokok), alkohol, amfetamin, tranquilizer seperti benzodiazepine, dan phenothiazine, obat-obat
trisiclic anti depressant. Gangguan dapat muncul pada pemakaian awal maupun karena
8
depresi sebagai akibat dari perubahan fisik dan mental. Prestasi penderita insomnia ini
menurun hingga cenderung dipecat dari pekerjaannya.8
Banyak pasien dengan insomnia kronis mempunyai persepsi yang buruk terhadap
lamanya ia tidur. Mereka mungkin mengemukakan hanya tidur 3-4 jam 1 malam, padahal bila
diukur lama sebenarnya ialah 6-7 jam.9
santai saat menghirup asap rokok tersebut. Rokok meningkatkan tekanan darah, mempercepat
denyut jantung dan meningkatkan aktifitas otak.Pada pecandu akut yang baru mulai kecanduan
rokok, selain lebih sulit tidur, seseorang juga dapat terbangun oleh keinginan kuat untuk
merokok setelah tidur kira-kira dua jam. Setelah merokok, seseorang akan sulit untuk tidur
kembali karena efek stimulan dari nikotin.
Alkohol terutama dalam bentuk etanol telah mengambil tempat penting dalam sejarah
umat manusia paling sedikit selama 8000 tahun.Saat ini, alkohol dikonsumsi secara luas.Sama
seperti obat-obat sedatif-hipnotik lainnya, alkohol dalam jumlah rendah sampai sedang bisa
menghilangkan kecemasan dan membantu menimbulkan rasa tenang atau bahkan euphoria. Akan
tetapi, alkohol juga dikenal sebagai obat yang paling banyak disalahgunakan di dunia, suatu
alasan yang tepat atas kerugian besar yang mesti ditanggung masyarakat dan dunia medis
(Masters, 2002). Kandungan alkohol minuman berkisar dari 4- 6 % (volume/volume) untuk bir,
10-15% untuk anggur, dan 40% dan lebih tinggi untuk spirit hasil distilasi.Proof(kekuatan
alkohol) minuman mengandung alkohol dua kali persen alkoholnya (sebagai contoh, alkohol 40
% adalah 80 proof) (Fleming et al. 2007).
Alkoholisme sulit untuk menentukan jumlah alkohol yang dikonsumsi tetapi dapat
diketahui jika kebiasaan tersebut dalam beberapa cara memengaruhi kehidupan seseorang secara
bertolak belakang.Alkoholisme menyebabkan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan,
meningkatkan toleransi terhadap efek alkohol, dan ketergantungan fisiologik (Chandrasoma dan
Taylor, 2005).Alkohol dapat meningkatkan depresi terhadap sistem saraf pusat,alkohol diserap
oleh tubuh melalui berbagai cara, termasuk juga melalui pernapasan. Penyerapan terjadi setelah
alkohol masuk ke dalam usus halus,alkohol didistribusikan ke jaringan tubuh dan dimetabolisasi
menjadi asetaldehida, asam asetat, dan akhirnya karbon dioksida. Metabolisme tersebut terjadi di
hati, ginjal, paru-paru dan otot.Metabolisme tersebut kira-kira 8 gram tiap jam.Alkohol yang
tidak dimetabolisasi diekskresi melalui urin dan paru-paru.13
Dengan efek depresi terhadap system saraf pusat juga mempengaruhi kerja
neurotransmitter-neurotransmiter yang bekerja di otak sehingga menyebabkan keadaan insomnia
Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya
perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan
12
emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi
emosional saat itu Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang
ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat.
Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu
ekspresi dari isi emosional saat itu 1
Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin.
Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien
memiliki serotonin yang rendah.Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin
berperan dalam patofisiologi depresi.Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun.
Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin,
dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala
depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan
bupropion, menurunkan gejala depresi 1
Sejumlah neuron penyekresi nrepinefrin terletak di batang otak,terutama pada lokus
sereolus. Neuron-neuron ini mengirimkan serabut-serabutnya menuju ke atas menuju sebagian
besar system limbik otak,thalamus,dan korteks serebri.selain itu,neuron penghasil serotonin
yang terletak di pertengahan nukleus raphe pada bagian bawah pons dan medulla ,mengirimkan
serabut-serabut ke sejumlah besar area system limbik dan beberapa area lain di otak.4
Serotonin merupakan hasil metabolisme asam amino triptopan.Dengan bertambahnya jumlah
triptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat sehingga timbulnya keadaan
mengantuk. Apabila terjadi penghambatan pembentukan serotonin maka terjadi keadaan tidak
bisa tidur. Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin terletak di badan nukleus
cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi
penurunan atau hilangnya tidur REM. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas
neuron adrenergic akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan
keadaan siaga.4
Kafein adalah senyawa alkaloida turunan xantine (basa purin) yang berwujud kristal
berwarna putih. Kafein bersifat psikoaktif, digunakan sebagai stimulan sistem saraf pusat
dan mempercepat metabolisme (diuretik). Konsumsi kafein berguna untuk meningkatkan
13
kewaspadaan, menghilangkan kantuk dan menaikkan mood. Overdosis kafein akut, biasanya
lebih dari 300 mg per hari, dapat menyebabkan sistem saraf pusat terstimulasi secara berlebihan.
Kondisi ini disebut keracunan kafein, gejalanya antara lain gelisah, gugup, insomnia, emosional,
urinasi berlebihan, gangguan pencernaan, otot berkedut, denyut jantung yang cepat dan tidak
teratur. Gejala yang lebih parah adalah munculnya depresi, disorientasi, halusinasi dan
dampak fisik seperti kerusakan jaringan otot rangka. 5
Efek fisiologis kafein yang beraneka ragam mungkin disebabkan oleh tiga mekanisme
kerjanya, (1) mobilisasi kalsium intrasellular, (2) peningkatan akumulasi nukleotida siklik karena
hambatan phosphodiesterase., dan (3) antagonisme reseptor adenosine (Nehlig, 1999).
Mobilisasi kalsium intrasellular dan inhibisi phosphodiesterase khusus hanya berlaku pada
konsentrasi kafein yang sangat tinggi dan tidak fisiologis.Oleh sebab itu, mekanisme kerja yang
paling relevan adalah antagonisme reseptor adenosine. Adenosine berfungsi untuk
mengurangkan kadar ledakan neuron selain menghambat transimisi sinaptik dan pelepasan
meurotransmitter.12,13
Adenosin merupakan neurotransmitter yang efeknya mengurangkan aktivitas sel terutama
sel saraf.Oleh sebab itu, apabila reseptor adenosine berikatan dengan kafein, efek yang
berlawanan dihasilkan, lantas menjelaskan efek stimulans kafein (Allsbrook, 2008). Walaupun
mekanisme utama kafein adalah antagonisme reseptor adenosine, hal ini akan menjurus ke efek
sekunder dari berbagai jenis neurotransmitter seperti norepinefrin, dopamine, asetilkolin,
glutamate dan GABA sehingga akan mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh yang berbeda.13
14
Jenis kelamin Konsumsi kopi Roko dan alkohol Dpresi dan ansietas
Wanita
Sintesis serotonin
Insomnia
Faktor risiko
Insomnia
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Sampel : n= (Z2
d2
n : Jumlah sampel
q : 1 p = 1 0,1 = 0,9
d : 5% = 0,05
18
Rumus besar sampel untuk faktor risiko menggunakan rumus di bawah ini :
2
Z 2 + Z 11 + 22
N1=N2=
P1 P2
Ket:
N : Besar Sample
Z : Deviat Baku Alfa
Z : Deviat baku Beta
P2 : Proporsi insomnia berdasarkan kepustakaan.
Q2 : 1-P2
P1 : Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti
Q1 : 1-P1
P : Proporsi total
Q : 1-P
Kesalahan tipe 1 ditetapkan sebesar 5%, sehingga Z = 1,64
Kesalahan tipe 2 ditetapkan sebesar 20%, sehingga Z = 0.84
P2 = 0.1 (berdasarkan kepustakaan)
Q2 = 1 0.1 = 0.9
P1-P2 =Selisih minimal proposi depresi yang dianggap bermakna, ditetapkan sebesar 0.2
P1 = 0.1 + 0.2 = 0.3
Q1 = 1- 0.3 = 0.7
P = (0.3+0.1)/2 = 0.2
Q = 1- 0.2 = 0.8
1.64 20 20 8 + 0.84 0 30 72 + 0 10 9
N1=N2= 0.2
= 48
19
Dengan demikian jumlah sampel mahasiswa FKIK yang diambil adalah 48orang, sampel yang
menderita insomnia diambil sebanyak 48 orang dan sampel yang tidak mengalami insomnia
diambil 48 orang
Pada penelitian ini, pengambilan sampel secara acak sederhana (stratified random
sampling)17
3.5Identifikasi variabel
1. Variabel bebas : Insomnia
2. Variabel Terikat :Jenis kelamin, Merokok, Konsumsi alkohol, Konsumsi kopi,Depresi,
Ansietas.
3.
3.6 Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan formulir pernyataan kejadian menjadi responden (informed concent)
dan kuesioner wawancara terstruktur mengenai prevalensi insomnia dikalangan mahasiswa atau
mahasiswi beserta factor risiko yang melatarelakangi terjadinya insomnia. Alat ukur yang
digunakan adalah Insomnia Severity Index (ISI), The Centre for Epidemiologic Studies
Depression Scale (CES-D), Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRSA)
20
-Mahasiwa/I
FKIK UIN 2011
Kriteria inklusi
dan eksklusi Sampel
penelitian
(skrining insomnia)
Tidak
Insomnia
insomnia
Analisis data
a. Pengkodean (Coding)
Mengklasifikasikan jawaban responden dan melakukan pengkodean dan dipindah kelembar
koding. Pengkodean untuk setiap variabel
b. Edit (Editing)
21
Meneliti setiap kuosioner tentang kelengkapan, kejelasan, dan kesesuaian antara satu dengan
yang lain.
c. Tabulasi (Tabulating)
Mengelompokkan data sesuai tujuan kemudian memasukkan kedalam tabel yang telah
disiapkan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan JanuariAgustus 2012. Pengambilan data dilakukan
dengan menggunakan wawancara terstruktur melalui kuesioner Insomnia Severity Index (ISI),
The Centre for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D), Hamilton Rating Scale for
Anxiety (HRSA)
Data yang diperoleh antara lain jenis kelamin, usia,riwayat merokok,riwayat konsumsi
kopi,riwayat konsumsi alkohol indeks severitas insomnia, skala depresi,dan skala kecemasan
responden ,yang selanjutnya diolah dan disajikan sebagai berikut :
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa jumlah responden sebagian besar berusia 19 tahun yaitu
sebanyak 77 orang (48,1%), sedangkan pada usia 17 tahun, 18 tahun, 20 tahun, 21 tahun
didapatkan hasil masing-masing 1 orang (0,6%), 21 orang (13,1%), 50 orang (31,3%), 11 orang
(6,9%)
Dari hasil yang tercantum pada tabel 4.2 didapatkan bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan sejumlah 103 orang (64,4), sedangkan pada laki-laki 57 orang
(35,6%).
23
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa terdapat 2 orang merokok (2,1%) yang tidak mengalami
insomnia, dan 4 orang merokok ( 4,2%) yang mengalami insomnia. Sedangkan diketahui 46
orang tidak merokok (47,9%) yang tidak mengalami insomnia,dan 44 orang tidak merokok
(45,8%) yang mengalami insomnia.
Pada penelitian kali ini p>0,05 sehingga bisa disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara merokok dengan insomnia.berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh punjabi dan
kawan-kawan di tahun 2006 (dalam Sanchi, 2009) yang meneliti efek nikotin pada pola tidur
seseorang. Perokok ternyata membutuhkan waktu lebih lama untuk tertidur dibanding orang
yang tidak merokok. Secara teoritis, nikotin akan hilang dari otak dalam waktu 30 menit. Tetapi
reseptor di otak seorang pecandu seolah menagih nikotin lagi, sehingga mengganggu proses
tidur. Pada pecandu akut yang baru mulai kecanduan rokok, selain lebih sulit tidur, mereka juga
dapat terbangun oleh keinginan kuat untuk merokok setelah tidur kira-kira 2 jam.12
insomnia. Sedangkan diketahui 48 orang tidak mengkonsumsi alkohol (50%) yang tidak
mengalami insomnia, dan 45 orang tidak mengkonsumsi alkohol (46,9%) yang mengalami
insomnia. Karena nilai p>0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan
antara minum alkohol dengan kejadian insomnia.
Alkohol dapat meningkatkan depresi terhadap sistem saraf pusat. Alkohol diserap oleh
tubuh melalui berbagai cara, termasuk juga melalui pernapasan. Penyerapan terjadi setelah
alkohol masuk ke dalam usus halus.Alkohol didistribusikan ke jaringan tubuh dan
dimetabolisasi menjadi asetaldehida, asam asetat, dan akhirnya karbon dioksida. Metabolisme
tersebut terjadi di hati, ginjal, paru-paru dan otot. Metabolisme tersebut kira-kira 8 gram tiap
jam. Alkohol yangtidak dimetabolisasi diekskresi melalui urin dan paru-paru. Dengan efek
depresi terhadap system saraf pusat juga mempengaruhi kerja neurotransmitter-neurotransmiter
yang bekerja di otak sehingga menyebabkan keadaan insomnia13
4.5 Hubungan antara Konsumsi Kopi dengan Insomnia
Distribusi responden menurutriwayat konsumsi kopi dengan insomnia dapat dilihat pada tabel
4.6
Tabel 4.6 Hubungan antara konsumsi kopi dengan insomnia
Insomia
Konsumsi kopi Tidak Insomnia Insomnia p
N (%) N (%)
Ya 37 (38,5) 29 (30,2) 0,078
Tidak 11 (11,5) 19 (19,8)
Ket: * Analisis Chi Square
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa 37 orang mengkonsumsi kopi (38,5%) yang tidak
mengalami insomnia, dan 29 orang mengkonsumsi kopi ( 30,2%) yang mengalami insomnia.
Sedangkan diketahui 11 orang tidak mengkonsumsi kopi (11,5%) yang tidak mengalami
insomnia, dan 19 orang tidak mengkonsumsi kopi (19,8%) yang mengalami insomnia. karena
nilai p >0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi
kopi dengan insomnia.)
Pada literatur disebutkan bahwa efek overdosis dari kafein mulai terjadi jika dikonsumsi
lebih dari 300 mg yang salah satu efeknya adalah insomnia5..Pada penelitian kali ini peneliti
26
hanya menanyakan riwayat konsumsi kopi responden,sehingga peneliti tidak mendapatkan data
spesifik riwayat konsumsi kopi respoden.5
4.6 Hubungan antara Depresi dengan Insomnia
Distribusi responden menurut riwayat depresi dengan insomnia dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Hubungan antara riwayat depresi dengan insomnia
Insomia Odd Ratio
Depresi Tidak Insomnia Insomnia p
N (%) N (%)
Ya 16 (16,7) 6 (6,3) 0,015* 3,5
1,231-9,951
Tidak 32 (33,3) 42 (43,8)
Ket: * Analisis Chi Square
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa 16 orang yang mengalami depresi (16,7%) tidak
mengalami insomnia, dan 6 orang mengalami depresi ( 6,3%) yang mengalami insomnia.
Sedangkan diketahui 32 orang tidak mengalami depresi (33,3%) yang tidak mengalami
insomnia, dan 42 orang tidak mengalami depresi (43,8%) yang mengalami insomnia. karena nilai
p < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara depresi dengan
insomnia. Pada penelitian didapatkan bahwa depresi memiliki risiko 3,5 kali lipat mengalami
insomnia (OR = 3,5% CI 1,231-.9,951)
Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin.
Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi. Sejumlah neuron penyekresi nrepinefrin
terletak di batang otak,terutama pada lokus sereolus. Neuron-neuron ini mengirimkan serabut-
serabutnya menuju ke atas menuju sebagian besar sistem limbik otak,thalamus,dan korteks
serebri.selain itu,neuron penghasil serotonin yang terletak di pertengahan nukleus raph pada
bagian bawah pons dan medula ,mengirimkan serabut-serabut ke sejumlah besar area sistem
limbik dan beberapa area lain di otak.4
penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari North Carolina, Eric Johnson, yang
melakukan penelitiannya pada Research Triangle Institute International pada tahun 2006, Ia
menemukan dalam penelitiannya bahwa setengah dari remaja yang pernah mengalami gangguan
27
Insomnia didapati mengembangkan gangguan psikiatris. Diantara itu semua, mereka yang
mengalami Insomnia dan depresi, ditemukan bahwa 69% dari kasus depresi diawali dengan
insomnia 7
Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa 28 orang yang mengalami ansietas (29,2%) tidak
mengalami insomnia, dan 6 orang yang mengalami ansietas ( 6,3%) mengalami insomnia.
Sedangkan diketahui 20 orang yang tidak mengalami ansietas (20,8%) yang tidak mengalami
insomnia, dan 42 orang tidak mengalami ansietas (43,8,%) mengalami insomnia. Pada penelitian
didapatkan bahwa ansietas memiliki risiko 9,8 kali lipat mengalami insomnia (OR = 9,8% CI
=3,499-.27,451)
karena nilai p < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara
ansietas dengan insomnia. Ansietas dan depresi merupakan gangguan psikiatrik yang sering
berkomorbiditas dengan insomnia. Sepertiga pasien yang mengeluh insomnia kronik juga di
diagnosis dengan gangguan psikiatrik primer, misalnya gangguan ansietas dan depresi. Sebuah
penelitian melaporkan bahwa sekitar 17% subjek dewasa menyatakan bahwa mereka mengalami
gangguan masuk atau mempertahankan tidur dalam satu tahun sebelumnya. Sekitar 47% pasien
yang mengalami gangguan tidur tersebut menderita gangguan depresi dan ansietas. Sebaliknya,
hanya 11% subjek yang tidak mengalami keluhan tidur yang mengalami gejala-gejala psikiatrik.
14
28
1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, hanya menggambarkan suatu keadaan
pada saat tertentu dan dapat berubah pada saat yang akan datang. Sehingga hasil penelitian ini
tidak dapat di generalisasikan pada waktu dan tempat yang berbeda.
2. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional atau desain potong lintang yang
hanya menggambarkan variabel yang diteliti, baik independen maupun dependen pada waktu
yang sama sehingga tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.
3. kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini hanya menghubungkan variabel-
variabel yang diduga berpengaruh dengan variabel dependen, sehingga masih ada variabel-
variabel lain yang ada di dalam kerangka teori yang belum masuk dalam kerangka konsep yang
diduga berpengaruh dengan variabel depende
29
BAB V .
5.1 Kesimpulan
Prevalensi Insomnia pada mahasiswa FKIK UIN angkatan 2011 pada tahun 2012 adalah
49,4%
Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian insomnia adalah jenis kelamin,konsumsi
kopi,depresi,dan ansietas
Faktor risiko yang tidak mempengaruhi kejadian insomnia adalah merokok,dan konsumsi
alkohol
5.2 Saran
1. Perlunya penyuluhan yang intensif tentang insomnia kepada mahasiswa FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta terutama tentang faktor resiko yang menyebabkan terjadinya insomnia.
2.Untuk peneliti berikutnya diharpakan sampai analisis multivariat untuk mengetahui factor
risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian insomnia
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock Bj, Sadock Va. Kaplan And Sadocks Synopsis Of Psychiatry. 10th Ed. Philadelphia:
Wolter Kluwer, 2007:749-59,1014-17.
2. Marcel Ar, Gaharu M, Lumempouw Sf. Gangguan Tidur Pada Usia Lanjut. Didapat Dari
URL: Http://Www.Perdossi.Or.Id/Show_File.Html?Id=146. Diakses Tanggal 29 Januari
2012.
4. Guyton Ac, Hall Je. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 9. Terjemahan Oleh Setiawan I.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Ecg, 1997: 711-20, 931-3, 945-50.
5. Trevor Aj, Way Wl. Obat Sedatif-Hipnotik. Dalam: Katzung Bg. Farmakologi Dasar Dan
Klinik. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika, 2002:21-53.
7. American Family Physician. Chronic Insomnia: A Practical View. Didapat Dari URL:
Http://Www.Aafp.Org/Afp/991001ap/1431.Html. Diakses Tanggal 15 Februari 2012.
11. Haponik EF. Disorder Sleep in the Elderly dalam Principles of Geriatric Medicine and
Gerontology.Mc Graw-Hill Inc. 1990. p. 1109-22.
31
14. Mellinger GD, Balter MB, Uhlenhuth EH. Insomnia and its treatment: prevalence and
correlates. Arch Gen Psychiatry 1985; 42: 225-232
15 Hohagen F, Rink K, Kappler C. Prevalence and treatment of insomnia in general practice. Eur
Arch Psychiatry Clin Neursci 1993; 242: 329-336.
16 Shochat T, Umphress J, Israel AG. Insomnia in primary care patients. Sleep 1999; 22 (suppl
2): 359-365
32
Lampiran 1
Lembar persetujuan mengikuti penelitian
(..) ()
33
Berilah jawaban pada setiap pertanyaan ini dengan melingkari angka yang paling
menggambarkan pola tidur anda pada minggu terakhir. Jawablah semua pertanyaan.
0 1 2 3 4
1 Silahkan menilai
tingkat keparahan
. insomnia anda yang
terjadi pada minggu
terakhir :
Kesulitan
memulai tidur
Kesulitan
mempertahan
kan tidur
Terbangun
lebih awal
Sangat puas Puas Netral Tidak puas Sangat tidak
puas
0 1 2 3 4
2. Seberapa puas / tidak
puaskah anda
terhadap pola tidur
akhir-akhir ini ?
Tidak Sedikit Agak Mengganggu Sangat
mengganggu mengganggu mengganggu mengganggu
sama sekali
0 1 2 3 4
34
3. Sejauh mana
gangguan tidur
tersebut mengganggu
aktivitas anda sehari-
hari (seperti merasa
lelah pada siang hari,
menurunnya kinerja
sehari-hari) ?
Tidak Sedikit Agak Berpengaruh Sangat
berpengaruh berpengaruh berpengaruh berpengaruh
sama sekali
0 1 2 3 4
4. Menurut orang lain,
seberapa jelas /
nyatakah gangguan
tidur ini
mempengaruhi
kualitas hidup anda ?
Tidak cemas Sedikit Agak Berpengaruh Sangat
sama sekali berpengaruh berpengaruh berpengaruh
0 1 2 3 4
5. Seberapa cemas /
tertekankah anda
terhadap gangguan
tidur yang sedang
anda alami ?
Total :_____________
Skor total :
0 7 (Tidak ada insomnia)
35
8 14 (Insomnia ringan)
15 21 (Insomnia sedang)
22 28 (Insomnia berat)
S
36
Lampiran 2
KALA DEPRESI-20 (CES-D SCALE)
No Selama seminggu yang lalu A B C D
1. Saya merasa terganggu dengan masalah-masalah yang 0 1 2 3
biasanya tidak mengganggu saya
2. Saya tidak suka makan, nafsu makan saya menurun 0 1 2 3
3. Saya merasa tidak dapat melepascan diri dari perasaan sedih 0 1 2 3
sekalipun dengan bantuan famili atau teman-teman
4. Saya merasa baik-baik saja seperti orang lain 0 1 2 3
5. Saya mempunyai kesulitan untuk berkonsentrasi dengan apa 0 1 2 3
yang sedang saya kerjakan
6. Saya merasa tertekan dan kehilangan semangat 0 1 2 3
7. Saya merasa semua yang saya kerjakan terasa berat 0 1 2 3
8. Saya merasa optimis dengan masa depan 0 1 2 3
9. Saya mengira hidup saya telah gagal 0 1 2 3
10. Saya merasa sangat ketakutan/ seperti orang penakut 0 1 2 3
11. Tidur saya tidak nyenyak 0 1 2 3
12. Saya merasa bahagia 0 1 2 3
13. Saya berbicara sedikit daripada biasanya 0 1 2 3
14. Saya merasa kesepian 0 1 2 3
15. Saya merasa orang-orang lain kurang ramah/ tidak ramah 0 1 2 3
16. Saya menikmati kehidupan 0 1 2 3
17. Saya merasa ingin menangis 0 1 2 3
18. Saya merasa sedih 0 1 2 3
19. Saya merasa orang-orang lain tidak menyukai saya 0 1 2 3
20. Saya merasa tidak bergairah 0 1 2 3
Jumlah
Skala Depresi :
A : Jarang atau tidak pernah (kurang dari 1 hari)
B : Sedikit atau beberapa kali (1-2 hari)
37
Lampiran 2
Skala Ansietas Hamilton (Hamilton Rating Scale for Anxiety)
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
5 Kecerdasan
Sulit berkonsentrasi
Daya ingat yang buruk
6 Perasaan sedih
Hilangnya minat
Berkurangnya kesenangan pada
hobi
Sedih
Bangun dini hari
Perasaan berubah-ubah sepanjang
hari
7 Gejala somatic (otot)
Kaku
Kedutan otot
Gigi gemeretak
Suara tidak stabil
Tegangan otot meningkat
8 Gejala somatic (sensorik)
Telinga berdengung
Penglihatan kabur
Muka merah pada keadaan panas
dan dingin
Merasa lemas
Perasaan ditusuk-tusuk
40
9 Gejala kardiovaskuler
Takikardia
Berdebar-debar
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras, rasa lesu,
lemas seperti mau pingsan
10 Gejala pernapasan
Rasa tertekan atau sempit di dada
Perasaan tercekik
Sering menarik napas
Napas pendek
11 Gejala pencernaan
Sulit menelan
Perut melilit / sakit
Perasaan terbakar
Perut penuh
Mual
Muntah
Kembung
Buang air besar lembek
Kehilangan berat badan
sembelit
12 Gejala urogenital
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Amenorrhoe
Menorrhagia
Menjadi frigid
Ejakulasi prekok
41
Lampiran 3
Data Hasil Uji Statistik
43
44
45
46
47
48
Riwayat Penulis
Identitas :
Agama : Islam
E-mail : homeostasiskeeper@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :