Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah suatu kondisi dimana kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang disebabkan oleh
rudapaksa atau osteoporosis. Kementrian Kesehatan Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2010
menyatakan bahwa di Indonesia kasus fraktur mencapai 8 juta akibat jatuh, kecelakaan lalu
lintas, dan trauma benda tajam atau tumpul. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(Depkes RI) tahun 2011 menyatakan bahwa di Indonesia, kasus fraktur ekstremitas
merupakan yang sering terjadi dengan prevalensi 46,2%. Fraktur ekstremitas adalah fraktur
yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, pergelangan
tangan, lengan, siku, lengan atas, dan bahu) dan ekstremitas bawah (pinggul, paha, lutut, kaki
bagian bawah, pergelangan kaki) (UT Southwestern Medical Center, 2016). Fraktur femur
adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Fraktur femur dapat terjadi akibat trauma
ringan atau berat dan penekanan yang melebihi daya absorpsi tulang (Helmi, 2012). Fraktur
dapat menyebabkan pembengkakan pada area fraktur, hilangnya fungsi normal tulang yang
terkena, perubahan bentuk, kemerahan, krepitasi, rasa nyeri, dan membutuhkan penanganan
untuk memperbaiki tulang maupun jaringan disekitarnya (AAOS, 2013; UT Southwestern
Medical Center, 2016). Salah satu penanganan kasus fraktur yaitu proses pembedahan
misalnya melalui Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau dengan Open Reduction
and External Fixation (OREF) (AAOS, 2013). Pembedahan ORIF dilakukan untuk
mengimmobilisasi fraktur dengan memasukkan alat (paku, kawat, atau pin) ke dalam area
fraktur untuk mempertahankan fragmen tulang sampai penyembuhan tulang baik sedangkan
metode pembedahan OREF dengan pembalutan, gips, bidai, atau pin (Smeltzer & Bare,
2013).
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
A. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien fraktur femur
1.2.2 Tujuan Khusus
A. Untuk mengetahui definisi fraktur femur
B. Untuk mengetahui etiologi fraktur femur
C. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur femur
1
D. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur femur
E. Untuk mengetahui manifestasi klinis fraktur femur
F. Untuk mengetahui komplikasi fraktur femur
G. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur femur
H. Untuk mengetahui asuhan keperawatan fraktur femur
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Fraktur Femur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan.
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-
kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis.
2.2 Etiologi Fraktur Femur
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
A. Cedera traumatik
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah secara
spontan
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan, misalnya
jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
B. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas)
2) Infeksi seperti osteomielitis
3) Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
C. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
2.3 Klasifikasi Fraktur Femur
A. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya megalami
pergeseran (bergeser dari posisi normal).
B. Fraktur tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian dari
garis tengah tulang.
C. Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit
D. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit
atau mebran mukosa sampai ke patahan kaki.
3
1) Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat, yaitu :
Derajat I :
a) Luka < 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
c) Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan
d) Kontaminasi minimal
Derajat II :
a) Laserasi > 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
c) Fraktur kominutif sedang
d) Kontaminasi sedang
Derajat III :
a) Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot. dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas :
b) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas/flap/avulse atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
c) Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi
massif.Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.
Klasifikasi fraktur femur:
Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :
A. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
1) Melalui kepala femur (capital fraktur)
2) Hanya di bawah kepala femur
3) Melalui leher dari femur
B. Fraktur Ekstrakapsuler;
1) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih
kecil /pada daerah intertrokhanter.
2) Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokhanter kecil.
4
2.4 Patofisiologi Fraktur Femur
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar
penyembuhan tulang.
5
2.7 Web of Cautions
Resiko infeksi
Terputusnya kontunuitas
tulang
Terbuka Tertutup
Kerusakan
Fragmen tulang yang patah
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer integritas kulit menusuk organ sekitar
Nyeri akut
6
2.8 Penatalaksanaan medis dan keperawatan
A. Reduksi fraktur, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis
1) Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan
manipulasi dan traksi manual.
2) Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3) Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam yang dapat digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi.
B. Imobilisasi fraktur, mempertahnkan reduksi sampai terjadi penyembuhan. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai trejadi penyatuan. Metode fiksasi eksterna (OREF)
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips atau fiksator
eksterna. Sedangkan fiksasi interna (ORIF) dapat digunakan implant logam yang dapat
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
C. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan reduksi dan
imobilisasi.
Penatalaksanaan Keperawatan
A. Melakukan fiksasi misalnya elastis perban atau bidai.
B. Menyarankan pasien untuk sedikit atau membatasi pergerakan.
C. Mencegah komplikasi misalnya fraktur terbuka, balut tekan daerah perdarahan agar tidak
terjadi syok.
7
4) Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
5) Kreatinin : trauma otot mungkin meningkatkan beban kreatininuntuk klirens ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau
cedera hati.
8
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik daya gesek, tekanan,
imobilitas fisik.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kerusakan muskuloskletal.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Nursing Outcame Nursing Intervention
Clasification (NOC) Clasification (NIC)
1. Nyeri akut berhubungan Kontrol nyeri : Management nyeri :
dengan agens cedera fisik 1.Mengenali kapan nyeri 1.Lakukan pengkajian
terjadi (4-2) nyeri komprehensif yang
2.Menggambarkan faktor meliputi lokasi,
penyebab (3-1) karakteristik, frekuensi,
3.Menggunakan tindakan kualitas, intensitas, atau
pengurang nyeri tanpa berat nyeri dan faktor
analgetik (4-2) pencetus
2.Gali pengetahuan dan
kepercayaan pasien
mengenai nyeri
3.Gali bersama pasien
faktor yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri
4.Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi
(Hypnotis, relaksasi, terapi
musik, terapi bermain,
akupresure, dll)
2.Kerusakan integritas Integritas jaringan : kulit Perawatan luka :
kulit berhubungan dengan 1.Suhu kulit (3-5) 1.Angkat balutan dan
faktor mekanik daya 2.Sensasi (3-5) plester perekat
9
gesek, tekanan, imobilitas 3.elastisitas (3-5) 2.Monitor karakteristik
fisik 4.Keringat (2-4) luka, termasuk drainase,
5.Perfusi jaringan (3-5) warna, ukuran, dan bau
6.Integritas kulit (2-4) 3.Ukur luas luka
4.Bersihkan dengan
normalsalin dan cairan
yang tidak beracun
5.Berikan balutan yang
sesuai dengan jenis luka
6.Pertahankan teknik
balutan steril pada saat
melakukan perawatan luka
7.Periksa luka setiap kali
perubahan balutan
3.Hambatan mobilitas fisik Tingkat nyeri : Management nyeri :
berhubungan dengan nyeri 1.Nyeri yang dilaporkan 1.Lakukan pengkajian
dan kerusakan (1-3) nyeri komprehensif yang
muskuloskletal 2.Panjangnya episode meliputi lokasi,
nyeri (2-4) karakteristik, frekuensi,
3.Mengernag dan kualitas, intensitas, atau
menangis (1-3) berat nyeri dan faktor
4.ekspresi nyeri wajah (1- pencetus
3) 2.Gali pengetahuan dan
5.mengeluarkan keringat kepercayaan pasien
(3-5) mengenai nyeri
3.Gali bersama pasien
faktor yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri
4.Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi
(Hypnotis, relaksasi, terapi
musik, terapi bermain,
10
akupresure, dll)
4.Resiko infeksi Pemulihan pembedahan Perawatan luka :
berhubungan dengan setelah operasi : 1.Angkat balutan dan
prosedur invasif 1.Perdarahan (2-4) plester perekat
2.Nyeri (1-3) 2.Monitor karakteristik
3.Cairan merembes pada luka, termasuk drainase,
balutan (3-5) warna, ukuran, dan bau
4.Pembengkakan sisi luka 3.Ukur luas luka
(3-5) 4.Bersihkan dengan
normalsalin dan cairan
yang tidak beracun
5.Berikan balutan yang
sesuai dengan jenis luka
6.Pertahankan teknik
balutan steril pada saat
melakukan perawatan luka
7.Periksa luka setiap kali
perubahan balutan
Kontrol infeksi :
1.Bersihkan lingkungan
dengan baik setelah
digunakan untuk setiap
pasien.
2.Ganti peralatan
perawatan per pasien
sesuai protokol institusi
3.Batasi jumlah
pengunjung
4.Anjurkan Pasien dan
keluarga mengenai cuci
tangan dengan tepat
5.Cuci tangan susudah dan
11
sebelum perawatan pasien
6.Pakai sarung tangan
sebagaibaman yang
dianjurkan kebijakan
universal
7.Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
Proteksi infeksi :
1.Monitor tanda dan gejala
infeksi
2.Monitor hitung
granulosit, WBC
3.Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4.Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
12
BAB III
GAMBARAN KASUS
3.1 Hasil Pengkajian
A. Informasi Umum
Tanggal pengkajian : 18 september 2017
Nama lengkap : Tn. BS
Umur : 35 tahun
Tanggal lahir : 16 september 1982
Jenis kelamin : Laki-laki
No.RM : 96.58.50
Diagnose medik : Post ORIF fraktur femur
Suku bangsa : Batak
Agama : Kristen
Tanggal masuk : 16 september 2017
Hari rawat ke :2
Penanggung jawab : Jamkesda :
Ruangan : Dahlia
B. Keluhan Utama
Tn. BS mengatakan nyeri pada bagian paha bawah sebelah kanan, pasien juga mengatakan
tubuhnya lemah serta tidak dapat menggerakkan kaki bagian kanan, selain itu pasien juga
mengeluhkan tidak dapat tidur.
C. Riwayat penyakit yang diderita saat ini
Tiga hari yang lalu, pasien mengatakan bahwa ia telah mengalami kecelakaan lalu lintas dan
menyebabkan luka-luka di daerah tubuh bagian kanan. Selain itu, terdapat luka bekas operasi
pada paha bagian bawah sebelah kanan.
D. Riwayat kesehatan keluarga (Genografi)
13
E. Tingkat Kesadaran
Kesadaran atau GCS : 15 ( E4M6V5) dengankekuatan otot kaki kanan = 0
Tanda-tanda vital (11.30 WIB)
TD : 126/66 mmHg
RR : 16 x/menit
N : 71 x/menit
S : 36,80C
BB : 54 kg
TB : 167 cm
IMT : 54 = 19,36
(1,67)2
F. Pengkajian Head To Toe
1. Kepala
a. Rambut & kulit kepala
Warna rambut hitam, tekstur lembut dan lurus, kondisi kulit kepala bersih, tidak terdapat
nodul atau masa di kulit kepala, bentuk kepala bulat, ukuran normal, tulang ( frontal, oksipital
dan temporal tidak terdapat masa) dan wajah Tn. Bs simetris.
b. Mata
Distribusi alis dan bulu mata tebal dan merata, kondisi tulang orbital normal, mata kiri dan
kanan simetris, tidak strabismus, palpebral simetris, kornea normal, pupil normal, mengecil
terhadap reflek cahaya, pupil 2 mm/2mm, konjungtiva tidak anemis, sclera normal tidak
ikterik, pergerakan bola mata normal, tidak ada nyeri hanya saja ada bekas luka lecet
0,1cmx1cm bagian pelipis mata kanan, konjungtiva anemis .
c. Telinga
Tidak terdapat masa, tidak ada nyeri saat ditekan, terdapat luka pada telinga bagian kanan,
tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, kemampuan pendengaran normal, tidak menggunakan
alat bantu dengar, tidak ditemukan benda asing.
d. Hidung
Hidung tampak normal, warna sawo matang simetris, tidak terdapat cuping hidung ataupun
massa, kondisi hidung dan kartilago normal, lubang hidung kiri dan kanan paten. Kondisi
14
hidung bersih, kondisi sinus normal, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat alat bantu nafas dan
tidak terpasang NGT.
e. Mulut
Mulut simetris, warna bibir pucat, rongga mulut dan lidah bersih kondisi bukal-gusi normal,
gigi lengkap, pergerakan lidah normal, orofaring dan tonsil normal. Tidak ada lesi di dalam
mulut.
f. Leher
Kondisi otot leher normal, kelenjar tiroid normal, tidak ditemukan adanya nyeri, trakea
simetris, tidak ditemukan kaku kuduk, jejas, massa dan tidak terpasang trakeostomi.
g. Dada
Inspeksi
Bentuk dada kiri dan kanan simetris, tidak terdapat alat bantu nafas, pengembangan paru
normal.
Palpasi
Pengembangan dada kanan dan kiri simetris (normal).
Perkusi
Bunyi perkusi sonor/resonan.
Auskultasi
Semua lapang paru vesikuler.
b. (Jantung)
Inspeksi
Dada tampak simetris.
Palpasi
Saat dipalpasi tidak terasa nyeri dan tidak terjadi pembengkakan atau massa.
Perkusi
Saat diperkusi dari ICS ke 2-5 tidak terdapat pembesaran jantung, suara jantung saat
diperiksa dullnes.
Auskultasi
S1 dan S2 (lubdub) tidak ada suara tambahan.
4. Payudara dan Aksila:
Payudara kiri dan kanan simetris, warna sawo matang (normal), tidak terdapat kemerahan dan
discharge, nodus limfatikus aksila normal, tidak ada udem, tidak ada pembengkakan, massa
dan nyeri.
5. Tangan:
15
Tangan kiri dan kanan simetris, bentuk dan ukuran tangan normal, suhu akral dingin, tidak
ditemukan nodul/massa, rentang gerak sendi normal, terpasang infus sebelah kiri. Pada
tangan sebelah kanan, terdapat luka lecet dengan luas 15cmx4cm dan luka robek yang telah
di jahit dibagian siku kanan.
6. Abdomen
Inspeksi
Pada abdomen tidak ada luka, warna kulit normal.
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan dan lepas.
Perkusi
Lambung: timpani, liver dulnes.
Auskultasi
Peristaltik usus normal 8 x/menit.
7. Genitalia dan Perkemihan:
Tidak terkaji.
8. Rektum dan Anus:
Tidak terkaji.
9. Kaki:
Kesimetrisan bentuk dan ukuran kedua kaki normal, kaki sebelah kanan agak bengkok dan
tidak dapat digerakkan, luas luka dibalut kassa kurang lebih 22 cm, terdapat luka bekas
pembedahan post ORIF pada kaki kanan, pasien tidak mampu berjalan.
10. Punggung:
Keadaan punggung pasien normal, tidak ada kelainan tulang, tidak ada luka, dekubitus,
insfeksi dan nyeri.
h. Pola Istirahat Dan Tidur
Pasien tidak bisa tidur dan hanya tidur lebih kurang 4 jam
i. Pola Aktivitas Harian (ADL)
Aktifitas Tn. BS hanya ditempat tidur.
j. Cairan, Nutrisi Eliminasi
1. Intake Oral/Enteral
a. Jenis diit : nasi bubur
b. Jumlah kalori : 216 kkal/hari
c. Makanan Berat : 3 kali/hari-shif
d. Makanan selingan :
16
jelaskan : biasanya pasien diberikan makanan selingan berupa makanan ringan,
misalnya roti atau gorengan dan minuman seperti cendol.
e. Minum : 900 ml/hari
f. Parenteral : 526 ml/hari
2. Eliminasi
a. Urin : 3-4 kali/hari (600 ml/hari)
b. BAB : tidak ada
3. Balance Cairan
Per shif
a. Cairan masuk : 1426 ml
b. Cairan keluar : 600 ml
c. IWL :15x54= 33,75cc/jam, 24 jam 33,75x24=810 cc/24 jam
24
d. Balance cairan : intake-output= 1426-810=616cc
e. Urin output : 600 ml
k. Psiko-sosial-spritual
Pasien menerima keadaan sakit, pasien berharap cepat sembuh.
l. Pengkajian refleks dan saraf kranial
1. Refleks
a. Bisep : Normal
b. Trisep : Normal
c. Brakioradialis : tidak terkaji
d. Patela : tidak terkaji
e. Achiles : tidak terkaji
f. Babinski : tidak terkaji
2. Saraf Kranial
NO Saraf Kranial Hasil
17
mata normal
5 Trigeminus Normal
6 Abdusen Normal
9 Glosofaringeus Normal
10 Vagus Normal
12 Hipoglosus Normal
2. Hasil Radiologi
18
No Nama Obat Rute Dosis Indikasi Kontra Indikasi
n. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. DS : Trauma Perfusi jaringan tidak
- Pasien mengeluh lemah efektif
DO : Fraktur
- Pasien anemis
- CRT >3 detik Terputusnya jaringan kontinuitas
- Akral teraba dingin kulit dan tulang
- HGB : 8.5 (g/dl)
19
-RBC : 2.69 (10^6/uL) Perdarahan
Nyeri di presepsikan
Nyeri akut
3. DS : Trauma Hambatan mobilitas
- Pasien mengatakan fisik
kaki sebelah kanan Fraktur
tidak dapat digerakkan
DO : Hambatan mobilitas fisik
- Terdapat post ORIF di
kaki kanan
- Pasien hanya
beraktifitas di tempat
20
tidur
4. DS : Trauma Kerusakan integritas
DO: kulit
- Tampak luka terbalut Kekuatan daya trauma lebih besar
kassa dan elastis di bandingkan daya menahan tulang
perban di bagian kaki
sebelah kanan Fraktur
- Panjang luka 22 cm
Pembedahan
Luka pembedahan
Resiko infeksi
o. Diagnosa keperawatan
1. Perfusi jaringan tidak efektif : perifer berhubungan dengan perdarahan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
21
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kerusakan muskuloskletal
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik daya gesek, tekanan,
imobilitas fisik
5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
22
sesuai kemanpuan
- Jaga keadekuatan hidrasi
untuk mencegah
peningkatan viskositas
darah
- Kolaborasi pemberian
antiplatelet atau
antikoagulan
- Monitor laboratorium
Hb, Hmt
MONITOR TANDA
VITAL
- Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan RR
- Monitor jumlah dan
irama jantung
- Monitor bunyi jantung
- Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
MANAJEMEN CAIRAN
- Catat intake dan output
cairan
- Monitor status hidrasi
- Monitor tanda-tanda
vital
- Monitor status nutrisi
2. Nyeri akut berhubungan Kontrol nyeri : Management nyeri :
dengan agens cedera fisik 1.Mengenali kapan nyeri 1.Lakukan pengkajian
terjadi (4-2) nyeri komprehensif yang
2.Menggambarkan faktor meliputi lokasi,
penyebab (3-1) karakteristik, frekuensi,
3.Menggunakan tindakan kualitas, intensitas, atau
pengurang nyeri tanpa berat nyeri dan faktor
23
analgetik (4-2) pencetus
2.Gali pengetahuan dan
kepercayaan pasien
mengenai nyeri
3.Gali bersama pasien
faktor yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri
4.Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi
(Hypnotis, relaksasi, terapi
musik, terapi bermain,
akupresure, dll)
3.Hambatan mobilitas fisik Tingkat nyeri : Management nyeri :
berhubungan dengan nyeri 1.Nyeri yang dilaporkan 1.Lakukan pengkajian
dan kerusakan (1-3) nyeri komprehensif yang
muskuloskletal 2.Panjangnya episode meliputi lokasi,
nyeri (2-4) karakteristik, frekuensi,
3.Mengernag dan kualitas, intensitas, atau
menangis (1-3) berat nyeri dan faktor
4.ekspresi nyeri wajah (1- pencetus
3) 2.Gali pengetahuan dan
5.mengeluarkan keringat kepercayaan pasien
(3-5) mengenai nyeri
3.Gali bersama pasien
faktor yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri
4.Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi
(Hypnotis, relaksasi, terapi
musik, terapi bermain,
akupresure, dll)
24
4.Resiko infeksi Pemulihan pembedahan Perawatan luka :
berhubungan dengan setelah operasi : 1.Angkat balutan dan
prosedur invasif 1.Perdarahan (2-4) plester perekat
2.Nyeri (1-3) 2.Monitor karakteristik
3.Cairan merembes pada luka, termasuk drainase,
balutan (3-5) warna, ukuran, dan bau
4.Pembengkakan sisi luka 3.Ukur luas luka
(3-5) 4.Bersihkan dengan
normalsalin dan cairan
yang tidak beracun
5.Berikan balutan yang
sesuai dengan jenis luka
6.Pertahankan teknik
balutan steril pada saat
melakukan perawatan luka
7.Periksa luka setiap kali
perubahan balutan
Kontrol infeksi :
1.Bersihkan lingkungan
dengan baik setelah
digunakan untuk setiap
pasien.
2.Ganti peralatan
perawatan per pasien
sesuai protokol institusi
3.Batasi jumlah
pengunjung
4.Anjurkan Pasien dan
keluarga mengenai cuci
tangan dengan tepat
5.Cuci tangan susudah dan
sebelum perawatan pasien
25
6.Pakai sarung tangan
sebagaibaman yang
dianjurkan kebijakan
universal
7.Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
Proteksi infeksi :
1.Monitor tanda dan gejala
infeksi
2.Monitor hitung
granulosit, WBC
3.Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4.Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
q. Catatan Perkembangan
TGL/JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI SOAP TTD
18-09- Perfusi jaringan tidak - Inpseksi kulit S : klien mengatakan masih
2017 efektif : perifer adanya luka lemah
berhubungan dengan - Kaji tingkat O :
perdarahan nyeri - TD : 126/66 mmHg
- Monitor - RR : 16 x/menit
laboratorium -N : 71 x/menit
Hb, Hmt -S : 36,80C
- Monitor - Hb : 8,5
tekanan darah, - Pasien tampak anemis
nadi, suhu dan - Akral teraba dingin
RR - CRT >3 detik
- Monitor suhu, - Luka pasca pembedahan di
warna dan kaki kanan 22 cm
kelembaban P:
kulit Keluarga pasien yang
- Monitor mengurus darah tidak ada
tanda-tanda
vital
- Monitor
status nutrisi
26
2017 dengan agens cedera pengkajian kanannya sakit dan nyerinya
fisik nyeri hilang timbul
komprehensif O:
yang meliputi - Luka pasca pembedahan di
lokasi, kaki kanan 22 cm
karakteristik, - Post debridement hari 1
frekuensi, - Pasien merintih kesakitan
kualitas, - Skala nyeri 6
intensitas, atau P:
berat nyeri dan Ajarkan relaksasi teknik
faktor pencetus nafas dalam
- Ajarkan
penggunaan
teknik
nonfarmakolog
i (Hypnotis,
relaksasi,
terapi musik,
terapi bermain,
akupresure,
dll)
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Tn. BS datang ke rumah sakit dengan keluhan open fraktur distal femur bagian kanan
yang terjadi karena kecelakaan lalu lintas. Motor yang ia tumpangi terserempet mobil truk
dan menyebabkan lututnya terbentur bak truk. Riwayat penyakit sebelumnya tidak ada.
Setelah dilakukan operasi debridement pada paha kanan bagian bawah, Tn. BS mengeluhkan
nyeri pada luka pasca operasi debridement, kakinya tidak dapat digerakkan, dan kurang tidur.
4.1 Pengkajian
Sebelum pengkajian, perawat membaca status pasien yang ada dari data umum, tindakan
yang sudah dilakukan dan diagnosa medis. Lalu dilanjutkan bertemu pasien dengan
menanyakan keluhan yang dirasakan saat ini, didapatkan hasil Tn. BS mengatakan nyeri pada
bagian paha bawah sebelah kanan, pasien juga mengatakan tubuhnya lemah serta tidak dapat
menggerakkan kaki bagian kanan, selain itu pasien juga mengeluhkan tidak dapat tidur. Pada
pengkajian yang dilakukan ke pasien. Ditemukan tidak ada perbedaan yang signifikan pada
teori dengan praktik. Hal ini mencakup manifestasi yang ditemukan pada kasus yaitu adanya
keluhan nyeri, luka post ORIF, dan lemah.
4.2 Diagnosa keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian didapatkan 5 diagnosa yaitu
A. Perfusi jaringan tidak efektif : perifer berhubungan dengan perdarahan
B. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
C. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kerusakan muskuloskletal
D. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik daya gesek, tekanan,
imobilitas fisik
E. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Pada diagnosis keperawatan terdapat perbedaan prioritas masalah. Jika ditinjau pada
temuan kasus, masalah utama yang didapatkan yaitu perfusi jaringan tidak efektif : perifer
berhubungan dengan perdarahan, sedangkan pada teori mengangkat masalah prioritas yaitu
nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
4.3 Implementasi
Pada rencana keperawatan, perawat tetap mengacu pada teori yang sudah ada. Tetapi
pada saat melakukan tindakan. Perawat melihat masalah yang ditemukan pada pasien. Pada
28
masalah keperawatan yang ada, perawat mengidentifikasi kebutuhan yang ada pada pasien
lalu memberi asuhan keperawatan sesuai dengan masalah yang sedang ada saat itu.
4.4 Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka akan dilakukan evaluasi apakah masalah
pasien sudah teratasi atau masih berlanjut. Didapatkan hasil bahwa S : klien mengatakan
masih lemah O : TD : 126/66 mmHg, RR : 16 x/menit, N : 71 x/menit, S :
36,80C, Hb : 8,5, Pasien tampak anemis, Akral teraba dingin CRT >3 detik, Luka pasca
pembedahan di kaki kanan 22 cm, P :Keluarga pasien yang mengurus darah tidak ada.
29
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan.
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-
kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Tulang bersifat rapuh namun cukup
mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang.
5.2 Saran
Diharapkan kepada kalangan medis dapat mendiagnosa fraktur femur dan mengetahui
bagaimana cara mengelola serta mengetahui upaya meningkatkan derajat kesehatan dan
mencegah komplikasi agar tidak terjadi kecacatan.
30
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta : Media
Aesculapius.
Muttaqim, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keper.awatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol
1. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat, R, dkk. (2004). Buku Ajar: Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Susanne C. (2001). Brunner & suddarths Textbook of Medical Surgical Nursing.
8/E. Agung waluyo (et. al) (penerjemah)
31