Vous êtes sur la page 1sur 28

LAPORAN COLABORATIVE LEARNING IV

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL


Untuk Memenuhi Tugas pada Blok Sistem Reproduksi dibimbing oleh Ns. Fransiska Imavike F,
S.Kep. M.Nurs

Disusun Oleh :
Dian Retno Pratiwi (135070200131005)
Ahmad Alfian Zein (135070207131003)
Uswatun Hasanah (135070200131004)
Lintang DiahYuniarti (135070218113029)
Mala Rozaqo Tio (135070200131007)
Renny Revita Putri (135070201111023)
Ryharti Amaliatus (135070201131005)
Taramita Purbandari (135070201111024)
Wiwid Suryadi (135070201131010)

KELOMPOK 2 K3LN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
I. Definisi
Gonore
Gonore atau kencing nanah adalah penyakit tersering ditemuai dalam dunia kedokteran.
Ia mempunyai banyak nama yang digunakan oleh orang awam, seperti kencing nanah, raja
singa, dan banyak lagi. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Neiseria gonorrhoe yang berbentuk
seperti buah kopi berpasangan.
Gejala awal dapat timbul dalam waktu 7-21 hari setelah infeksi. Pada wanita biasanya
tidak menunjukkan gejala selama beberapa minggu atau bulan, dan diketahui menderita
penyakit ini ketika pasangan seksualnya tertular. Jika timbul gejala, biasanya bersifat lebih
ringan, namun demikian beberapa penderita menunjukkan gejala yang berat, seperti desakan
untuk berkemih, nyeri ketika buang air kecil, keluarnya caiarn putih dari vagina dan penjalaran
ini bisa mencapai leher rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra (saluran kencing bawah)
dan rektum yang menyebabkan nyeri pinggul dalam atau nyeri ketika melakukan hubungan
seksual.
Pada wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seksual melalui dubur
bisa menderita gonore pada usus bagian bawah. Melakukan oral sex dengan seorang penderita
gonore juga dapat menyebabkan tertularnya gonore pada tenggorokan (faringitis gonocokal),
yang terkadang tidak menunjukkan gejala dan kadang gejalanya mirip seperti radang
tenggorokan yang menyebabkan gangguan menelan. gonore juga dapat menular ke mata jika
cairan yang terinfeksi mengenai mata yang biasanya disebut dengan konjungtivitis gonore. Bayi
yang baru lahir dapat tertular gonore dari ibunya yang terjadi selama proses persalinan, yang
dapat menyebabkan pembengkakan kelopak matanya dan dari matanya mengeluarkan nanah
(sjaiful, 2007)

Herpes genital
Penyakit yang disebabkan oleh virus Herpes Simplex dengan masa tenggang 4-7 hari
sesudah virus masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seks. Gejala dan tanda-tandanya adalah
:Bintil-bintil berair (berkelompok seperti anggur) yang sangat nyeri pada sekitar alat kelamin,
kemudian pecah dan meninggalkan luka yang kering mengerak, lalu hilang sendiri, dan gejala
kambuh lagi seperti diatas namun tidak senyeri tahap awal bila ada faktor pencetus (stres, haid,
minuman dan makanan beralkohol) dan biasanya menetap hilang timbul seumur hidup. Pada
perempuan, seringkali menjadi faktor kanker mulut rahim beberapa tahun kemudian. Penyakit
ini belum ada obat yang benar-benar mujarap, tetapi pengobatan antivirus bisa menuragi rasa
sakit dan lamanya episode penyakit (Sjaiful, 2007).

Sifilis (raja singa)


Sifilis, atau dikenal juga dengan raja singa, adalah penyakit infeksi menular seksual yang
bersifat kronis. Merupakan salah satu jenis penyakit yang menyerang jenis kelamin khususnya
untuk kaum pria. Karena kita ketahui banyak berbagai penelitian bahwa kaum pria merupakan
pihak yang palin rawan terkena penyakit tersebut.Kuman penyebabnya disebut Treponema
pallidum. Masa tanpa gejala berlangsung 3-4 minggu, kadang-kadang sampai 13 minggu
kemudian timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadang disertai pusing-pusing dan
nyeri tulang seperti flu yang akan hilang sendiri tanpa diobati. Ada bercak kemerahan pada
tubuh sekitar 6-12 minggu setelah hubungan seks. Gejala ini akan hilang sendirinya dan
seringkali penderita tidak memperhatikan hal ini.
Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkan gejala apa-apa atau disebut masa
laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis akan menyerang susunan syaraf otak,pembuluh darah
dan jantung. Pada perempuan hamil sifilis dapat ditularkan kepada bayi yang dikandungnya dan
bisa lahir dengan kerusakan kulit, hati, limpa dan keterbelakangan mental (Sjaiful, 2007).

Kutil kelamin (HPV)


penyebabnya adalah human papiloma virus dengan gejala yang khas yaitu terdapat satu
atau beberapa kutilan sekitar kemaluan. Pada perempuan dapat mengenai kulit daerah kelamin
sampai dubur, selaput lendir bagian dalam liang kemaluan sampai leher rahim. Bila perempuan
hamil, kutil dapat tumbuh besar sekali. Kutil kelamin kadang-kadang bisa mengakibatkan kanker
leher rahim atau kanker kulit di sekitar kelamin. Pada laki-laki mengenai kelamin dan saluran
kencing bagian dalam. Kadang-kadang kutil tidak terdapat terlihat sehingga tidak disadari.
Biasanya laki-laki baru menyadari setelah ia menulari pasangannya (Sjaiful, 2007).

KLASIFIKASI

Herpes Genetalis
Berdasarkan perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan menjadi
dua tipe yaitu :

Virus herpes simpleks tipe 1 yang menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya pada
daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus ini
biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah didapat pada waktu umur 7
tahun.

Virus herpes simpleks tipe 2 hampir secara eksklusif hanya ditemukan pada traktus genitalis dan
sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.

Virus herpes simpleks 1 dan 2 (HSV-1 dan HSV-2) adalah dua virus dari famili herpesvirus,
Herpesviridae, yang menyebabkan infeksi pada manusia. HSV-1 dan 2 juga merujuk pada virus
herpes manusia 1 dan 2 (HHV-1 dan HHV-2). Setelah infeksi, HSV menjadi tersembunyi, selama
virus ada pada sel tubuh saraf. Selama reaktivasi, virus diproduksi di sel dan dikirim melalui sel
saraf akson menuju kulit. Kemampuan HSV untuk menjadi tersembunyi menyebabkan infeksi
herpes kronik setelah beberapa infeksi terjadi, gejala herpes secara periodik muncul di dekat
tempat infeksi

SIFILIS

Menurut WHO (World Health Organization), sifilis dapat dibagi menjadi : sifilis dini dan sifilis
lanjut, di mana diperlukan waktu sekitar 2-4 tahun bagi sifilis dini untuk berkembang menjadi
sifilis lanjut. Sifilis dini sangat menular, sedangkan sifilis stadium lanjut tidak menular. T.pallidum
masuk dan menginfeksi janin melalui plasenta.

Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap stadium
perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ tubuh yang
berbeda-beda pula.

a. Stadium Dini atau I (Primer)

Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Lesi pada
umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang erosif,
berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang,
dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat
berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer.
Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum. Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke
kelenjar getah bening di daerah lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada
perabaan, tidak nyeri, tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut
sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula
di bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan
dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi

b. Stadium II (Sekunder)

Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu antara
sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa transisi, yakni sifilis I
masih ada saat timbul gejala stadium II. Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal.
Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya
mendahului, kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul
berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis
stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk
klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat
mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.

C. Sifilis Stadium III

Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma umumnya satu,
dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat timbul
pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma
juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dll.
Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.

D. Sifilis Tersier

Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis (pada
jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10% penderita
sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak terkena. Kematian
karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan apabila
dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop lapangan
gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut). Tes serologik untuk sifilis yang klasik
umumnya masih negatif pada lesi primer, dan menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes
serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS non
spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR, dan ikatan komplemen
Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan
berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik,
sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum
hemagglutination assay (TPHA) dan TPI. Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini,
TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam
membantu diagnosis

HPV

Klasifikasi HPV sangat beragam. Menurut Androphy EJ (2007),HPV dibagi menjadi


banyak tipe berdasarkan penyakit yang berkaitan. HPV tipe 14 dapat menyebabkan penyakit
kutil (cutaneous warts/verruca vulgaris). HPV tipe 6,11,16,18, 31, dan 35 dapat menimbulkan
penyakit kutil kelamin (genital warts/condyloma acuminata). Lebih dari 90% kanker leher Rahim
disebabkan oleh HPV tipe 16, 18, 31, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68, dan 70 (Androphy EJ,
2007).

Klasifikasi Human Papillomavirus Lebih dari 80 tipe HPV telah diketahui dan telah
diklasifikasikan berdasarkan potensi yang dapat menyebabkan transformasi keganasan. Saat ini
terdapat beberapa tipe high risk HPV yang terdeteksi di dalam karsinoma dan displasia, yaitu
HPV 16, 18,31,33,35,39,45,50, 51, 52, 53, 55, 56, 58, 59, 64, dan 68. HPV 16 dan HPV 18
diketahui mempunyai hubungan paling dekat dengan karsinoma serviks di antara beberapa tipe
high risk tersebut. DNA HPV 16 telah ditemukan pada lebih dari 50% dari karsinoma sel
skuamosa, sedangkan DNA HPV 18 telah ditemukan pada lebih dari 50% adenokarsinoma.' Saat
ini di tahun 2008 bahkan diketahui ada lebih dari 200 tipe HPV yang telah dapat diidenrifikasi.
HPV tipe 16, 18, 31 dan 45 masih merupakan HPV tipe High risk yang terpenting karena
keterlibatannya dalam menyebabkan karsinoma serviks.'
HPV 4, 7, 10, 1, 2, 3, 26, 27, 28, 29, 31, 38, 41, 49, 57

6, dan 77 jenis terjadinya panggilan kutil umum dan datar,Butcher kutil.Dalam


kebanyakan kasus, penampilan kutil umum terjadi pada telapak, kelopak mata, kulit kepala di
daerah kepala, antara jari kaki dan tangan.Sebagai aturan, mereka tidak menyebabkan efek
sakit, tapi kadang-kadang dapat menjadi penyebab ketidaknyamanan.Munculnya kutil datar
terjadi pada bahu dan dahi, vulva atau leher rahim.Pengembangan Butcher kutil yang paling
sering terjadi pada tangan;

HPV 2, 3, 5, 8, 9,10, 12, 15, 14, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 37, 47, 50, 58 jenis HPV
milik, memprovokasi epidermodysplasia.Pembawa jenis virus, cenderung menderita dermatosis,
yang terus untuk jangka waktu yang panjang, dan dalam beberapa kasus bertahan selama
hidup.Dalam hal ini, virus muncul di daerah terbuka dari tubuh.Luka berkutil tidak hanya
menyebabkan ketidaknyamanan kepada pemilik, tetapi mereka memiliki risiko yang lebih besar
dari transformasi menjadi neoplasma ganas;

HPV 16, 18, 34, 35 dan 55 jenis virus yang dibuat, memprovokasi perkembangan
Bouenalnogo papulosis ketika kerusakan "merangkak" pada kulit.Sebagai aturan, dari berbagai
HPV mempengaruhi orang-orang muda.Tumor ditempatkan adalah daerah anogenital.Juga,
penyakit ini disebut dermatosis prakanker;

HPV 5, 8, 14, 17, 20, 41, 47 jenis dapat disebabkan oleh perkembangan kanker kulit sel
skuamosa.Karena jenis infeksi HPV kanker mampu terjadi pada wajah atau bagian lain dari
epitel;

HPV tipe 37 berfungsi sebagai penyebab keratoacanthomas, yang berarti tumor pada
kulit yang berhubungan dengan jinak.Paling sering itu adalah tempat lokalisasi wajah, setidaknya
- bagian terbuka lain dari tubuh, dan 2% dari kasus - daerah tertutup;

HPV tipe 38 adalah jenis HPV yang dapat menyebabkan perkembangan


melanoma.Melanoma adalah tumor ganas kulit, ditandai dengan agresivitas dan perkembangan
yang cepat;

HPV 6, 11, 42, 51, 54, 55, 69 jenis kutil kelamin disebabkan oleh terjadinya.Dalam
kebanyakan kasus, mereka sedang mengembangkan pada alat kelamin, dan mereka ditandai
oleh proliferasi cepat dari epitel.Virus ini tidak mengancam jiwa, tetapi mereka menyebabkan
ketidaknyamanan.Dengan adanya penyakit lain jenis virus dapat menyebabkan masalah
kesehatan yang serius;

HPV 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 69 jenis dapat memicu
perkembangan anal intraepithelial neoplasia.Diagnosis mengecewakan, karena menunjukkan
adanya kanker kolorektal.

HPV, diwujudkan dalam orofaring, dapat menyebabkan apa yang akan perkembangan
berbagai penyakit yang dapat mengancam kehidupan atau berbahaya.HPV 6, 7, 11, 32, 57, 72,
73 adalah jenis sinyal papiloma a.

II. Etiologi
1. Etiologi PMS
Menurut Handsfield dalam Chiuman, Penyakit menular seksual dapat diklasifikasikan
berdasarkan agen penyebabnya, yakni:
a. Dari golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Chlamydia
trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis,
Salmonella sp, Shigella, sp, Campylobacter sp, Streptococcus group B, Mobiluncus sp.
b. Dari golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia,
c. Dari golongan virus, yakni Human Immunodeficiency Virus(tipe 1 dan 2), Herpes Simplex
Virus (tipe 1 dan 2), Human papiloma Virus, Cytomegalovirus, Epstein-barr virus, Molluscum
contagiosum virus,
d. Dari golongan ektoparasit, yakni Phthirus pubis dan Sarcoptes scabei (Picauly, 2011).

a. Gonorrhea

Gonore disebabkan oleh gonokokus yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879.
Kuman ini masuk dalam kelompok Neisseria sebagai N.gonorrhoeae bersama dengan 3 spesies
lainnya yaitu, N.meningitidis, N.catarrhalis dan N.pharyngis sicca.

Gonokokus termasuk golongan diplokokus berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 u dan
pajang 1,6 u. Kuman ini bersifat tahan asam, gram negatif, dan dapat ditemui baik di dalam
maupun di luar leukosit. Kuman ini tidak dapat bertahan hidup pada suhu 39 derajat Celcius,
pada keadaan kering dan tidak tahan terhadap zat disinfektan. Gonokok terdiri atas 4 tipe yaitu
tipe 1, tipe 2, tipe 3 dan tipe 4. Namun, hanya gonokok tipe 1 dan tipe 2 yang bersifat virulen
karena memiliki pili yang membantunya untuk melekat pada mukosa epitel terutama yang
bertipe kuboidal atau lapis gepeng yang belum matur dan menimbulkan peradangan (Daili,
2009).

Pewarnaan Gram: kuman merah dengan latar belakang biru. Daerah yang paling mudah
terinfeksi adalah daerah dengan mukosa epitelkuboid atau lapis gepeng yang belum
berkembang pada wanita yangbelum pubertas. Masa inkubasi, dari waktu terpapar bakteri
sampai mengembangkangejala biasanya 2 sampai 5 hari. Tetapi bisa saja tak bergejala sampai
30hari.

Beberapa factor yang dapat menyebabkan penulatan gonorrhea:

Hubungan seksual baik melalui anal, oral, genital, homoseks, heteroseks dan tidak
berganti-ganti pasangan seksual, karena saat berhubungan seksual bakteri mudah masuk ke
tubuh.

Kurang menjaga kebersihan diri, khusunya prgan vital. Karena bakteri dan virus akan mudah
menyerang hingga menetap di organ vital sehingga berpotensi menjadi penyakit. Selain itu
menjaga lingkungan tetap bersih.

Kurang pengetahuan (Yedde, 2011).

b. Herpes genetalia

Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH), yang merupakan
anggota dari famili herpesviridae. Adapun tipe-tipe dari HSV :

Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi atau luka pada sekitar
wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.

Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada genital dan sekitarnya
(bokong, daerah anal dan paha).

HSV-1 dan HSV-2 dapat ditemukan pada luka bekas gelembung yang pecah, meski tak
selalu demikian. Virus herpes juga bisa terdapat pada lapisan kulit yang tampak utuh. Penularan
herpes simpleks terjadi melalui kontak kulit dengan luka yang mengandung virus herpes.

Untuk HSV-1 disebarkan melalui sekresi oral atau luka pada kulit, misalnya melalui
aktifitas seperti berciuman, penggunaan bersama sikat gigi atau alat makan. HSV-1 dapat pula
menimbulkan luka di area kelamin selain di daerah mulut dan bibir, biasa disebut sebagai fever
blister. Infeksi HSV-1 di area kelamin disebabkan karena kontak dari mulut ke genital atau
kontak genital ke genital dengan seseorang yang menderita infeksi HSV-1.

Herpes genital hanya dapat ditularkan melalui kontak seksual antara orang yang sudah
memiliki virus dalam tubuhnya dengan orang yang belum terinfeksi. Kontak seksual dapat
berupa anal, vaginal maupun oral. Penyebaran infeksi dapat terjadi dari pasangan yang
terinfeksi tanpa ada luka dan bahkan tidak menyadari bahwa dirinya memiliki infeksi virus
herpes.

Banyak orang yang sudah terinfeksi herpes mengalami suatu periode dorman, yakni
kondisi di mana virus terdapat dalam sistem tubuh penderita, namun tidak ada gejala. Pada
periode ini, orang yang terinfeksi nampak sehat tanpa luka. Namun beberapa keadaan di bawah
dapat menyebabkan terjadinya outbreak:

Kondisi sakit umum (sedang-berat)

Kelelahan

Stres fisik dan emosional

Penurunan daya tahan tubuh (imunosupresi) akibat AIDS,

kemoterapi, atau steroid

Trauma di area luka (akibat aktifitas seksual)

Menstruasi (Piay, 2013).

c. Syphilis

Sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang merupakan spesies Treponema
dari famili Spirochaetaceae, ordo Spirochaetales. Treponema pallidum berbentuk spiral, negatif-
Gram dengan panjang rata-rata 11 m (antara 6-20 m) dengan diameter antara 0,09 0,18
m. Treponema pallidum mempunyai titik ujung terakhir dengan 3 aksial fibril yang keluar dari
bagian ujung lapisan bawah. Treponema dapat bergerak berotasi cepat, fleksi sel dan maju
seperti gerakan pembuka tutup botol (Hutapea, 2009).

Sifilis merupakan salah satu IMS yang disebabkan oleh bakteri bernama Treponema
pallidum. Setelah terinfeksi oleh bakteri ini, biasanya butuh waktu sampai 21 hari hingga
munculnya gejala. Namun ada juga kejadian yang gejalanya muncul dalam rentang 10-90 hari
setelah infeksi.

Cara penularan sifilis adalah melalui kontak langsung dengan luka sifilis. Bentuknya
tampak seperti sariawan yang terdapat di kelamin, vagina, anus, atau rectum. Luka sifilis juga
bisa muncul di bibir dan mulut. Maka itu, penularannya bisa terjadi ketika kontak seks secara
vaginal, anal atau oral. Tak hanya itu, sifilis juga bisa ditularkan oleh ibu yang sedang hamil
kepada janin yang dikandungnya (Anindyajati, 2013).

d. Human papillomavirus
HPV adalah sekumpulan grup virus yang menginfeksi manusia pada sel epitel di kulit dan
membran mukosa (salah satunya adalah daerah kelamin), dan dapat menyebabkan keganasan.
Virus ini memiliki type yang sangat banyak, hampir 100 tipe HPV sampai saat ini berhasil di-
identifikasi. Tipe HPV 16 dan 18 diketahui sebagai penyebab 70% dari kasus keganasan di
serviks/leher rahim wanita. Tipe HPV 6 dan 11 diketahui sebagai penyebab dari 90% kasus kutil
kelamin (Condyloma accuminatum).

Infeksi HPV dapat terjadi jika seseorang bersentuhan langsung dengan kulit pengidap atau
benda yang terkontaminasi virus HPV. Hubungan seksual juga dapat menjadi sarana penularan
virus HPV pada kelamin. Misalnya kontak langsung dengan kulit kelamin, membran mukosa atau
pertukaran cairan tubuh, dan seks oral atau anal. Tidak terbukti penularan dari kolam renang,
maupun dari tempat duduk toilet atau penggunaan WC umum.

Meski jarang terjadi, seorang ibu berpotensi menularkan HPV pada bayinya saat menjalani
persalinan.

Tidak semua HPV dapat menyebabkan kanker, tapi ada beberapa jenis HPV kelamin yang dapat
memicu kanker leher rahim atau serviks, serta kanker pada anus dan penis. WHO (World Health
Organisation) memperkirakan sekitar 99 persen kasus kanker serviks berhubungan dengan
infeksi HPV pada genital (Poetra, 2012).

III. Epidemiologi
Diperkirakan lebih dari 340 juta kasus baru dari IMS yang dapat disembuhkan (sifilis, gonore,
infeksi klamidia, dan infeksi trikomonas) terjadi setiap tahunnya pada laki- laki dan perempuan
usia 15- 49 tahun. Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia, angka kejadian
paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti Afrika bagian Sahara, Amerika
Latin, dan Karibean. Jutaan IMS oleh virus juga terjadi setiap tahunnya, diantaranya ialah HIV,
virus herpes, human papilloma virus, dan virus hepatitis B (WHO, 2007). Di Amerika, jumlah
wanita yang menderita infeksi klamidial 3 kali lebih tinggi dari laki- laki. Dari seluruh wanita yang
menderita infeksi klamidial, golongan umur yang memberikan kontribusi yang besar ialah umur
15-24 tahun (CDC, 2008). Di Indonesia sendiri, telah banyak laporan mengenai prevalensi infeksi
menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi antara tahun 1999 sampai
2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan klamidia yang tinggi antara 20%-35% (Jazan,
2003). Selain klamidia, sifilis maupun gonore , infeksi HIV/AIDS saat ini juga menjadi perhatian
karena peningkatan angka kejadiannya yang terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Jumlah
penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung es, yaitu jumlah penderita
yang dilaporkan jauh lebih kecil daripada jumlah sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa
jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui secara pasti.
Diperkirakan jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada akhir tahun 2003 mencapai 90.000
130.000 orang. Sampai dengan Desember 2008, pengidap HIV positif yang terdeteksi adalah
sebanyak 6.015 kasus. Sedangkan kumulatif kasus AIDS sebanyak 16.110 kasus atau terdapat
tambahan 4.969 kasus baru selama tahun 2008. Kematian karena AIDS hingga tahun 2008
sebanyak 3.362 kematian (Depkes, 2009). Penyakit menular seksual juga merupakan penyebab
infertilitas yang tersering, terutama pada wanita. Antara 10% dan 40% dari wanita yang
menderita infeksi klamidial yang tidak tertangani akan berkembang menjadi pelvic inflammatory
disease (WHO, 2008).
Infeksi gonore ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin pada
saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi penyakit ini,
tetapi insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita pada
tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per 100.000) sebaliknya
pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000).
Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap tiap negara berkembang. Di Swedia, insiden
gonore dilaporkan sebanyak 487/100.000 orang yang menderita pada tahun 1970. Pada tahun
1987 dilaporkan sebanyak 31/100.000 orang yang menderita, pada tahun 1994 dilaporkan
penderita gonore semakin berkurang yaitu hanya sekitar 31/100.000 orang yang menderita. Di
Amerika Serikat, insiden dari kasus gonore mengalami penurunan. Di dunia diperkirakan
terdapat 200 juta kasus baru setiap tahunnya.
Dari data survey jurnal mengenai PMS pada anak jalanan, gejala IMS yang paling sering
disebutkan adalah "kencing keluar nanah" oleh 16 anak (5,8%) dan kencing susah atau sakit oleh
11 anak (4%). Akibat atau komplikasi IMS yang paling banyak disebutkan responden adalah
"meninggal (akibat AIDS)" oleh 13 anak (4,7%). Mengenai pengalaman seksual, temyata
sebanyak 61 (22,3%) di antara mereka sudah pemah berhubungan seks. Umur rata-rata waktu
pertama kali berhubungan seks adalah 15 tahun, dengan rentangan 7 sampai 18 tahun.
Terbanyak (modus) melakukannya pada umur 15 tahun yaitu sebanyak 15 anak. Rincian lain
mengenai pengalaman seksual.
IV. Faktor Resiko
1. Seks tanpa pelindung
Penggunaan kondom dapat menurunkan laju penularan PMS. Selain selibat, penggunaan
kondom yang konsisten adalah proteksi terbaik terhadap PMS. Biasakanlah memakai
kondom.
2. Status perkawinan
Insiden PMS lebih tinggi pada orang yang belum kawin, bercerai, atau orang yang terpisah
dari keluarganya bila dibandingkan dengan orang yang sudah kawin karena pemenuhan
kebutuhan seksualnya terpenuhi.
3. Faktor medik
a. Adanya kekebalan kuman penyakit menular seksual. Kekebalan karena penderita membeli
obat dan minum obat sendiri dengan dosis obat yang tidak tetap atau adekuat.
b. Diagnosis penyakit kadang susah. Disebabkan karena adanya penyakit menular seksual
yang tersembunyi (karier) kebanyakan wanita penderita penyakit menular seksual tidak
menunjukan gejala sehingga tanpa disadari mereka sesungguhnya merupakan sumber
penularan penyakit menular seksual yang tersembunyi.
c. Walaupun penderita penyakit menular telah diobati dan sembuh tetapi bila mitra
seksualnya sudah ketularan dan tidak diobati maka akan tetap menjadi sumber penularan.
d. Adanya wanita tuna susila yang diluar jangkauan pengobatan dan pengawasan medik.
Misalnya : wanita tuna susila liar, terselubung dan lain-lain.
4. Berganti-ganti pasangan
Orang yang suka berganti pasangan cenderung memilih pasangan yang suka berganti
pasangan pula. Semakin sering ganti-ganti pasangan semakin tinggi resiko PMS.
5. Mulai aktif secara seksual pada usia dini
Kaum muda lebih besar kemungkinannya untuk terkena PMS daripada orang yang lebih tua.
Ada beberapa alasannya, yaitu wanita muda khususnya lebih rentan terhadap PMS karena
tubuh mereka lebih kecil dan belum berkembang sempurna sehingga lebih mudah
terinfeksi. Kaum muda juga tampaknya lebih jarang pakai kondom, terlibat perilaku seksual
beresiko dan berganti-ganti pasangan.
6. Pengggunaan alkohol
Konsumsi alkohol dapat berpengaruh terhadap kesehatan seksual. Orang yang biasa minum
alkohol bisa jadi kurang selektif memilih pasangan seksual dan menurunkan batasan.
Alkohol dapat membuat seseorang sukar memakai kondom dengan benar maupun sulit
meminta pasangannya menggunakan kondom.
7. Penyalahgunaan obat
Prinsipnya mirip dengan alkohol, orang yang berhubungan seksual di bawah pengaruh obat
lebih besar kemungkinannya melakukan perilaku seksual beresiko/tanpa pelindung.
Pemakaian obat terlarang juga memudahkan orang lain memaksa seseorang melakukan
perilaku seksual yang dalam keadaan sadar tidak akan dilakukan. Penggunaan obat dengan
jarum suntik diasosiasikan dengan peningkatan resiko penularan penyakit lewat darah,
seperti hepatitis dan HIV, yang juga bisa ditransmisikan lewat seks.
8. Lama bekerja sebagai pekerja seksual komersial
Pekerjaan seseorang sering merupakan ikatan erat dengan kemungkinan terjadinya PMS.
Pada beberapa orang yang bekerja dengan kondisi tertentu dengan lingkungan yang
memberikan peluang terjadinya kontak seksual akan meningkatkan akibat penderita PMS.
Orang tersebut termasuk dalam kelompok resiko tinggi terkena PMS.
9. Hidup di masyarakat yang prevalensi PMS-nya tinggi
Ketika seseorang tinggal di tengah komunitas dengan prevalensi PMS yang tinggi, ketika
berhubungan seksual (dengan orang di komunitas itu) ia lebih rentan terinfeksi PMS.
10. Monogami serial
Monogami serial adalah mengencani/menikahi satu orang saja pada suatu masa, tapi kalau
diakumulasi jumlah orang yang dikencani/dinikahi juga banyak. Perilaku begini juga
berbahaya, sebab orang yang mempraktekkan monogami serial berpikir bahwa mereka saat
itu memiliki hubungan eksklusif sehingga akan tergoda untuk berhenti menggunakan
pelindung ketika berhubungan seksual.
11. Sudah terkena suatu PMS
Iritasi atau lepuh pada kulit yang terinfeksi dapat menjadi jalan masuk patogen lain untuk
menginfeksi. Karena sudah pernah terinfeksi sekali, bisa jadi ada faktor tertentu dalam gaya
hidup yang beresiko.
12. Cuma pakai pil KB untuk kontrasepsi
Kadang orang lebih menghindari kehamilan daripada PMS sehingga mereka memilih pil KB
sebagai alat kontrasepsi utama. Karena sudah merasa terhindar dari kehamilan, mereka
enggan memakai kondom. Ini bisa terjadi ketika orang tidak ingin menuduh pasangannya
berpenyakit (sehingga perlu disuruh pakai kondom) atau memang tidak suka pakai kondom
dan menjadikan pil KB sebagai alasan.
V. Manifestasi Klinis
Manifesatasi klinis secara umum :

Keluar Cairan/keputihan yang tidak normal dari vagina atau penis. Pada wanita, terjadi
peningkatan keputihan. Warnanya bisa menjadi lebih putih, kekuningan, kehijauan, atau
kemerah mudaan. Keputihan bisa memiliki bau yang tidak sedap dan berlendir.
Pada pria, rasa panas seperti terbakar atau sakit selama atau setelah kencing, biasanya
disebabkan oleh PMS. Pada wanita, beberapa gejala dapat disebabkan oleh PMS tapi juga
disebabkan oleh infeksi kandung kencing yang tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
Luka terbuka dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut. Luka tersebut dapat
terasa sakit atau tidak.
Tonjolan kecil-kecil (papules) disekitar alat kelamin
Kemerahan di sekitar alat kelamin
Pada pria, rasa sakit atau kemerahan terjadi pada kantung zakar
Rasa sakit diperut bagian bawah yang muncul dan hilang, dan tidak berhubungan dengan
menstruasi
Bercak darah setelah hubungan seksual
Anus gatal atau iritasi.
Pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan.
Nyeri di paha atau perut lebih rendah.
Pendarahan pada vagina .
Nyeri atau pembengkakan testis.
Pembengkakan atau kemerahan dari vagina.
Nyeri seks.
Pendarahan dari vagina selain selama periode bulanan.

Manifestasi berdasarkan klasifikasi

1. SIFILIS
a. Primer : luka pada kemaluan tanpa nyeri.
b. Sekunder : bintil, bercak merah padah tubuh.
2. GONOREA
Masa inkubasi pada laki-laki antara 2-5 hari(kadang lebih lama) tetapi pada wanita masa
inkubasi sulit ditentukkan karena pada umumnya asimtomatik
Tempat masuknya kuman pada laki-laki diuretra menyebabkan uretritis
Keluhan : rasa gatal,panas disekitar orificium uretra eksternum disuria, nyeri saat ereksi
Pada pemeriksaan orificium uretra eksternum merah,edema dan ektropion
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda karena perbedaan
anatomi dan fisiologi alat kelamin ke-2 nya
Pada wanita infeksi pada mulanya hanya mengenai serviks uteri,kadang2 keluhan
berupa rasa nyeri pada pinggul bawah
Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen
3. HERPES GENITALIS
Masa inkubasi antara 3-7 hr
Infeksi primer berlangsung 3 mgg disertai gejala demam,anoreksia,pembengkakan
getah bening
4. HPV
Manifestasi klinis bervariasi tergantung tipe virus dan lokasi tubuh yang terinfeksi.
Beberapa gejala yang jelas diantaranya kutil (warts) pada wajah, lengan, kaki, dada, alat
kelamin. Gejala klinis yang timbul akibat kanker serviks antara lain perdarahan vagina yang
tidak normal, yaitu perdarahan ketika berhubungan seksual, pasca-menopause, dan di luar
siklus haid, vaginal discharge yang berwarna keputihan, seperti nanah dan berbau, serta
nyeri pada pinggul.
Kutil kelamin biasanya berwarna merah muda, lunak, permukaannya bervariasi ada yang
datar atau meninggi, berjumlah satu atau lebih, dan kadang berbentuk seperti kembang kol
(cauliflower-shaped).
Lesi pada daerah genitalia perempuan umumnya terdapat pada bagian belakang mulut
vagina, kemudian menyebar ke vulva dan akhirnya vagina dan serviks. Lesi ini menimbulkan
rasa tidak nyaman akibat gatal.
Papilloma pada saluran pernapasan (HPV tipe 6 dan 11), terutama pada anak-anak, dapat
menjadi sangat berbahaya dan menimbulkan gejala seperti stridor, serak, dan kesulitan
bernapas.
.

VI. Patofisiologi
Terlampir

VII. Penatalaksanaan
Menurut WHO (2003), penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri dari dua cara, bisa
dengan penaganan berdasarkan kasus (case management) ataupun penanganan berdasarkan
sindrom (syndrome management). Penanganan berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya
berupa pemberian terapi antimikroba untuk menyembuhkan dan mengurangi infektifitas
mikroba, tetapi juga diberikan perawatan kesehatan reproduksi yang komprehensif. Sedangkan
penanganan berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda dan
gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba tertentu yang menimbulkan
sindrom.
Penanganan infeksi menular seksual yang ideal adalah penanganan berdasarkan mikrooganisme
penyebnya. Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi menular seksual selalu diberi
pengobatan secara empiris (Murtiastutik, 2008)

Antibiotika untuk pengobatan IMS adalah:


1. Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson, spektinomisin, kuinolon,
tiamfenikol, dan kanamisin (Daili, 2007).
2. Pengobatan sifilis: penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin, tetrasiklin, eritromisin,
dan kloramfenikol (Hutapea, 2001).
3. Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir (Wells et al, 2003).
4. Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin (Wells et al., 2003).
5. Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003).

Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan pengaruh dari mikroba, obat
antimikroba, lingkungan dan penderita. Menurut Warsa (2004), resisten antibiotika
menyebabkan penyakit makin berat, makin lama menderita, lebih lama di rumah sakit, dan
biaya lebih mahal.

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. Kemenkes RI
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
1. Pengobatan Sifilis
Alternatif pengobatan bagi yang alergi terhadap penisilin dan tidak hamil dapat di beri
doksisiklin per oral 2x100mg/hari selama 30 hari, atau tetrasiklin peroral 4x500 mg/hari
selama 30 hari. Alternatif pengobatan bagi yang alergi terhadap penisilin dan dalam
keadaan hamil, sebaiknya tetap diberi penisilin dengan cara desensitisasi. Bila tidak
memungkinkan, pemberian eritromisin peroral 4x500 mg/hari selama 30 hari dapat
dipertimbangkan. Untuk semua bayi yang baru lahir dari ibu yang seropositif agar diberi
pengobatan dengan benzatin penisilin 50.000 IU per kg berat badan, dosis tunggal IM. Untuk
memonitor hasil pengobatan dilakukan pemeriksaan serologi non treponemal 1 bulan, 3
bulan, 6 bulan, 1 tahun dan 2 tahun setelah pengobatan selesai.

2. Pengobatan Gonoroe
Secara epidemologis pengobatan yang dianjurkan untuk infeksi gonoroe tanpa komplikasi
adalah pengobatan dosis tunggal. Pilihan terapi yang direkomendasi oleh CDC adalah
cefixime 400 mg per oral, ceftriaxone 250 mg IM, siprofloksasin 500 mg per oral, ofloksasin
400 mg per oral, levofloksasin 250 mg per oral, atau spektinomisin 2 g dosis tunggal IM.
Infeksi gonoroe selama kehamilan telah diasosiasikan dengan pelvic inflammatory desease
(PID). Infeksi ini sering ditemukan pada TM 1 sebelum korion berfusi dengan desidua dan
mengisi kavum uteri. Pada tahap lanjut, Neisseria gonoroe diasosiasikan dengan ruptur
membran yang prematur, kelahiran prematur, korioamnionitis, dan infeksi pascapersalinan.
Konjungtivitis gonocokal manifestasi tersering dari infeksi perinatal, umunya ditransmisikan
selama proses persalinan. Jika tidak diterapi, kondisi ini dapat mengarah pada perforasi
kornea dan panoftalmitis. Infeksi neonatal lainnya yang lebih jarang termasuk meningitis
sepsis diseminata dengan artritis, serta infeksi genital dan rektal.
Oleh karena itu, untuk perempuan hamil dengan resiko tinggi dianjurkan untuk dilakuka
skrinning terhadap infeksi gonoroe pada saat datang untuk pertama kali antenatal dan juga
pada TM 3 kehamilan. Dosis dan obat-obatan yang diberikan tidak berbeda dengan keadaan
tidak hamil. Akan tetapi, perlu diingatkan pemberian golongan koinolon pada perempuan
hamil tidak dianjurkan. Bila terjadi konjungtivitis gonoroe pada neonatus, pengobatan yang
dianjurkan adalah pemberian ceftriaxone 50-100 mg per kg berat badan IM, dosis tunggal
dengan dosis maksimum 125 mg
3. Penatalaksaan Herpes Genitalis

Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes genitalis, namun
pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti :

menjaga kebersihan lokal

menghindari trauma atau faktor pencetus.

Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal sebesar 5% sampai
40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat. Namun, pengobatan ini memiliki
beberapa efek samping, di antaranya pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi
kulit dapat juga terjadi.

Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan anda akan
meresepkan obat anti viral untuk menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya
outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko menularnya herpes pada partner seksual. Obat-
obatan untuk menangani herpes genital adalah:

Asiklovir

Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8 jam selama 5 hari),
asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14 hari) dan asiklovir topikal (5% dalam salf
propilen glikol) dsapat mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta mempercepat
penyembuhan.

Valasiklovir

Valasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir lengkap berubah
menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai
54%.oleh karena itu dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah
yang sama dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan asiklovir 200
mg 5 kali sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis episode awal.

Famsiklovir
Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif menghambat replikasi HSV-1
dan HSV-2. Sama dengan asiklovir, pensiklovir memerlukan timidin kinase virus untuk
fosforilase menjadi monofosfat dan sering terjadi resistensi silang dengan asiklovir. Waktu
paruh intrasel pensiklovir lebih panjang daripada asiklovir (>10 jam) sehingga memiliki
potensi pemberian dosis satu kali sehari. Absorbsi peroral 70% dan dimetabolisme dengan
cepat menjadi pensiklovir. Obat ini di metabolisme dengan baik.

Herpes genitalis adalah kondisi umum terjadi yang dapat membuat penderitanya tertekan.
Pada penelitian in vitro yang dilakukan Plotkin (1972), Amstey dan Metcalf (1975), serta
penelitian in vivo oleh Friedrich dan Matsukawa (1975), povidone iodine terbukti
merupakan agen efektif melawan virus tersebut. Friedrich dan Matsukawa juga
mendapatkan hasil memuaskan secara klinis dari povidone iodine dalam larutan aqua untuk
mengobati herpes genital.

Pusat pengawasan dan pencegahan penyakit/CDC (Center For Disease Control and
Prevention), merekomendasikan penanganan supresif bagi herpes genital untuk orang yang
mengalami enam kali atau lebih outbreak per tahun.

Beberapa ahli kandungan mengambil sikap partus dengan cara sectio caesaria bila pada
saat melahirkan diketahui ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya dilakukan
sebelum ketuban pecah atau paling lambat 6 jam setelah ketuban pecah. Pemakaian
asiklovir pada ibu hamil tidak dianjurkan.

Sejauh ini pilihan sectio caesaria itu cukup tinggi dan studi yang dilakukan menggarisbawahi
apakah penggunaan antiviral rutin efektif menurunkan herpes genital yang subklinis, namun
hingga studi tersebut selesai, tak ada rekomendasi yang dapat diberikan.

4.Human papiloma v

Setelah diagnosis positif, terdapat dua metode medis yang dapat Anda pilih, yaitu
penanganan dengan obat atau prosedur operasi.

Penanganan melalui obat umumnya menggunakan obat oles dan membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk menghilangkan kutil. Beberapa contoh obat oles untuk mengatasi
kutil adalah:
Asam salisilat yang berfungsi mengikis lapisan kutil secara bertahap.

Asam trikloroasetat yang akan membakar protein dalam sel-sel kutil.

Imiquimod yang dapatmeningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap HPV.

Podophyllotoxin yang bekerja dengan menghancurkan jaringan pada kutil kelamin.

Selain obat oles, kutil juga dapat diatasi dengan langkah operasi yang meliputi cryotherapy,
bedah elektro, operasi pengangkatan, dan bedah laser.

Jika tidak diobati, infeksi HPV dapat menyebabkan munculnya luka pada mulut dan saluran
pernapasan atas. Beberapa jenis HPV bahkan dapat memicu perubahan abnormal pada sel-
sel serviks. Perubahan yang tidak segera terdeteksi dan ditangani ini bisa berkembang
menjadi kanker serviks. Kanker pada penis serta anus juga termasuk komplikasi yang dapat
ditimbulkan infeksi HPV.

Pengobatan dasar kutil-kutil genital adalah menghancurkan kutil-kutil ini serta jaringan yang
terinfeksi sampai ke akar-akarnya. Kutil-kutil kecil dapat dihilangkan dengan
membekukannya dengan nitrogen cair atau gas oksida nitrogen (kritoterapi), membakarnya
(electrocauter), atau menguapkannya dengan laser. Namun sayangnya, meskipun jaringan-
jaringan di sekelilingnya telah dihilangkan, seringkali pada kurang lebih 20% dari kasus-kasus
yang ada kutil-kutil tersebut kembali lagi karena virus HPV telah melakukan penetrasi
sehingga terlihat seperti kulit yang normal dan sehat. Itulah salah satu sifat khas kutil-kutil
genital. Virus-virus ini sering datang-pergi.Kadang-kadang salep yang hangat dapat
menghilangkan kutil-kutil tersebut jika penggunaannya langsung ke kulit diharuskan. Obat-
obatan yang paling sering digunakan adalah larutan yang mengandung podofilin, suatu zat
beracun yang diperas dari batang-batang rhizome dari sebuah tanaman yang tumbuh di
Himalaya. Larutan yang diperoleh dari perasan itu dioleskan pada kutil-kutil tersebut sekali
atau dua kali dalam seminggu selama kurang lebih satu bulan atau sampai kutil-kutil itu
benar-benar lenyap. Namun podofilin adalah bahan yang sangat keras, dan hanya dapat
dioleskan oleh seorang dokter. Obat tersebut juga tidak disarankan bagi wanita hamil
karena obat ini dapat terserap ke dalam tubuh dan merusak janin. Obat ini juga tidak terlalu
berhasil.Dalam suatu penelitian, ia hanya dapat memusnahkan kutil-kutil sebesar 40% dari
kasus-kasus yang ada. Obat lainnya, larutan-larutan yang tidak begitu keras (seperti asam
trikloroasetik) dapat dituliskan dalam resep untuk pemakaian di rumah. Untuk infeksi-infeksi
yang sangat membandel, satu pengobatan yang relatif baru adalah interferon (zat alami
yang dapat membunuh virus-virus tertentu seperti HPV) yang diberikan baik dengan cara
ditelan atau lewat injeksi

Cara mengobati kutil kelamin

1.Pembekuan dengan nitrogen cair. Pengobatan ini biasanya digunakan untuk kutil
berukuran besar. Kutil akan terasa dingin, berdenyut dan nyeri kemudian akan melepuh.
Jangan menyentuh lepuhan karena akan sembuh dalam beberapa hari. Perhatikan agar
tetap bersih dan kering.

2.Larutan kimia. Larutan kimia akan dioleskan pada kutil yang akan terasa sedikit
menyakitkan atau menimbulkan rasa seperti terbakar selama beberapa hari. Cara
mengobati kutil kelamin dengan metode ini digunakan untuk kutil berukuran kecil. B
beberapa jenis cairan kimia tidak boleh digunakan pada ibu hamil, jadi konsultasikan dulu
dengan dokter anda bila akan menggunakan pengobatan dengan metode ini.

3.Krim. Dokter akan memberi krim yang harus dioleskan pada kutil di sekitar alat kelamin
atau anus selama beberapa minggu. Kulit akan rontok bersamaan dengan kutil. Cara ini lebih
nyaman dibandingkan menggunakan larutan kimia dan lebih mudah digunakan pada kutil
yang menyebar luas. Pengunaan krim ini harus sesuai dengan resep dokter penyakit
kelamin.

4. Pembakaran. Setelah memberikan bius lokal dokter akan menggunakan kawat panas
atau laser untuk membakar kutil. Cara mengobati kutil kelamin dengan metode ini biasanya
digunakan untuk kutil berukuran besar

VIII. Pemeriksaan Diagnostik


1. HPV
Banyak orang mempunyai infeksi HPV tanpa diketahui. Infeksi HPV dapat hilang tanpa
menyebabkan masalah. Untuk menemukan HPV, dokter mencari displasia atau kutil kelamin.
a. Tes Pap (Pap smear) dipakai untuk memeriksa leher rahim perempuan. Tes ini juga dapat
dipakai untuk memeriksa dubur laki-laki dan perempuan. Kain penyeka diusap pada daerah
yang ingin diperiksa dilumuri pada kaca dan diperiksa dengan mikroskop. Sel diperiksa untuk
kelainan yang mungkin menunjukkan perubahan abnormal pada sel, misalnya displasia atau
kanker leher rahim.
Pada 2009, FDA AS menyetujui dua tes yang memakai contoh yang diambil oleh tes Pap. Tes
ini mencari tipe HPV yang dikaitkan dengan masalah kesehatan.
Beberapa peneliti menganggap bahwa tes Pap pada dubur dan leher rahim sebaiknya
dilakukan setiap tahun untuk orang yang berisiko lebih tinggi:
Orang yang menerima seks anal (penis masuk pada duburnya)
Perempuan yang pernah mengalami CIN
Siapa pun dengan jumlah CD4 di bawah 500
b. Namun peneliti lain menganggap pemeriksaan fisik dengan teliti dapat menemukan semua
kasus kanker dubur yang ditemukan melalui tes Pap pada dubur.
Kutil kelamin dapat muncul antara beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah seorang
terinfeksi HPV. Kutil dapat kelihatan seperti benjolan kecil. Kadang kala, kutil ini dapat
menjadi lebih penuh dengan daging dan kelihatan seperti kembang kol. Semakin lama, kutil
dapat menjadi semakin besar.
c. Biopsy. Umumnya, dokter dapat menentukan apakah kita mempunyai kutil kelamin dengan
melihatnya. Kadang kala alat yang disebut anoskop dipakai untuk memeriksa daerah dubur.
Jika perlu, contoh kutil dipotong dan diperiksa dengan mikroskop. Ini disebut biopsi.
Jenis HPV yang menyebabkan kutil kelamin tidak sama dengan jenis virus yang menyebabkan
kanker. Tetapi jika kita mempunyai kutil, kita mungkin juga terinfeksi jenis HPV lain yang dapat
menyebabkan kanker (http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=507 )
d. HPV-DNA (High Risk Type)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tipe HPV resiko tinggi 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45,
51, 52, 56, 58, 59 dan 68 yang merupakan penyebab utama kanker serviks dan skrining
populasi dengan atau tanpa disertai pap smear (untuk mengidentifikasi wanita terhadap
meningkatnya resiko terjadinya kanker serviks atau adanya high grade disease. Namun
demikian, pemeriksaan HPV DNA juga tetap harus dikaitkan dengan kondisi klinis
pemeriksaan lainnya, pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit untuk memberikan
manajemen yang baik bagi pasien.
e. HPV Genotipe
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tipe HPV resiko tinggi16, 18, 26, 31, 33, 35, 39,
45, 51, 52, 53, 56, 58, 59, 66, 68, 73, 81 dan 82 yang terdapat dalam sampel pasien

2. Gonorrhoe
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan pembantu yang terdiri atas 15 tahap, yaitu:
1. Sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan diplokokus gram negatif,
intraseluler dan ekstraseluler, leukosit polimorfonuklear.
2. Kultur untuk identifikasi perlu atau tidaknya dilakukan pembiakan kultur. Menggunakan
media transport dan media pertumbuhan.
3. Tes definitif, tes oksidasi (semua golongan Neisseria akan bereaksi positif), tes fermentasi
(kuman gonokokus hanya meragikan glukosa)
4. Tes beta laktamase, hasil tes positif ditunjukkan dengan perubahan warna kuning menjadi
merah apabila kuman mengandung enzim beta laktamase
5. Tes Thomson dengan menampung urin pagi dalam dua gelas. Tes ini digunakan untuk
mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung.

3. Sifilis
Laboratorium darah tepi pada sifilis kongenital menunjukkan kelainan berupa anemia,
monositosis, dan trombositopenia. Pemeriksaan serologi dapat dilakukan dengan metode
deteksi langsung dengan baku emas pemeriksaan rabbit infectivity test (RIT). Uji serologi non-
treponema untuk skrining seperti uji enereal Disease Research Laboratory (VDRL), Rapid Plasma
Reagin (RPR) yang memiliki sensitivitas 70- 100% dan spesifisitas 97-99%, serta uji serologi untuk
konfirmasi yaitu Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA), Fluorescent Treponemal
Antibody Absorption (FTA-Abs) yang memiliki sensitivitas sebesar 76- 100% dan spesifisitas 97-
99%. Pada pemeriksaan histologi jaringan plasenta didapatkan funisitis dan vaskulitis. Selain itu
terdapat juga gambaran plasentitis berupa fibrosis villi korionik dan infiltrat plasmolimfositik
pada stroma. Mikroskop lapangan pandang gelap digunakan untuk mendeteksi adanya bakteri
Treponema pallidum
dalam cairan tubuh (sekret hidung, serum dari lesi kulit, cairan ketuban). Pemeriksaan
mikroskop lapangan pandang gelap, selain untuk melihat morfologi bakteri, dapat juga melihat
pergerakannya yang khas.17 Pada pemeriksaan radiologi dapat dijumpai perubahan metafisis
tulang panjang. Diagnosis sifilis kongenital ditegakkan berdasarkan anamnesis riwayat ibu yang
menderita sifilis tanpa pengobatan yang adekuat, atau uji serologis positif,
atau pada pemeriksaan mikroskop lapangan pandang gelap ditemukan bakteri Treponema
pallidum dalam cairan tubuh. Pada pemeriksaan fisis didapatkan ikterik, hepatosplenomegali,
anemia, trombositopenia, kelainan gambaran radiologis tulang panjang, dan kelainan pada
cairan serebro spinalis. Pada bayi usia 3-12 minggu dapat ditemukan rinitis, kelainan kulit
makulopapular, lesi mukokutan, dan pseudoparalisis. Gambaran khas sifilis kongenital dini
adalah saddle nose, gigi Hutchinson, keratitis
interstitialis, Saber shins, serta gumma pada hidung dan palatum.

4. Herpes Genetalis
Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai dengan pengecatan
giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas
pemeriksaan ini umumnya rendah. Cara pemeriksaan laboratorium yang lain adalah sebagai
berikut.
Histopatologis
Vesikel herpes simpleks terletak intraepidermal, epidermis yang terpengaruh dan inflamasi pada
dermis menjadi infiltrat dengan leukosit dan eksudat sereus yang merupakan kumpulan sel yang
terakumulasi di dalam stratum korneum membentuk vesikel.
Pemeriksaan serologis ( ELISA dan Tes POCK )
Beberapa pemeriksaan serologis yang digunakan:
1. ELISA mendeteksi adanya antibodi HSV-1 dan HSV-2.
2. Tes POCK untuk HSV-2 yang sekarang mempunyai sensitivitas yang tinggi.
Kultur virus
Kultur virus yang diperoleh dari spesimen pada lesi yang dicurigai masih merupakan prosedur
pilihan yang merupakan gold standard pada stadium awal infeksi. Bahan pemeriksaan diambil
dari lesi mukokutaneus pada stadium awal (vesikel atau pustul), hasilnya lebih baik dari pada
bila diambil dari lesi ulkus atau krusta. Pada herpes genitalis rekuren hasil kultur cepat menjadi
negatif, biasanya hari keempat timbulnya lesi, ini terjadi karena kurangnya pelepasan virus,
perubahan imun virus yang cepat, teknik yang kurang tepat atau keterlambatan memproses
sampel. Jika titer dalam spesimen cukup tinggi, maka hasil positif dapat terlihat dalam waktu 24-
48 jam.

IX. Komplikasi
Penyakit Menular Seksual (PMS) dapat menimbulkan komplikasi langsung maupun tidak
langsung, langsung terutama mengenai organ reproduksi, tidak langsung berupa komplikasi jauh
dari organ reproduksi bahkan dapat menimbulkan keganasan (Kanker), gangguan
reproduktif/kemandulan, keguguran, IUFD, dan bayi lahir cacat.
Selain itu komplikasi non organis antara lain gangguan emosi berupa ketakutan, perasaan malu,
perasaan bersalah merupakan permasalahan tersendiri sehingga kadang sulit diatasi dan
memerlukan penanganan khusus.( Tobin. 2010)
X. Pencegahan
Adapun pencegahan PMS yang dapat dilakukan :
1. Malakukan hubungan seksual setelah menikah dan saling setia dengan pasangan. Bagi yang
belum menikah, cara yang paling ampuh adalah tidak melakukan hubungan seksual.
2. Hindari hubungan seks yang tidak aman atau beresiko.
3. Bila terinfeksi PMS mencari pengobatan bersama pasangan seksual.
4. Menghindari hubungan seksual bila ada gejala PMS.
5. Selalu menjaga kebersihan alat kelamin.(BKKBN Jawa Barat, 2010)
DAFTAR PUSTAKA

Ratna Mardiana. 2010. Mengenal, mencegah, dan mengobati penularan penyakit dari infeksi.
Yogyakarta . Citra Pustaka

Ida Ayu Chandranita Manuaba. 2009. Memahami kesehatan reproduksi wanita. Edisi II. Jakarta. Buku
Kedokteran EGC. Hal. 7, 41-48.

1Androphy E, Lowy D. Warts. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 7th ed. New York: Mc Graw-Hill; 2008.p 1914-23

Wolf K, Johnson R. Fitzpatricks color atlas and synopsis of clinical dermatology. 6th ed: McGraw-Hill
Medical Publishing Division; 2009:900-4

N Lacey, C Woodhall, A Wikstorm, J Ross. European guidelines for management of anogenital warts in
adults; 2010, 5:1-18

Siagian, Mutiara. 2003. Diagnosa dan Tatalaksana Sifilis Kengenital. : Jurnal Sari Pediatrik Vol. 5, No. 2
hlm 52-57

Suwandi MYS. Scabies: A skin disease which become community problem especially for the rural
community. Scabies. Watulimo, JawaTimur. 2004. p. 331-3

Picauly, DG. 2011. Penyakit Menular Seksual. Online:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21542/4/Chapter%20II.pdf . pada 23
November 2015.

Aprilianingrum, F., 2002, Survei Penyakit Sifilis dan Infeksi HIV pada Pekerja Seks Komersial Resosialisasi
Argorejo Kelurahan Kalibanteng Kulon Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang Tahun 2002, Laporan
Penelitian, Semarang.

Daili,S,F.,2007. Tinjauan penyakit menular seksual (PMS). Dalam: Djuanda,A., Hamzah,M., Aisah, S. (eds).
2007. Ilmu Penyakit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

World Health Organization, 2015. Sexually Transmitted Infection.

Available at: http://www.who.int/topics/sexually_transmitted_infections/en/ diakses tgl 28 November


2015
Tobing, Naek. L. 2010. Seminar dan Talkshow Penyimpangan Prilaku Seks di Kalangan Generasi Muda
dan Berbagai Akibatnya. Garut : Training Education BASIC Organizer

BKKBN Jawa Barat. 2010. Apa itu PMS?.Online( http://jabar.bkkbn.go.id/rubrik/201/). Diakses pada 25
November 2015 pukul 11.54 WIB

Vous aimerez peut-être aussi