Vous êtes sur la page 1sur 5

III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Analisis Abu
Abu pada analisis proksimat penting ketika menghitung Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen
(BETN). Pada bahan makanan yang berasal dari hewan, kadar abu berguna sebagai indeks
kadar kalsium dan phosphor. Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah kombinasi unsure
unsure mineral dalam bahan makanan berasal dari tanaman sangat bervariasi, sehingga nilai
abu tidak dapat dijadikan indeks untuk menentukan jumlah unsur mineral terentu, (Kamal,
1998).
Abu adalah sisa pembakaran semprna dari suatu bahan pada suhu 500-600 0C didalam
tanur listrik selama beberapa waktu, maka semua senyawa organiknya akan terbakar menjadi
CO2, H2O dan gas lain yang menguap, sedang sisanya disebut abu/campuran berbagai oksida
mineral sesuai dengan macam mineral yang terkandung didalam bahannya. Mineral yang
terdapat pada abu dapat juga berasal dari senyawa organik misalnya fosfor yang berasal dari
protein dan sebagainya. Disamping itu ada pula mineral yang dapat menguap untuk
menunjukkan adanya zat anorganik didalam pakan secara tepat, baik kualitatif maupun
kuantitatif, (Kamal, 1998).
3.2 Metode Analisis Abu
Metode pengabuan ada dua yaitu metode pengabuan kering (langsung) dan metode
pengabuan basah (tidak langsung).
a. Pengabuan kering
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik
pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat
yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996). Pengabuan
dilakukan melalui 2 tahap yaitu :
- Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat
melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan
asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
- Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan
maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah
pada perubahan suhu yang tiba-tiba.
b. Pengabuan basah
Pengabuan basah memberikan benerapa keuntungan. Suhu yang digunakan tidak
dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur daripada
menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah
penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud
menghindari kehilangan mineral akibat penguapan (Anggorodi, 1994).
Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu
kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah
gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada
suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga
menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi.
Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang
bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga
mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996).

3.3 Kandungan Abu

Bungkil kedelai merupakan limbah dari produksi minyak kedelai. Sebagai bahan
makanan sumber protein asal tumbuhan, bungkil ini mempunyai kandungan protein yang
berbeda sesuai kualitas kacang kedelai. Menurut Hartadi (1993), kadar abu pada bungkil
kedelai sekitar 8 %, hal ini dikarenakan bahan pakan mengandung mineral yang tidak mudah
menguap pada suhu tinggi sehingga mencapai 8 %. Sudarmadji (1996) menambahkan bahwa
jumlah abu dalam makanan hanya penting untuk menentukan perhitungan BETN.
Dalam abu hasil pembakaran ini akan terdapat beberapa komponen yang termasuk
kedalam fraksi abu di antaranya mineral (Ca, P, Fe, dll), oksida, karbonat, (Kamal, 1998).
IV
ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

4.1 Alat
1. Cawan porselen 30 ml untuk wadah bahan kimia, tahan suhu tinggu
2. Pembakaran bunsen atau hot plate untuk ttempat pemanasan sampel
3. Tanur listrik untuk pembakar bahan pakan
4. Eksikator untuk mendinginkan cawann porselen dan bahan pakan yang sudah jadi
abu
5. Tang penjepit untuk menjepit cawan porselen saat mengambil dari tanur.

4.2 Bahan
1. Bungkil kedelai

4.3 Prosedur Kerja


1. Kengeringkan cawan sebanyak 2 buah kedalam oven selama 1 jam pada suhu 100 -
105 C.
2. Dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang misal A gram.
3. Masukkan sejumlah sampel lebih kurang 2 5 gram ke dalam cawan setelah sampel
dipanaskan dalan oven sekurang kurangnya 1 jam pada suhu 100 - 105 C. Sehingga
berat sampel tersebut dalam keadaan Bahan Kering, misal B gram.
4. Panaskan dalam api kecil sampai tidak berasap lagi.
5. Masukkan kedalam tanur listrik dengan temperatur 400 600 C, membiarkan
beberapa lama sampai abu putih betul.
6. Dinginkan dalam eksikator kurang lebih 30 menit dan menimbang dengan teliti (
misal C gram ).
7. Hitung kadar abunya
V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pengamatan

Berat Berat Cawan + Berat Cawan +


Cawan Abu Sebelum Abu Sesudah di Hasil
Porselen di Tanur Tanur Perhit
Sampel
ungan
(gram) (gram) (gram) (%)
A B C

Bungkil Kedelai 24,770 26,250 25,297 30,11

5.2. Pembahasan
Pada dasarnya penentuan kadar abu dalam suatu bahan adalah membakar bahan dalam
tanur atau tungku ( furnace ) dengan suhu 600oC selama waktu tertentu( 6 8 ) jam, sehingga
seluruh unsur utama pembentukan senyawa organik ( C, H, O, N ) habis terbakar dan berubah
menjadi gas. Sisanya adalah abu ( berwarna dari putih sampai abu abu ) yang merupakan
kumpulan dari mineral mineral dalam bahan.

Dari hasil praktikum didapatkan hasil kadar abu dalam sampel yaitu 30.11 %, hal ini
bisa di akibatkan karena lamanya faktor pemanasan dalam tanur atau di atas hotplane yang
membuat kadara abunya tinggi , tidak seluruhnya unsurutama pembentuk senyawa organik
dappat terbakar danberubah menjadi gas. Oksigen ada yang masih tinggal dalam abu sebagai
oksida misalnya CaO dan karbon sebagai karbonat CO3 sebagain mineral tertentu menguap
menjadi gas misalnya sulfur H2. Sedangkan menurut Hartadi (1993) kadar abu pada bungkil
kedelai sekitar 8%.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.

Hartadi, S. 1993. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Universitas Gadjah Mada. Press,
Yogyakarta

Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak 1. Rangkuman. Lab Makanan Ternak. jurusan nutrisi dan
makanan ternak. Fakultas Peternakan. UGM. Yogyakarta.

Sudarmadji,Slamet dkk. 2010.Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta.


Yogyakarta

Vous aimerez peut-être aussi