Vous êtes sur la page 1sur 41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Uterus

Uterus dalam keadaan tidak hamil terletak di rongga pelvis diantara kandung
kemih di anterior dan rectum di posterior. Hampir seluruh dinding posterior uterus
ditutupi oleh serosa, yang merupakan peritoneum viserale. Bagian bawah peritoneum
ini membentuk batas anterior cul-de-sac rektouterina kavum douglas. Peritoneum di
daerah ini juga mengarah ke depan ke kandung kemih membentuk kavum
vesikouterina. Bagian bawah dnding uterus anterior disatukan ke dnding posterior
kandung kemih oleh jaringan ikat longgar yangberbatas tegas.

Gambar 1. Potongan vertical uterus

Uterus berbentuk piriformis atau seperti buah pir yang rata. Ukurannya
sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm,
lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. letak uterus dalam
keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut
dengan serviks uteri).1
Uterus terdiri atas fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Fundus uteri
adalah bagian uterus proksimal yang cembung di antara tempat insersi tuba uterina.
Fundus uteri memiliki arti penting dalam klinik yaitu untuk mengetahui usia
kehamilan yang dapat diperkirakan dengan perabaan pada fundus uteri. Korpus uteri
adalah bagian uterus yang terbesar. Sebagian besar korpus uteri, tetapi tidak pada
serviks, terdiri dari otot. Permukaan dalam dinding anterior dan posterior hamper
berkontak, dan kavitas diantara dinding tersebut hanya berbentuk celah. Uterus
wanita nullipara berukuran panjang 6-8 cm, sedangkan 9-10 cm ukuran uterus pada
wanita multipara. Pada wanita nonpara, berat uterus rata-rata 50-70gram, sedangkan
pada wanita para sekitar 80 gram atau lebih. Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis
servisis uteri yang dinamakan porsio dan pars supravaginalis servisis uteri yaitu
bagian serviks yang berada di atas vagina.1,2
Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :
1. Ligamentum kardinale sinistra dan dekstra (Mackenrodt)
yakni ligamentum yang terpenting, mencegah agar uterus tidak turun, terdiri
atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah
lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara
lain vena dan arteri uterina. 2
2. Ligamentum sakro-uterinum sinistra dan dekstra,
yakni ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak bergerak, berjalan
dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan, ke arah os sacrum kiri dan kanan2
3. Ligamentum rotundum sinistra dan dekstra,
yakni ligamentum yang menahan uterus ke dalam antefleksi dan berjalan dari
sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kanan dan kiri. Pada
kehamilan, terkadang terasa sakit di daerah inguinal waktu berdiri cepat karena

1
Buku ilmu kebidanan
2
Obstetric william
uterus berkontraksi kuat, dan ligamentum rotundum menjadi kencang serta
mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan juga teraba kencang
dan terasa sakit bila dipegang. 2
4. Ligamentum latum sinistra dan dekstra,
yakni ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak
banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini adalah bagian
peritoneum viscerale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk sebagai
lipatan. Di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium
sinistra dan dekstra). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak
banyak artinya. 2
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum,
yakni ligamentum yang menahan tuba Falopii berjalan dari arah infundibulum
ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan syaraf, pembuluh limfe, arteri dan
vena ovarica. 2
Di samping ligamentum tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan
belakang fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang menahan
ovarium. Ligamentum ovarii ini secara embriologis berasal dari gubernaculums, sama
seperti halnya ligamentum rotundum. 2
Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina sinistra dan dekstra yang terdiri
dari ramus ascenden dan ramus descenden. Pembuluh darah ini berasal dari a. iliaka
interna (= a. hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum, masuk ke dalam
uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm dari forniks vagina. 2
Pembuluh darah lain yang memvaskularisasi uterus adalah a. ovarika sinistra
et dextra. Ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum infundibulo-
pelvikum mengikuti tuba Falopii, beranastomosis dengan ramus asendens arteri
uterina di sebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama dengan arteri-arteri
tersebut di atas terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena
hipogastrika. 2
Gambar 2. Vaskularisasi uterus

Pembuluh limfe yang berasal dari serviks akan mengalir ke daerah


obturatorial dan inguinal dan selanjutnya ke daerah vasa iliaka. Dari korpus uteri,
pembuluh limfe ini akan menuju daerah para-aorta atau para vertebra-dalam.
Kelenjar-kelenjar limfe penting artinya pada operasi karsinoma. 2

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan, yaitu endometrium, miometrium, dan
perimetrium.

1. Endometrium
Selaput yang melapisi permukaan dalam miometrium disebut endometrium.
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan
banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok. Endometrium melapisi seluruh
kavum uteri dan memiliki arti penting dalam siklus haid seorang wanita dalam
masa reproduksi (childbearing age). Dalam masa haid, endometrium sebagian
besar dilepaskan, kemudian tumbuh lagi dalam masa proliferasi dan selanjutnya
dalam masa sekretorik (kelenjar-kelenjar telah berkelok-kelok dan terisi dengan
getah). Masa-masa ini dapat diperiksa dengan mengadakan biopsi endometrium. 1
Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan di sebelah luar
berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik,
berbentuk anyaman. Lapisan ini paling penting dalam persalinan oleh karena
sesudah plasenta lahir, otit akan berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-
pembuluh darah yang terbuka yang berada di tempat itu. Endometrium yang
banyak mengandung pembuluh darah adalah suatu lapisan membrane mukosa
yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan permukaan padat, lapisan tengah
jaringan ikat yang berongga, dan lapisan dalam padat yang menghubungkan
endometrium dengan miometrium. Selama menstruasi dan sesudah melahirkan,
lapisan permukaan yang padat dan lapisan tengah yang berongga tanggal. Segera
setelah aliran menstruasi berkahir, tebal endometrium 0,5 mm. Mendekati akhir
siklus endometrium, sesaat sebelum menstruasi mulai lagi, tebal endometrium
menjadi 5 mm. 1

Endometrium mempunyai 3 fungsi penting yaitu sebagai 1 :

a. Tempat nidasi
b. Tempat terjadinya proses haid
c. Petunjuk gangguan fungsional dari steroid seks

Pada usia reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, endometrium


mengalami berbagai perubahan siklik yang berkaitan dengan aktivitas ovarium.
Endometrium terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan basal dan lapisan fungsional.
3
a. Lapisan Fungsional 3

Dibawah pengaruh estrogen, lapisan fungsional akan berploriferasi dan di


bawah pengaruh estrogen dan progesteron, lapisan itu akan mengalami sekresi.
Bilamana terjadi fertilisasi dan implantasi, maka dari lapisan ini akan beradaptasi
untuk membentuk lingkungan optimum bagi embrio dengan terbentuknya
desidua, dan bilamana tidak terdapat fertilisasi, lapisan ini akan luruh dan
terbentuk haid lagi.

b. Lapisan Basal 3

Lapisan basal adalah lapisan yang berdekatan dengan endometrium dan


letaknya di bawah lapisan fungsional. Lapisan basal tidak luruh saat siklus
menstrusi. Lapisan fungsional berkembang dari lapisan basal.
Apabila kadar progesteron mencapai titik terendah, arteri yang menyuplai
darah ke lapisan fungsional akan berkonstriksi sehingga sel-sel dalam lapisan
tersebut akan iskemik dan mati, kemudian terjadi menstruasi. 1
Berikut ini adalah tabel perubahan endometrium berdasarkan fase
menstruasinya. 4
Dalam siklus haid dibedakan 4 fase endometrium yaitu :

1. Fase menstruasi atau deskuamasi


Pada masa ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai dengan
perdarahan. Hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut dengan stratum
basale, stadium ini berlangsung 4 hari. Dengan haid itu keluar darah,
potongan potongan endometrium dan lendir dari serviks. Darah tidak
membeku karena adanya fermen yang mencegah pembekuan darah dan
mencairkan potongan potongan mukosa. Hanya kalau banyak darah keluar
maka fermen tersebut tidak mencukupi hingga timbul bekuan bekuan darah
dalam darah haid. 5
2. Fase post menstruasi atau stadium regenerasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan endometrium secara
berangsur angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang
tumbuh dari sel sel epitel kelenjar endometrium. Pada waktu ini tebal
endometrium 0,5 mm, stadium sudah mulai waktu stadium menstruasi dan
berlangsung 4 hari. 5
3. Fase intermenstruum atau stadium proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm. Fase ini
berlangsung dari hari ke 5 sampai hari ke 14 dari siklus haid. Fase proliferasi
dapat dibagi dalam 3 subfase yaitu5 :
a. Fase proliferasi dini
Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke 4 sampai hari ke 9.
Fase ini dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi
epitel, terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar kebanyakan lurus, pendek
dan sempit. Bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas fase proliferasi; sel
sel kelenjar mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih menunjukkan
suasana fase menstruasi dimana terlihat perubahan perubahan involusi
dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma padat dan sebagian
menunjukkan aktivitas mitosis, sel selnya berbentuk bintang dan lonjong
dengan tonjolan tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma relatif besar
karena sitoplasma relatif sedikit5.

b. Fase proliferasi akhir


Fase ini berlangsung pada hari ke 11 sampai hari 14. Fase ini dapat
dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak
mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma
bertumbuh aktif dan padat 5

4. Fase pramenstruum atau stadium sekresi


Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke 14 sampai ke
28. Pada fase ini endometrium kira kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar
berubah menjadi panjang, berkeluk keluk dan mengeluarkan getah yang
makin lama makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan
kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi.
Memang tujuan perubahan ini adalah untuk mempersiapkan endometrium
menerima telur yang dibuahi. Fase ini dibagi atas5 :
a. Fase sekresi dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya karena
kehilangan cairan, tebalnya 4 5 mm. Pada saat ini dapat dibedakan
beberapa lapisan, yaitu5 :
1) stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang
berbatasan dengan lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif, kecuali
mitosis pada kelenjar5.
2) stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti
spons. Ini disebabkan oleh banyak kelenjar yang melebar dan berkeluk
keluk dan hanya sedikit stroma di antaranya5.
3) stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran saluran
kelenjar sempit, lumennya berisi sekret dan stromanya edema. 5

b. Fase sekresi lanjut


Endometrium dalam fase ini tebalnya 5 6 mm. Dalam fase ini terdapat
peningkatan dari fase sekresi dini , dengan endometrium sangat banyak
mengandung pembuluh darah yang berkeluk keluk dan kaya dengan
glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum.
Sitoplasma sel sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua jika
terjadi kehamilan 5
Vaskularisasi endometrium saat haid yaitu cabang arteri uterine berjalan
terutama dalam stratum vaskulare endometrium. Dari sini sejumlah arteri radialis
berjalan langsung ke endometrium dan membentuk arteri spiralis. Pembuluh
pembuluh darah ini memelihara stratum fungsional endometrium yang terdiri dari
stratum kompaktum dan sebagian stratum spongiosum. Stratum basale dipelihara oleh
arteriola arteriola miometrium di dekatnya. Mulai dari fase proliferasi terus ke fase
sekresi pembuluh pembuluh darah berkembang dan menjadi lebih berkeluk keluk dan
segera setelah mencapai permukaan, membentuk jaringan kapiler yang banyak. Pada
miometrium kapiler kapiler mempunyai endotel yang tebal dan lumen yang kecil.
Vena vena yang berdinding tipis membentuk pleksus pada lapisan yang lebih dalam
dari lamina propria mukosa dan membentuk jaringan anastomosis yang tidak teratur
dengan sinusoid sinusoid pada semua lapisan. 4
Hampir sepanjang siklus haid pembuluh pembuluh darah menyempit dan
melebar secara ritmis, sehingga permukaan endometrium memucat dan berwarna
merah karena penuh dengan darah, berganti ganti. Bila tidak terjadi pembuahan,
korpus luteum mengalami kemunduran yang menyebabkan kadar progesterone dan
estrogen menurun. 4
Penurunan kadar hormon ini mempengaruhi keadaan endometrium ke arah
regresi, dan pada suatu saat lapisan fungsionalis dari endometrium terlepas dari
stratum basale yang di bawahnya. Peristiwa ini menyebabkan pembuluh pembuluh
darah terputus, dan terjadilah pengeluaran darah yang disebut haid4

B. Karsinoma Endometrium
1. Epidemiologi
Kanker endometrium merupakan keganasan ginekologi paling sering pada
wanita di dunia dan urutan ketujuh penyebab kematian akibat kanker di Eropa
Barat.1 Kanker endometrium paling sering terjadi di negara maju dan 50% kasus
baru terdapat di negara barat. Frekuensi kanker endometrium di dunia menempati
urutan kedua setelah kanker serviks. Kasus terbanyak (75-85%) karsinoma
endometrial muncul pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan, dan 95%
muncul pada usia lebih dari 40 tahun.2
Kanker endometrial di Amerika Serikat menduduki urutan keempat tersering
pada wanita, sekitar 6% dari kanker yang terjadi pada wanita. The American
Cancer Society memperkirakan terdapat 47.130 kasus baru kanker endometrial
dan 8.010 kematian dari kanker endometrial pada tahun 2012. Insidens dan
jumlah kematian akibat kanker endometrium juga meningkat dalam beberapa
dekade terakhir.5 Tingkat harapan hidup dan peningkatan jumlah dan keparahan
dari obesitas turut serta meningkatkan insidens kanker endometrial. Perkiraan
jumlah kasus baru kanker endometrial tiap tahun antara negara maju dan
berkembang hampir sama, namun presentasi paling tinggi pada populasi di negara
maju.
The International Agency for Research on Cancer melalui the GLOBOCAN
series memperkirakan 287.000 kasus baru kanker endometrium dan 74.000
kematian akibat kanker endometrium di seluruh dunia pada tahun 2008. Terdapat
persamaan distribusi pada negara maju dan berkembang: GLOBOCAN
memperkirakan terdapat 142.000 kasus baru pada negara maju dan 145.000 pada
negara berkembang. Insidens kanker endometrium tertinggi di Eropa Utara dan
Negara-negara industri daripada negara berkembang. Insidens dan angka harapan
hidup selama 5 tahun pada kanker endometrium bervariasi berdasarkan ras.
Insidens kanker endometrium pada wanita Causcasian stabil, sedangkan pada ras
Afrika-Amerika meningkat 2% per tahun dan angka kematian tetap pada
keduanya.6
Lebih dari 90% kasus muncul pada wanita lebih dari 50 tahun, dengan usia
rata-rata 63 tahun. Insidens pada wanita yang lebih tua (usia 60-79) meingkat
lebih dari 40% antara 1993 dan 2007 di United Kingdom; hal ini juga merupakan
kasus di kebanyakan negara-negara di Eropa.1
Di regional Asia Tenggara di mana Indonesia termasuk di dalamnya insiden
kanker endometrium mencapai 4,8 persen dari 670.587 kasus kanker pada
perempuan. Sementara kanker payudara sebanyak 30,9%; serviks 19,8% dan
ovarium 6,6%. 6

2. Klasifikasi
Kanker endometrium adalah neoplasma yang mempunyai 2 tipe dengan
patogenesis berbeda pada masing-masing tipenya. Tipe pertama adalah estrogen
dependen dan tipe kedua estrogen independen. Perubahan genetik molekular yang
terdapat pada karsinoma endometrium tipe I dan tipe II berbeda dan mungkin
dapat membantu dalam menjelaskan sifat-sifat klinisnya. 4
a. Tipe I Estrogen dependen
Tipe I berhubungan dengan meningkatnya kadar estrogen dalam darah,
yang umumnya menyerang wanita pre dan perimenoupause. Pada anamnesis
didapatkan riwayat terpapar estrogen dan berasal dari atipikal endometrial
hiperplasia. Tipe ini berdiferensiasi baik, minimal invasif, sehingga
mempunyai prognosis yang baik dan memiliki karakteristik hilangnya PTEN
dan mutasi pada PIK3CA, KRAS, dan b-catenin dengan instabilitas
mikrosatelit. Pada diagnosis awal, prognosis kanker endometroid tipe I baik,
dengan 5-year survival rates lebih dari 97% dan 80% pada stadium I dan
II.10,11
Pada beberapa kasus mungkin didapatkan diabetes, penyakit liver,
hipertensi, obesitas, infertilitas, dan gangguan menstruasi. Pada
kenyataannya, lesi tipe I berpotensi dapat diecegah melalui pengenalan
risiko pada pasien, diagnosis lesi prekursor (hiperplasia endometrium
atipikal), dan pengobatan yang sesuai. 6

b. Tipe II Estrogen Independen


Tipe ini bisanya didapatkan pada wanita postmenopause, kurus, dan
fertil atau wanita dengan siklus hormonal yang normal. Tipe II lebih
agresif dan mempunyai prognosis lebih buruk daripada tipe I. Tipe II
paling sering didapat pada wanita Afro-Amerika sering dikarakteristikkan
dengan perubahan genetik pada p53, HER2/neu, p16, dan Ecadherin.
Kanker endometrium tipe II biasanya memiliki prognosis lebih jelek
daripada kanker endometrium tipe I, dan walaupun jarang, sekitar 44%
kanker endometrium mengakibatkan kematian.10
. Yang termasuk kanker endometrium tipe II adalah6 :

1) high-grade endometrioid cancer,


2) uterine papillary serous carcinoma,
3) uterine clear cell carcinoma.

Terdapat 3 lokasi dimana kanker endometrium sering terjadi yaitu


fundus, tuba dan isthmus. Hal ini berkaitan dengan pengaruh hormonal pada
lapisan uterine di lokasi tersebut6.
Tabel 1. Karakteristik kanker endometrium tipe I dan tipe II3
Karakteristik Tipe I Tipe II
Pengaruh hormonal Estrogen dependent Estrogen independent
Status menstruasi Pre-peri menopausal Post menopausal
Hyperplasia Ada Tidak ada
Ras Putih Hitam
Grade Low High
Invasi miometrial Minimal Dalam
Subtype spesifik Endometrioid Serous, clear cell
Sifat Stabil Agresif

Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Histologi Kanker Endometrium Menurut Wold


Health Organization3

Klasifikasi Berdasarkan Histologi Kanker Endometrium Menurut Wold Health


Organization
Endometroid adenokarsinoma
Tipe dengan diferensiasi skuamosa
Tipe villoglandular
Tipe sekretori
Tipe sel siliar
Karsinoma musinosa
Karsinoma serousa
Clear cell carcinoma
Karsinoma skuamosa
Karsinoma sel campuran
Karsinoma tidak berdiferensiasi
a. Endometroid Adenokarsinoma3
Tipe histologi kanker endometrium yang paling sering adalah endometroid
adenokarsinoma, sekitar lebih dari 75% kasus. Karakteristik tumor ini terdiri dari
kelenjar yang menyerupai endometrium normal. Hal yang bersamaan adanya tipe
hyperplasia endometrium berkorelasi dengan tumor tingkat rendah dan sedikit invasi
myometrium. Namun demikian, ketika komponen glandular berkurang dan
digantikan dengan sarang yang solid dan selubung dari sel, tumor diklasifikasikan
sebagai tingkat yang lebih tinggi. Sebagai tambahan, atrofi endometrium lebih sering
berhubungan dengan lesi tingkat tinggi yang pada umumnya metastase.

Gambar 1. Perbesaran Kecil Endometroid Adenokarsinoma dengan Gambran


Hiperplasia
Gambar 2. Perbesaran Besar Gambaran Endometroid Adenokarsinoma

Gambar 3. Polipoid Endometroid Adenokarsinoma

Karakteristik gambaran endometroid adenokarsinoma menampilkan bermacam


bentuk variasi terdiri dari endometroid adenokarsinoma dengan diferensiasi skuamosa
dan villoglandular, sekretori, dan variasi sel silia.
Gambar 4. Endometroid Adenokarsinoma dengan Diferensiasi Skuamosa

Gambar 5. Villoglandular endometrial Adenokarsinoma memiliki pola


predominan papilar dan gambaran fibrovaskular dengan batas tegas

b. Karsinoma Serosa3
Sekitar 5-10 persen dari kanker endometrial, karsinoma serosa merupakan tumor
tipe II dengan agresifitas tinggi yang berkembang dari endometrium atrofi pada
wanita tua. Terdapat tipe pola yang kompleks yang tumbuh papilar dengan sel berinti
atipik. Pada umumnya menunjuk sebagai karsinoma serosa papilar uterine, gambaran
histologi mirip dengan kanker ovarium epithelial dan badan psammoma dapat dilihat
pada 30% pasien.
Gambar 6. Karsinoma serosa papilar uterine (perbesaran kecil). Karsinoma
serosa papilar uterine merupakan tumor agresif. Tumor ini dikarakteristik dengan
pola papilar kompleks.

Gambar 7. Karsinoma Serosa Papilar Uterina. Sel tumor tersusun dalam bentuk
papilla dan biasanya pleomorfik dengan aktivitas mitotik tinggi.

Pada sediaan makroskopis, tumor eksofitik dengan penampakan papilar dari


uterus yang kecil dan atrofi.
Gambar 8. Karsinoma Serosa Papilar Uterina (gambaran Makroskopis)

Adakalanya tumor berada di dalam polip dan tidak ada bukti penyebarannya.
Namun demikian karsinoma serosa papilar uterina dikenal memiliki kecenderungan
untuk berinvasi pada myometrium dan limfatik. Penyebaran intraperitoneal, seperti
perlengketan omentum, yang mana tidak biasa pada tipe endometroid
adenokarsinoma, biasanya umum ketika invasi myometrium minimal atau tidak ada.
Sebagai hasilnya, hal ini sulit membedakan karsinoma serosa papilar uterina dari
kanker ovarium epithelial selama operasi. Hampir mirip dengan karsinoma ovarium,
tumor ini biasanya mensekresikan CA125 dan pengukuran serum serial berguna
untuk marker sebagai monitor penyakit postoperative. Karsinoma serosa papilar
uterina merupakan tipe sel agresif dan wanita dengan kanker endometrium campuran
terdiri dari kurang 25% karsinoma serosa papilar uterina dengan angka bertahan sama
dengan karsinoma serosa murni.

c. Clear Cell Carcinoma3


Kurang dari 5 persen kanker endometrium merupakan jenis clear cell, tetapi ini
merupakan jenis utama tumr tipe 2. Gambaran mikroskopis didominasi gambaran
solid, kistik, tubular atau papilar dan pola paling sering adalah gabungan dua atau
lebih dari pola tersebut.
Gambar 9. Clear cell adenocarcinoma (tipe solid). Clear cell adenocarcinomas
memiliki sitoplasma jernih yang banyak yang memperlihatkan kandungan glikogen
tinggi dan memiliki pola pertumbuhan bervariasi seperti solid atau papilar dengan
oxyphilic dan sel seperti paku.

Gambar 10. Clear Cell Carcinoma (Tipe Papilar)

Clear cell endometrium adenokarsinoma hamper sama pada ovarium, vagina, dan
serviks. Gambaran makroskopis tidak adak gambaran yang khas tetapi seperti
karsinoma serosa papilar uterine, cenderung kea rah keganasan, tumor menginvasi
secara dalam. Pasien sering didiagnosis dengan penyakit tingkat lanjut dan memiliki
prognosis yang jelek.
d. Karsinoma Musinosa3
Sekitar 1 hingga 2 persen kanker endometrium memiliki gambaran musinosa
yang terdiri lebih dari setengah bagian tumor. Namun demikian, banyak endometrioid
adenokarsinoma memiliki komponen fokal. Secara khas, tumor musinosa memiliki
pola glandular dengan sel kolumnar uniform dan minimal stratifikasi.

Gambar 11. Karsinoma musinosa memiliki tipe sel endocervical yang


menghasilkan musin. Tumor berada mengapung pada musin yang berlebihan.

Hampir semua stadium 1, lesi derajat 1 prognosisnya baik. Karena epitel


endoservikal bergaung dengan segmen uterus bawah, dilemma diagnostic utama
adalah membedakan tumor ini dari adenokarsinoma servikal primer. Pada situasi ini,
pewarnaan imun sangat membantu, tetapi MRI preoperative diperlukan untuk
klarifikasi lebih lanjut asal bagian yang paling mungkin.

e. Karsinoma campuran3
Kanker endometrium dapat menunjukkan kombinasi dua atau lebih tipe murni.
Untuk menklasifikasi sebagai karsinoma campuran, komponen harus terdiri paling
sedikit 10 persen dari tumor. Kecuali pada gambaran histologi serosa dan clear cell,
kombinasi tipe lain biasanya tidak memiliki klinis yang signifikan. Sebagai hasil,
karsinoma campuran biasanya merujuk pada campuran tipe I (endometroid
adenokarsinoma dan variasinya) dan karsinoma tipe II.

f. Karsinoma Tidak Berdiferensiasi3


Pada 1 sampai 2 persen kanker endometrium, tidak ada bukti diferensiasi
glandular, sarcomatous, atau skuamosa. Tumor yang tidak berdiferensiasi
dikarakteristik oleh proliferasi ukuran medium, pertumbuhan sel epitel pada selubung
solid dengan pola yang tidak spesifik. Secara keseluruhan, prognosis lebih buruk dari
wanita dengan endometrioid adenokarsinoma terdiferensiasi.

g. Tipe Histologis yang Jarang3


Kurang dari 100 kasus karsinoma sel skuamosa endometrium telah dilaporkan.
Diagnosis memrlukan eksklusi komponen adenokarsinoma dan tidak ada hubungan
dengan epitel skuamosa pada serviks. Secara khusus, prognosisnya jelek. Transitional
cell carcinoma dari endometrium juga jarang, dan metastasis penyakit dari kandung
kemih dan ovarium harus dieksklusikan selama diagnosis.

Tabel 3. Stadium kanker endometrium berdasarkan International Federation of


Gynecology and Obstetrics (FIGO) system12
Stadium I Tumor terbatas pada korpus uteri
IA Tidak ada invasi atau invasi kurang dari
setengah myometrium
IB Invasi lebih dari atau sama dengan
sebagian myometrium.
Stadium II Tumor menginvasi stroma servis, tetapi
tidak meluas melebihi uterus
Stadium III Penyebaran local dan atau regional tumor
IIIA Tumor menyebar serosa korpus uteri dan
atau adneksa
IIIB Meliputi vaginal dan atau perimetrial
IIIC Metastasis ke pelvis dan atau nodus limfa
para-aortic
IIIC1 Nodus limfa pelvis positif
IIIC2 Nodus limfa para-aortic positif dengan
atau tanpa nodus limfa pelvis positif
Stadium IV Tumor menginvasi kandung kemih dan
atau mukosa usus , dan atau metastasis
jauh
IV A Tumor menginvasi kandung kemih dan
atau mukosa usus
IV B Metastasis jauh, termasuk metastasis
intra-abdominal dan atau nodus limfa
inguinal

Kanker endometrium juga dibagi menurut grade. Grade adalah derajat


diferensiasi tumor. Sel yang normal mampu bermultiplikasi dengan kecepatan yang
teratur dan mampu berinteraksi dengan sel lainnya. Sel kanker tidak mempunyai sifat
seperti sel normal dan lebih jarang berdiferensiasi. Sel yang mempunyai sifat seperti
sel normal dikatakan berdiferensiasi baik. 7
Jika suatu tumor glandular terdiri dari kurang dari 5% bagian yang padat
dikatakan grade I. Jika tumor terdiri dari lebih dari 50% bagian yang padat dikatakan
grade III. Diantara grade I dan III adalah grade II. Lapisan endometrium normal
terdiri dari sel glandular yang mensekresi mukus yang berguna untuk menutrisi sel
telur yang sudah difertilisasi sebelum implantasi. 7

3. Faktor Risiko7,6,8,9
Beberapa faktor risiko yang telah diidentifikasi adalah: obesitas (indeks massa
tubuh >30 meningkatkan risiko tiga hingga empat kali), hiperestrogenism dalam
jangka waktu yang lama (polikistik ovarium, terapi tamoxifem, anovulasi,
nuliparitas), hipertensi, dan diabetes mellitus. Sekitar lebih dari 5% kanker
endometrium terkait dengan sindrom Lynch tipe II (dikenal dengan sindrom
kolorektal karsinoma non polyposis herediter) yang mana meningkatkan risiko
perkembangan menjadi kanker endometrium 30-60%. Terdapat bukti penggunaan
kontrasepsi oral kombinasi menurunkan risiko neoplasia endometrium, menurunkan
insidens pada premenopause dan perimenopause pada wanita.
a. Gaya hidup dan faktor prilaku
Paparan estrogen yang terus menerus memiliki risiko berkembang menjadi kanker
endometrium. Peningkatan indeks massa tubuh secara signifikan juga meningkatkan
risiko berkembang menjadi kanker endometrium. Obesitas terkait dengan
peningkatan risiko terjadinya obesitas melalui peningkatan kadar dan availibilitas
serum estrogen.
Sindrom metabolik juga berhubungan dengan karsinogenesis endometrium
melalui mekanisme biologis resistensi insulin. Aktivitas tidak aktif secara tidak
langsung juga meningkatkan risiko kanker endometrium sebanyak 28%. Diet tinggi
lemak dan diabetes merupaka factor risiko tambahan pada kanker endometrium.
b. Riwayat reproduksi dan menstruasi
Faktor risiko untuk kanker endometrium terkait reproduksi dan siklus menstruasi
meliputi menarche dini (sebelum 12 tahun) dan menopause terlambat (setelah 55
tahun), kemudian siklus menstrual, nuliparitas, dan infertilitas. Kehamilan
mengurangi waktu wanita mengalami menstruasi dan durasi kehamilan menurunkan
risiko kanker sebesar 22% per tahun. Menstruasi yang terus menerus dari awal
menarche hingga menopause yang terlambat dengan kombinasi nuliparitas memicu
penggantian sel pada dinding endometrial, peningkatan kemungkinan kesalahan
replikasi DNA sporadik dan mutasi PTEN dan p53. Lebih dari 40% kanker
endometrium tipe I kehilangan PTEN dan pengaktifan jalur PI3K/AKT/mTOR.
c. Kondisi Genetik
Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan kelainan
autosomal dominan, didiagnosis dengan kriteria Amsterdam dan hasil primer dari
mutasi MLH1 atau MSH2. Risiko kanker endometrium pada wanita dengan HNPCC
sekitar 40-60%. Sindrom Cowden, kelainan autosomal dominan dengan karakteristik
multiple noncancerous hamartomas secara primer disebabkan oleh mutasi gen PTEN.
Lima hingga 10% wanita dengan Cowden Syndrome menderita kanker endometrium.
d. Kanker dan Pre kanker
Lima belas hingga 20% dari tumor ovarium sel granulosa-teka dan kanker
ovarium endometroid terkait dengan kanker endometrium. Factor risiko lain meliputi
peningkatan risiko menjadi 10 kali dengan riwayat keluarga dengan kanker
endometrium pada usia lebih muda dari 50 tahun, riwayat kanker payudara atau
kanker ovarium, riwayat radiasi sebelumnya, dan hyperplasia endometrium. Satu
persen wanita dengan simple hyperplasia tanpa atipia, 3% wanita dengan hiperplasia
kompleks tanpa atipia, 8% wanita dengan hyperplasia atipikal, dan 30-40% wanita
dengan hyperplasia kompleks atipikal berkembang menjadi kanker endometrium.
e. Polycystic Ovarian Syndrome
Wanita dengan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) mengalami anovulasi
kronik dengan paparan estrogen terus menerus, memicu peningkatan risiko 4 kali
terkena kanker endometrium ketika dibandingkan terhadap populasi umum dengan
peningkatan lebih dari 2 kali ketika disesuaikan dengan indeks massa tubuh.
f. Penggunaan terapi hormone estrogen tunggal
Wanita yang menggunakan terapi hormon estrogen tunggal terjadi peningkatan
risiko berkembangnya kanker endometrium; progestin melawan efek estrogen pada
dinding endometrium. Peningkatan risiko kanker endometrium yang menggunakan
hormon estrogen tunggal banyak terjadi pada wanita non obesitas.
g. Dampak medikasi dan lingkungan.
Jumlah kanker endometrium pada wanita yang menggunakan tamoxifen adalah 2-
3 per 1000 wanita per tahun, dan raloxifene adalah 1,25 per 1000 wanita per tahun.
Penggunaan bedak tabur menunjukkan hubungan terjadinya kanker endometrium. Hal
ini dapat dikarenakan peningkatan inflamasi dengan kadar antibody antiMUC1 yang
rendah, aktivasi sitokin dan makrofag, dan peningkatan pelepasan oksigen reaktif,
peningkatan cell turnover, dan peningkatan risiko kerusakan DNA.

4. Deteksi Awal Kanker Endometrium


Diagnosis awal kanker endometrium secara keseluruhan tergantung pada
pengenalan dan evaluasi awal terhadap perdarahan vagina yang irregular. Pada wanita
premenopause, dokter harus waspada terhadap riwayat menstruasi yang panjang dan
banyak atau intermenstrual spotting karena banyak kelainan jinak yang memiliki
gejala yang serupa. Perdarahan postmenopause cukup mengkhawatirkan, sekitar 5
hingga 10% kemungkinan didiagnosis karsinoma endometrium. Abnormal vaginal
discharge mungkin dapat menjadi gejala lain pada wanita yang lebih tua.3
Sayangnya beberapa pasien yang mengalami perdarahan irregular tidak mencari
pertolongan medis selama berbulan-bulan atau tahunan. Pada penyakit yang lebih
lanjut, nyeri dan tekanan pada pelvis merupakan refleksi dari pelebaran uterus dan
penyebaran tumor ektra uterus. Pasien dengan serous or clear cell tumor memiliki
tanda dan gejala yang mengarah pada kanker ovarium epithelial.3
American College of Obstetricians and Gynecologist menyatakan pada saat ini
tidak terdapat skrining rutin kanker endometrium pada wanita baik yang memiliki
faktor risiko maupun yang tidak memiliki faktor risiko. Namun, pada onset
menopause, para wanita harus diberikan informasi tentang risiko dan gejala kanker
endometrium. Mereka sangat dianjurkan untuk melaporkan setiap adanya perdarahan
atau bercak yang tidak terduga kepada petugas kesehatan.3
Namun demikian, skrining tahunan dari pengambilan sampel endometrium harus
dimulai pada usia 35 tahun pada wanita yang memiliki risiko tinggi terhadap kanker
endometrium karena HNPCC. Saat ini, sebanyak 40-60% wanita dengan HNPCC
memiliki peluang menjadi kanker endometrium sebagai manifestasi klinis pertama.
Potensial mutasi carrier dari sindrom ini dapat diidentifikasi jika mereka memiliki
turunan pertama atau kedua dari anggota keluarga yang didiagnosis salah satu atau
lebih dari kanker endometrial, colon, atau ovarium. Konseling genetik dapat
mengklarifikasi risiko untuk memprediksi pasien.3,13
Hampir seluruh karsinoma endometrium didiagnosis pada stadium awal dan
memiliki prognosis yang baik. Manifestasi klinis paling sering adalah perdarahan
post menopausal. Tidak terdapat skrining rutin pada kanker endometrium terutama
langsung terhadap wanita dan carrier untuk lebih waspada terhadap perdarahan
postmenopausal walaupun perdarahan tersebut hanya sedikit, hal tersebut merupakan
sesuatu yang abnormal dan memerlukan penanganan lebih lanjut.. Kebanyakan pasien
karsinoma endometrium yang timbul pada masa awal tidak dapat dipastikan kecuali
dengan pemeriksaan menggunakan teknologi. Penelitian Gerber et al dengan analisis
retrospektif dengan membandingkan 190 wanita postmenopause dengan gejala
perdarahan dengan 123 wanita tanpa gejala tetapi pada pemeriksaan transvaginal
ultrasound menunjukkan perubahan endometrium yang mengarah ke karsinoma.
Pada penelitian ditemukan wanita yang tidak menunjukkan gejala tidak memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan wanita dengan gejala jika perdarahan
terjadi kurang dari 8 minggu. Terdapat korelasi durasi perdarahan postmenopause
peningkatan stadium tumor dan penurunan survival time. Hal yang penting adalah
pada penerlitian menemukan bahwa pada wanita dengan risiko tinggi menderita
karsinoma endometrium sedikit kemungkinan memiliki manifestasi klinik perdarahan
postmenopausal. Walaupun perdarahan merupakan gejala awal, namun hal tersebut
tidak selalu diprediksi sebagai sesuatu yang penting bagi pasien. Skrining
endometrium sering menghasilkan tindakan operatif yang tidak perlu dengan
meningkatkan morbiditas dan biaya.4
Kebanyakan wanita dengan kanker endometrium muncul dengan perdarahan
uterus abnormal atau perdarahan postmenopause dan oleh karena itu didagnosis pada
awal stadium. Manifestasi klinis lain meliputi gangguan berkemih, dyspareunia, nyeri
pelivis, vaginal discharge, dan hilang berat badan. Lebih dari 95% wanita didiagnosis
kanker endometrium muncul dengan gejala. Kurang dari 5% wanita tanpa gejala
didiagnosis melalui abnormal pap smear, penemuan abnormal gambaran radiologi,
atau penemuan secara pemeriksaan patologis pada saat histerektomi.6
Pap smear bukan merupakan alat sensitif untuk mendiagnosis kanker
endometrium, dan 50% wanita dengan kanker endometrium akan memiliki gambaran
normal. Sel endometrium jinak adakalanya ditemukan pada Pap smear rutin pada
wanita 40 tahun atau lebih tua. Pada wanita premenopause, penemuan hal seperti itu
sangat terbatas, terutama jika gambaran ditemukan bersamaan dengan masa
mentruasi. Namun demikian, wanita postmenopause dengan gambaran tersebeut
hamper 3 hingga 5% berisiko kanker endometrium. Penggunaan terapi sulih hormon,
prevalensi ditemukannya sel endometrium jinak pada sediaan meningkat, dan risiko
kegananasan sedikit (1-2%). Walaupun biopsy endometrium harus dipertimbangkan
pada wanita postmenopause apabila ditemukan gambaran sel endometrium jinak,
kebanyakan pasien akhirnya didiagnosis dengan hyperplasia atau kanker jika disertai
perdarahan abnormal.3
Walaupun perdarahan postmenopause pada umumnya muncul dengan gejala,
hanya 10% wanita dengan perdarahan postmenopause yang terkena kanker
endometrium. Pipelle endometrial biopsy (EMB) merupakan metode evaluasi yang
baik untuk perdarahan uterus abnormal karena sensitivitasnya yang tinggi, biaya yang
murah, dan morbiditas rendah jika dibandingkan dengan cara pengambilan sampel
yang lain. Wanita postmenopause dengan endometrial stripe pada transvaginal
ultrasound (TVUS) kurang dari 4 atau 5 mm berisiko rendah terhadap kanker
endometrium. Saline infusion sonohysterography memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang lebih tinggi untuk deteksi polip endometrium tetapi dengan
peningkatan potensi ketidaknyamanan pada pasien, diagnosis jaringan yang sedikit,
dan harga yang lebih mahal, membuat pemeriksaan ini menjadi pemeriksaan
alternative tetapi bukan metode utama untuk evaluasi perdarahan uterus yang
abnormal. Wanita yang terus menerus mengalami gejala sebaiknya dilakukan dilatasi
fraksional dan kuretase dengan atau tanpa histeroskopi. Saline infusion
sonohysterography dan hysteroscopy secara teori memiliki risiko penyebaran sel
tumor. Skrining rutin pada kanker endometrium tidak direkomendasikan untuk
populasi secara umum. Pada wanita dengan HNPCC syndrome, the American Cancer
Society merekomendasikan skrining tahunan dengan biopso endometrial dan atau
transvaginal ultrasound mulai usia 35 tahun dan the National Comprehensive Cancer
Network (NCCN) merekomendasaikan wanita dengan HNPCC melakukan
pemeriksaan EMB tahunan hingga histerektomi dan bilateral salpingo-oophorectomy
setelah tidak memiliki kemampuan untuk melahirkan. Wanita yang tidak memiliki
gejala yang menggunakan tamoxifen harus dievaluasi jika mereka mengalami
perdarahan vagina dengan EMB atau D dan C.6

2.5 Penatalaksanaan
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan pilihan
terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi, sedangkan staging
surgical yang meliputi histerektomi simple dan pengambilan contoh kelenjar getah
bening para-aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium7

1. Pembedahan
Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan rahim).
Kedua tuba falopii dan ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi bilateral)
karena sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak
aktif) yang mungkin tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang
dihasilkan oleh ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah
bening di sekitar tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika
sel kanker telah ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan
kanker telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar
ke luar endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani
pengobatan lainnya. 7

2. Radioterapi

Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel


kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya menyerang sel-sel
kanker di daerah yang disinari. Pada stadium I, II atau III dilakukan terapi
penyinaran dan pembedahan. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien kanker
endometrium menurun 20-30% dibanding dengan pasien dengan operasi dan
penyinaran. Penyinaran bisa dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil
ukuran tumor) atau setelah pembedahan (untuk membunuh sel-sel kanker yang
tersisa). Stadium I dan II secara medis hanya diberi terapi penyinaran. Pada pasien
dengan risiko rendah (stadium IA grade 1 atau 2) tidak memerlukan radiasi
adjuvan pasca operasi. 7

Radiasi adjuvan diberikan kepada :

Penderita stadium I, jika berusia diatas 60 tahun, grade III dan/atau


invasi melebihi setengah miometrium.
Penderita stadium IIA/IIB, grade I, II, III.
Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberi terapi tersendiri
(Prawirohardjo, 2006). 7

Ada 2 jenis terjapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati kanker


endometrium: 7

Radiasi eksternal : digunakan sebuah mesin radiasi yang besar untuk


mengarahkan sinar ke daerah tumor. Penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 kali/minggu selama beberapa minggu dan penderita tidak perlu
dirawat di rumah sakit. Pada radiasi eksternal tidak ada zat radioaktif yang
dimasukkan ke dalam tubuh. 7
Radiasi internal (AFL): digunakan sebuah selang kecil yang mengandung
suatu zat radioaktif, yang dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan
selama beberapa hari. Selama menjalani radiasi internal, penderita dirawat
di rumah sakit. 7

3. Kemoterapi
Adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi merupakan
terapi sistemik yang menyebar keseluruh tubuh dan mencapai sel kanker yang
telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain. 7

a. Tujuan Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk :
(1) Membunuh sel-sel kanker.
(2) Menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
(3) Meningkatkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun.

b. Jenis kemoterapi:
1) Terapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan setelah operasi, dapat sendiri atau
bersamaan dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang
telah bermetastase. 7
2) Terapi neoadjuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa
tumor, biasanya dikombinasi dengan radioterapi. 7

3) Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang kemungkinan
kecil untuk diobati, dan kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol
gejalanya. 7

4) Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya. 7

5) Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi. 7

c. Cara Pemberian Kemoterapi


(1) Per oral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian peroral,
diantaranya chlorambucil dan etoposide (VP-16). 7

(2) Intra-muskulus
Pemberian ini relatif lebih mudah dan sebaiknya suntikan tidak
diberikan pada lokasi yang sama dengan pemberian dua-tiga kali
berturut-turut. Yang dapat diberikan secara intra-muskulus antara lain
bleomicin dan methotreaxate. 7

(3) Intravena
Pemberian ini dapat diberikan secara bolus perlahan-lahan atau
diberikan secara infus (drip). Cara ini merupakan cara pemberian
kemoterapi yang paling umum dan banyak digunakan. 7

(4) Intra arteri


Pemberian intra arteri jarang dilakukan karena membutuhkan sarana
yang cukup banyak, antara lain, alat radiologi diagnostik, mesin,
atau alat filter, serta memerlukan keterampilan tersendiri. 7

(5) Intra peritoneal


Cara ini juga jarang dilakukan karena membutuhkan alat khusus
(kateter intraperitoneal) serta kelengkapan kamar operasi karena
pemasangan perlu narkose. 7

d. Cara Kerja Kemoterapi


Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus pembelahan
sel yang teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel
baru dan sel yang lain akan mati. Sel yang abnormal akan membelah diri
dan berkembang secara tidak terkontrol yang pada akhirnya akan terjadi
suatu massa yang disebut tumor7.
Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap:
1. Fase G0: Fase istirahat
2. Fase G1: Sel siap membelah diri yang diperantarai oleh beberapa
protein penting untuk bereproduksi. Berlangsung 18-30 jam
3. Fase S: DNA sel akan dicopy,18-20 jam
4. Fase G2: Sintesa sel terus berlanjut,2-10 jam
5. Fase M: sel dibagi menjadi 2 sel baru,30-60 menit
Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat kemoterapi
mempunyai target dan efek merusak bergantung pada siklus selnya.
Obat kemoterapi aktif pada saat sel bereproduksi, sehingga sel tumor
yang aktif merupakan target utama dari kemoterapi. Namun, efek
samping obat kemoterapi yaitu dapat mempengaruhi sel yang sehat. 7

e. Persiapan Kemoterapi
Darah tepi : HB, Leukosit, hitung jenis, trobosit.
Fungsi hepar : bilirubin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase.
Fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan creatinine clearance test
(bila serum kreatinin meningkat).
Audiogram (terutama pada pemberian cis-platinum).
EKG (terutama pemberian adriamycin, epirubicin). 7

f. Syarat Pemberian Kemoterapi7


1. Syarat yang harus dipenuhi
Keadaan umum cukup baik.
Penderita mengerti tujuan pengobatan dan mengetahui efek
samping yang akan terjadi.
Faal ginjal dan hati baik.
Diagnosis histopatologik.
Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
Riwayat pengobatan (radioterapi atau kemoterapi)
sebelumnya.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb > 10 gr%,
leukosit > 5000/mm3, trombosit > 150.000/mm3.
2. Syarat yang harus dipenuhi oleh pemberi pengobatan.
Mempunyai pengetahuan kemoterapi dan menejemen kanker
pada umumnya
Sarana laboratorium yang lengkap.
g. Efek samping7:
1) Pada kulit.
Alopesia.
Berbagai kelainan kulit lain.
2) Gangguan di mukosa.
Stomatitis.
Enteritis yang menyebabkan diare.
Sistitis hemoragik.
Proktitis
3) Pada saluran cerna.
Anoreksia.
Mual muntah.
4) Depresi sumsum tulang.
Pansitopenia atau anemia.
Leukopenia.
Trombositopenia.
5) Menurunnya imunitas.
6) Gangguan organ.
Gangguan faal hati.
Gangguan pada miokard.
Fibrosis paru.
Ginjal.
7) Gangguan pada saraf.
Neuropati.
Tuli.
Letargi.
8) Penurunan libido.
9) Tidak ada ovulasi pada wanita.

2.1.5 Kemoterapi pada Kanker Endometrium


Adjuvan AP (Doxorubicin 50-60 mg/m2,
Cisplatinum 60 mg/m2 dengan
interval 3 minggu)
Kemoradiasi Cis-platinum 20-40 mg/m2 setiap
minggu (5-6 minggu)
Xelloda 500-1000mg/hari (oral)
Gemcitabine 300mg/m2
Paclitacel 60-80 mg/m2, setiap
minggu (5-6 minggu)
Docetaxel 20 mg/m2setiap minggu
(5-6 minggu)

Peran kemoterapi dalam pengobatan kanker endometrium sedang dalam


penelitian clinical trial fase II . Kemoterapi yang dipakai antara lain Daxorubicin,
golongan platinum, fluorouracil, siklofosfamid, ifosfamid, dan paclitaxel. Hasil
penelitia menunjukkan kanker endometrium pasca operasi yang diikuti kemoterapi
kombinasi memiliki angka survival lebih tinggi.Berikut ini rekomendasi pemberian
kemoterapi7:
Karakteristik penderita Rekomendasi

Tumor stadium lanjut atau rekuren Kemoterapi


(cisplatin/doxorubicin/paclitaxel)

Tumor stadium lanjut atau rekuren Hormonal therapy (oral progestin atau
dengan reseptor positif dan/atau grade 1 magestrol asetat)
atau 2
Tumor stadium III-IVA Operasi diikuti kemoterapi

2.5 Pengamatan lanjut

Untuk pasien dengan stadium I dan II, evaluasi dilakukan setiap 6 bulan
selama 3 tahun pertama dan setelah itu cukup setahun sekali. Pap smear dilakukan
setiap tahun. Tidak dibutuhkan rontgen thoraks secara rutin. Level CA-125 harus
dipantau jika saat diagnosis terdapat peningkatan. Untuk pasien stadium III dan IV,
evaluasi dilakukan lebih sering dengan interval 3 bulan di 2 tahun pertama, interval 6
bulan untuk 3-5 tahun berikutny, dan selanjutnya setahunsekali. Pap smear dilakukan
setiap 6 bulan, foto thoraks dibutuhkan setiap tahun, level CA-125 harus dipantau jika
saat diagnosis terdapat peningkatan.
Pasien karsinoma endometrium dapat dibagi kedalam kelompok pengobatan
berdasarkan resiko kekambuhan dan prognostik penyakitnya(8).
a. Resiko rendah : karsinoma endometrium terbatas pada endometrium (stage IA
: tidak ada atau invasi <50% miometrium)

b. Resiko intermediet/menengah : karsinoma endometrium pada daerah


endometrium dan menginvasi miometrium >50%, termasuk pasien dengan
stage IA, IB dan sebagian pasien dengan stage II yang belum menginvasi ke
serviks.

c. Resiko tinggi : termasuk didalamnya pasien dengan karsinoma endometrium


yang melibatkan serviks, stage II, III, IV, dan pasien dengan karsinoma
endometrium tipe 2 yang agresiv seperti papillary serous tumour dan clear
cell tumour.

Pembagian kelompok pengobatan berdasarkan resiko rekurensi dan prognosis


2.5 Prognosis

Berikut ini adalah factor-faktor yang digunakan untuk menilai kekambuhan


dan keberhasilan pengobatan kanker endometrium . 7

a. Umur
Secara umum penderita karsinoma endometrium yang berusia muda lebih
baik prognosanya dari penderita berusia tua. Dari beberapa penelitian didapatkan
angka ketahanan hidup 5 tahun penderita yang berusia > 70 tahun sebesar 60,9 %
dan penderita yang berusia < 50 tahun sebesar 92,1 %. Dan didapati juga
kekambuhan penyakitnya sebesar 33 % pada usia > 75 tahun, 12 % pada usia 50
- 75 tahun dan tidak dijumpai pada penderita yang berusia < 50 tahun. Angka
ketahanan hidup penderita berusia tua berhubungan dengan peningkatan
penyebaran tumor ke luar uterus dan peningkatan kekambuhannya berhubungan
dengan tingginya angka kejadian tumor grade 3 atau jenis histologi tumor yang
sangat ganas. 7

b. Histopatologi
Kira-kira 10 % karsinoma endomethum adalah bukan jenis endometrioid dan
didapati peningkatan kekambuhan dan penyebarannya. Sebesar 92 % angka
ketahanan hidup penderita yang mempunyai jenis histologinya endomethoid. 7

c. Derajat diferensiasi
Didapati kekambuhan penyakitnya sebesar 7,7 % pada tumor grade 1, tumor
grade 2 sebesar 10,5 % dan 36,1 % pada tumor grade 3. Dan angka keberhasilan
5 tahun pada grade 1 sebesar 92 %, grade 2 sebesar 86 % dan pada grade 3
adalah 64%7
d. lnvasi ke miometrium
Umumnya angka ketahanan hidup 5 tahun penderita yang mengidap tumor
yang hanya invasi ke permukaan saja sebesar 80. - 90 % dan 60 % pada tumor
yang invasinya lebih dalam. 7

e. Sitologi peritoneum
Dari beberapa penelitian didapati angka kekambuhan yang tinggi pada
sitologi peritoneumnya positif. 7

f. Metastase kelenjar limfe


Dari penderita yang didapati metastase kelenjar limfe paraaorta mempunyai
angka kekambuhan 6 kali dibanding tanpa metastase kelenjar limfe. 7

2.5 Pencegahan
a. Pemeriksaan Rutin
Wanita dengan obesitas, disbetes, hipertensi, nulipara dengan riwayat
infertilitas serta mengalami perdarahan pervaginam dan dilakukan tindakan
dilatasi dan kuretase seharusnya rutin melakukan pemeriksaan. selain itu wanita
dengan menopause terlambat atau sebelumnya pernah mendapatkan terapi radiasi
pada pelvis dan terpapar eksogen estrogen juga seharusnya diobservasi.
Pada awal menopause, wanita harus diberitahu mengenai resiko dan gejala
awal kanker endometrium. Mereka harus didorong untung melaporkan apabila
terdapat perdarahan vagina ataupun spotting ke dokter. Skrining tahunan dengan
sampling endometrium harus dimulai pada usia 35 tahun pada wanita berisiko
tinggi untuk kanker endometrium karena HNPCC . Screening terutama harus
dilakukan jika mereka memiliki anggota keluarga yang didiagnosis dengan kanker
endometrium, usus besar, atau kanker ovarium. 7

b. Pasien dengan terapi pengganti hormone


Estrogen seharusnya diberikan secara siklus, yaitu 25-31 hari setiap bulannya,
dan menggunakan dosis rendah. Progesteron, (medroxiprogesterone acetate 10
mg) seharusnya ditambahkan pada hari ke 10-14 untuk mengurangi resio kanker
endometrium.

c. Operasi Profilaksis
Karena wanita dengan HNPCC memiliki seperti risiko tinggi terkena kanker
endometrium (40 sampai 60 persen), histerektomi profilaksis adalah salah satu
pilihan. Dalam stdui kohort dari 315 pembawa mutasi HNPCC, Schmeler dan
rekan (2006) mengkonfirmasikan manfaat melaporkan pengurangan risiko 100-
persen dari histerektomi profilaksis ini . Secara umum, BSO juga harus dilakukan
karena risiko kanker ovarium sebesar 10-12 persen pada wanita pembawa mutsi
HPNCC7

d. Konsumsi Fitoestrogen
Kanker endometrium sebagian besar terkait dengan paparan estrogen.
Phytoestrogen (yaitu, estrogen lemah yang ditemukan dalam makanan nabati)
memiliki efek antiestrogenik. Peneliti mengevaluasi asosiasi antara asupan
makanan dari tujuh senyawa tertentu yang mewakili tiga kelas phytoestrogen
(isoflavon, coumestans, dan lignan) dan risiko kanker endometrium. Dari ketiga
kelas tersebut yang tertinggi kandungan phytoestrogennya adalah isoflavon. 12
Isoflavon, tanaman nonsteroid berbasis polifenol yang sering ditemukan
dalam kacang-kacangan, terutama dalam kedelai, mengurangi risiko kanker
endometrium. Peneliti memeriksa apakah konsumsi kacang-kacangan, kedelai,
atau tahu dan perkiraan asupan isoflavon total atau daidzein isoflavon tertentu,
genistein, atau glycitein dikaitkan dengan risiko kanker endometrium pada
perempuan. Sebagaimana dilaporkan dalam Journal of National Cancer Institute,
risiko untuk kanker endometrium secara signifikan menurun dikaitkan dengan
asupan isoflavon total. Wanita dengan asupan isoflavon tinggi mempunyai faktor
resiko 34% lebih rendah terkena kanker endometrium. Demikian pula, wanita
dengan asupan tertinggi daidzein dan genistein ( 3,54 3,40 dan mg/1000 kkal
per hari, masing-masing) memiliki faktor resiko 34% lebih rendah dibandingkan
dengan intake terendah (<0,70 dan <0,69 mg/1000 kkal per hari, masing-masing).
13

Vous aimerez peut-être aussi