Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Uterus dalam keadaan tidak hamil terletak di rongga pelvis diantara kandung
kemih di anterior dan rectum di posterior. Hampir seluruh dinding posterior uterus
ditutupi oleh serosa, yang merupakan peritoneum viserale. Bagian bawah peritoneum
ini membentuk batas anterior cul-de-sac rektouterina kavum douglas. Peritoneum di
daerah ini juga mengarah ke depan ke kandung kemih membentuk kavum
vesikouterina. Bagian bawah dnding uterus anterior disatukan ke dnding posterior
kandung kemih oleh jaringan ikat longgar yangberbatas tegas.
Uterus berbentuk piriformis atau seperti buah pir yang rata. Ukurannya
sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm,
lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. letak uterus dalam
keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut
dengan serviks uteri).1
Uterus terdiri atas fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Fundus uteri
adalah bagian uterus proksimal yang cembung di antara tempat insersi tuba uterina.
Fundus uteri memiliki arti penting dalam klinik yaitu untuk mengetahui usia
kehamilan yang dapat diperkirakan dengan perabaan pada fundus uteri. Korpus uteri
adalah bagian uterus yang terbesar. Sebagian besar korpus uteri, tetapi tidak pada
serviks, terdiri dari otot. Permukaan dalam dinding anterior dan posterior hamper
berkontak, dan kavitas diantara dinding tersebut hanya berbentuk celah. Uterus
wanita nullipara berukuran panjang 6-8 cm, sedangkan 9-10 cm ukuran uterus pada
wanita multipara. Pada wanita nonpara, berat uterus rata-rata 50-70gram, sedangkan
pada wanita para sekitar 80 gram atau lebih. Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis
servisis uteri yang dinamakan porsio dan pars supravaginalis servisis uteri yaitu
bagian serviks yang berada di atas vagina.1,2
Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :
1. Ligamentum kardinale sinistra dan dekstra (Mackenrodt)
yakni ligamentum yang terpenting, mencegah agar uterus tidak turun, terdiri
atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah
lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara
lain vena dan arteri uterina. 2
2. Ligamentum sakro-uterinum sinistra dan dekstra,
yakni ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak bergerak, berjalan
dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan, ke arah os sacrum kiri dan kanan2
3. Ligamentum rotundum sinistra dan dekstra,
yakni ligamentum yang menahan uterus ke dalam antefleksi dan berjalan dari
sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kanan dan kiri. Pada
kehamilan, terkadang terasa sakit di daerah inguinal waktu berdiri cepat karena
1
Buku ilmu kebidanan
2
Obstetric william
uterus berkontraksi kuat, dan ligamentum rotundum menjadi kencang serta
mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan juga teraba kencang
dan terasa sakit bila dipegang. 2
4. Ligamentum latum sinistra dan dekstra,
yakni ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak
banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini adalah bagian
peritoneum viscerale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk sebagai
lipatan. Di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium
sinistra dan dekstra). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak
banyak artinya. 2
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum,
yakni ligamentum yang menahan tuba Falopii berjalan dari arah infundibulum
ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan syaraf, pembuluh limfe, arteri dan
vena ovarica. 2
Di samping ligamentum tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan
belakang fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang menahan
ovarium. Ligamentum ovarii ini secara embriologis berasal dari gubernaculums, sama
seperti halnya ligamentum rotundum. 2
Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina sinistra dan dekstra yang terdiri
dari ramus ascenden dan ramus descenden. Pembuluh darah ini berasal dari a. iliaka
interna (= a. hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum, masuk ke dalam
uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm dari forniks vagina. 2
Pembuluh darah lain yang memvaskularisasi uterus adalah a. ovarika sinistra
et dextra. Ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum infundibulo-
pelvikum mengikuti tuba Falopii, beranastomosis dengan ramus asendens arteri
uterina di sebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama dengan arteri-arteri
tersebut di atas terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena
hipogastrika. 2
Gambar 2. Vaskularisasi uterus
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan, yaitu endometrium, miometrium, dan
perimetrium.
1. Endometrium
Selaput yang melapisi permukaan dalam miometrium disebut endometrium.
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan
banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok. Endometrium melapisi seluruh
kavum uteri dan memiliki arti penting dalam siklus haid seorang wanita dalam
masa reproduksi (childbearing age). Dalam masa haid, endometrium sebagian
besar dilepaskan, kemudian tumbuh lagi dalam masa proliferasi dan selanjutnya
dalam masa sekretorik (kelenjar-kelenjar telah berkelok-kelok dan terisi dengan
getah). Masa-masa ini dapat diperiksa dengan mengadakan biopsi endometrium. 1
Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan di sebelah luar
berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik,
berbentuk anyaman. Lapisan ini paling penting dalam persalinan oleh karena
sesudah plasenta lahir, otit akan berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-
pembuluh darah yang terbuka yang berada di tempat itu. Endometrium yang
banyak mengandung pembuluh darah adalah suatu lapisan membrane mukosa
yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan permukaan padat, lapisan tengah
jaringan ikat yang berongga, dan lapisan dalam padat yang menghubungkan
endometrium dengan miometrium. Selama menstruasi dan sesudah melahirkan,
lapisan permukaan yang padat dan lapisan tengah yang berongga tanggal. Segera
setelah aliran menstruasi berkahir, tebal endometrium 0,5 mm. Mendekati akhir
siklus endometrium, sesaat sebelum menstruasi mulai lagi, tebal endometrium
menjadi 5 mm. 1
a. Tempat nidasi
b. Tempat terjadinya proses haid
c. Petunjuk gangguan fungsional dari steroid seks
b. Lapisan Basal 3
B. Karsinoma Endometrium
1. Epidemiologi
Kanker endometrium merupakan keganasan ginekologi paling sering pada
wanita di dunia dan urutan ketujuh penyebab kematian akibat kanker di Eropa
Barat.1 Kanker endometrium paling sering terjadi di negara maju dan 50% kasus
baru terdapat di negara barat. Frekuensi kanker endometrium di dunia menempati
urutan kedua setelah kanker serviks. Kasus terbanyak (75-85%) karsinoma
endometrial muncul pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan, dan 95%
muncul pada usia lebih dari 40 tahun.2
Kanker endometrial di Amerika Serikat menduduki urutan keempat tersering
pada wanita, sekitar 6% dari kanker yang terjadi pada wanita. The American
Cancer Society memperkirakan terdapat 47.130 kasus baru kanker endometrial
dan 8.010 kematian dari kanker endometrial pada tahun 2012. Insidens dan
jumlah kematian akibat kanker endometrium juga meningkat dalam beberapa
dekade terakhir.5 Tingkat harapan hidup dan peningkatan jumlah dan keparahan
dari obesitas turut serta meningkatkan insidens kanker endometrial. Perkiraan
jumlah kasus baru kanker endometrial tiap tahun antara negara maju dan
berkembang hampir sama, namun presentasi paling tinggi pada populasi di negara
maju.
The International Agency for Research on Cancer melalui the GLOBOCAN
series memperkirakan 287.000 kasus baru kanker endometrium dan 74.000
kematian akibat kanker endometrium di seluruh dunia pada tahun 2008. Terdapat
persamaan distribusi pada negara maju dan berkembang: GLOBOCAN
memperkirakan terdapat 142.000 kasus baru pada negara maju dan 145.000 pada
negara berkembang. Insidens kanker endometrium tertinggi di Eropa Utara dan
Negara-negara industri daripada negara berkembang. Insidens dan angka harapan
hidup selama 5 tahun pada kanker endometrium bervariasi berdasarkan ras.
Insidens kanker endometrium pada wanita Causcasian stabil, sedangkan pada ras
Afrika-Amerika meningkat 2% per tahun dan angka kematian tetap pada
keduanya.6
Lebih dari 90% kasus muncul pada wanita lebih dari 50 tahun, dengan usia
rata-rata 63 tahun. Insidens pada wanita yang lebih tua (usia 60-79) meingkat
lebih dari 40% antara 1993 dan 2007 di United Kingdom; hal ini juga merupakan
kasus di kebanyakan negara-negara di Eropa.1
Di regional Asia Tenggara di mana Indonesia termasuk di dalamnya insiden
kanker endometrium mencapai 4,8 persen dari 670.587 kasus kanker pada
perempuan. Sementara kanker payudara sebanyak 30,9%; serviks 19,8% dan
ovarium 6,6%. 6
2. Klasifikasi
Kanker endometrium adalah neoplasma yang mempunyai 2 tipe dengan
patogenesis berbeda pada masing-masing tipenya. Tipe pertama adalah estrogen
dependen dan tipe kedua estrogen independen. Perubahan genetik molekular yang
terdapat pada karsinoma endometrium tipe I dan tipe II berbeda dan mungkin
dapat membantu dalam menjelaskan sifat-sifat klinisnya. 4
a. Tipe I Estrogen dependen
Tipe I berhubungan dengan meningkatnya kadar estrogen dalam darah,
yang umumnya menyerang wanita pre dan perimenoupause. Pada anamnesis
didapatkan riwayat terpapar estrogen dan berasal dari atipikal endometrial
hiperplasia. Tipe ini berdiferensiasi baik, minimal invasif, sehingga
mempunyai prognosis yang baik dan memiliki karakteristik hilangnya PTEN
dan mutasi pada PIK3CA, KRAS, dan b-catenin dengan instabilitas
mikrosatelit. Pada diagnosis awal, prognosis kanker endometroid tipe I baik,
dengan 5-year survival rates lebih dari 97% dan 80% pada stadium I dan
II.10,11
Pada beberapa kasus mungkin didapatkan diabetes, penyakit liver,
hipertensi, obesitas, infertilitas, dan gangguan menstruasi. Pada
kenyataannya, lesi tipe I berpotensi dapat diecegah melalui pengenalan
risiko pada pasien, diagnosis lesi prekursor (hiperplasia endometrium
atipikal), dan pengobatan yang sesuai. 6
b. Karsinoma Serosa3
Sekitar 5-10 persen dari kanker endometrial, karsinoma serosa merupakan tumor
tipe II dengan agresifitas tinggi yang berkembang dari endometrium atrofi pada
wanita tua. Terdapat tipe pola yang kompleks yang tumbuh papilar dengan sel berinti
atipik. Pada umumnya menunjuk sebagai karsinoma serosa papilar uterine, gambaran
histologi mirip dengan kanker ovarium epithelial dan badan psammoma dapat dilihat
pada 30% pasien.
Gambar 6. Karsinoma serosa papilar uterine (perbesaran kecil). Karsinoma
serosa papilar uterine merupakan tumor agresif. Tumor ini dikarakteristik dengan
pola papilar kompleks.
Gambar 7. Karsinoma Serosa Papilar Uterina. Sel tumor tersusun dalam bentuk
papilla dan biasanya pleomorfik dengan aktivitas mitotik tinggi.
Adakalanya tumor berada di dalam polip dan tidak ada bukti penyebarannya.
Namun demikian karsinoma serosa papilar uterina dikenal memiliki kecenderungan
untuk berinvasi pada myometrium dan limfatik. Penyebaran intraperitoneal, seperti
perlengketan omentum, yang mana tidak biasa pada tipe endometroid
adenokarsinoma, biasanya umum ketika invasi myometrium minimal atau tidak ada.
Sebagai hasilnya, hal ini sulit membedakan karsinoma serosa papilar uterina dari
kanker ovarium epithelial selama operasi. Hampir mirip dengan karsinoma ovarium,
tumor ini biasanya mensekresikan CA125 dan pengukuran serum serial berguna
untuk marker sebagai monitor penyakit postoperative. Karsinoma serosa papilar
uterina merupakan tipe sel agresif dan wanita dengan kanker endometrium campuran
terdiri dari kurang 25% karsinoma serosa papilar uterina dengan angka bertahan sama
dengan karsinoma serosa murni.
Clear cell endometrium adenokarsinoma hamper sama pada ovarium, vagina, dan
serviks. Gambaran makroskopis tidak adak gambaran yang khas tetapi seperti
karsinoma serosa papilar uterine, cenderung kea rah keganasan, tumor menginvasi
secara dalam. Pasien sering didiagnosis dengan penyakit tingkat lanjut dan memiliki
prognosis yang jelek.
d. Karsinoma Musinosa3
Sekitar 1 hingga 2 persen kanker endometrium memiliki gambaran musinosa
yang terdiri lebih dari setengah bagian tumor. Namun demikian, banyak endometrioid
adenokarsinoma memiliki komponen fokal. Secara khas, tumor musinosa memiliki
pola glandular dengan sel kolumnar uniform dan minimal stratifikasi.
e. Karsinoma campuran3
Kanker endometrium dapat menunjukkan kombinasi dua atau lebih tipe murni.
Untuk menklasifikasi sebagai karsinoma campuran, komponen harus terdiri paling
sedikit 10 persen dari tumor. Kecuali pada gambaran histologi serosa dan clear cell,
kombinasi tipe lain biasanya tidak memiliki klinis yang signifikan. Sebagai hasil,
karsinoma campuran biasanya merujuk pada campuran tipe I (endometroid
adenokarsinoma dan variasinya) dan karsinoma tipe II.
3. Faktor Risiko7,6,8,9
Beberapa faktor risiko yang telah diidentifikasi adalah: obesitas (indeks massa
tubuh >30 meningkatkan risiko tiga hingga empat kali), hiperestrogenism dalam
jangka waktu yang lama (polikistik ovarium, terapi tamoxifem, anovulasi,
nuliparitas), hipertensi, dan diabetes mellitus. Sekitar lebih dari 5% kanker
endometrium terkait dengan sindrom Lynch tipe II (dikenal dengan sindrom
kolorektal karsinoma non polyposis herediter) yang mana meningkatkan risiko
perkembangan menjadi kanker endometrium 30-60%. Terdapat bukti penggunaan
kontrasepsi oral kombinasi menurunkan risiko neoplasia endometrium, menurunkan
insidens pada premenopause dan perimenopause pada wanita.
a. Gaya hidup dan faktor prilaku
Paparan estrogen yang terus menerus memiliki risiko berkembang menjadi kanker
endometrium. Peningkatan indeks massa tubuh secara signifikan juga meningkatkan
risiko berkembang menjadi kanker endometrium. Obesitas terkait dengan
peningkatan risiko terjadinya obesitas melalui peningkatan kadar dan availibilitas
serum estrogen.
Sindrom metabolik juga berhubungan dengan karsinogenesis endometrium
melalui mekanisme biologis resistensi insulin. Aktivitas tidak aktif secara tidak
langsung juga meningkatkan risiko kanker endometrium sebanyak 28%. Diet tinggi
lemak dan diabetes merupaka factor risiko tambahan pada kanker endometrium.
b. Riwayat reproduksi dan menstruasi
Faktor risiko untuk kanker endometrium terkait reproduksi dan siklus menstruasi
meliputi menarche dini (sebelum 12 tahun) dan menopause terlambat (setelah 55
tahun), kemudian siklus menstrual, nuliparitas, dan infertilitas. Kehamilan
mengurangi waktu wanita mengalami menstruasi dan durasi kehamilan menurunkan
risiko kanker sebesar 22% per tahun. Menstruasi yang terus menerus dari awal
menarche hingga menopause yang terlambat dengan kombinasi nuliparitas memicu
penggantian sel pada dinding endometrial, peningkatan kemungkinan kesalahan
replikasi DNA sporadik dan mutasi PTEN dan p53. Lebih dari 40% kanker
endometrium tipe I kehilangan PTEN dan pengaktifan jalur PI3K/AKT/mTOR.
c. Kondisi Genetik
Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan kelainan
autosomal dominan, didiagnosis dengan kriteria Amsterdam dan hasil primer dari
mutasi MLH1 atau MSH2. Risiko kanker endometrium pada wanita dengan HNPCC
sekitar 40-60%. Sindrom Cowden, kelainan autosomal dominan dengan karakteristik
multiple noncancerous hamartomas secara primer disebabkan oleh mutasi gen PTEN.
Lima hingga 10% wanita dengan Cowden Syndrome menderita kanker endometrium.
d. Kanker dan Pre kanker
Lima belas hingga 20% dari tumor ovarium sel granulosa-teka dan kanker
ovarium endometroid terkait dengan kanker endometrium. Factor risiko lain meliputi
peningkatan risiko menjadi 10 kali dengan riwayat keluarga dengan kanker
endometrium pada usia lebih muda dari 50 tahun, riwayat kanker payudara atau
kanker ovarium, riwayat radiasi sebelumnya, dan hyperplasia endometrium. Satu
persen wanita dengan simple hyperplasia tanpa atipia, 3% wanita dengan hiperplasia
kompleks tanpa atipia, 8% wanita dengan hyperplasia atipikal, dan 30-40% wanita
dengan hyperplasia kompleks atipikal berkembang menjadi kanker endometrium.
e. Polycystic Ovarian Syndrome
Wanita dengan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) mengalami anovulasi
kronik dengan paparan estrogen terus menerus, memicu peningkatan risiko 4 kali
terkena kanker endometrium ketika dibandingkan terhadap populasi umum dengan
peningkatan lebih dari 2 kali ketika disesuaikan dengan indeks massa tubuh.
f. Penggunaan terapi hormone estrogen tunggal
Wanita yang menggunakan terapi hormon estrogen tunggal terjadi peningkatan
risiko berkembangnya kanker endometrium; progestin melawan efek estrogen pada
dinding endometrium. Peningkatan risiko kanker endometrium yang menggunakan
hormon estrogen tunggal banyak terjadi pada wanita non obesitas.
g. Dampak medikasi dan lingkungan.
Jumlah kanker endometrium pada wanita yang menggunakan tamoxifen adalah 2-
3 per 1000 wanita per tahun, dan raloxifene adalah 1,25 per 1000 wanita per tahun.
Penggunaan bedak tabur menunjukkan hubungan terjadinya kanker endometrium. Hal
ini dapat dikarenakan peningkatan inflamasi dengan kadar antibody antiMUC1 yang
rendah, aktivasi sitokin dan makrofag, dan peningkatan pelepasan oksigen reaktif,
peningkatan cell turnover, dan peningkatan risiko kerusakan DNA.
2.5 Penatalaksanaan
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan pilihan
terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi, sedangkan staging
surgical yang meliputi histerektomi simple dan pengambilan contoh kelenjar getah
bening para-aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium7
1. Pembedahan
Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan rahim).
Kedua tuba falopii dan ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi bilateral)
karena sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak
aktif) yang mungkin tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang
dihasilkan oleh ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah
bening di sekitar tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika
sel kanker telah ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan
kanker telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar
ke luar endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani
pengobatan lainnya. 7
2. Radioterapi
3. Kemoterapi
Adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi merupakan
terapi sistemik yang menyebar keseluruh tubuh dan mencapai sel kanker yang
telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain. 7
a. Tujuan Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk :
(1) Membunuh sel-sel kanker.
(2) Menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
(3) Meningkatkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun.
b. Jenis kemoterapi:
1) Terapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan setelah operasi, dapat sendiri atau
bersamaan dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang
telah bermetastase. 7
2) Terapi neoadjuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa
tumor, biasanya dikombinasi dengan radioterapi. 7
3) Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang kemungkinan
kecil untuk diobati, dan kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol
gejalanya. 7
4) Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya. 7
5) Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi. 7
(2) Intra-muskulus
Pemberian ini relatif lebih mudah dan sebaiknya suntikan tidak
diberikan pada lokasi yang sama dengan pemberian dua-tiga kali
berturut-turut. Yang dapat diberikan secara intra-muskulus antara lain
bleomicin dan methotreaxate. 7
(3) Intravena
Pemberian ini dapat diberikan secara bolus perlahan-lahan atau
diberikan secara infus (drip). Cara ini merupakan cara pemberian
kemoterapi yang paling umum dan banyak digunakan. 7
e. Persiapan Kemoterapi
Darah tepi : HB, Leukosit, hitung jenis, trobosit.
Fungsi hepar : bilirubin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase.
Fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan creatinine clearance test
(bila serum kreatinin meningkat).
Audiogram (terutama pada pemberian cis-platinum).
EKG (terutama pemberian adriamycin, epirubicin). 7
Tumor stadium lanjut atau rekuren Hormonal therapy (oral progestin atau
dengan reseptor positif dan/atau grade 1 magestrol asetat)
atau 2
Tumor stadium III-IVA Operasi diikuti kemoterapi
Untuk pasien dengan stadium I dan II, evaluasi dilakukan setiap 6 bulan
selama 3 tahun pertama dan setelah itu cukup setahun sekali. Pap smear dilakukan
setiap tahun. Tidak dibutuhkan rontgen thoraks secara rutin. Level CA-125 harus
dipantau jika saat diagnosis terdapat peningkatan. Untuk pasien stadium III dan IV,
evaluasi dilakukan lebih sering dengan interval 3 bulan di 2 tahun pertama, interval 6
bulan untuk 3-5 tahun berikutny, dan selanjutnya setahunsekali. Pap smear dilakukan
setiap 6 bulan, foto thoraks dibutuhkan setiap tahun, level CA-125 harus dipantau jika
saat diagnosis terdapat peningkatan.
Pasien karsinoma endometrium dapat dibagi kedalam kelompok pengobatan
berdasarkan resiko kekambuhan dan prognostik penyakitnya(8).
a. Resiko rendah : karsinoma endometrium terbatas pada endometrium (stage IA
: tidak ada atau invasi <50% miometrium)
a. Umur
Secara umum penderita karsinoma endometrium yang berusia muda lebih
baik prognosanya dari penderita berusia tua. Dari beberapa penelitian didapatkan
angka ketahanan hidup 5 tahun penderita yang berusia > 70 tahun sebesar 60,9 %
dan penderita yang berusia < 50 tahun sebesar 92,1 %. Dan didapati juga
kekambuhan penyakitnya sebesar 33 % pada usia > 75 tahun, 12 % pada usia 50
- 75 tahun dan tidak dijumpai pada penderita yang berusia < 50 tahun. Angka
ketahanan hidup penderita berusia tua berhubungan dengan peningkatan
penyebaran tumor ke luar uterus dan peningkatan kekambuhannya berhubungan
dengan tingginya angka kejadian tumor grade 3 atau jenis histologi tumor yang
sangat ganas. 7
b. Histopatologi
Kira-kira 10 % karsinoma endomethum adalah bukan jenis endometrioid dan
didapati peningkatan kekambuhan dan penyebarannya. Sebesar 92 % angka
ketahanan hidup penderita yang mempunyai jenis histologinya endomethoid. 7
c. Derajat diferensiasi
Didapati kekambuhan penyakitnya sebesar 7,7 % pada tumor grade 1, tumor
grade 2 sebesar 10,5 % dan 36,1 % pada tumor grade 3. Dan angka keberhasilan
5 tahun pada grade 1 sebesar 92 %, grade 2 sebesar 86 % dan pada grade 3
adalah 64%7
d. lnvasi ke miometrium
Umumnya angka ketahanan hidup 5 tahun penderita yang mengidap tumor
yang hanya invasi ke permukaan saja sebesar 80. - 90 % dan 60 % pada tumor
yang invasinya lebih dalam. 7
e. Sitologi peritoneum
Dari beberapa penelitian didapati angka kekambuhan yang tinggi pada
sitologi peritoneumnya positif. 7
2.5 Pencegahan
a. Pemeriksaan Rutin
Wanita dengan obesitas, disbetes, hipertensi, nulipara dengan riwayat
infertilitas serta mengalami perdarahan pervaginam dan dilakukan tindakan
dilatasi dan kuretase seharusnya rutin melakukan pemeriksaan. selain itu wanita
dengan menopause terlambat atau sebelumnya pernah mendapatkan terapi radiasi
pada pelvis dan terpapar eksogen estrogen juga seharusnya diobservasi.
Pada awal menopause, wanita harus diberitahu mengenai resiko dan gejala
awal kanker endometrium. Mereka harus didorong untung melaporkan apabila
terdapat perdarahan vagina ataupun spotting ke dokter. Skrining tahunan dengan
sampling endometrium harus dimulai pada usia 35 tahun pada wanita berisiko
tinggi untuk kanker endometrium karena HNPCC . Screening terutama harus
dilakukan jika mereka memiliki anggota keluarga yang didiagnosis dengan kanker
endometrium, usus besar, atau kanker ovarium. 7
c. Operasi Profilaksis
Karena wanita dengan HNPCC memiliki seperti risiko tinggi terkena kanker
endometrium (40 sampai 60 persen), histerektomi profilaksis adalah salah satu
pilihan. Dalam stdui kohort dari 315 pembawa mutasi HNPCC, Schmeler dan
rekan (2006) mengkonfirmasikan manfaat melaporkan pengurangan risiko 100-
persen dari histerektomi profilaksis ini . Secara umum, BSO juga harus dilakukan
karena risiko kanker ovarium sebesar 10-12 persen pada wanita pembawa mutsi
HPNCC7
d. Konsumsi Fitoestrogen
Kanker endometrium sebagian besar terkait dengan paparan estrogen.
Phytoestrogen (yaitu, estrogen lemah yang ditemukan dalam makanan nabati)
memiliki efek antiestrogenik. Peneliti mengevaluasi asosiasi antara asupan
makanan dari tujuh senyawa tertentu yang mewakili tiga kelas phytoestrogen
(isoflavon, coumestans, dan lignan) dan risiko kanker endometrium. Dari ketiga
kelas tersebut yang tertinggi kandungan phytoestrogennya adalah isoflavon. 12
Isoflavon, tanaman nonsteroid berbasis polifenol yang sering ditemukan
dalam kacang-kacangan, terutama dalam kedelai, mengurangi risiko kanker
endometrium. Peneliti memeriksa apakah konsumsi kacang-kacangan, kedelai,
atau tahu dan perkiraan asupan isoflavon total atau daidzein isoflavon tertentu,
genistein, atau glycitein dikaitkan dengan risiko kanker endometrium pada
perempuan. Sebagaimana dilaporkan dalam Journal of National Cancer Institute,
risiko untuk kanker endometrium secara signifikan menurun dikaitkan dengan
asupan isoflavon total. Wanita dengan asupan isoflavon tinggi mempunyai faktor
resiko 34% lebih rendah terkena kanker endometrium. Demikian pula, wanita
dengan asupan tertinggi daidzein dan genistein ( 3,54 3,40 dan mg/1000 kkal
per hari, masing-masing) memiliki faktor resiko 34% lebih rendah dibandingkan
dengan intake terendah (<0,70 dan <0,69 mg/1000 kkal per hari, masing-masing).
13