Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan frekuensi yang lebih dari biasa
(> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau
tanpa darah dan lendir. (Susana, 2013).
2.2 Etiologi
Diare akut didefinisikan sebagai onset mendadak dari 3 atau lebih tinja longgar
per hari dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Diare kronis atau persisten
didefinisikan sebagai episode yang berlangsung lebih lama dari 14 hari.
Perbedaannya memiliki implikasi tidak hanya untuk studi klasifikasi dan
epidemiologi tetapi juga dari sudut pandang praktis, karena diare berlarut-larut
sering memiliki etiologi yang berbeda, menimbulkan masalah manajemen yang
berbeda, dan memiliki prognosis yang berbeda.
2
Presentasi klinis dan jalannya diare tergantung pada penyebab dan inangnya.
Pertimbangkan hal berikut untuk menentukan sumber / penyebab diare pada
pasien:
a. Karakteristik feses (misalnya konsistensi, warna, volume, frekuensi).
b. Adanya gejala enterik terkait (misalnya mual / muntah, demam, sakit perut).
c. Penggunaan penitipan anak (patogen umum: spesies rotavirus, astrovirus,
calicivirus, Campylobacter, Shigella, Giardia, dan Cryptosporidium [spp]).
d. Riwayat penyerapan makanan (misalnya makanan mentah / terkontaminasi,
keracunan makanan).
e. Paparan air (misalnya, kolam renang, lingkungan laut).
f. Riwayat berkemah (kemungkinan terpapar sumber air yang terkontaminasi).
g. Riwayat perjalanan (patogen umum mempengaruhi daerah tertentu, juga
mempertimbangkan rotavirus dan Shigella, Salmonella, dan Campylobacter
spp terlepas dari riwayat perjalanan yang spesifik, karena organisme ini
lazim di seluruh dunia).
h. Paparan hewan (misalnya anjing muda / kucing: Campylobacter spp; penyu:
Salmonella spp).
i. Kondisi predisposisi (misalnya rawat inap, penggunaan antibiotik, keadaan
immunocompromised).
Tanda dan gejala diare bisa meliputi:
a. Dehidrasi: Kelesuan, kesadaran tertekan, fontanel anterior depan, selaput
lendir kering, mata cekung, kurang air mata, turgor kulit yang malang, isi
ulang kapiler yang tertunda.
b. Gagal berkembang dan kurang gizi: Mengurangi massa otot / lemak atau
edema perifer.
c. Nyeri perut / kram.
d. Borborygmi.
e. Eritema perianal. (Stefano Guandalini, 2017)
3
2.4 Patofisiologi
Virus menyebar dari orang ke orang terjadi oleh pengiriman tinja-oral makanan
dan air yang terkontaminasi. Beberapa virus, seperti virus norovirus, dapat
ditularkan melalui jalur udara. Manifestasi klinis berhubungan dengan infeksi
usus, namun mekanisme induksi diare yang tepat tidak jelas.
Penelitian yang paling ekstensif telah dilakukan dengan rotavirus. Rotavirus
menempel dan memasukkan enterosit matang ke ujung villi usus kecil. Mereka
menyebabkan perubahan struktural pada mukosa usus halus, termasuk
pemendekan vena dan infiltrasi inflamasi mononuklear di lamina propria.
Pengetahuan terkini tentang mekanisme yang menyebabkan penyakit diare oleh
rotavirus adalah sebagai berikut:
a. Infeksi rotavirus menginduksi maldigestion karbohidrat, dan akumulasinya
di lumen usus, serta malabsorpsi nutrisi dan penghambatan reabsorpsi air
secara bersamaan, dapat menyebabkan komponen malabsorpsi diare.
b. Rotavirus mengeluarkan enterotoksin, NSP4, yang mengarah ke mekanisme
sekresi Cl2+ -dependen Cl - sekretori. Mobilisasi kalsium intraselular yang
terkait dengan NSP4 yang diekspresikan secara endogen atau ditambahkan
secara eksogen diketahui menginduksi sekresi klorida sementara.
Kelainan morfologis bisa minimal, dan penelitian menunjukkan bahwa rotavirus
dapat dilepaskan dari sel epitel yang terinfeksi tanpa menghancurkannya.
Keterikatan virus dan masuk ke dalam sel epitel tanpa kematian sel mungkin
cukup untuk memulai diare. Sel epitel mensintesis dan mengeluarkan banyak
sitokin dan kemokin, yang dapat mengarahkan respon imun inang dan berpotensi
mengatur morfologi dan fungsi sel. Studi juga menunjukkan bahwa salah satu
protein virus nonstruktural dapat bertindak sebagai enterotoksin, yang
mempromosikan sekresi klorida aktif yang dimediasi melalui peningkatan
konsentrasi kalsium intraselular. Diare yang dimediasi toksin akan menjelaskan
pengamatan bahwa cedera villus belum tentu terkait dengan diare. (Michael
Vincent, 2014)
4
Pathway
Virus
Horovirus
Jalur udara
Infeksi usus
Rotavirus
Enterosit
Perubahan structural
Lumen usus
Diare Ketakutan
5
2.5 Pemeriksaan
6
9. Sejarah konsumsi makanan laut mentah atau perjalanan luar negeri harus
segera dilakukan penyaringan tambahan untuk spesies Vibrio dan
Plesiomonas.
7
kadar albumin serum rendah dan tingkat alpha1-antitrypsin tengir tinggi
dapat ditemukan. Tes lainnya Karena patogenesis diare dapat berupa
osmolar (karena adanya kelebihan substrat yang tidak terserap di dalam
lumen usus) atau sekretori (karena sekresi anion aktif dari enterosit), celah
anion pada tinja kadang-kadang digunakan untuk memastikan sifat diare.
Kursi anion gap dihitung sesuai dengan rumus: 290 - [(Na + K) X 2]. Jika
nilainya lebih dari 100, diare osmolar bisa diasumsikan hadir. Jika nilainya
kurang dari 100, diare memiliki asal sekresi. Prosedur Biopsi usus tidak
diperlukan dalam mengevaluasi anak yang sehat dengan diare onset akut,
namun dapat diindikasikan dengan adanya diare kronis atau berlarut-larut,
dan juga kasus di mana pencarian penyebab diyakini merupakan wajib
(mis. , pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome [AIDS]
atau pasien yang sangat immunocompromised).
Tes lainnya
Karena patogenesis diare dapat berupa osmolar (karena adanya kelebihan substrat
yang tidak terserap di dalam lumen usus) atau sekretori (karena sekresi anion aktif
dari enterosit), celah anion pada tinja kadang-kadang digunakan untuk
memastikan sifat diare. Kursi anion gap dihitung sesuai dengan rumus: 290 - [(Na
+ K) X 2]. Jika nilainya lebih dari 100, diare osmolar bisa diasumsikan hadir. Jika
nilainya kurang dari 100, diare memiliki asal sekresi.
Prosedur
Biopsi usus tidak diperlukan dalam mengevaluasi anak yang sehat dengan diare
onset akut, namun dapat diindikasikan dengan adanya diare kronis atau berlarut-
larut, dan juga kasus di mana pencarian penyebab diyakini merupakan wajib (mis.
, pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome [AIDS] atau pasien
yang sangat immunocompromised). (Stefano Guandalini, 2017)
2.6 Penatalaksanaan
Diare onset akut biasanya terbatas pada diri sendiri. Namun, infeksi akut bisa
memiliki jalur yang berlarut-larut. Manajemen umumnya mendukung: Pada
8
kebanyakan kasus, pilihan terbaik untuk pengobatan diare onset akut adalah
penggunaan awal terapi rehidrasi oral (oral rehydration therapy / ORT).
Farmakoterapi :
Vaksin (misalnya rotavirus) dapat membantu meningkatkan ketahanan terhadap
infeksi. Agen antimikroba dan antiparasit dapat digunakan untuk mengobati diare
yang disebabkan oleh organisme dan / atau keadaan klinis tertentu. Obat tersebut
meliputi:
Cefixime
Ceftriaxone
Cefotaxime
Erythromycin
Furazolidone
Iodoquinol
Metronidazole
Paromomycin
Quinacrine
Sulfamethoxazole and trimethoprim
Vancomycin
Tetracycline
Nitazoxanide
Rifaximin. (Stefano Guandalini, 2017)
9
a. Terapi Rehidrasi - Larutan rehidrasi oral (50-100 mL / kg lebih dari 3-
4 jam)
b. Penggantian kerugian
1. Kurang dari 10 kg berat badan 60-120 mL larutan rehidrasi oral
untuk setiap episode diare atau episode muntah.
2. Lebih dari 10 kg berat badan larutan rehidrasi oral 120-140 mL
untuk setiap episode diare atau episode muntah.
3. Dehidrasi berat
a. Terapi Rehidrasi - Larutan jahe laktat intravena atau garam normal (20 mL
/ kg sampai perfusi dan status mental membaik), diikuti dengan 100 mL /
kg larutan rehidrasi oral selama 4 jam atau 5% dekstrosa (setengah normal
garam) secara intravena pada tingkat cairan dua kali perawatan.
b. Penggantian kerugian
1. Kurang dari 10 kg berat badan - 60-120 mL larutan rehidrasi oral
untuk setiap episode diare atau episode muntah.
2. Lebih dari 10 kg berat badan - larutan rehidrasi oral 120-140 mL untuk
setiap episode diare atau episode muntah.
3. Jika tidak dapat minum, lakukan melalui tabung nasogastrik atau
berikan secara intravena 5% dekstrosa (satu garam normal keempat)
dengan 20 mEq / L potassium chloride. (Stefano Guandalini, 2017)
2.7 Rehabilitasi
Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral, angka kesakitan bayi dan anak
balita yang disebabkan diare makin lama makin menurun. Menurut Suharti
(2007), bahwa kesakitan diare masih tetap tinggi ialah sekitar 400 per 1000
kelahiran hidup. Salah satu jalan pintas yang sangat ampuh untuk menurunkan
angka kesakitan suatu penyakit infeksi baik oleh virus maupun bakteri. Untuk
dapat membuat vaksin secara baik, efisien, dan efektif diperlukan pengetahuan
mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada umumnya terutama kekebalan
saluran pencernaan makanan.
10
A. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal
oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6
bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. Menurut
Supariasa dkk (2002), bahwa ASI adalah makanan bayi yang paling alamiah,
sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi yang tidak bisa
ditiru oleh pabrik susu manapun. Tetapi pada pertengahan abad ke-18 berbagai
pernyataan penggunaan air susu binatang belum mengalami berbagai modifikasi.
Pada permulaan abad ke-20 sudah dimulai produksi secara masal susu kaleng
yang berasal dari air susu sapi sebagai pengganti ASI. ASI steril berbeda dengan
sumber susu lain, susu formula, atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-
bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa
cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari
bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan ini
disebut disusui secara penuh. Menurut Sulastri (2009), bahwa bayi-bayi harus
disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan, setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara
imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya, ASI
turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir,
pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4x lebih besar terhadap
diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.
B. Makanan pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Menurut Supariasa dkk (2002) bahwa
pda masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku
pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko
terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku
pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap
kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Untuk itu
11
menurut Shulman dkk (2004) bahwa ada beberapa saran yang dapat meningkatkan
cara pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu
1. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan
atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari), setelah anak berumur 1
tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4 - 6x sehari,
teruskan pemberian ASI bila mungkin.
2. Tambahkan minyak, lemak, gula, kedalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
energy. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan,
buah-buahan dan sayuran berwarna hijau kedalam makanannya.
3. Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, suapi anak
dengan sendok yang bersih.
4. Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang
dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
12
a. Membrantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati
penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir penyakit,
b. Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik ditempat umum maupun
dilingkungan rumah,
c. Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan
memelihara kesehatan,
d. Terhadap faktor lingkungan, mengubah atau mempengaruhi faktor
lingkungan hidup sehingga faktor-faktor yang tidak baik dapat diawasi
sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia.
2.8.1 Pengkajian
Tahap pengumpulan data dasar meliputi pengumpulan data subjektif dan objektif.
Pengumpulan data subjektif meliputi identitas pasien dan penanggungjawab;
riwayat kesehatan sekarang, dahulu, keluarga dan sosial; sebelas pola fungsional
menurut Gordon; serta pemeriksaan fisik head to toe.
Dari status pasien didapatkan umur anak 1 tahun. Hal ini sesuai dengan teori
menurut Howidi (2012) bahwa secara global setiap tahun diperkirakan dua juta
kasus gastroenteritis yang terjadi di kalangan anak berumur kurang dari lima
tahun. Walaupun penyakit ini seharusnya dapat diturunkan dengan pencegahan,
namun penyakit ini tetap menyerang anak terutama yang berumur kurang dari dua
tahun.
Penulis tidak melakukan pengkajian data riwayat penyakit yang pernah dialami
An. A. Hal ini penting dilakukan karena sesuai dengan teori bahwa jika anak
memakan makanan atau air kontaminasi, atau mengalami infeksi di tempat lain
(misalnya pernafasan, infeksi saluran kemih) dapat mengakibatkan diare (Sodikin,
2011).
Dari data pengkajian pola eliminasi BAB, keluarga mengatakan sebelum dan
selama sakit BAB An. A tidak ada perubahan terkadang 1 kali atau 2 kali sehari,
13
dengan karakteristik lembek, warna kuning kecoklatan,tidak diare dan tidak
konstipasi, bau khas feses. Sedangkan pada pemeriksaan abdomen bising usus 8
x/menit, tidak ada nyeri tekan, perkusi tympani. Hal ini tidak sesuai dengan teori
menurut Wijayaningsih (2013), bahwa tanda gejala diare adalah sering buang air
besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai darah dan lender.
Data pemeriksaan fisik menunjukkan data keadaan umum pasien sedang, An. A
rewel, turgor kulit jelek, dengan mulut/ mukosa bibir kering, nadi 136 x/menit.
Menurut Wijayaningsih (2013), berdasarkan Skor Mavrice King: penilaian derajat
dehidrasi An. A rewel bernilai 1, turgor kulit jelek/ kekenyalan kulit sedikit
kurang bernilai 1, mulut/ mukosa bibir kering bernilai 1, nadi 136 x/menit bernilai
1, nilai derajat dehidrasi pada An. A adalah 4 menunjukkan derajat sedang (3-6).
Sehingga antara teori dan kenyataan tidak ada kesenjangan dalam memberikan
penilaian derajat dehidrasi.
14
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada An. A untuk menegakkan diagnosa
adalah pemeriksaan leukosit 17.200 uL yang menunjukkan peningkatan leukosit,
adanya infeksi pada tubuh An. A. Hal ini sesuai dengan teori menurut Dewi
(2010), penyebab diare salah satunya adalah infeksi enteral yaitu infeksi yang
terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan penyebab utama terjadinya
diare.
Terapi yang diberikan pada An. A adalah infus RL 24 tpm mikro dengan cara
pemberian melalui IV, hal ini sesuai teori menurut Doenges (2000) bahwa cairan
parenteral berfungsi mempertahankan istirahat usus, akan memerlukan
penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan. Pemberian terapi
ondancentron 1 mg melalui IV, hal ini sesuai teori menurut Tjay (2007)
ondancentron merupakan obat antiemetik yang bertujuan untuk menghilangkan
mual dan muntah yang dialami oleh pasien. Terapi paracetamol sdt/5 jam cara
pemberian per oral, hal ini sesuai teori Carpenito (2009) pemberian antipiretik
berfungsi untuk mengembalikan suhu menjadi stabil. Data pemeriksaan fisik
menunjukkan data keadaan umum pasien sedang, An. A rewel, turgor kulit jelek,
dengan mulut/ mukosa bibir kering, nadi 136 x/menit. Menurut Wijayaningsih
(2013), berdasarkan Skor Mavrice King: penilaian derajat dehidrasi An. A rewel
bernilai 1, turgor kulit jelek/ kekenyalan kulit sedikit kurang bernilai 1, mulut/
mukosa bibir kering bernilai 1, nadi 136 x/menit bernilai 1, nilai derajat dehidrasi
pada An. A adalah 4 menunjukkan derajat sedang (3-6). Sehingga antara teori dan
kenyataan tidak ada kesenjangan dalam memberikan penilaian derajat dehidrasi.
Data untuk diagnosa defisit volume cairan adalah data subjektif: keluarga
mengatakan An. A muntah 1 kali lebih kurang 300cc; keluarga mengatakan intake
cairan An. A kurang, lebih kurang 800cc. Pada data objektif pemeriksaan fisik
turgor kulit jelek; muntah berwarna putih susu cair, kulit berkeringat; perhitungan
balance cairan -111,7cc; data penunjang MCHC 34%. Maka penulis menetapkan
masalah keperawatan kekurangan volume cairan, hal ini sesuai dengan teori
15
menurut NANDA (2012) bahwa batasan karakteristik diagnosa kekurangan
volume cairan meliputi penurunan turgor kulit, kulit kering.
Adapun batasan karakteristik yang ditemukan penulis namun tidak dimasukkan
pada masalah keperawatan kedua ini dikarenakan penulis berfokus pada keluaran
cairan dan perhitungan balance cairan, meliputi peningkatan suhu tubuh,
peningkatan frekuensi nadi, membran mukosa kering, penurunan berat badan tiba-
tiba. Sedangkan batasan karakteristik yang tidak dijumpai pada An. A adalah
perubahan status mental, penurunan tekanan darah, penurunan tekanan nadi,
penurunan volume nadi, penurunan turgor lidah, penurunan haluaran urine,
penurunan pengisian vena, peningkatan hematokrit, peningkatan konsentrasi
urine, haus, kelemahan.
Penulis menetapkan diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan dengan
output yang berlebih. Etiologi ini tidak sesuai dengan teori NANDA (2012),
pembenaran masalah ini adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan volume cairan aktif.
Data Diagnosa kedua adalah data subjektif: keluarga mengatakan An. A panas 1
hari yang lalu. Pada data objektif: pemeriksaan tanda vital S= 38,2oC, N= 136
x/menit, R= 28 x/menit; sedangkan pemeriksaan fisik ditemukan data kulit teraba
hangat, kulit terlihat merah, kulit berkeringat. Penulis menetapkan masalah
hipertermi hal ini sesuai dengan teori menurut NANDA (2012), bahwa batasan
karakteristik diagnosa hipertermi meliputi kulit kemerahan, peningkatan suhu
tubuh di atas kisaran normal, takikardi, kulit terasa hangat. Adapun batasan
karakteristik yang tidak dijumpai pada An. A adalah konvulsi, kejang, takipnea.
Penulis menetapkan diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme. Etiologi ini tidak sesuai dengan teori NANDA (2012), karena pada
anak dengan gastroenteritis tidak mengalami peningkatan laju metabolisme yang
signifikan. Hal ini sesuai dengan teori menurut Syaifuddin (2006), bahwa
kecepatan metabolisme bergantung pada kegiatan seseorang, ketegangan saraf
juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi pernafasan dan kerja jantung.
Adapun beberapa penyakit kelainan kelenjar tiroid, kelenjar tiroid yang berlebihan
menaikkan kecepatan metabolisme, misalnya penyakit hipertiroidisme.
Pembenaran di masalah ini seharusnya etiologi masalah hipertermi pada An. A
16
adalah penyakit dan dehidrasi. Hal ini sesuai dengan pemeriksaan pada An. A
dengan hasil laboratorium menunjukkan leukosit meningkat dan hasil penilaian
dehidrasi menunjukkan dehidrasi sedang.
Data yang digunakan untuk menegakkan diagnosa infeksi adalah data subjektif
keluarga mengatakan An. A panas 1 hari yang lalu. Data objektif pemeriksaan
tanda vital S= 38,2oC; pemeriksaan fisik kulit teraba hangat; dan data penunjang
leukosit 17.200 uL. Penulis menetapkan masalah infeksi hal ini tidak sesuai
dengan teori menurut NANDA (2012), bahwa faktor risiko infeksi terdiri dari
penyakit kronis, penekanan sistem imun, ketidakadekuatan imunitas dapatan,
pertahanan primer tidak adekuat, pertahanan lapis kedua yang tidak memadai,
peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen, pengetahuan yang kurang
untuk menghindari pajanan patogen, prosedur invasif, malnutrisi, agens farmasi,
pecah ketuban, kerusakan jaringan, trauma.
Penulis menetapkan diagnosa infeksi berhubungan dengan peradangan pada
lambung dan usus. Diagnosa dan etiologi ini tidak sesuai dengan NANDA (2012)
dan Sodikin (2011). Diagnosa yang tepat menurut Sodikin (2011) adalah risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang menembus
gastrointestinal. Namun data yang dijumpai pada An. A sudah menunjukkan tanda
dan gejala infeksi yaitu kalor yang ditunjukkan dengan peningkatan suhu dan kulit
teraba hangat, hal ini sesuai dengan teori Mubarak (2007) bahwa tanda infeksi
lokal yaitu rubor atau kemerahan, kalor atau panas, dolor atau nyeri, tumor atau
bengkak, fungsio laesa atau perubahan fungsi. Bila inflamasi menjadi sistemik
timbul tanda lain selain demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah,
pembesaran kelenjar limfe (Perry dan Potter, 2005). Sehingga penulis tetap
menegakkan diagnosa infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang
menembus gastrointestinal.
Dalam penetapan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2012) etiologi yang
digunakan penulis tidak tetap, namun untuk batasan karakteristik sudah sesuai.
(Rahayu Sari, 2015)
17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Dx Medis : Diare
Nama : An. R
Nama Panggilan :R
18
Identitas orang tua
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
BAB cair
19
3.4 Riwayat kesehatan dahulu
Klien pernah menderita diare pada usia 5 bulan yang lalu, tetapi tidak
sampai di bawa ke Rumah Sakit. Hanya berobat ke dokter.
2. Riwayat operasi
3. Riwayat alergi
4. Riwayat imunisasi
1. Antenatal
2. Intra Natal
20
3.6 Riwayat kesehatan keluarga
GENOGRAM
15 bulan
Perempuan =
Pasien =
Perkembangan
a. Adaptasi sosial
b. Motorik kasar
c. Motorik halus
21
d. Bahasa
3. Pola Eliminasi
Eliminasi urine
22
Eliminasi alvi
23
6. Pola kognitif dan persepsi sensori
Klien dapat berbicara tetapi belum lancar, melihat objek dengan baik,
mencium bau tak sedap, meraba barang-barang di sekitarnya, bisa
merasakan makanan yang masuk dalam mulutnya.
8. Pola hubungan-peran
9. Pola seksual-seksualitas
24
3.10 Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital :
Tinggi badan : 63 cm
Lingkar kepala : 40 cm
Lingkar dada : 50 cm
Perkembangan BB :-
2. Kepala
Inspeksi :
25
Gigi : Tidak ada benjolan pada gusi.
3. Leher
4. Thoraxs / dada
Perkussi : Sonor.
5. Abdomen
Perkussi : Tympani.
6. Keadaan punggung
7. Ekstremitas
Akral : Hangat
Warna : Kemerahan
26
Kekuatan otot :
4444 4444
4444 4444
Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedikit penahanan.
Tidak terkaji
a. Membuka mata
b. Respons verbal/bicara
Dapat mengucap kata tetapi tidak berupa kalimat dan tidak tepat (4)
1. Laboratorium
Hb : 13,3 /dl
Hematokrit : 32 %.
2. Radiologi
3. Lain-lain
27
3.12 Terapi
1. Oral
2. Parenteral
Ondansentron 3x5mg
Ranitidine 2x4mg
D5 NS 1000/24jam (14Tpm)
Ceftriaxone 2x250mg
3. Lain-lain
28
3.13 Analisa data
29
- BB saat ini 4,8
kg
- BB sebelum sakit
5kg
30-09-2017 DS: Ibu pasien Ketakutan Hospitalisasi
14:00 mengatakan anaknya
ketakutan jika
petugas kesehatan RS
D0: TTV :
Nadi 135x/menit
Suhu 36,5 C
RR : 24 x/menit
- Anak menangis
- Tidak mau
diekati petugas
kesehatan
- Selalu
memanggil
ibunya
30
3.14 Daftar diagnosa keperawatan/masalah kolaboratif berdasarkan urutan
prioritas
DIAGNOSA
KEPERAWATAN /
NO TGL/JAM PARAF
MASALAH
KOLABORATIF
29-09-2017 Diare b/d prosesinfeki
1 20:30 yang ditandai dengan
frekuensi peristaltic
30-09-2017 Deficit nutrisi b/d factor
08:00 psikologis (mis, stress,
keenggananuntuk
2
makan) yang ditandai
dengan membrane
mukosa kering
30-09-2017 Ketakutan b/d
14:00 hospitalisasi yang di
3
tandai dengan anak
menangis
31
3.15 Rencana asuhan keperawatan
32
Nadi 100x/mnt b. Berikan 2. Untuk
Suhu : 36,0 makanan memudahkan
RR 23x/mnt sedikit tapi makanan
- Membran sering masuk
mukosa c. Selingi makan 3. Untuk
lembab dengan minum mencegah
- Anak tidak 2. Monitoring mual
pucat a. TTV tiap 4 4. Untuk
- Anak tidak jam memantau
gelisah 3. Edukasi keadaan
a. Diskusikan pasien
pada keluarga 5. Untuk
pasien tentang memberikan
deficit nutrisi evaluasi pada
4. Kolaborasi keluarga
Dengan dokter pasien tentang
Ranitidin keadaan
2x4mg pasien
Ondansentron 6. Untuk
3x5mg mempercepat
proses
penyembuhan
30- 3 Ketakuta Tujuan : klien 1. Manajemen 1. Untuk
09- n tidak takut jika a. Sarankan mengurangi
20 petugas RS kepada orang ketakutan pada
17 dating tua untuk klien
K.H : TTV : menemani 2. Untuk
Nadi 100x/mnt klien memeberikan
Suhu : 36,0 b. Ciptakan kenyamanan
RR 23x/mnt lingkungan pada pasien
- Anak tidak yang nyaman 3. Untuk
menangis c. Batasi mengurangi
33
- Anak mau jumlah ketakiutan
didekati pengunjung pada klien
oleh 2. Monitoring 4. Untuk
petugas a. TTV tiap 4 mengetahui
kesehatan jam keadaan
- Anak tidak 3. Edukasi pasien
lagi a. Diskusikan 5. Untuk
memanggil- kepada memberikan
manggil keluarga evaluasi
ibunya pasien kepada
tentang keluarga
keadaan pasien tentang
pasien keadaan
4. Kolaborasi pasien
a. Dengan sekarang
dokter 6. Untuk
D5 1/2 NS mempercepat
1000cc/24ja proses
m penyembuhan
34
3.16 Pelaksanaan
35
19:30 pada pasien Ranitidin
2x4mg, Ondansentron
3x5mg
- Menanyakan kondisi
pasien saat ini kepada
keluarga
20:00
3 30-09-2017 - Melakuakn TTV pada
15:30 pasien
Nadi 100x/menit
Suhu 36,0
RR 23x/menit
16:00 - Menyarankan kepada
orang tua pasien untuk
selalu menemani klien
A
16.30 - Menciptaka lingkungan
yang nyaman
17:00 - Membatasi jumlah
pengunjung
18.00 - Memberika injeksi pada
pasien
Cefotaxime 2x250mg
36
3.17 Evaluasi
37
Ketakutan 30-09- S: Ibu pasien mengatakan
2017 anaknya ketakutan jika
19:00 petugas kesehatan datang
O: Nadi 135 X/mnt
Suhu : 36,9 C
RR: 24 x/menit
- Pasien tidak meangis
- Anak mau didekati oleh A
petugas kesehatan
- Anak tidaklagi
memanggil-manggi
ibunya
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
38
DAFTAR PUSTAKA
Surya, Susana. Faktor Kejadian Diare Pada Balita dengan Pendekatan Teori Nola
J. Pender di IGD RSUD Ruteng. Jurnal Pediomaternal. Vol. 3 No. 2 April -
Oktober 2015. Diambil dari : http % 3A % 2F % 2Fjournal.unair.ac.id %
2Fdownload fullpapers - pmnj4be06ad84dfull.pdf. (02 Oktober 2017)
Rahayu dan Dewi. 2015. Studi Kasus: Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Gastroenteritis Dehidrasi Sedang (Case Study: Nursing Care In Children With
Gastroenteritis Moderate Dehydration). IJMS Indonesian Journal On Medical
Science Volume 2 No 1 - Januari 2015. Diambil dari : http % 3A % 2F %
2Fpoltekkes denpasar . ac . id % 2Ffiles % 2FJURNAL % 2520KESEHATAN
% 2520LINGKUNGAN % 2FV4N2 % 2FNi % 2520Ketut % 2520Elsi %
2520Rahayu1 % 2C % 2520I % 2520Dewi%2C = AOvVaw0fYXdQxB _
mmGOBWl7rOY1N. (02 Oktober 2017)
39