Vous êtes sur la page 1sur 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Definisi Diare
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan frekuensi yang lebih dari
biasa (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair)
dengan atau tanpa darah dan lendir. (Susana, 2013).
Etiologi

Menurut Suraatmaja (2010), ditinjau dari sudut patofisiologi kehilangan


cairan
tubuh penyebab diare akut dapat dibagi menjadi:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea) disebabkan oleh:
1) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen.
2) Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan
kimia,
makanan, gangguan saraf, hawa dingin, alergi, dan lain-lain.
3) Defisiensi imun
b. Diare osmotik (osmotic diarrhea), disebabkan oleh:
1) Malabsorpsi makanan
2) KKP (kekurangan kalori protein)
3) BBLR dan bayi baru lahir. (Furi Ainun, 2012)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Diare?
2. Apa penyebab dari Diare?
3. Apa tanda gejala dari Diare?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Diare
2. Mengetahui penyebab dari Diare
3. Mengetahui gejala dariDiare

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan frekuensi yang lebih dari biasa
(> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau
tanpa darah dan lendir. (Susana, 2013).

2.2 Etiologi

Menurut Suraatmaja (2010), ditinjau dari sudut patofisiologi kehilangan cairan


tubuh penyebab diare akut dapat dibagi menjadi:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea) disebabkan oleh:
1) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen.
2) Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,
makanan, gangguan saraf, hawa dingin, alergi, dan lain-lain.
3) Defisiensi imun
b. Diare osmotik (osmotic diarrhea), disebabkan oleh:
1) Malabsorpsi makanan
2) KKP (kekurangan kalori protein)
3) BBLR dan bayi baru lahir. (Furi Ainun, 2012)

2.3 Tanda dan gejala

Diare akut didefinisikan sebagai onset mendadak dari 3 atau lebih tinja longgar
per hari dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Diare kronis atau persisten
didefinisikan sebagai episode yang berlangsung lebih lama dari 14 hari.
Perbedaannya memiliki implikasi tidak hanya untuk studi klasifikasi dan
epidemiologi tetapi juga dari sudut pandang praktis, karena diare berlarut-larut
sering memiliki etiologi yang berbeda, menimbulkan masalah manajemen yang
berbeda, dan memiliki prognosis yang berbeda.

2
Presentasi klinis dan jalannya diare tergantung pada penyebab dan inangnya.
Pertimbangkan hal berikut untuk menentukan sumber / penyebab diare pada
pasien:
a. Karakteristik feses (misalnya konsistensi, warna, volume, frekuensi).
b. Adanya gejala enterik terkait (misalnya mual / muntah, demam, sakit perut).
c. Penggunaan penitipan anak (patogen umum: spesies rotavirus, astrovirus,
calicivirus, Campylobacter, Shigella, Giardia, dan Cryptosporidium [spp]).
d. Riwayat penyerapan makanan (misalnya makanan mentah / terkontaminasi,
keracunan makanan).
e. Paparan air (misalnya, kolam renang, lingkungan laut).
f. Riwayat berkemah (kemungkinan terpapar sumber air yang terkontaminasi).
g. Riwayat perjalanan (patogen umum mempengaruhi daerah tertentu, juga
mempertimbangkan rotavirus dan Shigella, Salmonella, dan Campylobacter
spp terlepas dari riwayat perjalanan yang spesifik, karena organisme ini
lazim di seluruh dunia).
h. Paparan hewan (misalnya anjing muda / kucing: Campylobacter spp; penyu:
Salmonella spp).
i. Kondisi predisposisi (misalnya rawat inap, penggunaan antibiotik, keadaan
immunocompromised).
Tanda dan gejala diare bisa meliputi:
a. Dehidrasi: Kelesuan, kesadaran tertekan, fontanel anterior depan, selaput
lendir kering, mata cekung, kurang air mata, turgor kulit yang malang, isi
ulang kapiler yang tertunda.
b. Gagal berkembang dan kurang gizi: Mengurangi massa otot / lemak atau
edema perifer.
c. Nyeri perut / kram.
d. Borborygmi.
e. Eritema perianal. (Stefano Guandalini, 2017)

3
2.4 Patofisiologi

Virus menyebar dari orang ke orang terjadi oleh pengiriman tinja-oral makanan
dan air yang terkontaminasi. Beberapa virus, seperti virus norovirus, dapat
ditularkan melalui jalur udara. Manifestasi klinis berhubungan dengan infeksi
usus, namun mekanisme induksi diare yang tepat tidak jelas.
Penelitian yang paling ekstensif telah dilakukan dengan rotavirus. Rotavirus
menempel dan memasukkan enterosit matang ke ujung villi usus kecil. Mereka
menyebabkan perubahan struktural pada mukosa usus halus, termasuk
pemendekan vena dan infiltrasi inflamasi mononuklear di lamina propria.
Pengetahuan terkini tentang mekanisme yang menyebabkan penyakit diare oleh
rotavirus adalah sebagai berikut:
a. Infeksi rotavirus menginduksi maldigestion karbohidrat, dan akumulasinya
di lumen usus, serta malabsorpsi nutrisi dan penghambatan reabsorpsi air
secara bersamaan, dapat menyebabkan komponen malabsorpsi diare.
b. Rotavirus mengeluarkan enterotoksin, NSP4, yang mengarah ke mekanisme
sekresi Cl2+ -dependen Cl - sekretori. Mobilisasi kalsium intraselular yang
terkait dengan NSP4 yang diekspresikan secara endogen atau ditambahkan
secara eksogen diketahui menginduksi sekresi klorida sementara.
Kelainan morfologis bisa minimal, dan penelitian menunjukkan bahwa rotavirus
dapat dilepaskan dari sel epitel yang terinfeksi tanpa menghancurkannya.
Keterikatan virus dan masuk ke dalam sel epitel tanpa kematian sel mungkin
cukup untuk memulai diare. Sel epitel mensintesis dan mengeluarkan banyak
sitokin dan kemokin, yang dapat mengarahkan respon imun inang dan berpotensi
mengatur morfologi dan fungsi sel. Studi juga menunjukkan bahwa salah satu
protein virus nonstruktural dapat bertindak sebagai enterotoksin, yang
mempromosikan sekresi klorida aktif yang dimediasi melalui peningkatan
konsentrasi kalsium intraselular. Diare yang dimediasi toksin akan menjelaskan
pengamatan bahwa cedera villus belum tentu terkait dengan diare. (Michael
Vincent, 2014)

4
Pathway

Virus

Tinja-oral makanan dan air yang terkontaminasi

Horovirus

Jalur udara

Infeksi usus

Mekanisme induksi diare

Rotavirus

Enterosit

Ujung vili usus kecil

Perubahan structural

Mukosa pada usus

Pemeriksaan vena Infoltrasi inflamasi

Infeksi Protavirus Rotavirus mengeluarkan (enteroksin)

Menginduksi meldigestron karbohidrat

Lumen usus

Malabsorbsi nutrisi Diare

Reabsorpsi air Defisit nutrisi

Diare Ketakutan

5
2.5 Pemeriksaan

Berikut ini dapat dicatat pada pasien dengan diare:


1. Pada pasien dengan diare, tingkat pH tinja 5,5 atau kurang atau adanya zat
pereduksi menunjukkan intoleransi karbohidrat, yang biasanya disebabkan
oleh penyakit virus dan bersifat sementara.
2. Infeksi enteroinvasif pada usus besar menyebabkan leukosit, terutama
neutrofil, ditumpahkan ke dalam tinja. Tidak adanya leukosit fekal tidak
menghilangkan kemungkinan organisme enteroinvasive. Namun, adanya
leukosit fekal menghilangkan pertimbangan E. coli enterotoksigenik,
spesies Vibrio, dan virus.
3. Periksa eksudat yang ditemukan di bangku untuk leukosit. Eksudat
semacam itu sangat menyarankan kolitis (80% nilai prediktif positif).
Kolitis bisa menular, alergi, atau bagian dari penyakit radang usus (Crohn
disease, ulcerative colitis).
4. Banyak media budaya yang berbeda digunakan untuk mengisolasi bakteri.
Tabel 3 mencantumkan bakteri umum dan media kultur optimum untuk
pertumbuhannya. Diperlukan kecurigaan indeks yang tinggi untuk
memilih media yang tepat.
5. Dengan tinja tidak berbudaya dalam waktu 2 jam pengumpulan, dinginkan
pada suhu 4 C atau tempatkan di media transportasi. Meski kultur tinja
bermanfaat bila positif, hasilnya rendah.
6. Selalu kultur tinja untuk organisme Salmonella, Shigella, dan
Campylobacter dan Y enterocolitica dengan adanya tanda klinis kolitis
atau jika ditemukan leukosit tinja.
7. Carilah C difficile pada orang dengan episode diare yang ditandai dengan
kolitis dan / atau darah di tinja. Ingat bahwa episode diare akut yang
berhubungan dengan C difficile juga dapat terjadi tanpa riwayat
penggunaan antibiotik.
8. Diare berdarah dengan riwayat konsumsi daging sapi harus menimbulkan
kecurigaan terhadap E. coli enterohemorrhagic. Jika E coli ditemukan di
tinja, tentukan apakah tipe E coli adalah O157: H7. Jenis E coli ini adalah
penyebab HUS yang paling umum namun tidak hanya.

6
9. Sejarah konsumsi makanan laut mentah atau perjalanan luar negeri harus
segera dilakukan penyaringan tambahan untuk spesies Vibrio dan
Plesiomonas.

Lihat daftar di bawah ini:

1. Media budaya yang digunakan untuk mengisolasi bakteri meliputi:


a. Agar darah - Semua bakteri aerobik dan ragi; mendeteksi produksi
sitokrom oksidase.
b. MacBonkey EMB agar - Menghambat organisme gram positif;
memungkinkan fermentasi laktosa.
c. Agar XLD. Agar-agar - Menghambat organisme gram positif dan GNB
nonpathogenic; memungkinkan fermentasi laktosa produksi H2S.
d. Agar skirrow - Selektif untuk spesies Campylobacter.
e. Agar SM - Selektif untuk enterohemorrhagic E coli.
f. CIN agar - Selektif untuk enterocolitica Y.
g. Agar TCBS - Selektif untuk spesies Vibrio.
h. Agar CCFE - Selektif untuk C difficile.
2. Antigen rotavirus dapat diidentifikasi dengan enzim immunoassay dan uji
aglutinasi lateks pada tinja. Tingkat negatif palsu kira-kira 50%, dan hasil
positif palsu terjadi, terutama dengan adanya darah di tinja.
3. Antigen Adenovirus dapat dideteksi dengan enzim immunoassay. Hanya
serotipe 40 dan 41 yang mampu menginduksi diare.
4. Pemeriksaan tinja untuk ova dan parasit paling baik dilakukan untuk
menemukan parasit. Lakukan pemeriksaan tinja setiap 3 hari sekali atau
setiap hari. Jumlah leukosit biasanya tidak meningkat pada diare yang
dimediasi oleh virus dan diare.
5. Leukositosis sering tapi tidak terus-menerus diobservasi dengan bakteri
enteroinvasive. Organisme shigella menyebabkan bandemia ditandai
dengan jumlah sel darah putih yang bervariasi total.
6. Kadang-kadang, enteropati yang kehilangan protein dapat ditemukan pada
pasien dengan peradangan luas selama infeksi usus enteroinvasive
(misalnya, spesies Salmonella, enteroinvasif E coli). Dalam keadaan ini,

7
kadar albumin serum rendah dan tingkat alpha1-antitrypsin tengir tinggi
dapat ditemukan. Tes lainnya Karena patogenesis diare dapat berupa
osmolar (karena adanya kelebihan substrat yang tidak terserap di dalam
lumen usus) atau sekretori (karena sekresi anion aktif dari enterosit), celah
anion pada tinja kadang-kadang digunakan untuk memastikan sifat diare.
Kursi anion gap dihitung sesuai dengan rumus: 290 - [(Na + K) X 2]. Jika
nilainya lebih dari 100, diare osmolar bisa diasumsikan hadir. Jika nilainya
kurang dari 100, diare memiliki asal sekresi. Prosedur Biopsi usus tidak
diperlukan dalam mengevaluasi anak yang sehat dengan diare onset akut,
namun dapat diindikasikan dengan adanya diare kronis atau berlarut-larut,
dan juga kasus di mana pencarian penyebab diyakini merupakan wajib
(mis. , pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome [AIDS]
atau pasien yang sangat immunocompromised).

Tes lainnya
Karena patogenesis diare dapat berupa osmolar (karena adanya kelebihan substrat
yang tidak terserap di dalam lumen usus) atau sekretori (karena sekresi anion aktif
dari enterosit), celah anion pada tinja kadang-kadang digunakan untuk
memastikan sifat diare. Kursi anion gap dihitung sesuai dengan rumus: 290 - [(Na
+ K) X 2]. Jika nilainya lebih dari 100, diare osmolar bisa diasumsikan hadir. Jika
nilainya kurang dari 100, diare memiliki asal sekresi.
Prosedur
Biopsi usus tidak diperlukan dalam mengevaluasi anak yang sehat dengan diare
onset akut, namun dapat diindikasikan dengan adanya diare kronis atau berlarut-
larut, dan juga kasus di mana pencarian penyebab diyakini merupakan wajib (mis.
, pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome [AIDS] atau pasien
yang sangat immunocompromised). (Stefano Guandalini, 2017)

2.6 Penatalaksanaan

Diare onset akut biasanya terbatas pada diri sendiri. Namun, infeksi akut bisa
memiliki jalur yang berlarut-larut. Manajemen umumnya mendukung: Pada

8
kebanyakan kasus, pilihan terbaik untuk pengobatan diare onset akut adalah
penggunaan awal terapi rehidrasi oral (oral rehydration therapy / ORT).
Farmakoterapi :
Vaksin (misalnya rotavirus) dapat membantu meningkatkan ketahanan terhadap
infeksi. Agen antimikroba dan antiparasit dapat digunakan untuk mengobati diare
yang disebabkan oleh organisme dan / atau keadaan klinis tertentu. Obat tersebut
meliputi:
Cefixime
Ceftriaxone
Cefotaxime
Erythromycin
Furazolidone
Iodoquinol
Metronidazole
Paromomycin
Quinacrine
Sulfamethoxazole and trimethoprim
Vancomycin
Tetracycline
Nitazoxanide
Rifaximin. (Stefano Guandalini, 2017)

Pengobatan dehidrasi akibat diare meliputi:


1. Minimal atau tidak dehidrasi
a. Terapi Rehidrasi - Tidak berlaku.
b. Penggantian kerugian.
1. Kurang dari 10 kg berat badan - 60-120 mL larutan rehidrasi oral
untuk setiap episode diare atau episode muntah.
2. Lebih dari 10 kg berat badan Larutan rehidrasi oral 120-140 mL
untuk setiap episode diare atau episode muntah.
2. Dehidrasi ringan sampai sedang

9
a. Terapi Rehidrasi - Larutan rehidrasi oral (50-100 mL / kg lebih dari 3-
4 jam)
b. Penggantian kerugian
1. Kurang dari 10 kg berat badan 60-120 mL larutan rehidrasi oral
untuk setiap episode diare atau episode muntah.
2. Lebih dari 10 kg berat badan larutan rehidrasi oral 120-140 mL
untuk setiap episode diare atau episode muntah.
3. Dehidrasi berat
a. Terapi Rehidrasi - Larutan jahe laktat intravena atau garam normal (20 mL
/ kg sampai perfusi dan status mental membaik), diikuti dengan 100 mL /
kg larutan rehidrasi oral selama 4 jam atau 5% dekstrosa (setengah normal
garam) secara intravena pada tingkat cairan dua kali perawatan.
b. Penggantian kerugian
1. Kurang dari 10 kg berat badan - 60-120 mL larutan rehidrasi oral
untuk setiap episode diare atau episode muntah.
2. Lebih dari 10 kg berat badan - larutan rehidrasi oral 120-140 mL untuk
setiap episode diare atau episode muntah.
3. Jika tidak dapat minum, lakukan melalui tabung nasogastrik atau
berikan secara intravena 5% dekstrosa (satu garam normal keempat)
dengan 20 mEq / L potassium chloride. (Stefano Guandalini, 2017)

2.7 Rehabilitasi

Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral, angka kesakitan bayi dan anak
balita yang disebabkan diare makin lama makin menurun. Menurut Suharti
(2007), bahwa kesakitan diare masih tetap tinggi ialah sekitar 400 per 1000
kelahiran hidup. Salah satu jalan pintas yang sangat ampuh untuk menurunkan
angka kesakitan suatu penyakit infeksi baik oleh virus maupun bakteri. Untuk
dapat membuat vaksin secara baik, efisien, dan efektif diperlukan pengetahuan
mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada umumnya terutama kekebalan
saluran pencernaan makanan.

10
A. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal
oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6
bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. Menurut
Supariasa dkk (2002), bahwa ASI adalah makanan bayi yang paling alamiah,
sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi yang tidak bisa
ditiru oleh pabrik susu manapun. Tetapi pada pertengahan abad ke-18 berbagai
pernyataan penggunaan air susu binatang belum mengalami berbagai modifikasi.
Pada permulaan abad ke-20 sudah dimulai produksi secara masal susu kaleng
yang berasal dari air susu sapi sebagai pengganti ASI. ASI steril berbeda dengan
sumber susu lain, susu formula, atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-
bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa
cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari
bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan ini
disebut disusui secara penuh. Menurut Sulastri (2009), bahwa bayi-bayi harus
disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan, setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara
imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya, ASI
turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir,
pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4x lebih besar terhadap
diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.
B. Makanan pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Menurut Supariasa dkk (2002) bahwa
pda masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku
pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko
terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku
pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap
kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Untuk itu

11
menurut Shulman dkk (2004) bahwa ada beberapa saran yang dapat meningkatkan
cara pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu
1. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan
atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari), setelah anak berumur 1
tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4 - 6x sehari,
teruskan pemberian ASI bila mungkin.
2. Tambahkan minyak, lemak, gula, kedalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
energy. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan,
buah-buahan dan sayuran berwarna hijau kedalam makanannya.
3. Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, suapi anak
dengan sendok yang bersih.
4. Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang
dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

C. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) bahwa untuk melakukan pola perilaku
hidup bersih dan sehat dilakukan beberapa penilaian antara lain adalah
1. Penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaannya adalah apakah
sudah ditimbang secara teratur keposyandu minimal 8 kali setahun,
2. Gizi, anggota keluarga makan dengan gizi seimbang,
3. Air bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur) untuk
keperluan sehari-hari,
4. Jamban keluarga, keluarga buang air besar dijamban/WC yang memenuhi
syarat kesehatan,
5. Air yang diminum dimasak terlebih dahulu,
6. Mandi menggunakan sabun mandi,
7. Selalu cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun,
8. Pencucian peralatan menggunakan sabun,
9. Limbah,
10. Terhadap faktor bibit penyakit yaitu :

12
a. Membrantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati
penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir penyakit,
b. Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik ditempat umum maupun
dilingkungan rumah,
c. Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan
memelihara kesehatan,
d. Terhadap faktor lingkungan, mengubah atau mempengaruhi faktor
lingkungan hidup sehingga faktor-faktor yang tidak baik dapat diawasi
sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia.

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan

Peneliti akan melakukan pembahasan untuk masing-masing tahapan yang telah


dilalui.

2.8.1 Pengkajian

Tahap pengumpulan data dasar meliputi pengumpulan data subjektif dan objektif.
Pengumpulan data subjektif meliputi identitas pasien dan penanggungjawab;
riwayat kesehatan sekarang, dahulu, keluarga dan sosial; sebelas pola fungsional
menurut Gordon; serta pemeriksaan fisik head to toe.
Dari status pasien didapatkan umur anak 1 tahun. Hal ini sesuai dengan teori
menurut Howidi (2012) bahwa secara global setiap tahun diperkirakan dua juta
kasus gastroenteritis yang terjadi di kalangan anak berumur kurang dari lima
tahun. Walaupun penyakit ini seharusnya dapat diturunkan dengan pencegahan,
namun penyakit ini tetap menyerang anak terutama yang berumur kurang dari dua
tahun.
Penulis tidak melakukan pengkajian data riwayat penyakit yang pernah dialami
An. A. Hal ini penting dilakukan karena sesuai dengan teori bahwa jika anak
memakan makanan atau air kontaminasi, atau mengalami infeksi di tempat lain
(misalnya pernafasan, infeksi saluran kemih) dapat mengakibatkan diare (Sodikin,
2011).
Dari data pengkajian pola eliminasi BAB, keluarga mengatakan sebelum dan
selama sakit BAB An. A tidak ada perubahan terkadang 1 kali atau 2 kali sehari,

13
dengan karakteristik lembek, warna kuning kecoklatan,tidak diare dan tidak
konstipasi, bau khas feses. Sedangkan pada pemeriksaan abdomen bising usus 8
x/menit, tidak ada nyeri tekan, perkusi tympani. Hal ini tidak sesuai dengan teori
menurut Wijayaningsih (2013), bahwa tanda gejala diare adalah sering buang air
besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai darah dan lender.
Data pemeriksaan fisik menunjukkan data keadaan umum pasien sedang, An. A
rewel, turgor kulit jelek, dengan mulut/ mukosa bibir kering, nadi 136 x/menit.
Menurut Wijayaningsih (2013), berdasarkan Skor Mavrice King: penilaian derajat
dehidrasi An. A rewel bernilai 1, turgor kulit jelek/ kekenyalan kulit sedikit
kurang bernilai 1, mulut/ mukosa bibir kering bernilai 1, nadi 136 x/menit bernilai
1, nilai derajat dehidrasi pada An. A adalah 4 menunjukkan derajat sedang (3-6).
Sehingga antara teori dan kenyataan tidak ada kesenjangan dalam memberikan
penilaian derajat dehidrasi.

Berikut tabel penilaian derajat dehidrasi menurut Mavrice King:


Tabel 1. Penilaian derajat dehidrasi

Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan


diperiksa
0 1 2
Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau,
Keadaan umum apatis, ngantuk koma, atau
syok
Normal Sedikit kurang Sangat
Kekenyalan kulit
kurang
Normal Sedikit cekung Sangat
Mata
cekung
Normal Sedikit cekung Sangat
Ubun-ubun besar
cekung
Normal Kering Kering &
Mulut
sianosis
Denyut nadi/ mata Kuat <120 Sedang (120-140) Lemas >40
Keterangan:
(1) Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
(2) Jika mendapat nilai 3-6 derajat sedang
(3) Jika mendapat nilai 7-12 derajat berat

14
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada An. A untuk menegakkan diagnosa
adalah pemeriksaan leukosit 17.200 uL yang menunjukkan peningkatan leukosit,
adanya infeksi pada tubuh An. A. Hal ini sesuai dengan teori menurut Dewi
(2010), penyebab diare salah satunya adalah infeksi enteral yaitu infeksi yang
terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan penyebab utama terjadinya
diare.
Terapi yang diberikan pada An. A adalah infus RL 24 tpm mikro dengan cara
pemberian melalui IV, hal ini sesuai teori menurut Doenges (2000) bahwa cairan
parenteral berfungsi mempertahankan istirahat usus, akan memerlukan
penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan. Pemberian terapi
ondancentron 1 mg melalui IV, hal ini sesuai teori menurut Tjay (2007)
ondancentron merupakan obat antiemetik yang bertujuan untuk menghilangkan
mual dan muntah yang dialami oleh pasien. Terapi paracetamol sdt/5 jam cara
pemberian per oral, hal ini sesuai teori Carpenito (2009) pemberian antipiretik
berfungsi untuk mengembalikan suhu menjadi stabil. Data pemeriksaan fisik
menunjukkan data keadaan umum pasien sedang, An. A rewel, turgor kulit jelek,
dengan mulut/ mukosa bibir kering, nadi 136 x/menit. Menurut Wijayaningsih
(2013), berdasarkan Skor Mavrice King: penilaian derajat dehidrasi An. A rewel
bernilai 1, turgor kulit jelek/ kekenyalan kulit sedikit kurang bernilai 1, mulut/
mukosa bibir kering bernilai 1, nadi 136 x/menit bernilai 1, nilai derajat dehidrasi
pada An. A adalah 4 menunjukkan derajat sedang (3-6). Sehingga antara teori dan
kenyataan tidak ada kesenjangan dalam memberikan penilaian derajat dehidrasi.

2.8.2 Diagnosa Keperawatan

Data untuk diagnosa defisit volume cairan adalah data subjektif: keluarga
mengatakan An. A muntah 1 kali lebih kurang 300cc; keluarga mengatakan intake
cairan An. A kurang, lebih kurang 800cc. Pada data objektif pemeriksaan fisik
turgor kulit jelek; muntah berwarna putih susu cair, kulit berkeringat; perhitungan
balance cairan -111,7cc; data penunjang MCHC 34%. Maka penulis menetapkan
masalah keperawatan kekurangan volume cairan, hal ini sesuai dengan teori

15
menurut NANDA (2012) bahwa batasan karakteristik diagnosa kekurangan
volume cairan meliputi penurunan turgor kulit, kulit kering.
Adapun batasan karakteristik yang ditemukan penulis namun tidak dimasukkan
pada masalah keperawatan kedua ini dikarenakan penulis berfokus pada keluaran
cairan dan perhitungan balance cairan, meliputi peningkatan suhu tubuh,
peningkatan frekuensi nadi, membran mukosa kering, penurunan berat badan tiba-
tiba. Sedangkan batasan karakteristik yang tidak dijumpai pada An. A adalah
perubahan status mental, penurunan tekanan darah, penurunan tekanan nadi,
penurunan volume nadi, penurunan turgor lidah, penurunan haluaran urine,
penurunan pengisian vena, peningkatan hematokrit, peningkatan konsentrasi
urine, haus, kelemahan.
Penulis menetapkan diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan dengan
output yang berlebih. Etiologi ini tidak sesuai dengan teori NANDA (2012),
pembenaran masalah ini adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan volume cairan aktif.
Data Diagnosa kedua adalah data subjektif: keluarga mengatakan An. A panas 1
hari yang lalu. Pada data objektif: pemeriksaan tanda vital S= 38,2oC, N= 136
x/menit, R= 28 x/menit; sedangkan pemeriksaan fisik ditemukan data kulit teraba
hangat, kulit terlihat merah, kulit berkeringat. Penulis menetapkan masalah
hipertermi hal ini sesuai dengan teori menurut NANDA (2012), bahwa batasan
karakteristik diagnosa hipertermi meliputi kulit kemerahan, peningkatan suhu
tubuh di atas kisaran normal, takikardi, kulit terasa hangat. Adapun batasan
karakteristik yang tidak dijumpai pada An. A adalah konvulsi, kejang, takipnea.
Penulis menetapkan diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme. Etiologi ini tidak sesuai dengan teori NANDA (2012), karena pada
anak dengan gastroenteritis tidak mengalami peningkatan laju metabolisme yang
signifikan. Hal ini sesuai dengan teori menurut Syaifuddin (2006), bahwa
kecepatan metabolisme bergantung pada kegiatan seseorang, ketegangan saraf
juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi pernafasan dan kerja jantung.
Adapun beberapa penyakit kelainan kelenjar tiroid, kelenjar tiroid yang berlebihan
menaikkan kecepatan metabolisme, misalnya penyakit hipertiroidisme.
Pembenaran di masalah ini seharusnya etiologi masalah hipertermi pada An. A

16
adalah penyakit dan dehidrasi. Hal ini sesuai dengan pemeriksaan pada An. A
dengan hasil laboratorium menunjukkan leukosit meningkat dan hasil penilaian
dehidrasi menunjukkan dehidrasi sedang.
Data yang digunakan untuk menegakkan diagnosa infeksi adalah data subjektif
keluarga mengatakan An. A panas 1 hari yang lalu. Data objektif pemeriksaan
tanda vital S= 38,2oC; pemeriksaan fisik kulit teraba hangat; dan data penunjang
leukosit 17.200 uL. Penulis menetapkan masalah infeksi hal ini tidak sesuai
dengan teori menurut NANDA (2012), bahwa faktor risiko infeksi terdiri dari
penyakit kronis, penekanan sistem imun, ketidakadekuatan imunitas dapatan,
pertahanan primer tidak adekuat, pertahanan lapis kedua yang tidak memadai,
peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen, pengetahuan yang kurang
untuk menghindari pajanan patogen, prosedur invasif, malnutrisi, agens farmasi,
pecah ketuban, kerusakan jaringan, trauma.
Penulis menetapkan diagnosa infeksi berhubungan dengan peradangan pada
lambung dan usus. Diagnosa dan etiologi ini tidak sesuai dengan NANDA (2012)
dan Sodikin (2011). Diagnosa yang tepat menurut Sodikin (2011) adalah risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang menembus
gastrointestinal. Namun data yang dijumpai pada An. A sudah menunjukkan tanda
dan gejala infeksi yaitu kalor yang ditunjukkan dengan peningkatan suhu dan kulit
teraba hangat, hal ini sesuai dengan teori Mubarak (2007) bahwa tanda infeksi
lokal yaitu rubor atau kemerahan, kalor atau panas, dolor atau nyeri, tumor atau
bengkak, fungsio laesa atau perubahan fungsi. Bila inflamasi menjadi sistemik
timbul tanda lain selain demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah,
pembesaran kelenjar limfe (Perry dan Potter, 2005). Sehingga penulis tetap
menegakkan diagnosa infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang
menembus gastrointestinal.
Dalam penetapan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2012) etiologi yang
digunakan penulis tidak tetap, namun untuk batasan karakteristik sudah sesuai.
(Rahayu Sari, 2015)

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK

3.1 Identitas klien

Ruangan : Ruang Manyar

Tgl / Jam MRS : 29-09-2017 / 15.00 WIB

Dx Medis : Diare

No. Reg. : 112818

Tgl / Jam Pengkajian : 29-09-2017 / 20.00 WIB

Nama : An. R

Nama Panggilan :R

Umur / Tgl lahir : 15 bulan / 30 Juni 2016

Jenis kelamin : Perempuan

18
Identitas orang tua

Nama Ayah : Tn M Nama Ibu : Ny F

Umur : 28 tahun Umur : 25 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Suku : Madura Suku : Madura

Bahasa : Madura Bahasa : Madura

Pendidikan : SD Pendidikan : SD

Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Penghasilan : Tidak Penghasilan : Tidak ada


menentu
Alamat : Sempolan
Alamat : Sempolan

3.2. Keluhan utama

BAB cair

3.3. Riwayat penyakit sekarang

Ibu klien mengatakan An R diare sejak 25-09-2017, di bawa ke bidan pada


Kamis, 28-09-2017, di bawa ke IGD RSD Kalisat pada Jumat, 29-09-2017

Upaya yang dilakukan :

Dibawa ke bidan terdekat.

Terapi yang di lakukan :

Obat dari bidan.

19
3.4 Riwayat kesehatan dahulu

1. Penyakit yang pernah diderita

Klien pernah menderita diare pada usia 5 bulan yang lalu, tetapi tidak
sampai di bawa ke Rumah Sakit. Hanya berobat ke dokter.

2. Riwayat operasi

Tidak mempunyai riwayat operasi

3. Riwayat alergi

Tidak mempunyai riwayat alergi

4. Riwayat imunisasi

Imunisasi lengkap: BCG 1 kali (usia 1 bulan), DPT 3 kali (bulan ke 2, 3,


dan 4), Hepatitis B 3 kali (bulan ke 2, 3, dan 4), Polio 4 kali (bulan ke 4, 5,
6, 7), Campak 2 kali (bulan ke 8, dan 9) dan Rubella 1 kali (bulan ke 9).

3.5 Riwayat perinatal

1. Antenatal

Ibu melakukan pemeriksaan kehamilan di Puskesmas sebanyak 4 kali,


imunisasi TT pada kehamilan 8 bulan, mengonsumsi Fe selama 2 bulan,
(bulan ke 2 dan 3), Kalk yang di beri dari puskesmas di munim 1 tablet,
selama hamil trimester pertama mual-mual. BB naik 14 kg.

2. Intra Natal

Lahir dalam usia kehamilan 9 bulan, di puskesmas, di tolong bidan, anak


lahir secara normal, langsung menangis, BB 2800 gram, PB 45 cm.

3. Post-natal (0-7 hari)

Tali pusat lepas pada hari ke 7, tidak ada riwayat kuning.

20
3.6 Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga tidak mempunyai penyakit menular dan menurun.

GENOGRAM

15 bulan

Keterangan : Laki Laki = Tinggal serumah :

Perempuan =

Pasien =

3.7 Pemeriksaan tingkat perkembangan

Perkembangan

a. Adaptasi sosial

Pada umur 15 bulan, klien tamoak senang bermain dengan teman


sebayanya.

b. Motorik kasar

Pada usia 15 bulan, klien bisa memegang mainan.

c. Motorik halus

Pada usia 15 bulan klien sudah bisa memegang pensil.

21
d. Bahasa

Pada usia 15 bulan klien bicara terbata-bata.

3.8 Keadaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit

Keadaan lingkungan padat penduduk dan terkadang klien dimandikan di kamar


mandi.

3.9 Pola fungsi kesehatan

1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Kesehatan

Jika klien sakit, keluarga membawanya ke puskesmas atau dokter praktek.

2. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Keterangan Sebelum sakit Saat sakit


Frekuensi 3 x/hari 3 x/hari
Jenis Nasi, lauk, sayur, dan Bubur kasar, lauk,
air putih. sayur, dan air putih.
Porsi 1 porsi habis 2-3 sendok
Keluhan Tidak ada keluhan Di muntahkan

3. Pola Eliminasi

Eliminasi urine

Keterangan Sebelum sakit Saat sakit


Frekuensi 6-8 x/hari 7-8 x/hari
Pancaran Kuat Kuat
Bau Amoniak Amoniak
Warna Bening Kuning pekat
Perasaan setelah BAK - -

22
Eliminasi alvi

Keterangan Sebelum sakit Saat sakit


Frekuensi 1 x/hari 6-7 x/hari
Konsistensi Lunak berbentuk Cair
Bau Khas Khas
Warna Kuning Kuning

4. Pola aktivitas dan kebersihan diri

Keterangan Sebelum sakit Saat sakit


Mobilitas rutin Bergurau dengan Bed rest dan mobilisasi
keluarga di atas tempat tidur
Waktu senggang Tidur Bed rest dan mobilisasi
di atas tempat tidur
Mandi Bantuan total Bantuan total
Berpakaian Bantuan total Bantuan total
Toileting Bantuan total Bantuan total
Berhias Bantuan total Bantuan total
Makan minum Bantuan total Bantuan total

5. Pola istirahat tidur

Keterangan Sebelum sakit Saat sakit


Jam tidur siang 23 jam 4 jam
Jam tidur malam 7-8 jam 7-8 jam
Gangguan tidur Tidak ada Sering terbangun
Perasaan waktu bangun Nyaman Tidak nyaman

23
6. Pola kognitif dan persepsi sensori

Klien dapat berbicara tetapi belum lancar, melihat objek dengan baik,
mencium bau tak sedap, meraba barang-barang di sekitarnya, bisa
merasakan makanan yang masuk dalam mulutnya.

7. Pola konsep diri

a. Gambaran diri : Ibu klien mengatakan, klien malu dengan keadaan


sakitnya
b. Ideal diri : Ibu klien mengatakan anaknya ingin menjadi
anakyang lebih baik lagi
c. Harga diri : Ibu klien mengatakan, anaknya sudah melakukan
yang terbaik untuk dirinya
d. Peran diri : Ibu klien mengatakan, anaknya sudah 3 hari di
rumah sakit.
e. Identitas diri : Ibu klien menyadari kalau sakit anaknya adalah
ujian dari tuhan.

8. Pola hubungan-peran

Hubungan baik dengan keluarga dan saudara-saudara banyak yang


menjenguk klien.

9. Pola seksual-seksualitas

Usia klien 15 bulan.

10. Pola mekanisme koping

Menangis dan memanggil-manggil ibunya jika ada petugas kesehatan


datang.

11. Personal nilai dan kepercayaan

Klien belum pernah menjalankan praktek ibadah dikarenakan belum


baligh.

24
3.10 Pemeriksaan fisik

1. Status kesehatan umum

Keadaan umum : Anak rewel dan selalu memanggil-manggil ibunya.

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital :

Tekanan darah : .. mmHg Suhu : 36,9 C

Nadi : 135 x/menit RR : 24 x/menit

Tinggi badan : 63 cm

Lingkar kepala : 40 cm

Lingkar dada : 50 cm

Lingkar lengan atas : 10 cm

Berat badan sebelum sakit : 5 kg.

Berat badan sasat sakit : 4,8 kg.

Berat badan ideal : 2 (n) + 8 = 10 kg.

Perkembangan BB :-

2. Kepala

Inspeksi :

Rambut : Tidak ada ketombe, rambut bersih.

Muka : Lesu dan lemas.

Mata : Konjungtiva anemis, cowong.

Hidung : Tidak ada lendir.

Mulut : Bibir pucat, mukosa kering.

25
Gigi : Tidak ada benjolan pada gusi.

Telinga : Pendengaran baik.

3. Leher

Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan thyroid.

4. Thoraxs / dada

Inspeksi : Dada simetris

Palpasi : Tidak ada pembengkakan.

Perkussi : Sonor.

Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan.

5. Abdomen

Inspeksi : Tidak ada lesi, perut cembung.

Auskultasi : Bising usus 25 x/menit.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

Perkussi : Tympani.

6. Keadaan punggung

Tidak ada kelainan (kifosis, lordosis, dan skoliosis).

7. Ekstremitas

Atas : Terpasang infus

Akral : Hangat

Warna : Kemerahan

26
Kekuatan otot :

4444 4444
4444 4444
Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedikit penahanan.

8. Genetalia dan anus

Tidak terkaji

9. Pemeriksaan dan neurologis

a. Membuka mata

Membuka mata dengan rangsangan suara (menyuruh pasien membuka


mata) = 3

b. Respons verbal/bicara

Dapat mengucap kata tetapi tidak berupa kalimat dan tidak tepat (4)

c. Respons motorik dan verbal

Dapat menghindari rangsangan nyeri (4)

2.11 Pemeriksaan diagnostik

1. Laboratorium

Hb : 13,3 /dl

Hematokrit : 32 %.

Trombosit : 493.000 mm3

2. Radiologi

3. Lain-lain

27
3.12 Terapi

1. Oral

Psidii (60ml) 3x1 hari 1 sendok takar

2. Parenteral

Ondansentron 3x5mg

Ranitidine 2x4mg

D5 NS 1000/24jam (14Tpm)

Ceftriaxone 2x250mg

3. Lain-lain

28
3.13 Analisa data

TGL/JAM PENGELOMPKAN MASALAH KEMUNGKINA


DATA N PENYEBAB
29-09-2017 DS : Ibu mengatakan Diare Proses infeksi
20:30 anaknya mencret
DO : TTV: Nadi 135
X/mnt
Suhu : 36,9
RR: 24 x/mnt
- Frekuensi
peristaltik
meningkat
- Bising usus : 25
x/menit
- Gelisah
- Rewel
- Feses cair
30-09-2017 DS : Ibu mengatakan Defisit nutrisi Faktor psikologis
08:00 anaknya susah (mis, keengganan
makan, setiap makan untuk makan)
dimuntahkan
DO : TTV : nadi
135x/menit
Suhu : 36,5
RR : 24 x/menit
- Membrane
mukosa kering
- Pucat
- Porsi makan 2-3
sendok
- BB ideal 10 kg

29
- BB saat ini 4,8
kg
- BB sebelum sakit
5kg
30-09-2017 DS: Ibu pasien Ketakutan Hospitalisasi
14:00 mengatakan anaknya
ketakutan jika
petugas kesehatan RS
D0: TTV :
Nadi 135x/menit
Suhu 36,5 C
RR : 24 x/menit
- Anak menangis
- Tidak mau
diekati petugas
kesehatan
- Selalu
memanggil
ibunya

30
3.14 Daftar diagnosa keperawatan/masalah kolaboratif berdasarkan urutan
prioritas

DIAGNOSA
KEPERAWATAN /
NO TGL/JAM PARAF
MASALAH
KOLABORATIF
29-09-2017 Diare b/d prosesinfeki
1 20:30 yang ditandai dengan
frekuensi peristaltic
30-09-2017 Deficit nutrisi b/d factor
08:00 psikologis (mis, stress,
keenggananuntuk
2
makan) yang ditandai
dengan membrane
mukosa kering
30-09-2017 Ketakutan b/d
14:00 hospitalisasi yang di
3
tandai dengan anak
menangis

31
3.15 Rencana asuhan keperawatan

TG NO DX TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL


L DX KEPER KRITERIA
AWATA STANDART
N
29- 1 Diare Tujuan : diare 1. Manajemen 1. Untuk
09- teratasi pada diare : mengurangi
20 2x24 jam a. Menganjurkan BAB pada
17 K.H : TTV : agar tidak makan pasien
Nadi 100x/mnt yang berserat 2. Untuk
Suhu : 36,0 tiggi memberikan
RR 23x/mnt b. Identifikasi kenyaman
- Frekuensi tanda dan gejala pada pasien
peristaltik diare 3. Untuk
menurun 2. Monitoring memantau
- Bising usus a. TTV tiap 4jam keadaan
normal 3. Edukasi : pasien
- Anak tidak a. Diskusikan 4. Untuk
gelisah pada keluarga memberikan
- Anak tidak pasien tentang evaluasi pada
rewel diare keluarga
- Feses 4. Kolaborasi pasien tentang
lunak/ a. Dengan dokter keadaan
berbentuk Ondansentron pasien
3x5mg 5. Untuk
membantu
proses
penyembuhan
30- 2 Deficit Tujuan : nafsu 1. Manajemen 1. Untuk
09- nutrisi makan anak deficit nutrisi meningkatkan
20 meningkat a. Kaji intake intake
17 K.H : TTV : klien makanan

32
Nadi 100x/mnt b. Berikan 2. Untuk
Suhu : 36,0 makanan memudahkan
RR 23x/mnt sedikit tapi makanan
- Membran sering masuk
mukosa c. Selingi makan 3. Untuk
lembab dengan minum mencegah
- Anak tidak 2. Monitoring mual
pucat a. TTV tiap 4 4. Untuk
- Anak tidak jam memantau
gelisah 3. Edukasi keadaan
a. Diskusikan pasien
pada keluarga 5. Untuk
pasien tentang memberikan
deficit nutrisi evaluasi pada
4. Kolaborasi keluarga
Dengan dokter pasien tentang
Ranitidin keadaan
2x4mg pasien
Ondansentron 6. Untuk
3x5mg mempercepat
proses
penyembuhan
30- 3 Ketakuta Tujuan : klien 1. Manajemen 1. Untuk
09- n tidak takut jika a. Sarankan mengurangi
20 petugas RS kepada orang ketakutan pada
17 dating tua untuk klien
K.H : TTV : menemani 2. Untuk
Nadi 100x/mnt klien memeberikan
Suhu : 36,0 b. Ciptakan kenyamanan
RR 23x/mnt lingkungan pada pasien
- Anak tidak yang nyaman 3. Untuk
menangis c. Batasi mengurangi

33
- Anak mau jumlah ketakiutan
didekati pengunjung pada klien
oleh 2. Monitoring 4. Untuk
petugas a. TTV tiap 4 mengetahui
kesehatan jam keadaan
- Anak tidak 3. Edukasi pasien
lagi a. Diskusikan 5. Untuk
memanggil- kepada memberikan
manggil keluarga evaluasi
ibunya pasien kepada
tentang keluarga
keadaan pasien tentang
pasien keadaan
4. Kolaborasi pasien
a. Dengan sekarang
dokter 6. Untuk
D5 1/2 NS mempercepat
1000cc/24ja proses
m penyembuhan

34
3.16 Pelaksanaan

MASALAH TGL/JAM TINDAKAN PARAF


KEP/KOLABORATIF
1 29-09-2017 - Melakukan TTV pada
10:00 pasien
Nadi 100x/menit
Suhu 36,0
RR 23x/menit
10:30 - Menganjurkan pada
kelurga pasien agar
tidak makan yang tinggi
serat A
- Identifikasi tanda dan
11:00 gejala diare
- Melakukan injeksi pada
12:00 pasien Ondansentron
3x5mg
- Menanykan tentang
kondisi pasien saat ini
13:00
2 30-09-2017 - Melakukan TTV pada
15:00 pasien
Nadi 100x/menit
Suhu 36,0
RR 23x/menit
16:00 - Kaji intake klien A
17:00 - Memberikan makanan
sedikit tapi sering
- Selingi makan dengan
18:45 minum
- Memberikan injeksi

35
19:30 pada pasien Ranitidin
2x4mg, Ondansentron
3x5mg
- Menanyakan kondisi
pasien saat ini kepada
keluarga
20:00
3 30-09-2017 - Melakuakn TTV pada
15:30 pasien
Nadi 100x/menit
Suhu 36,0
RR 23x/menit
16:00 - Menyarankan kepada
orang tua pasien untuk
selalu menemani klien
A
16.30 - Menciptaka lingkungan
yang nyaman
17:00 - Membatasi jumlah
pengunjung
18.00 - Memberika injeksi pada
pasien
Cefotaxime 2x250mg

36
3.17 Evaluasi

MASALAH TGL/JAM CATATAN PARAF


KEP/KOLABORATIF PERKEMBANGAN
Diare 29-09- S: Ibu pasien mengatakan
2017 mencret
06:30 O: TTV: Nadi 135 X/mnt
Suhu : 36,9 C
RR: 24 x/menit
- Frekuensi peristaltic
menurun
A
- Bising usus normal
- Tidak gelisah
- Tidak rewel
- Feses lunak/berbentuk
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi

DeFisit nutrisi 30-09- S: Ibu pasien mengatakan


2017 nafsu makan anaknya
13:00 menurun
O: Nadi 135 X/mnt
Suhu : 36,9 C
RR: 24 x/menit
- Membran mukosa
A
lembab
- Tidak pucat
- Tidak gelisah
- Porsi makan porsi
habis
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi

37
Ketakutan 30-09- S: Ibu pasien mengatakan
2017 anaknya ketakutan jika
19:00 petugas kesehatan datang
O: Nadi 135 X/mnt
Suhu : 36,9 C
RR: 24 x/menit
- Pasien tidak meangis
- Anak mau didekati oleh A
petugas kesehatan
- Anak tidaklagi
memanggil-manggi
ibunya
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi

38
DAFTAR PUSTAKA

Surya, Susana. Faktor Kejadian Diare Pada Balita dengan Pendekatan Teori Nola
J. Pender di IGD RSUD Ruteng. Jurnal Pediomaternal. Vol. 3 No. 2 April -
Oktober 2015. Diambil dari : http % 3A % 2F % 2Fjournal.unair.ac.id %
2Fdownload fullpapers - pmnj4be06ad84dfull.pdf. (02 Oktober 2017)

Ni K. E. V, dkk. 2014. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Diare Dengan


Kejadian Diare Pada Balita Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol. 4 No 2, November 2014 : 134 139. Diambil dari : http % 3A % 2F %
2Feprints.ums.ac.id % 2F22649 % 2F14 % 2Fnaskah _ publikasi.pdf. (02 Oktober
2017)

Guandalini, Stefano. 2017. Diarrhea. Diambil dari : http : // emedicine . Medscape


. com / article / 928598 overview. (02 Oktober 2017)

Rahayu dan Dewi. 2015. Studi Kasus: Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Gastroenteritis Dehidrasi Sedang (Case Study: Nursing Care In Children With
Gastroenteritis Moderate Dehydration). IJMS Indonesian Journal On Medical
Science Volume 2 No 1 - Januari 2015. Diambil dari : http % 3A % 2F %
2Fpoltekkes denpasar . ac . id % 2Ffiles % 2FJURNAL % 2520KESEHATAN
% 2520LINGKUNGAN % 2FV4N2 % 2FNi % 2520Ketut % 2520Elsi %
2520Rahayu1 % 2C % 2520I % 2520Dewi%2C = AOvVaw0fYXdQxB _
mmGOBWl7rOY1N. (02 Oktober 2017)

39

Vous aimerez peut-être aussi