Vous êtes sur la page 1sur 106

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI SABUN PADAT BENTONIT DENGAN


VARIASI KONSENTRASI ASAM STEARAT DAN
NATRIUM LAURIL SULFAT

SKRIPSI

MAULIANA
1112102000091

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2016
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI SABUN PADAT BENTONIT DENGAN


VARIASI KONSENTRASI ASAM STEARAT DAN
NATRIUM LAURIL SULFAT (NLS)

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

MAULIANA
1112102000091

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2016

ii
ABSTRAK

Nama : Mauliana
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Formulasi Sabun Padat Bentonit dengan Variasi Konsentrasi
Asam Stearat dan Natrium Lauril Sulfat

Sabun tanah merupakan alternatif bersuci dari najis mughalladzah yang


bersumber dari babi dan air liur anjing. Dalam penelitian ini dilakukan formulasi
sabun tanah menggunakan bentonit yang bertujuan untuk mendapatkan formula
sabun padat bentonit sebagai penyuci najis mughalladzah. Penelitian ini terdiri
dari dua tahap. Tahap pertama dibuat empat formula dengan memvariasikan
konsentrasi asam stearat sebagai berikut: yaitu FI (6%); FII (7%); FIII (8%); dan
FIV (9%) untuk mendapatkan konsentrasi asam stearat yang menghasilkan
kekerasan paling tinggi pada sabun padat bentonit. Tahap kedua dibuat tiga
formula dengan memvariasikan konsentrasi NLS sebagai berikut: FA (3%); FB
(4%); dan FC (5%). Sabun yang diperoleh dilakukan evaluasi meliputi
organoleptik, pH, tinggi dan stabilitas busa, kekerasan serta pengujian syarat mutu
sabun mandi menurut SNI meliputi kadar air, jumlah asam lemak, asam lemak
bebas/alkali bebas dan minyak mineral untuk formula terpilih. Berdasarkan hasil
penelitian, diketahui semakin meningkat konsentrasi asam stearat, maka
kekerasan sabun padat bentonit juga meningkat sehingga konsentrasi asam stearat
9% dipilih sebagai konsentrasi asam stearat yang memberikan kekerasan paling
tinggi pada sabun padat bentonit. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan
bahwa peningkatan konsentrasi NLS berpengaruh signifikan terhadap sifat fisika
kimia sabun, tetapi karakteristik sifat fisika kimia antara formula B dan formula C
memiliki kemiripan sehingga formula B dipilih sebagai formula terbaik dengan
pertimbangan lebih memudahkan dalam proses pembuatan, lebih aman terhadap
kulit dan efisiensi biaya produksi. Hasil uji mutu sabun menurut SNI
menunjukkan kadar air dan jumlah asam lemak dari formula B belum memenuhi
persyaratan mutu sabun mandi menurut SNI.

Kata Kunci: Najis mughalladzah, sabun padat, bentonit, natrium lauril sulfat
(NLS), asam stearat

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


ABSTRACT

Name : Mauliana
Study Program : Pharmacy
Title :Formulation of Bentonite Solid Soap by Varying Stearic Acid
and Sodium Lauryl Sulfate Concentration

Bentonite soap is an alternative Islamic cleansing method of najis al-


mughallazah called samak. The present study is conducted to formulate bentonite
soap. The aim of this study is to get a formula bentonite solid soap as Islamic
cleansing method of najis al-mughallazah. The study was divided into two steps.
The first step, soap were made four formula by varying the concentration of
stearic acid as follows: FI (6%); FII (7%); FIII (8%); and FIV (9%) to obtain a
concentration of stearic acid that produces the highest hardness in bentonite solid
soap. The second step, soap were made three formulas by varying the
concentration of NLS as follows: FA (3%); FB (4%); and FC (5%). The soap
evaluation including organoleptic test, pH, height and stability of foam, hardness
and evaluation of SNI standard including water content, total fatty acids, free
fatty acid/free alkali and mineral oil for the selected formula. The results showed
that increases of stearic acid concentrations causing the soap harder. The hardest
soap was obtained with 9% of stearic acid concentration. The results of statistical
analysis showed that increases of NLS concentration have significant effect on
soap physicochemical properties, but the characteristic physicochemical of
formula B and formula C are similar, so that formula B is selected as the best
formula with consideration in the process of making it easier, safe to use on skin
and production cost efficiency. The water content and total fatty acids of formula
B not qualified the SNI standard.

Keywords: Najis al-mughallazah, solid soap, bentonite, sodium lauryl sulfate,


stearic acid

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada umat manusia, hingga
sebahagian kecil dari sebuah perjalanan hidup yang diarungi oleh seorang hamba-
Nya tak pernah luput dari pantauan dan perhatian-Nya. Penulis persembahkan
syukur yang tak terbilang kepada Allah SWT atas kesehatan fisik dan mental yang
telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah selalu kepada Nabi
akhir zaman dan kekasih Allah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan
para pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi dengan judul Formulasi Sabun Padat Bentonit dengan Variasi
Konsentrasi Asam Stearat dan Natrium Lauril Sulfat ini disusun dalam rangka
memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penulisan skripsi ini tidak sedikit kesulitan maupun
hambatan yang di hadapi dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan
waktu, pengerjaan penelitian, maupun pembiayaan dan lain sebagainya. Namun
berkat kesungguhan hati dan doa serta kerja keras, dorongan dan bantuan dari
berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan
sebaik-baiknya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan, bantuan, bimbingan, dan
motivasi dari semua pihak, penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik.
Maka sudah sepatutnya penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-
besarnya dan rasa hormat yang mendalam di tujukan kepada:
1. Ibu Yuni Anggraeni, M. Farm., Apt dan Bapak Dr. M. Yanis Musdja,
M. Sc., Apt selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan, waktu, tenaga, saran dan dukungan dalam penelitian ini.

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nurmeilis, M.Farm, Apt. selaku ketua Progam Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak dan Ibu dosen Progam Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada
penulis.
5. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si, Apt. selaku dosen penasehat akademik yang
telah meluangkan waktunya dan membimbing saya selama
menjalankan studi di Progam Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Kedua orang tua tercinta yakni Ayahanda H. Amirudin, SE. dan
Ibunda Hj. Januati, S.Pd. yang selalu mendoakan dan memberikan
dukungan berupa materi, motivasi, petuah, serta kasih sayang yang
tiada hentinya bagi penulis. Munajat doanya disetiap waktu telah
memberikan kekuatan lahir dan bathin dalam menjalani proses
pendidikan ini. Semoga Allah SWT selalu mengasihi Ayahanda dan
Ibunda, semoga saya bisa membahagiakan kalian berdua sampai tua
kelak. Dan untuk adik-adik ku Haizir Rizki, Muhammad Sultan dan
Radja Anugerah semoga kalian semua bisa dibanggakan dan turut
berbakti kepada kedua orang tua kita dan semoga kalian juga
dikaruniai kehidupan penuh kasih sayang dan pendidikan yang baik.
Dan terimakasih juga kepada bunda Cahi dan adik-adik sepupuku
Tining, Indah dan Amoy yang selalu mendoakan penulis agar cepat
lulus dan sukses dalam pendidikan.
7. Uyuy, Pepew, Oli, Bella dan Pipit sebagai teman sekaligus sahabat
yang selalu memberi semangat, dukungan, masukan dan saran,
menguatkan dan kebersamaan kepada penulis selama penelitian hingga
skripsi ini terselesaikan.

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8. Seorang abang yang begitu baik hatinya, yaitu Dwi Abdullah, yang
telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung hingga
skripsi ini selesai. Terimakasih atas segala perhatian, dukungan,
semangat, waktu, kasih sayang dan nasehat yang diberikan, semoga
segala cita-cita kita tercapai dan semoga Allah SWT memudahkan
segala urusan kita.
9. Dhana, Aan dan Lena sebagai sahabat karib nan jauh di ujung Pulau
Sumatera yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat saya tercinta sekaligus my roommate, Nurmala Saidah dan
Rizki Amelia, yang telah memberi semangat dan dukungan serta
kebersamaan kepada penulis sampai penyusunan skripsi ini selesai.
11. Teman-teman farmasi BD 2012, yang selalu menemani keseharian
penulis di bangku perkuliahan dan menyisakan banyak kenangan indah
dan suka-duka selama menempuh studi farmasi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Semoga segala cita-cita kita dapat tercapai.
Amin.
12. Sahabat seperjuangan dan seperantauan, Amel, Khaira dan Amel yang
menjadi teman pertama kali menginjakkan kaki di kota metropolitan
ini. Terimakasih atas kebersamaan, pertemanan, suka duka selama di
Jakarta hingga saat ini. Semangat buat kita untuk terus menempuh
studi walau ke negeri China sekalipun.
13. Teman-teman IMAPA Jakarta yaitu kak Inas, kak Mawaddah, Mulia
Sari, kak Ema, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
14. Seluruh teman-teman seperjuangan farmasi angkatan 2012, yang telah
bersama-sama menjalani keluh kesah,suka duka selama menempuh
pendidikan farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih atas kebersamaan dan ilmu
yang kalian berikan selama ini dan semoga kita dapat sukses dalam
pendidikan kita masing-masing.

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis memohon, semoga Allah

SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak atas bantuan

dan dukungannya kepada penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat

untuk menambah khazanah keilmuan khususnya di bidang farmasi dan menjadi

pembelajaran pada generasi berikutnya.

Jakarta, 23 Juni 2016

Penulis

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................ xii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7
2.1 Najis dan Cara Menghilangkannya (Thaharah) ........................................ 7
2.2 Standar Thaharah .................................................................................... 10
2.3 Surfaktan ................................................................................................ 10
2.3.1 Pengertian Surfaktan ............................................................................. 10
2.3.2 Klasifikasi Surfaktan............................................................................. 11
2.4 Sabun ...................................................................................................... 13
2.4.1 Pengertian Sabun .................................................................................. 13
2.4.2 Metode Pembuatan Sabun .................................................................... 14
2.4.3 Mekanisme Kerja Sabun ....................................................................... 15
2.4.4 Komponen Pembentuk Sabun............................................................... 16
2.4.5 Syarat Mutu Sabun Mandi Menurut SNI .............................................. 21
2.5 Natrium Lauril Sulfat ............................................................................. 22

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2.6 Bentonit .................................................................................................. 21
2.6 Sifat Fisika Kimia Sabun ........................................................................ 23
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 26
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 26
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 26
3.2.1 Alat........................................................................................................ 26
3.2.2 Bahan .................................................................................................... 26
3.3 Prosedur Kerja ........................................................................................ 27
3.3.1 Formulasi Sabun Padat Bentonit .......................................................... 27
3.3.2 Evaluasi Sifat Fisika Kimia Sabun ....................................................... 29
3.3.3 Evaluasi Sabun Menurut SNI .............................................................. 30
3.3.4 Teknik Analisa Data ............................................................................ 30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 31
4.1 Formulasi Sabun Padat Bentonit ............................................................ 31
4.2 Evaluasi Formula Sabun Padat Bentonit Variasi Konsentrasi Asam
Stearat ................................................................................................................ 34
4.2.1 Pengamatan Organoleptik ..................................................................... 34
4.2.2 Pengujian pH......................................................................................... 35
4.2.3 Pengujian Kekerasan Sabun Padat Bentonit ......................................... 36
4.3 Evaluasi Formula Sabun Padat Bentonit Variasi Konsentrasi NLS ....... 37
4.3.1 Pengamatan Organoleptik ..................................................................... 38
4.3.2 Pengujian pH......................................................................................... 38
4.3.3 Pengujian Kekerasan............................................................................. 39
4.3.4 Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa .................................................. 39
4.4 Evaluasi Mutu Sabun Mandi Menurut SNI ............................................ 42
4.4.1 Kadar Air .............................................................................................. 42
4.4.2 Jumlah Asam Lemak ............................................................................ 43
4.4.3 Alkali Bebas .......................................................................................... 44
4.4.4 Minyak Mineral ................................................................................... 44
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 45
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 45
5.2 Saran ....................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46
LAMPIRAN ......................................................................................................... 54

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Sifat Fisikokimia Minyak Kelapa ...................................................... 17
Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa dan Sifat Yang Ditimbulkan
Pada Sabun ............................................................................................................ 18
Tabel 2.3 Syarat Mutu Sabun Mandi ................................................................... 21
Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Sabun Padat Bentonit Variasi Konsentrasi Asam Stearat
............................................................................................................................... 34
Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Sabun Padat Bentonit Variasi Konsentrasi NLS.......... 37
Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun Padat Bentonit Variasi Konsentrasi
NLS ....................................................................................................................... 38
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Menurut SNI .............................. 42
Tabel 5.1 Hasil Evaluasi pH Sabun Padat Bentonit .............................................. 78
Tabel 5.2 Hasil Evaluasi Kekerasan Sabun Padat Bentonit ................................. 78
Tabel 5.3 Hasil Evaluasi Tinggi Busa Sabun Padat Bentonit ............................... 78
Tabel 5.4 Hasil Evaluasi Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit ........................... 79

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Struktur surfaktan secara sederhana ................................................ 11
Gambar 2.2 Kelompok gugus hidrofil dari surfaktan .......................................... 13
Gambar 2.3 Pembentukan lapisan tipis diatas permukaan air .............................. 14
Gambar 2.4 Reaksi saponifikasi trigliserida ....................................................... 15
Gambar 2.5 Reaksi Netralisasi Asam Lemak ....................................................... 15
Gambar 5.1 Sabun FI (Asam Stearat 6%) ........................................................... 83
Gambar 5.2 Sabun FII (Asam Stearat 7%) .......................................................... 83
Gambar 5.3 Sabun FIII (Asam Stearat 8%) ......................................................... 84
Gambar 5.4 Sabun FIV (Asam Stearat 9%) ........................................................ 84
Gambar 5.5 Sabun FA (NLS 3%) ......................................................................... 84
Gambar 5.6 Sabun FB (NLS 4%) ......................................................................... 85
Gambar 5.7 Sabun FC (NLS 5%) ......................................................................... 85
Gambar 5.8 Penetrometer ..................................................................................... 86
Gambar 5.9 Vortex .............................................................................................. 87
Gambar 5.10 Timbangan Analitik ........................................................................ 87
Gambar 5.11 pH Meter ......................................................................................... 87
Gambar 5.12 Cetakan Sabun ................................................................................. 88

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Certificate of Analyze Minyak Kelapa ........................................... 54
Lampiran 2. Certificate of Analyze Natrium Hidroksida ..................................... 55
Lampiran 3. Certificate of Analyze Asam Stearat ............................................... 56
Lampiran 4. Certificate of Analyze Cocamidopropyl Betaine ........................... 57
Lampiran 5. Certificate of Analyze Gliserin ........................................................ 58
Lampiran 6. Certificate of Analyze Sodium Lauryl Sulfate ................................ 59
Lampiran 7. Certificate of Analyze Bentonit ....................................................... 60
Lampiran 8. Certificate of Analyze Triklosan ..................................................... 61
Lampiran 9. Hasil Uji Statistik pH Sabun Padat Bentonit (Variasi Konsentrasi
Asam Stearat) ........................................................................................................ 63
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi
Konsentrasi Asam Stearat) .................................................................................... 64
Lampiran 11. Hasil Uji Statistik pH Sabun Padat Bentonit (Variasi Konsentrasi
NLS) ...................................................................................................................... 67
Lampiran 12. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi
Konsentrasi NLS) .................................................................................................. 70
Lampiran 13. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa Sabun Padat Bentonit ................... 73
Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit ............... 76
Lampiran 15. Hasil Evaluasi ................................................................................. 78
Lampiran 16. Perhitungan Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit ....................... 79
Lampiran 17. Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Menurut SNI ........................ 81
Lampiran 18. Gambar Sabun ............................................................................... 83
Lampiran 19. Alat-alat ......................................................................................... 86

xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suci dan bersih merupakan fitrah manusia, dan Islam adalah agama
fitrah sebab antara manusia dan Islam dibuat oleh Zat yang sama yakni Allah
SWT (Al-Faridy, 2009). Secara syari, menghilangkan hal-hal yang dapat
menghalangi kotoran berupa hadas atau najis dengan menggunakan air atau
selainnya atau mengangkat hukum najis tersebut dengan tanah dinamakan
thaharah atau bersuci (Sumaji, 2008). Bersuci terbagi menjadi dua bagian,
yaitu bersuci dari hadas dan bersuci dari najis. Bersuci dari hadas adalah
membersihkan bagian tertentu dari badan dengan cara berwudhu, tayamum
dan mandi; sedangkan bersuci dari najis adalah membersihkan najis pada
badan, pakaian dan tempat (Zurinal dan Aminuddin, 2008).
Dewasa ini, teknologi industri pangan dan obat-obatan sangat
berkembang pesat. Segala produk olahan makanan dan obat diproduksi dari
berbagai bahan dasar. Seiring berkembangnya produk makanan dan obat-
obatan, tuntutan label halal pada setiap produk yang beredar juga semakin
meningkat. Hal ini mengarahkan para peneliti bidang halal untuk meneliti
adanya komponen non-halal terutama yang berasal dari babi dan turunannya
sehingga mengharuskan peneliti bidang halal untuk bersentuhan langsung
dengan berbagai derivat babi (daging, lemak ataupun gelatin babi). Menurut
hukum Islam, najis yang ditimbulkan dari derivat babi tersebut adalah najis
mughalladzah yakni najis berat berupa jilatan anjing dan semua dari babi,
yang mana untuk menyucikannya terlebih dahulu dihilangkan wujud benda
najis tersebut menggunakan air sebanyak tujuh kali, yang salah satunya harus
menggunakan tanah (Sumaji, 2008). Menurut Fatwa MUI Nomor 4 Tahun
2003 tentang Standarisasi Fatwa Halal, menyatakan bahwa mencuci bekas
babi atau anjing dilakukan dengan cara di-sertu (dicuci dengan air sebanyak
tujuh kali yang salah satunya dengan tanah/debu atau penggantinya yang
memiliki daya pembersih yang sama). Selain peneliti bidang halal, yang kerap

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

bersentuhan dengan najis mughalladzah adalah farmasis, bidang kedokteran


hewan, pemelihara anjing, dan lain sebagainya.
Sabun telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai produk
pembersih yang praktis dan menyenangkan. Namun sediaan sabun yang
banyak beredar tersebut belum dapat membersihkan najis mughalladzah
secara hukum Islam. Oleh karena itu, untuk memudahkan masyarakat Islam
dalam bersuci dari najis berat (mughalladzah) di era modern tanpa harus
mencari tanah, maka muncullah inovasi untuk memformulasikan tanah dalam
bentuk sediaan sabun yang lebih praktis dalam penggunaannya untuk bersuci.
Sebagai perbandingan, produk sabun yang mengandung tanah
(diperuntukkan untuk menghilangkan najis mughalladzah) telah banyak
dipasarkan secara luas di Thailand dan Malaysia dengan nilai penjualan 6-7
kali lipat dibandingkan dengan sabun biasa yang tidak mengandung tanah. Di
Thailand, konsentrasi tanah (clay) yang digunakan dalam sabun berada pada
rentang konsentrasi 0,05-95% dan telah mendapat persetujuan (Fatwa) dari
Komite Islam Bangkok untuk digunakan sebagai penyuci najis sesuai dengan
peraturan Islam (Dahlan, 2010). Hal ini tentunya menarik pihak lain untuk
berinvestasi memproduksi formula sabun tanah yang optimal untuk
pengembangan produksi secara skala industri (Anggraeni, 2014). Dengan
demikian, diharapkan industri Indonesia juga dapat memproduksi sendiri
sabun tanah sebagai penyuci najis mughalladzah tersebut tanpa harus
mengimpor produk sabun thaharah dari negara lain.
Di Indonesia, sabun tanah sebagai alternatif untuk menyucikan diri
dari najis mughalladzah sudah pernah diformulasikan oleh beberapa peneliti
dalam bentuk sabun padat dan sabun cair, diantaranya sabun padat An-Mugh
oleh mahasiswa kedokteran hewan IPB yang telah beredar di pasaran dan
sabun padat serta sabun cair bentonit oleh mahasiswa UGM. Sabun An-Mugh
yang telah beredar di pasaran memiliki kandungan tanah yang masih rendah.
Penelitian terkait lainnya oleh Anggraeni (2014) yang melakukan optimasi
formula sabun bentonit dengan kombinasi minyak kelapa (Coconut oil) dan
minyak kelapa sawit (Palm oil) menggunakan Simplex Lattice Design
menunjukkan hasil bahwa kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa sawit

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

menurunkan respon daya busa, stabilitas busa, kekerasan, kadar air, jumlah
asam lemak, asam lemak bebas dan alkali bebas pada sabun bentonit. Dengan
demikian, diketahui bahwa kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa sawit
memberikan respon yang kurang baik terhadap sifat fisika kimia sabun
bentonit.
Secara umum, sabun dibuat dalam dua jenis yaitu sabun batang dan
sabun cair (Wati, 2015). Sabun batang sering mengandung asam lemak bebas
untuk memperbaiki kekerasan sabun dan meningkatkan penampilan fisik
produk. Pemilihan lemak dan minyak serta rasio yang digunakan dalam
pembuatan sabun ditentukan dengan keseimbangan kinerja produk, biaya, dan
manufakturabilitas (Barel et al., 2009). Sebagai contoh dari segi kinerja
produk, minyak kelapa memiliki keuntungan dapat memberikan sabun padat
dengan warna yang terang dan busa berlimpah (Parasuram, 1995) serta
kelarutan yang baik dan karakteristik busa dengan gelembung besar (Barel et
al., 2009). Sabun batang yang diproduksi dengan surfaktan sintetik memiliki
pembusaan yang lebih baik dan daya bersih terutama di dalam air sadah (Barel
et al., 2009). Dibandingkan sabun cair, sabun batang memiliki keuntungan
dalam kestabilan fisik sabun. Sabun cair yang mengandung tanah rentan
mengalami pengendapan selama penyimpanan dikarenakan bentonit memiliki
kemampuan untuk mengembang dan membentuk koloid jika dimasukkan ke
dalam air (Wati, 2015) sehingga pemilihan sabun padat yang mengandung
tanah lebih menguntungkan secara fisik.
Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi formula dari penelitian
Anggraeni (2014), menggunakan minyak kelapa tunggal dengan variasi
konsentrasi asam stearat dan natrium lauril sulfat serta meningkatkan kadar
bentonit berdasarkan saran penelitian sebelumnya dalam upaya mendapatkan
daya pembersih yang sama dengan tanah atau debu sebagai syarat sertu atau
samak najis mughalladzah. Tanah yang digunakan untuk pembuatan produk
farmasi seperti sabun sebaiknya memenuhi spesifikasi pharmaceutical grade
untuk mendapatkan formula sabun yang optimal (Anggraeni, 2014). Dalam
penelitian ini, digunakan bentonit sebagai tanah untuk bersuci. Bentonit
merupakan sejenis tanah lempung yang biasanya dijadikan sebagai adsorben

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

(Susilawati, 2014). Bentonit memiliki sifat dapat menyerap air yang


menyebabkan tekstur sabun menjadi lunak (Ibrahim dkk, 2005). Oleh karena
itu, diperlukan penentuan konsentrasi dari asam stearat sebagai bahan
pengeras yang dapat memberikan kekerasan yang tinggi pada sabun padat
bentonit.
Selain itu, salah satu parameter penting yang perlu diperhatikan dalam
penentuan mutu sabun adalah banyaknya busa yang dihasilkan (Rozi, 2013).
Surfaktan diperlukan untuk meningkatkan kualitas busa pada sabun (Wijana et
al., 2005). Natrium lauril sulfat (NLS) merupakan surfaktan anionik dan
memiliki sifat sebagai pembentuk busa yang baik. NLS biasa dikombinasi
dengan surfaktan lain supaya lebih kompatibel dengan kulit dan busanya lebih
stabil (Barel et al., 2009). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti melakukan
formulasi sabun padat bentonit dengan variasi konsentrasi asam stearat dan
natrium lauril sulfat.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi asam stearat
terhadap kekerasan sabun padat bentonit?
2. Pada konsentrasi berapakah asam stearat memberikan
kekerasan paling tinggi pada sabun padat bentonit?
3. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi natrium lauril
sulfat terhadap sifat fisika kimia berupa pH, tinggi dan
stabilitas busa serta kekerasan pada sabun padat bentonit?
4. Pada konsentrasi berapakah natrium lauril sulfat dapat
memberikan sifat fisika kimia terbaik berupa pH, tinggi dan
stabilitas busa serta kekerasan pada sabun padat bentonit?
5. Apakah formula sabun padat bentonit yang dipilih memenuhi
syarat mutu sabun menurut SNI?

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


5

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan sabun padat
bentonit sebagai penyuci najis mughalladzah.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi asam stearat
terhadap kekerasan sabun padat bentonit.
2. Mengetahui konsentrasi asam stearat yang memberikan kekerasan
paling tinggi pada sabun padat bentonit.
3. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi natrium lauril sulfat
terhadap sifat fisika kimia sabun padat bentonit berupa pH, tinggi
dan stabilitas busa serta kekerasan sabun.
4. Mengetahui konsentrasi terbaik natrium lauril sulfat terhadap sifat
fisika kimia sabun padat bentonit berupa pH, tinggi dan stabilitas
busa serta kekerasan sabun.
5. Mengetahui apakah formula sabun padat bentonit yang dipilih
memenuhi syarat mutu sabun menurut SNI.

1.4 Manfaat penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai pengaruh peningkatan konsentrasi asam stearat terhadap
kekerasan sabun padat bentonit dan mendapatkan konsentrasi
asam stearat yang memberikan kekerasan paling tinggi pada sabun
padat bentonit.
2. Memberikan informasi mengenai pengaruh peningkatan
konsentrasi natrium lauril sulfat terhadap sifat fisika kimia sabun
padat bentonit.
3. Memberikan informasi mengenai konsentrasi terbaik dari natrium
lauril sulfat dalam formula sabun padat bentonit dan diharapkan
dapat memenuhi persyaratan mutu sabun menurut SNI.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

4. Memberikan solusi mudah bersuci dari najis mughalladzah kepada


masyarakat Islam secara praktis dan aman.
5. Memberikan peluang kepada produsen produk halal untuk
menciptakan produk sabun penyuci najis mughalladzah.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Najis dan Cara Menghilangkannya (Thaharah)


Najis menurut bahasa bermakna sesuatu yang kotor. Sedangkan
menurut hukum syariah, najis berarti kotoran yang bagi setiap muslim wajib
menyucikan diri darinya dan menyucikan dari apa yang dikenainya (Al-faridy,
2009).
Najis berdasarkan macam cara menghilangkannya dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu:

a. Najis Mukhaffafah ialah najis ringan seperti air kencing bayi laki-laki
yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali
air susu ibunya. Cara menghilangkannya cukup dengan memerciki air
pada tempat yang terkena najis tersebut (Rifai, 2006).
b. Najis Mughallazhah ialah najis berat seperti najis anjing atau babi dan
turunannya. Cara menyucikannya yaitu wajib dibasuh 7 kali dan salah
satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah (Rifai, 2006). Hal ini
berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:








Dari Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w: "Suci bejana
salah seorang diantara kamu bila dijilat anjing, hendaklah mencucinya
tujuh kali, permulaannya hendaklah dicampur dengan tanah/debu. (H.R
Muslim).

7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

Kenajisan anjing dikategorikan oleh fuqaha sebagai mughalladzah


(najis berat) karena cara penyuciannya yang memerlukan proses samak atau
sertu. Walaupun nas hadist diatas menyebut tentang cara penyucian bekas
jilatan anjing saja, namun sebagian fuqaha menggunakan kaidah qiyas untuk
menyamakan hukum dan cara basuhan tersebut untuk seluruh tubuh anjing.
Perintah Rasulullah SAW untuk menyucikan bekas yang diminum oleh anjing
adalah dalil utama yang menunjukkan najisnya lidah, air liur dan mulut anjing.
Jika lidah dan mulut dikategorikan sebagai najis, maka sudah tentu anggota
tubuh lainnya, yakni seluruh badannya adalah najis juga (Fatwa Malaysia,
2013).
Adapun babi, kenajisannya termaktub dalam firman Allah SWT, yang
artinya: Aku tidak dapati dalam apa yang telah diwahyukan kepadaku, sesuatu
yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya melainkan jika benda
itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya
ia adalah najis (QS. al-Anam: 145). Jika daging babi adalah najis, maka
keseluruhan badan dan anggota tubuh babi adalah najis juga. Hal ini
dikarenakan daging merupakan bagian utama bagi seekor hewan, sehingga jika
ia najis, sudah tentu selainnya adalah najis. Kaidah penyucian diri atau perkara
yang terkena najis babi, sebagian ulama berpandangan adalah sama seperti
penyucian najis anjing yaitu dengan menyamaknya dengan tujuh basuhan air
dengan salah satu basuhannya hendaklah disertai dengan tanah, hal ini
dikarenakan babi diqiyaskan kepada anjing, maka cara penyuciannya juga
mengikuti cara penyucian jilatan anjing (Fatwa Malaysia, 2013 dan Kadir,
2009).
Menurut mazhab Imam Syafii, Hambali dan Hanafi menyebutkan
bahwa anjing adalah najis, namun dari ketiga mazhab tersebut memiliki
perbedaan dalam cara mensucikan najis. Adapun Imam Syafii dan Imam
Hambali menyebutkan bahwa bejana yang dijilat anjing harus dibasuh tujuh
kali, satu kali diantaranya dengan tanah (Mughniyah, 2015), sedangkan Imam
Hanafi menyebutkan bahwa bekas jilatan anjing dapat disucikan sebagaimana
mencuci najis lainnya yaitu cukup dibasuh satu kali hingga diyakini najisnya
sudah hilang. Namun, jika diduga bahwa najisnya belum hilang, maka bekas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

jilatan tersebut harus dibasuh lagi hingga diyakini telah bersih, walaupun harus
dibasuh dua puluh kali (Ad-Dimasyqi, 2001). Imam Maliki berpendapat lain
bahwa anjing adalah suci (Ad-Dimasyqi, 2001), namun bejana bekas jilatan
anjing dibasuh sebanyak tujuh kali bukanlah karena najis melainkan karena
taabbud (beribadah) (Mughniyah, 2015).
Menurut empat mazhab (Syafii, Hambali, Hanafi, dan Maliki) dalam
buku Fiqh Lima Mazhab (2015), disebutkan bahwa babi hukumnya sama
seperti anjing yaitu najis dan cara menyucikannya dengan dibasuh sebanyak
tujuh kali, satu diantaranya dengan tanah (Mughniyah, 2015).
c. Najis Mutawassithah ialah najis sedang berupa najis yang selain dari
dua najis tersebut di atas, seperti segala sesuatu yang keluar dari kubul
dan dubur manusia dan binatang seperti kotoran manusia, darah, bangkai
(selain bangkai manusia, ikan dan belalang), nanah kecuali air mani,
barang cair yang memabukkan dan susu hewan yang tidak halal
dimakan (Rifai, 2006). Adapun najis mutawassithah ini dibagi menjadi
dua:
1. Najis ainiyah yaitu najis yang dapat diketahui rasa, warna, atau
baunya seperti darah, nanah, air kencing dan sebagainya. Cara
menyucikan benda najis atau benda yang terkena najis ini dilakukan
dengan cara membersihkannya dengan air secara merata sampai
hilang rasa, warna atau bau benda najis itu atau benda yang
terkena najis, kecuali bau atau warna yang sangat sukar
dihilangkan, maka dapat dimaafkan (Zurinal dan Aminuddin, 2008).
2. Najis hukmiyah yaitu najis yang diyakini ada tetapi tidak dapat lagi
diketahui rasa, warna atau baunya. Contohnya kencing yang sudah
kering sehingga sifat-sifatnya sudah hilang. Cara menyucikan
benda yang sudah terkena najis hukmiyah ini ialah cukup dengan
menyiramkan air pada tempat yang terkena najis itu dan tidak
dituntut untuk dicuci seperti mencuci benda yang terkena najis
ainiyah (Zurinal dan Aminuddin, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

Menyucikan diri dari najis atau hadas dalam hukum syara disebut
thaharah atau bersuci (Rifai, 2006). Dalam ajaran Islam, bersuci memiliki
peran penting dalam hal ibadah. Bersuci sangat mempengaruhi keshahihan
ibadah seseorang. Dengan begitu, tujuan dari ibadah terpenuhi dengan
sempurna (Hasanah, 2011). Berdasarkan dalil qathi yang telah disepakati
bahwa thaharah itu wajib menurut hukum syara. Adapun sarana atau alat
untuk thaharah terdiri dari air dan tanah (Khoirunnisa, 2010).

2.2 Standar Thaharah


Dalam kamus ilmiah, kata standar berarti alat penopang atau yang
dipakai untuk menjadi patokan (Maulana, 2004). Adapun yang disebut standar
thaharah yaitu patokan atau ukuran sesuatu dikatakan suci atau bersih. Dalam
hal ini, kajian-kajian fiqh khususnya dalam bab thaharah tidak menjelaskan
secara konkrit apa yang disebut dengan standar thaharah.
Adapun disebut standar thaharah atau yang menjadi tolak ukur sesuatu
dikatakan suci atau bersih harus terhindar dari tiga sifat, yaitu:
a. Warna. Apabila wujud najis itu sudah tidak terlihat lagi oleh
pancaindra.
b. Bau. Apabila aroma bau yang terdapat dalam najis sudah tidak
tercium.
c. Bentuk atau wujudnya.
Maka dari itu, tiga sifat tersebut harus terpenuhi jika seseorang akan
menghilangkan najis yang merupakan tolak ukur dalam bersuci (Khoirunnisa,
2010).
2.3 Surfaktan
2.3.1 Pengertian Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan suatu senyawa yang pada
konsentrasi rendah memiliki sifat untuk teradsorpsi pada permukaan (surface)
ataupun antarmuka (interface) dari suatu sistem dan mampu menurunkan
energi bebas permukaan ataupun energi bebas antarmuka (Rosen, 1978).
Surfaktan untuk penggunaan kosmetik dapat dikelompokkan ke dalam enam
kategori yaitu agen pembersih, agen pengemulsi, agen pembusa, hidrotropic,
agen solubilisasi dan agen pensuspensi (Paye et al., 2006).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

Surfaktan merupakan molekul yang terdiri dari gugus liofilik (solvent-


loving) dan gugus liofob (solvent-fearing). Jika pelarut dimana surfaktan
tersebut akan digunakan adalah air atau aqueous solution, maka masing-masing
istilah 'hidrofilik' dan 'hidrofobik' digunakan. Dalam istilah sederhana,
surfaktan mengandung setidaknya satu kelompok non-polar dan satu kelompok
polar (atau ion), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1 (Farn, 2006).

Gambar 2.1 Struktur surfaktan secara sederhana (Farn, 2006)

2.3.2 Klasifikasi Surfaktan


Berdasarkan gugus hidrofilik, surfaktan dibagi menjadi empat macam:
1. Surfaktan anionik, yaitu bagian aktif permukaan dari molekul bermuatan
negatif, seperti R-COONa+ (sabun), RC6H4SO3-Na+ (alkilbenzena sulfonat)
(Rosen, 1978). Dalam larutan air, surfaktan anionik membentuk ion
bermuatan negatif pada pH netral sampai basa. Gugus terionisasi dapat
menjadi karboksilat, sulfat, sulfonat, atau fosfat. Di antara surfaktan yang
paling sering digunakan dalam produk perawatan kulit, yaitu alkyl sulfates
and alkyl ethoxylated sulfates dengan daya busa yang tinggi. Surfaktan
anionik umumnya digunakan kombinasi dengan surfaktan lain (nonionik
atau amphoterics) sehingga dapat memperbaiki dalam toleransi kulit,
dalam kualitas busa atau dalam viskositas produk (Paye et al.,2006).
2. Surfaktan kationik, yaitu bagian aktif permukaan dari molekul bermuatan
positif, seperti RNH3+Cl- (garam dari amin rantai panjang), RN(CH3)3+Cl-
(ammmonium klorida kuartener) (Rosen, 1978). Surfaktan kationik juga
terdapat pada produk perawatan diri sebagai pengemulsi dalam beberapa
kosmetik dan sebagai agen bakterisida (Paye et al., 2006).
Surfaktan kationik kompatibel dengan surfaktan nonionik dan
zwiterionik. Bagian aktif permukaan memiliki muatan positif, sehingga
adsorbsi sangat kuat ke permukaan paling solid sekalipun (yang biasanya

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

bermuatan negatif), dan dapat memberi karakteristik khusus untuk


substrat. Namun, kebanyakan jenis surfaktan ini tidak kompatibel dengan
surfaktan anionik (kecuali amina oksida). Umumnya lebih mahal daripada
surfaktan anionik atau nonionik dan menunjukkan daya detergensi yang
rendah serta daya suspensi yang rendah untuk karbon (Rosen, 2012).
3. Surfaktan amfoterik (Zwiterrion), yaitu bagian aktif permukaan dari
molekul bermuatan positif dan negatif, seperti RN+ H2CH2COO- (asam
amino rantai panjang), RN+(CH3)2CH2CH2SO3- (sulfobetain) (Rosen,
1978). Penggunaan surfaktan amfoter secara terminologi masih lebih
mengikat, dimana muatan molekul harus berubah dengan pH,
menunjukkan bentuk zwitterionic pada pH menengah (yaitu, sekitar titik
isoelektrik). Dengan demikian, sifat surfaktan ini dipengaruhi oleh pH,
yaitu sekitar titik isoelektrik menunjukkan bentuk zwiterionik,
menunjukkan kelarutan terendah; pada kondisi basa bentuk anionik lebih
dominan, memberikan busa dan detergensi; sedangkan dalam kondisi
asam, bentuk kationik lebih dominan, memberikan substantivitas
surfaktan.
Surfaktan amfoterik umumnya digunakan sebagai tensioactives
sekunder untuk efek stabilisasi busa, kapasitas penebalan dan mengurangi
iritasi kulit pada alkil sulfat dan sulfat alkil etoksi (Paye et al., 2006).
Surfaktan amfoterik kompatibel dengan semua jenis surfaktan lain, kurang
mengiritasi kulit dan mata dibandingkan jenis lainnya dan dapat
teradsorbsi ke permukaan negatif atau positif tanpa membentuk film yang
hidrofobik. Surfaktan amfoterik sering tidak larut dalam sebagian besar
pelarut organik, termasuk etanol (Rosen, 2012).
4. Surfaktan nonionik, yaitu bagian aktif permukaan tidak bermuatan ion,
seperti RCOOCH2CHOHCH2OH (monogliserida dari asam lemak rantai
panjang), RC6H4(OC2H4)xOH (polioksietilen alkilfenol) (Rosen, 1978).
Surfaktan nonionik tidak terdisosiasi menjadi ion dalam media berair.
Umumnya memberikan daya busa yang rendah hingga sedang. Surfaktan
nonionik memiliki kompatibilitas yang baik terhadap kulit dan mata serta
potensi anti-iritasi ketika dikombinasikan dengan surfaktan anionik dalam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

rasio konsentrasi yang tepat. Oleh karena itu banyak produk untuk kulit
sensitif, bayi, atau wajah menggunakan surfaktan nonionik sebagai
surfaktan utama (Paye et al., 2006).
Surfaktan nonionik kompatibel dengan semua jenis surfaktan lain.
Umumnya tersedia sebagai 100% bahan aktif bebas dari elektrolit. Dapat
dibuat tahan untuk air keras, kation logam polivalen, elektrolit pada
konsentrasi tinggi; larut dalam air dan pelarut organik, termasuk
hidrokarbon. POE nonionik umumnya zat pendispersi yang baik untuk
karbon (Rosen, 2012).

Gambar 2.2 Kelompok gugus hidrofil dari surfaktan (Farn, 2006)

2.4 Sabun
2.4.1 Pengertian Sabun
Sabun adalah garam dari logam alkali, biasanya natrium atau kalium
dari asam lemak rantai panjang. Ketika asam lemak disaponifikasi oleh logam
natrium atau logam kalium maka akan terbentuk garam yang disebut sabun
dengan gliserol sebagai produk sampingan (Barel et al., 2009). Sabun
merupakan tipe surfaktan yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan
tegangan antarmuka serta memiliki sifat penyabunan, dispersibilitas,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

emulsifikasi dan pembersih (Mitsui, 1997). Menurut Standar Nasional


Indonesia (1994), sabun mandi adalah senyawa natrium dengan asam lemak
yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa
dengan atau penambahan zat lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit.
Menurut Cavith (2001), molekul sabun terdiri dari rantai karbon,
hidrogen dan oksigen yang disusun dalam bagian kepala dan ekor. Bagian
kepala merupakan gugus hidrofilik (rantai karboksil) yang berfungsi untuk
mengikat air, sedangkan bagian ekor merupakan gugus hidrofobik (rantai
hidrokarbon) yang berfungsi untuk mengikat kotoran dan minyak
(Purnamawati, 2006).

Gambar 2.3 Pembentukan lapisan tipis diatas permukaan air (Purnamawati,


2006)

Komposisi asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi


panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang
kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaannya karena dapat membuat
iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon
membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar
bagian asam lemak tak jenuh akan menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi
bila terkena udara (Maripa dkk, 2015).

2.4.2 Metode Pembuatan Sabun


Secara umum, metode pembuatan sabun terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Reaksi penyabunan (saponifikasi), yaitu reaksi antara minyak atau lemak
dengan alkali menghasilkan gliserol dan asam lemak (sabun) (Parasuram,
1995).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

Reaksi kimia pada proses saponifikasi trigliserida dapat dilihat pada Gambar
2.2

Minyak atau lemak Alkali Sabun Gliserol


Gambar 2.4 Reaksi saponifikasi trigliserida (Mitsui, 1997)

Minyak ataupun lemak yang digunakan sama saja, perbedaannya


hanya saja minyak secara umum berbentuk cairan sedangkan lemak berbentuk
padat pada suhu kamar (Parasuram, 1995). Alkali yang biasa digunakan dalam
pembuatan sabun padat adalah natrium hidroksida, sedangkan kalium
hidroksida digunakan dalam pembuatan sabun cair atau shampo (Mitsui, 1997).
b. Reaksi netralisasi, yaitu minyak dan lemak masing-masing diubah menjadi
asam lemak melalui proses splitting/hydrolysis dan menghasilkan asam lemak
yang dapat bereaksi dengan soda kaustik (NaOH)/alkali menghasilkan sabun
dan air (Parasuram, 1995).
Reaksi kimia pada proses netralisasi asam lemak dapat dilihat pada Gambar
2.5

Asam lemak Alkali Sabun Air


X = Na, K
Gambar 2.5 Reaksi netralisasi asam lemak (Mitsui, 1997)

Pada reaksi netralisasi, sabun dihasilkan dari reaksi asam lemak


langsung dengan alkali (Mitsui, 1997).

2.4.3 Mekanisme Kerja Sabun


Menurut Rosen, MJ (1978), tiga elemen penting dalam mekanisme
kerja sabun adalah tempat substratnya berasal (kulit manusia, pakaian, alat
gelas dan perkakas lainnya), jenis kotoran yang dibersihkan (padat atau
minyak, kepolaran, sifat elektrolit dan lain sebagainya) serta kemampuan
membersihkan dari sabun itu sendiri (Handayani, 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

Mekanisme pembersihan sabun dapat dijelaskan sebagai berikut:


Saat kontak dengan air, sabun berpenetrasi ke dalam antarmuka kulit
dan kotoran untuk melemahkan gaya adhesi dan membuat kotoran mudah
untuk dihilangkan. Kotoran tersebut kemudian dihilangkan secara fisik dan
kemudian terdispersi dalam larutan sabun sebagai akibat dari emulsifikasi
oleh molekul sabun. Beberapa jenis kotoran dapat dihilangkan dengan cara
tersolubilisasi dalam misel yang terbentuk dari sabun (Mitsui, 1997).
Menurut Wasiaatmadja, S,M (1997) dan Brady, JE (1999), untuk
membersihkan kotoran yang berupa minyak, pembilasan dengan air saja tidak
cukup. Dibutuhkan zat lain untuk menurunkan tegangan antar muka antara
minyak dengan air. Dengan adanya sifat surfaktan pada sabun, terjadi proses
emulsifikasi sehingga bagian yang polar (hidrofilik) berikatan dengan air dan
bagian non polar (lipofilik) berikatan dengan minyak. Bagian non polar dari
sabun memecah ikatan antar molekul minyak sehingga dapat menurunkan
tegangan permukaan. Akibatnya air dapat menyebar membasahi seluruh
permukaan dan mengangkat kotoran (Handayani, 2009).

2.4.4 Komponen Pembentuk Sabun


Pada umumnya, sabun dibuat dari lemak dan minyak alami dengan
garam alkali (Anggraeni, 2014). Disamping itu juga digunakan bahan
tambahan lain seperti surfaktan, humektan, antioksidan, agen antimikroba,
pewarna, parfum, skin conditioners, dan bahan tambahan khusus (seperti
processing aids, binders (gum and resin), llers, exfoliants, antiacne, dan
anti-irritants) (Barel et al., 2009). Bahan aditif atau bahan tambahan berguna
untuk meningkatkan minat konsumen terhadap produk sabun (Setyoningrum,
2010).
Banyak perbedaan minyak dan lemak yang digunakan sebagai bahan
baku untuk sabun, dan penggunaannya dalam formula diputuskan dengan
pertimbangan karakteristik dan tujuan sabun yang akan dibuat (Mitsui, 1997).
Penggunaan bahan yang berbeda akan menghasilkan sabun yang berbeda,
baik secara fisik maupun kimia (Anggraeni, 2014). Menurut Fessenden
(1997), lemak dan sabun dari asam lemak jenuh dan rantai jenuh panjang
(C16-C18) menghasilkan sabun keras dan minyak dari asam lemak tak jenuh

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

dengan rantai pendek (C12-C14) menghasilkan sabun yang lebih lunak dan
lebih mudah larut (Sari dkk, 2010).
Menurut Hambali et al (2005), ada 2 jenis sabun yang dikenal, yaitu
sabun padat (batangan) dan sabun cair. Sabun padat dibedakan atas 3 jenis,
yaitu sabun opaque, translucent, dan transparan (Hernani dkk, 2010).
Berikut merupakan uraian bahan-bahan dasar sabun bentonit:
a. Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupakan salah satu minyak nabati yang paling
penting yang digunakan dalam pembuatan sabun. (Barel et al., 2009). Minyak
kelapa adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan endosperm
kering Cocos nucifera L (Departemen Kesehatan RI, 1979). Keuntungan dari
minyak kelapa adalah memberikan sabun padat dengan warna yang terang
dan busa berlimpah. Tingkat penggunaan tergantung pada kelas sabun mandi
dan bervariasi dalam kisaran 6-20% (Parasuram, 1995). Sifat fisikokimia
minyak kelapa dijelasan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sifat Fisikokimia Minyak Kelapa (Departemen Kesehatan RI,
1979)
Karakteristik Nilai

Indeks Bias (pada 400C) 1,448-1,450

Bilangan Asam (penetapan Tidak lebih dari 0,2


dilakukan menggunakan 20 g)

Bilangan Iodium 7-11

Bilangan Penyabunan 250-264

Zat Tak Tersabunkan Tidak lebih dari 0,8%

Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan


ke dalam minyak asam laurat (Thomssen & McCutheon, 1949), karena
kandungan asam laurat di dalamnya paling besar jika dibandingkan asam
lemak lain. Menurut Lakey (1941), asam laurat mampu memberikan sifat
pembusaan yang sangat baik, oleh karenanya asam laurat sangat diperlukan
dalam pembuatan produk sabun. Busa yang dihasilkan banyak dan sangat
lembut namun stabilitasnya relatif rendah (busa cepat hilang atau tidak tahan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

lama). Sabun yang dihasilkan dari asam laurat memiliki ketahanan yang tidak
terlalu besar, artinya sabun batang yang dihasilkan tidak cukup keras
(Anggraeni, 2014). Berikut komposisi jenis asam lemak dari minyak kelapa
dan sifat sabun yang dihasilkan dari masing-masing jenis asam lemak:

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa dan Sifat Yang
Ditimbulkan Pada Sabun (Miller, 2003)
Asam Rumus Kimia Konsentrasi Sifat yang
Lemak ditimbulkan
pada sabun
Asam CH3(CH2)10COOH 39-54% Mengeraskan,
Laurat membersihkan,
menghasilkan
busa lembut
Asam CH3(CH2)12COOH 15-23% Mengeraskan,
Miristat membersihkan,
menghasilkan
busa lembut
Asam CH3(CH2)14COOH 6-11% Mengeraskan,
Palmitat menstabilkan
busa
Asam CH3(CH2)7CH=CH 4-11% Melembabkan
Oleat (CH2)7COOH
Asam CH3(CH2)16COOH 1-4% Mengeraskan,
Stearat menstabilkan
busa
Asam CH3(CH2)4(CH=C 1-2% Melembabkan
Linoleat HCH2)2(CH2)6COO
H

b. NaOH
Menurut Mitsui (1997), sabun yang dibuat dari natrium hidroksida
dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang
dibuat dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap). Karena
pada penelitian ini akan dibuat sabun padat, maka alkali yang digunakan
adalah NaOH. Natrium hidroksida memiliki berat molekul 40 serta
merupakan basa kuat yang larut dalam air dan etanol (Departemen Kesehatan
RI, 1979).
c. Asam Stearat
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari
lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat (C18H36O2) dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

heksadekanoat (C16H32O2). Berupa zat padat keras mengkilat menunjukkan


susunan hablur, putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin; larut dalam 20
bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P
(Departemen Kesehatan RI, 1979). Asam stearat berperan dalam memberikan
konsistensi dan kekerasan pada sabun (Mitsui, 1997).
d. Gliserin
Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirop, tidak berwarna, tidak
berbau, manis diikuti rasa hangat dan higroskopis. Dapat bercampur dengan
air dan dengan etanol 95% P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam
eter P dan dalam minyak lemak (Departemen Kesehatan RI, 1979). Gliserin
digunakan sebagai humektan dengan konsentrasi <30%. Gliserin dapat
berubah warna menjadi hitam dihadapan cahaya atau kontak dengan zink
oksida atau bismuth nitrat dasar (Rowe et al., 2006). Menurut Mitsui (1997),
gliserin telah lama digunakan sebagai humektan, yaitu skin conditioning
agent yang dapat meningkatkan kelembaban kulit. Adanya humektan dapat
mengubah ketidakstabilan sabun batang, sehingga memodifikasi persepsi
konsumen dari produk sebagai produk pembilas yang bersih (Barel et al.,
2009).
e. Butylated hydroxytoluene (BHT)
Berupa serbuk hablur padat, putih, bau khas dan lemah. BHT praktis
tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan hidroksida alkali dan
dilute aqueous asam mineral; sangat larut dalam aseton, benzena, etanol 95%,
eter, metanol, toluen, fixed oils dan minyak mineral. Digunakan sebagai
antioksidan untuk minyak dan lemak dengan konsentrasi 0,02% (Rowe et al.,
2006). Basis sabun dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi
(misalnya oleat, linoleat, dan linolenat) dan adanya aditif sabun tertentu,
seperti pengaroma, cenderung menjadi rentan terhadap perubahan oksidatif
atmosfer yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, preservative (agen chelating
dan antioksidan) diperlukan untuk mencegah dari terjadinya oksidasi.
Antioksidan yang paling umum digunakan dalam hubungannya dengan
chelating agent pada sabun batangan adalah butylated hydroxytoluene (BHT)
(Barel et al., 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

f. Triklosan
Triklosan berupa serbuk putih kristal halus, memiliki titik leleh pada
0
suhu 57 C dan terlindung dari cahaya. Triklosan praktis tidak larut dalam air;
larut dalam alkohol, dalam aseton, dan metil alkohol; sedikit larut dalam
minyak. Triklosan adalah antiseptik bisfenol klorinasi, efektif terhadap
bakteri gram positif dan gram negatif tetapi memiliki aktivitas rendah
terhadap Pseudomonas spp serta aktif juga terhadap jamur. Triklosan biasa
digunakan sebagai antimikroba atau pengawet dalam produk sabun, krim dan
larutan dalam konsentrasi sampai 2% (Sweetman, 2009).
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (2008), triklosan
digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik dengan konsentrasi maksimal
0,3%. Sabun batang sangat efektif dalam menghilangkan microbial flora
yang diketahui menyebabkan infeksi kulit, jerawat, dan bau tak sedap selama
proses mencuci atau mandi. Penambahan antimikroba pada sabun batang
memberi manfaat untuk penggunaan jangka panjang, terutama antara mencuci
dan mandi. Karena masalah keamanan dari berbagai antimikroba yang
digunakan dalam sabun batangan, jumlah agen antimikroba yang digunakan
mengalami penurunan sejak tahun 1970an. Trichlorocarbanilide (TCC),
trikloro difenil hidroksietil (triclosan), dan para-chloro m-xylenol (PCMX)
yang umum digunakan dalam sabun batangan saat ini. TCC sebagian besar
efektif terhadap bakteri gram positif sedangkan triclosan dan PCMX telah
terbukti efektif terhadap kedua bakteri gram positif dan gram negatif (Barel et
al., 2009).
g. Kokamidopropil betain
Alkil betain adalah turunan N-trialkil asam amino
+
([R1R2R3]N CH2COOH), yang diklasifikasikan sebagai kationik karena
menunjukkan muatan positif permanen. Karena betain juga memiliki
kelompok fungsional bermuatan negatif dalam kondisi pH netral dan basa,
maka disebut sebagai surfaktan amfoterik. Muatan positif dari betain berasal
dari nitrogen kuartener sedangkan situs anioniknya berasal dari karboksilat
(betaine), sulfat (sulfobetaine atau sultaine), atau fosfat (phospho betaine atau
phostaine) (Paye et al., 2006).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

Betain adalah surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah dan


pengemulsi yang baik, khususnya dengan keberadaan surfaktan anionik.
Betain memiliki efek iritasi yang rendah pada mata dan kulit, bahkan dengan
adanya betain dapat menurunkan efek iritasi surfaktan anionik. Hal ini
terbukti dari penelitian Teglia dan Secchi (1994), cocamidopropril betaine
dapat menurunkan iritasi dengan efek yang mirip dengan wheat protein ketika
ditambahkan ke dalam larutan sodium lauryl sulfate. Baik wheat protein
maupun cocamidopropyl betaine dapat melindungi kulit dari iritasi (Barel et
al., 2009).
h. Parfum (fragrance)
Fragrance merupakan bahan aditif yang penting pada produk
cleansing yang dapat memengaruhi penerimaan konsumen. Penggunaan
fragrance umumnya untuk menutupi karakteristik bau dari asam lemak atau
fase minyak. Fragrance yang digunakan tidak boleh menyebabkan
perubahan stabilitas atau perubahan produk akhir. Jumlah fragrance yang
digunakan pada sabun batangan biasanya berkisar dari 0,3% (kulit sensitif)
sampai 1,7% (untuk sabun deodorant) (Barel et al., 2009).

2.4.5 Syarat Mutu Sabun Mandi Menurut SNI


Spesifikasi persyaratan mutu yang harus dipenuhi pada produk sabun
mandi menurut SNI 06-3532-1994 disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Syarat Mutu Sabun Mandi (Standar Nasional Indonesia,
1994)
No. Uraian Satuan Tipe 1 Tipe 2 Superfat
1. Kadar Air % Maks. 15 Maks. 15 Maks. 15
2. Jumlah Asam % >10 64-70 >70
Lemak
3. Alkali bebas % Maks. 0,1 Maks. 0,1 Maks. 0,1
(dihitung sebagai
NaOH)
4. Asam lemak % < 2,5 < 2,5 2,5 7,5
bebas dan atau
lemak netral
5. Minyak Mineral - Negatif Negatif Negatif

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

2.5 Natrium Lauril Sulfat


Natrium lauril sulfat (NLS) adalah campuran dari natrium alkil
sulfat, natrium dodesil sulfat, C12H25SO4- Na+, sangat larut dalam air pada
suhu kamar dan digunakan dalam farmasi sebagai pembersih kulit sebelum
operasi, yang memiliki sifat bakteriostatik terhadap bakteri Gram-positif
bakteri dan juga dugunakan pada shampoo. NLS juga merupakan komponen
dari emulsifying wax (Attwood et al., 2012).
Natrium Lauril Sulfat termasuk kedalam golongan surfaktan anionik.
Natrium Lauril Sulfat (NLS) memiliki panjang rantai karbon 12 dan
merupakan salah satu surfaktan yang paling umum. Surfaktan ini kurang
ditoleransi oleh kulit. Ketika panjang rantai meningkat, yakni di kisaran C14-
C18, penetrasi surfaktan melalui stratum korneum menurun seiring dengan
potensi iritasi dan kapasitas busa yang menurun. Rantai dengan jumlah
karbon yang lebih rendah dari 12 ditoleransi lebih baik oleh kulit daripada
SLS tetapi menunjukkan bau yang lebih menonjol. Kombinasi dengan
surfaktan lain dapat meningkatkan kompatibilitas NLS terhadap kulit
sekaligus menghasilkan busa yang lebih baik. Lauril sulfat tersedia dalam
bentuk berbagai garam: SLS, amonium lauril sulfat (ALS), magnesium lauril
sulfat [Mg (LS) 2], dan trietanolamin lauril sulfat (teals). Toleransi lauril
sulfat terhadap kulit berturut-turut sebagai berikut: Mg (LS) 2> teals> NLS>
ALS (Paye et al., 2006).

2.6 Bentonit
Tanah yang digunakan dalam formulasi sabun untuk menyucikan
najis mughalladzah pada penelitian ini adalah bentonit. Menurut Husnain
(2010), tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat dan dari bahan-bahan organik yang melapuk
(Anggraeni, 2014). Berdasarkan zahir hadis, hukum menyamak dengan tanah
pada tempat yang terkena najis mughalladzah, Nabi Muhammad SAW tidak
memperincikan bentuk dan keadaan tanah yang boleh digunakan untuk
menyucikan najis mughalladzah. Ini seolah-olah menunjukkan semua jenis
tanah yang ada di atas muka bumi ini boleh digunakan untuk

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

menyamak. Imam Al-Sharbini menyebutkan semua jenis tanah sekalipun


debu pasir (Mughni al-Muhtaj, Juzu 1, Hlm 137). Tanah yang dicampur
dengan benda asing tidaklah menjadi halangan selama ia tidak mengubah
keaslian tanah dan suci. Sedangkan dari aspek tanah yang digunakan,
Rasulullah SAW tidak pernah menyatakan lapisan tanah yang ke berapa perlu
digunakan, karena pada asasnya tanah atau pasir adalah suci (Fatwa Malaysia,
2006).
Bentonit adalah koloid aluminium silikat terhidrasi terutama terdiri
dari montmorilonite (Al2O3.4SiO2.H2O), mungkin juga mengandung kalsium,
magnesium dan besi. Bentonit berupa kristal, mineral seperti clay, tidak
berbau, kuning pucat hingga krem keabu-abuan, berbentuk bubuk halus yang
bebas dari gift. Terdiri dari partikel sekitar 1-2 mm. Dalam bidang farmasi,
bentonit biasanya digunakan untuk memformulasi suspensi, gel dan sol.
Selain itu juga digunakan untuk mensuspensikan serbuk dalam sediaan cair
dan mempersiapkan basis krim yang mengandung agen pengemusi minyak
dalam air (Rowe et al., 2009).
Bentonit merupakan jenis tanah liat dengan proporsi mineral
montmorillonit mineral tanah liat yang tinggi, yang dihasilkan dari
dekomposisi abu vulkanik. Dengan plastisitas tinggi, bentonit sangat
menyerap air dan memiliki susut tinggi dan swelling charateristics (Asad et
al., 2013).

2.7 Sifat Fisika Kimia Sabun


Secara umum, sifat fisik dalam sabun terdiri dari kekerasan,
stabilitas busa, bilangan titer, mudah dibilas (Girgis, 1998), tegangan
permukaan, tegangan antar muka dan stabilitas emulsi (Bird, 1998).
Sedangkan sifat kimia pada sabun umumnya berupa pH, kadar air, jumlah
asam lemak total, alkali bebas, asam lemak bebas dan minyak mineral
(Girgis, 1998 dalam Anggraeni, 2014).
a. Kekerasan
Kekerasan menggambarkan ketahanan terhadap kerusakan
mekanis. Bila sabun terlalu lunak, maka akan sukar untuk ditekan pada proses

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

finishing (Barel et al., 2009). Kekerasan sabun dipengaruhi oleh asam lemak
jenuh yang digunakan pada pembuatan sabun. Asam lemak jenuh merupakan
asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, tetapi memiliki titik cair
yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak yang memiliki ikatan
rangkap. Asam lemak jenuh biasanya berbentuk padat pada suhu ruang,
sehingga akan menghasilkan sabun yang lebih keras (Gusviputri et al., 2013).
b. pH
Sabun pada umumnya mempunyai pH sekitar 10 (Mitsui, 1997).
Sabun yang baik memiliki pH yang tidak jauh dari pH normal kulit yaitu
(5,5-6,5) sampai pH netral (7). Wasitaatmadja (1997) menjelaskan bahwa pH
merupakan parameter yang sangat penting dalam suatu produk kosmetik
karena pH dari kosmetik yang dipakai mempengaruhi daya absorbsi kulit.
Kosmetik dengan pH yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat
meningkatkan daya absorbsi kulit sehingga kulit menjadi teriritasi (Ayu et al.,
2010).
c. Busa
Busa adalah suatu dispersi koloid dimana gas terdispersi dalam fase
kontinyu yang berupa cairan (Schramn, 2005). Busa merupakan salah satu
parameter penting dalam penentuan mutu sabun mandi. Pada peng-
gunaannya, busa berperan dalam proses pembersihan dan melimpahkan
wangi sabun pada kulit. Adanya senyawa tidak jenuh (asam lemak tidak
jenuh) dalam campuran minyak, tidak akan menstabilkan busa (Gromophone,
1983 dalam Hernani et al., 2010).
d. Kadar Air
Menurut Spitz (1996), banyaknya air yang ditambahkan pada sabun
akan berpengaruh terhadap kelarutan sabun. Semakin banyak air yang
terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut pada
saat digunakan (Hernani et al., 2010). Prinsip dari pengujian kadar air dalam
sabun adalah pengukuran kekurangan berat setelah pengeringan pada suhu
1050C (SNI, 1994).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

e. Jumlah Asam Lemak


Jumlah asam lemak adalah keseluruhan asam lemak baik asam
lemak yang terikat dengan natrium maupun asam lemak bebas ditambah
lemak netral (trigliserida netral/ lemak yang tidak tersabunkan). Untuk sabun
yang mengandung banyak zat organik seperti silikat dan titandioksida
dipergunakan cara ekstraksi dengan dietil eter atau petroleum eter (SNI,
1994).
f. Asam Lemak Bebas atau Alkali Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam contoh
sabun, tetapi yang tidak terikat sebagai senyawa natrium maupun senyawa
trigliserida (lemak netral). Adanya asam lemak bebas dapat diperiksa apabila
pada pengujian alkali bebas ternyata tidak terjadi warna merah dari indikator
phenolphtalein setelah pendidihan dalam alkohol netral. Asam lemak bebas
yang melarut dalam alkohol netral selanjutnya dititrasi dengan KOH
alkoholis (SNI, 1994).
g. Minyak Mineral
Minyak mineral tidak mungkin dapat disabunkan seperti halnya
asam lemak bebas dan lemak netral, sehingga meskipun sudah disabunkan
dengan KOH berlebihan akan tetap sebagai minyak dan pada penambahan air
akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai adanya kekeruhan
(SNI, 1994).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian II Program
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Formulasi Sediaan Semi Solid dan Liquid
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila dan Laboratorium Non Pangan, Balai
Pengujian Mutu Barang, Ciracas Jakarta Timur. Penelitian berlangsung
selama 4 bulan, dari bulan Maret hingga bulan Mei 2016.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Timbangan analitik, termometer, penetrometer, vortex, penjepit
kayu, magnetic stirrer, hot plate, batang pengaduk, pipet tetes, kaca arloji,
spatula, pot, cetakan sabun, oven, pH meter dan alat-alat gelas kimia lainnya.

3.2.2 Bahan
Bentonit (Shadong Bio-technology), gliserin (Shadong Bio-
technology), Natrium hidroksida (Shadong Bio-technology), asam stearat
(Shadong Bio-technology), natrium lauril sulfat (Shadong Bio-technology),
kokamidopropil betain (Go-Native New Zealand), butylated hidroxytoluene,
minyak kelapa (24 Chatham Place), triklosan (DevImpex), etanol 96%,
parfum (tea tree oil), aquadest, aluminium foil.

26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

3.3 Prosedur kerja


3.3.1 Formulasi Sabun Padat Bentonit
a. Formula Sabun Padat Bentonit (Variasi konsentrasi asam
stearat)

(Anggraeni, 2014 dengan modifikasi)


FORMULA
BAHAN I II III IV

Minyak kelapa 17% 17% 17% 17%

NaOH 30% 15% 15% 15% 15%

Asam Stearat 6% 7% 8% 9%
Kokamidopropil 3% 3% 3% 3%
betain

NLS 4% 4% 4% 4%

Bentonit 20% 20% 20% 20%

Gliserin 17% 17% 17% 17%

BHT 0,02% 0,02% 0,02% 0,02%

Triklosan 0,1% 0,1% 0,1% 0,1%

Etanol 96% 1% 1% 1% 1%

Parfum qs qs qs qs

Aquadest Add Add Add Add


100% 100% 100% 100%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

b. Formula Sabun Padat Bentonit (Variasi Konsentrasi NLS)

FORMULA
BAHAN A B C

Minyak kelapa 17% 17% 17%

NaOH 30% 15% 15% 15%

Asam Stearat 9% 9% 9%

Kokamidopropil 3% 3% 3%
betain

NLS 4% 5% 6%

Bentonit 20% 20% 20%

Gliserin 17% 17% 17%

BHT 0,02% 0,02% 0,02%

Triklosan 0,1% 0,1% 0,1%

Etanol 96% 1% 1% 1%

Parfum qs qs qs

Aquadest Add 100% Add 100% Ad 100%

c. Pembuatan Sabun Bentonit (Setyoningrum, 2010 dengan


modifikasi)
Ditimbang masing-masing komponen formula sesuai kebutuhan.
Asam stearat, minyak kelapa, dan BHT dilebur hingga suhu 700C di dalam
cawan penguap di atas penangas air. Lalu ditambahkan larutan NaOH 30%
pada suhu 700C, diaduk sampai terbentuk massa yang homogen.
Ditambahkan secara berturut-turut gliserin, natrium lauril sulfat (yang
telah dilarutkan dalam air), kokamidopropil betain, triklosan (yang telah
dilarutkan dalam etanol 96%), bentonit, dan sisa air sedikit demi sedikit
pada suhu yang sama, diaduk hingga homogen. Kemudian dilakukan
pendinginan hingga suhu 500C-400C, setelah itu ditambahkan parfum
secukupnya. Diaduk sampai terbentuk massa sabun padat. Campuran

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

dituangkan kedalam cetakan yang sebelumnya telah diolesi gliserin,


didiamkan sampai mengeras pada lemari pendingin. Kemudian sabun
dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan evaluasi.

3.3.2 Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Sabun


1. Pengamatan Organoleptik
Pengamatan organoleptik dilakukan secara visual dengan
mengamati bentuk, warna dan bau dari sabun padat yang dihasilkan
(Tjitraresmi dkk, 2010).
2. Tinggi Busa dan Stabilitas Busa
Sebanyak 1 gram sabun dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi
10 ml aquades, kemudian dikocok dengan vortex selama 1 menit. Busa
yang terbentuk diukur tingginya menggunakan penggaris (tinggi busa
awal). Tinggi busa diukur kembali setelah 1 jam (tinggi busa akhir),
kemudian stabilitas busa dihitung dengan rumus (Piyali et al, 1999 dalam
Jannah, 2009):

Stabilitas Busa (1 jam) = 100% - %Busa yang hilang

%Busa yang hilang = x 100%

3. pH Sabun
Sampel dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak satu gram
dimasukkan ke dalam gelas kimia. Akuades yang memiliki pH 7
ditambahkan sebanyak 10 mL dan diaduk sampai larut kemudian
dilakukan pengukuran pH dengan cara memasukkan pH meter yang telah
dikalibrasi dengan pH 4, 7, dan 9. Selanjutnya pH meter didiamkan
beberapa saat hingga didapatkan pH yang tetap (Laeha, 2015).
4. Kekerasan sabun
Pengukuran kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan
penetrometer. Jarum pada penetrometer ditusukkan ke dalam sampel dan
dibiarkan untuk menembus bahan selama 5 detik pada temperatur konstan
(27C). Kedalaman penetrasi jarum ke dalam bahan dinyatakan dalam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

1/10 mm dari angka yang ditunjukkan pada skala penetrometer (Jannah,


2009).

3.3.3 Evaluasi Sabun Menurut SNI


Pengujian mutu sabun menurut SNI meliputi kadar air, jumlah
asam lemak, asam lemak bebas/alkali bebas dan minyak mineral dilakukan
di Laboratorium Non Pangan, Balai Pengujian Mutu Barang, Direktorat
Pengembangan Mutu Barang, Ciracas, Jakarta Timur.

3.3.4 Teknik Analisa Data


Data dari beberapa formula hasil evaluasi berupa pH, tinggi busa,
stabilitas busa dan kekerasan sabun, diuji secara statistik dengan analisis
varian satu arah (one way ANOVA) kemudian dilanjutkan dengan uji
Tukey HSD dengan taraf kepercayaan 95% ( = 0,05) untuk mengetahui
perbedaan yang bermakna antara formula hasil pengujian. Data yang tidak
terdistribusi normal dan tidak homogen, dilanjutkan dengan analisis
statistik non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Formulasi Sabun Padat Bentonit

Pembuatan sabun padat bentonit dalam penelitian ini menggunakan variasi


konsentrasi asam stearat dan natrium lauril sulfat. Penggunaan variasi konsentrasi
asam stearat bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi asam stearat yang dapat
memberikan kekerasan paling tinggi pada sabun padat bentonit. Hal ini
dikarenakan bentonit memiliki sifat dapat menyerap air yang menyebabkan
tekstur sabun menjadi lunak (Ibrahim dkk, 2005). Formula sabun padat bentonit
dalam penelitian ini merupakan modifikasi formula dari penelitian Anggraeni
(2014) dengan hanya menggunakan minyak kelapa tunggal dan menambahkan
natrium lauril sulfat sebagai surfaktan pembentuk busa dalam sabun padat
bentonit dengan berbagai variasi konsentrasi.
Berdasarkan zahir hadis, hukum menyamak dengan tanah pada tempat
yang terkena najis mughalladzah, Nabi Muhammad SAW tidak memperincikan
bentuk dan keadaan tanah yang boleh digunakan untuk menyucikan
najis mughalladzah sehingga menunjukkan semua jenis tanah yang ada di atas
muka bumi ini boleh digunakan untuk menyamak, sedangkan dari aspek tanah
yang digunakan, Rasulullah SAW tidak pernah menyatakan lapisan tanah yang ke
berapa perlu digunakan, karena pada asasnya tanah atau pasir adalah suci (Fatwa
Malaysia, 2006). Selain itu, tidak dijelaskan secara rinci dalam ajaran Islam
berapa kadar debu atau tanah yang harus digunakan dalam bersuci (Anggraeni,
2014). Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa
Halal, menyatakan bahwa mencuci bekas babi atau anjing dengan cara di-sertu
(dicuci dengan air sebanyak tujuh kali yang salah satunya dengan tanah/debu atau
penggantinya yang memiliki daya pembersih yang sama). Oleh karena itu, untuk
mendapatkan daya pembersih yang sama dengan tanah atau debu sebagai syarat
sertu atau samak najis mughalladzah diupayakan dengan menambah tanah
(bentonit) di dalam sabun dengan konsentrasi 20% (konsentrasi bahan paling
tinggi dalam formula).

31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

Natrium lauril sulfat (NLS) merupakan tipe surfaktan anionik (Paye et al.,
2006), memiliki sifat sebagai pembentuk busa yang baik (Barel et al., 2009) dan
termasuk surfaktan yang larut dalam air, berkinerja baik dan kuat membersihkan
kotoran dan minyak, menghasilkan sediaan dengan warna yang baik tetapi
memiliki kekurangan jika digunakan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan
iritasi kulit (Hunting, 1983). Dalam penelitian ini, natrium lauril sulfat
dikombinasikan dengan kokamidopropil betain yang merupakan tipe surfaktan
amfoterik. Kombinasi NLS dengan kokamidoropil betain bertujuan untuk
meningkatkan kompatibilitas NLS terhadap kulit sekaligus menghasilkan busa
yang lebih baik. Selain itu, surfaktan amfoterik umumnya juga digunakan sebagai
tensioactives sekunder untuk efek stabilisasi busa (Paye et al., 2006).
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun padat bentonit
meliputi minyak kelapa, natrium hidroksida, asam stearat, kokamidopropil betain,
NLS, bentonit, gliserin, BHT, triklosan, etanol 96%, parfum dan akuades. Pada
proses pembuatan sabun, terlebih dahulu asam stearat, BHT dan minyak kelapa
dilebur di atas penangas air hingga suhu 700C sampai melebur sempurna. Asam
stearat berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun
(Mitsui, 1997). Asam stearat merupakan kristal putih yang meleleh pada suhu 69-
700C (Rowe et al., 2009) sehingga perlu dilelehkan terlebih dahulu pada suhu
700C. Penggunaan antioksidan pada sabun karena sabun tersusun dari asam lemak
yang sebagian mengandung ikatan tak jenuh yang mudah teroksidasi sehingga
menimbulkan ketengikan (Setyoningrum, 2010) dan adanya aditif sabun tertentu,
seperti pengaroma, cenderung menjadi rentan terhadap perubahan oksidatif
atmosfer yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, penambahan BHT diperlukan
untuk mencegah dari terjadinya oksidasi (Barel et al., 2009). Minyak kelapa
merupakan fase minyak yang digunakan dalam sabun padat bentonit. Minyak
kelapa memiliki kandungan terbesar asam laurat sebesar 48,9%, dimana fase
minyak ini dapat tersaponifikasi dengan adanya natrium hidroksida. Jenis alkali
yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium hidroksida yang cocok untuk
pembuatan sabun padat (Mitsui, 1997). Setelah fase minyak melebur sempurna
pada suhu 700C, ditambahkan larutan NaOH 30% pada suhu yang sama yaitu
700C ke dalam fase minyak tersebut sehingga terjadi reaksi saponifikasi. Stok

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

sabun harus merupakan reaksi yang sempurna antara asam lemak dengan alkali,
untuk menghindari adanya sisa asam lemak atau alkali bebas yang tertinggal
dalam sabun (Karo, 2011). Setelah terbentuk stok sabun, selanjutnya ditambahkan
gliserin. Gliserin digunakan sebagai humektan, yaitu skin conditioning agent yang
dapat meningkatkan kelembaban kulit (Mitsui, 1997).
Secara berturut-turut selanjutnya ditambahkan NLS (yang telah dilarutkan
dalam akuades) dan betain ke dalam stok sabun. Dilakukan kombinasi
penggunaan surfaktan, yaitu kombinasi NLS dan betain untuk meningkatkan
kompatibilitas NLS terhadap kulit sekaligus menghasilkan busa yang lebih baik
serta pembusaan yang stabil (Paye et al., 2006). Selanjutnya ditambahkan
triklosan (yang telah dilarutkan dalam etanol 96%) ke dalam massa sabun, yang
berfungsi sebagai pengawet (antimikroba). Penambahan antimikroba pada sabun
batang memberi manfaat untuk penggunaan jangka panjang, terutama pada saat
pencucian (Barel et al., 2009). Etanol 96% digunakan sebagai pelarut terhadap
triklosan, dikarenakan triklosan praktis tidak larut dalam air, namun larut dalam
alkohol, dalam aseton, dan metil alkohol (Sweetman, 2009). Selanjutnya
ditambahkan secara berturut-turut bentonit dan sisa air sedikit demi sedikit ke
dalam campuran massa sabun. Bentonit merupakan golongan tanah liat (clay)
yang digunakan sebagai agen penyuci dari najis mughalladzah dalam sabun dan
memiliki konsentrasi paling tinggi di dalam formula. Bahan terakhir yang
ditambahkan adalah minyak pohon teh yang merupakan pewangi untuk
memberikan efek wangi pada produk sabun yang dihasilkan. Setelah itu, massa
sabun dimasukkan ke dalam cetakan sabun, dan dibiarkan mengeras selama + 24
jam di dalam lemari pendingin untuk membantu mempercepat proses pemadatan
sabun. Sabun yang telah mengeras, kemudian dikeluarkan dari cetakan dan
dibiarkan selama + 24 jam pada suhu ruang. Setelah itu, dilakukan evaluasi sifat
fisika kimia sabun.
Terdapat empat formula dengan komposisi asam stearat yang berbeda
sebagai berikut: formula I dengan konsentrasi asam stearat 6%; formula II dengan
konsentrasi asam stearat 7%; formula III dengan konsentrasi asam stearat 8%; dan
formula IV dengan konsentrasi asam stearat 9%. Dari keempat formula tersebut,
dilakukan evaluasi organoleptik, pH dan kekerasan sabun untuk mendapatkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

konsentrasi asam stearat yang dapat memberikan kekerasan paling tinggi pada
sabun padat bentonit dan memenuhi rentang pH sabun. Selanjutnya, terdapat tiga
formula dengan komposisi NLS yang berbeda sebagai berikut: formula A dengan
konsentrasi NLS 3%; formula B dengan konsentrasi NLS 4%; dan formula C
dengan konsentrasi NLS 5%. Dari ketiga formula tersebut, dilakukan evaluasi
sifat fisika kimia sabun berupa pH, tinggi busa, stabilitas busa dan kekerasan pada
sabun padat bentonit. Dari hasil evaluasi sifat fisika kimia sabun, dipilih
konsentrasi NLS terbaik dalam memberikan sifat fisika kimia sabun padat
bentonit. Setelah diketahui konsentrasi asam stearat dan NLS terbaik dalam
formula sabun padat bentonit, selanjutnya dilakukan evaluasi mutu sabun mandi
menurut SNI untuk formula terpilih meliputi kadar air, jumlah asam lemak, asam
lemak bebas/alkali bebas dan minyak mineral.

4.2 Evaluasi Formula Sabun Padat Bentonit Variasi Konsentrasi Asam


Stearat

Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Sabun Padat Bentonit Variasi Konsentrasi Asam Stearat
Organoleptik Kedalaman
Formula Nilai pH Penetrasi
Bentuk Warna Bau (10-1 mm)

I Padat Coklat Aroma teh 10,201 0,0332 52 1,3229

II Padat Coklat Aroma teh 10,110 0,0089 42,08 0,6292

III Padat Coklat Aroma teh 10,105 0,0141 40,08 0,8780

IV Padat Coklat Aroma teh 10,102 0,0125 32,83 1,0104

Sabun Padat Putih Aroma 10,530 0,0404 10,03 0,0577


Komersil Sabun
Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata SD

4.2.1 Pengamatan Organoleptik


Hasil pemeriksaan organoleptis sabun padat bentonit setelah 2x24 jam
diperoleh hasil yang baik. Dari pengamatan organoleptik, tidak terdapat perbedaan
dari setiap formula sabun padat bentonit yang dihasilkan. Secara fisik dengan
penambahan konsentrasi asam stearat yang bervariasi tidak mempengaruhi
bentuk, warna dan bau sabun padat bentonit yang dihasilkan. Warna coklat pada
sabun diakibatkan oleh adanya bentonit sebagai agen penyuci najis mughalladzah.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

4.2.2 Pengujian pH
Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimiawi untuk
mengetahui sabun yang dihasilkan bersifat asam atau basa. Jumlah alkali dalam
sabun mempengaruhi besarnya nilai pH (Widiyanti, 2009). Nilai pH merupakan
karakteristik yang sangat penting dalam menentukan mutu sabun (Hardian dkk,
2014). Umumnya pH sabun memiliki nilai sekitar 10 (Mitsui, 1997), sedangkan
menurut Jellinek (1970), pH sabun umumnya berkisar antara 9,5-10,8 (Hambali et
al., 2004). Berdasarkan hasil evaluasi pH sabun padat bentonit variasi konsentrasi
asam stearat menunjukkan masih berada dalam rentang pH sabun umumnya dan
menunjukkan nilai pH yang relatif basa. pH sabun yang relatif basa tersebut dapat
membantu kulit untuk membuka pori-porinya kemudian busa dari sabun mengikat
sebum dan kotoran lain yang menempel di kulit (Setyoningrum, 2010). Namun
pH yang terlalu tinggi atau rendah dapat meningkatkan daya absorbsi kulit
sehingga kulit dapat mengalami iritasi (Wasitaatmadja, 1997).
Hasil pengujian pH sabun padat bentonit variasi konsentrasi asam stearat
memiliki nilai rata-rata pH antara 10,102-10,201. Nilai pH sabun komersil sebagai
pembanding memiliki nilai sebesar 10,530. Semakin meningkat konsentrasi asam
stearat, maka nilai pH sabun akan semakin menurun disebabkan karena
banyaknya gugus asam yang terkandung pada asam stearat (Fitriana, 2015).
Namun penurunan pH yang terjadi tidak berbeda signifikan antarformula.
Hasil analisis statistik terhadap formula sabun padat bentonit variasi
konsentrasi asam stearat menunjukkan data tidak terdistribusi normal sehingga
dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis yang menunjukkan nilai sig > 0,05 yang
berarti bahwa perbedaan konsentrasi asam stearat tidak berpengaruh nyata
terhadap pH sabun padat bentonit. Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis
terhadap pH formula sabun padat bentonit variasi konsentrasi asam stearat dengan
sabun komersil menunjukkan nilai sig < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan
pH yang bermakna antara sabun padat bentonit variasi konsentrasi asam stearat
dengan sabun komersil.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

4.2.3 Pengujian Kekerasan Sabun Padat Bentonit


Kekerasan menggambarkan ketahanan terhadap kerusakan mekanis
(Barel et al., 2009). Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan
menggunakan alat penetrometer. Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi
yang lebih besar. Sabun yang memiliki tingkat kekerasan tertinggi adalah sabun
dengan nilai penetrasi yang paling rendah (Anggraeni, 2014). Kekerasan sabun
memiliki peran untuk meningkatkan efisiensi sabun ketika digunakan. Sabun yang
lebih keras dan padat memiliki umur simpan yang lebih lama daripada sabun yang
lunak (Hardian dkk, 2014). Kekerasan sabun dipengaruhi oleh adanya asam
lemak jenuh yang terdapat dalam sabun. Asam lemak jenuh merupakan asam
lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap yang biasanya terbentuk padat
dalam ruangan sehingga dapat membentuk kekerasan sabun. Semakin banyak
jumlah asam lemak jenuh maka sabun yang dihasilkan juga semakin keras
(Gusviputri et al., 2013). Selain itu, tingkat kekerasan juga dipengaruhi oleh kadar
air sabun. Semakin tinggi kadar air maka sabun akan semakin lunak (Suryani,
2007).
Dari hasil evaluasi kekerasan sabun padat bentonit variasi konsentrasi
asam stearat diperoleh nilai penetrasi sabun berkisar 52 10-1mm sampai 32,83 10-
1
mm. Hasil pengujian kekerasan menunjukkan bahwa semakin meningkat
konsentrasi asam stearat, maka kekerasan sabun padat bentonit semakin
meningkat. Hal ini disebabkan karena asam stearat termasuk golongan asam
lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap diantara atom karbonnya
(Widiyanti, 2009) sehingga semakin banyak jumlah asam lemak jenuh maka
sabun yang dihasilkan juga semakin keras. Selain itu, asam stearat berperan dalam
memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun (Mitsui, 1997) yang
menyebabkan kekerasan sabun dapat meningkat. Pada konsentrasi asam stearat
yang lebih tinggi (lebih dari 9%), saat proses pembuatan sabun sukar terbentuk
sehingga batas maksimal konsentrasi yang digunakan adalah 9%.
Dari nilai kedalaman penetrasi yang diperoleh, maka sabun yang memiliki
kekerasan paling tinggi adalah formula IV dengan konsentrasi asam stearat 9%
walaupun hasil nilai penetrasi yang dihasilkan masih jauh jika dibandingkan
dengan nilai penetrasi sabun komersil. Hal ini disebabkan karena bentonit dalam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

bentuk partikel yang berukuran sangat kecil berada dalam sabun dan memiliki
sifat dapat menyerap air sehingga tekstur sabun menjadi kurang keras. Oleh
karena itu, konsentrasi asam stearat 9% dipilih sebagai konsentrasi asam stearat
pada formulasi sabun padat bentonit dengan variasi konsentrasi NLS.
Hasil uji statistik dengan metode One way ANOVA terhadap formula
sabun padat bentonit variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan kekerasan
sabun padat bentonit terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig. 0,000
(Sig. <0,05) yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi asam stearat
berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun padat bentonit. Kekerasan sabun
mandi belum memiliki standar persyaratan yang harus dipenuhi, sehingga
dilakukan pengujian terhadap sabun komersial Lifebouy sebagai pembanding.
Hasil pengujian menunjukkan nilai penetrasi sabun komersil sebesar 10,03 10-
1
mm. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap formula sabun padat bentonit variasi
konsentrasi asam stearat dengan pH sabun komersil menunjukkan data tidak
terdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis yang
menunjukkan nilai sig < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan pH yang
bermakna antara sabun padat bentonit variasi konsentrasi asam stearat dengan
sabun komersil.

4.3 Evaluasi Formula Sabun Padat Bentonit Variasi Konsentrasi NLS

Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Sabun Padat Bentonit Variasi Konsentrasi NLS
Formula Nilai pH Kedalaman Tinggi Busa Stabilitas
Penetrasi (cm) Busa (%)
(10-1 mm)
A 10,199 0,0295 35,25 0,25 1,37 0,0577 92,68 0,3175
B 10,102 0,0125 32,83 1,0104 1,63 0,1155 93,87 0,4561
C 10,323 0,0361 32,50 1,3229 1,67 0,1155 93,98 0,3984
Sabun 10,530 0,0404 10,03 0,0577 1,43 0,0577 79,05 0,8256
Komersil
Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata SD

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

4.3.1 Pengamatan Organoleptik


Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun Padat Bentonit Variasi
Konsentrasi NLS
Formula Bentuk Warna Bau
A Padat Coklat Aroma teh
B Padat Coklat Aroma teh
C Padat Coklat Aroma teh

Hasil pemeriksaan organoleptis sabun padat bentonit setelah 2x24 jam


diperoleh hasil yang baik. Dari pengamatan organoleptik, formula sabun padat
bentonit variasi konsentrasi NLS menunjukkan hasil yang sama dengan formula
sabun padat bentonit variasi konsentrasi asam stearat. Secara fisik dengan
penambahan konsentrasi NLS yang bervariasi tidak mempengaruhi bentuk, warna
dan bau sabun padat bentonit yang dihasilkan.

4.3.2 Pengujian pH
Hasil pengujian pH sabun padat bentonit variasi konsentrasi natrium lauril
sulfat menunjukkan nilai rata-rata pH antara 10,102-10,323. Nilai pH sabun
komersil sebagai pembanding memiliki nilai sebesar 10,530. Dari hasil pengujian
pH sabun padat bentonit variasi konsentrasi NLS menunjukkan nilai pH yang
fluktuatif. Kenaikan pH pada formula C dapat disebabkan oleh pengaruh
peningkatan konsentrasi surfaktan NLS yang memiliki pH yang relatif basa yaitu
7-9,5 (Rowe et al., 2006) sehingga dapat meningkatkan sifat basa dari sabun padat
bentonit, sedangkan penyebab terjadinya penurunan pH pada konsentrasi NLS 4%
belum dapat diketahui secara pasti. Namun walaupun menunjukkan nilai pH yang
fluktuatif, nilai pH yang dihasilkan masih berada dalam rentang pH sabun
umumnya dan menunjukkan nilai pH yang relatif basa.
Hasil uji statistik One way ANOVA terhadap formula sabun padat bentonit
variasi konsentrasi NLS menunjukkan data terdistribusi normal dan memiliki nilai
sig < 0,05 yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi NLS berpengaruh nyata
terhadap pH sabun padat bentonit. Berdasarkan hasil uji statistik One way
ANOVA terhadap pH formula sabun padat bentonit variasi konsentrasi NLS
dengan sabun komersil menunjukkan nilai sig < 0,05 yang berarti bahwa ada

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

perbedaan yang bermakna antara sabun padat bentonit variasi konsentrasi NLS
dengan sabun komersil.

4.3.3 Pengujian Kekerasan


Dari hasil evaluasi kekerasan sabun padat bentonit variasi konsentrasi
NLS diperoleh nilai penetrasi sabun berkisar 35,25 10-1mm sampai 32,50 10-1mm.
Hasil pengujian kekerasan menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi
NLS maka kekerasan sabun padat bentonit juga meningkat. Hal ini dapat
disebabkan oleh perubahan jumlah air yang ditambahkan ke dalam massa sabun.
Dengan meningkatnya konsentrasi NLS yang ditambahkan, maka jumlah air yang
ditambahkan akan semakin berkurang sehingga kadar airnya akan semakin rendah
(Langingi et al., 2014). Kadar air yang rendah dapat menyebabkan sabun semakin
keras.
Hasil uji statistik One way ANOVA terhadap formula sabun padat bentonit
variasi konsentrasi NLS menunjukkan kekerasan sabun padat bentonit
terdistribusi secara normal dan menunjukkan hasil nilai Sig <0,05 yang berarti
bahwa peningkatan konsentrasi NLS berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun
padat bentonit. Kemudian uji lanjut Tukey HSD antara formula A dengan formula
B dan antara formula B dengan formula C memiliki nilai sig > 0,05 yang berarti
tidak ada perbedaan kekerasan yang bermakna antara formula A dengan formula
B dan antara formula B dengan formula C. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap
pH formula sabun padat bentonit variasi konsentrasi NLS dengan sabun komersil
menunjukkan data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen sehingga
dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis yang menunjukkan nilai sig < 0,05 yang
berarti bahwa ada perbedaan pH yang bermakna antara sabun padat bentonit
variasi konsentrasi NLS dengan sabun komersil.

4.3.4 Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit


Busa adalah dispersi gas dalam cairan yang distabilkan oleh suatu zat
pembusa, merupakan struktur yang relatif stabil dan terdiri atas kantong-kantong
udara yang terbungkus oleh lapisan tipis (Ayu, et al., 2010). Zat pembusa bekerja
untuk menjaga agar busa tetap terbungkus dalam lapisan-lapisan tipis, dimana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

molekul gas terdispersi dalam cairan. Larutan-larutan yang mengandung bahan


aktif permukaan akan menghasilkan busa yang stabil bila dicampur dengan air
(Purnamawati, 2006). Pemeriksaan tinggi busa merupakan salah satu cara untuk
mengontrol suatu produk deterjen atau surfaktan agar menghasilkan sediaan yang
memiliki kemampuan dalam menghasilkan busa (Saputri dkk, 2014). Tidak ada
syarat tinggi busa minimum atau maksimum untuk sediaan sabun. Hal ini lebih
dikaitkan pada nilai estetika yang disukai oleh konsumen, yaitu umumnya
konsumen beranggapan bahwa sabun yang baik adalah sabun yang menghasilkan
banyak busa, padahal banyaknya busa tidak selalu sebanding dengan kemampuan
daya bersih sabun (Purnamawati, 2006). Pembusaan sabun dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu adanya bahan aktif sabun atau surfaktan (natrium lauril
sulfat), penstabil busa (seperti betain) serta bahan penyusun sabun yang lain
seperti jenis minyak yang digunakan (Suryani dkk, 2007).
Hasil evaluasi tinggi busa sabun padat bentonit diperoleh tinggi busa
berkisar 1,37-1,67 cm. Dari hasil pengujian tinggi busa sabun padat bentonit
diketahui bahwa tinggi busa sabun semakin meningkat seiring dengan
peningkatan konsentrasi NLS. Hal ini disebabkan karena NLS bertindak sebagai
surfaktan pembentuk busa pada sabun padat bentonit, sehingga dengan
meningkatnya konsentrasi NLS maka tinggi busa yang dihasilkan juga meningkat.
Jika dibandingkan dengan tinggi busa sabun komersil yaitu 1,43 cm, tinggi busa
formula B dan formula C masih menunjukkan hasil yang lebih baik.
Hasil evaluasi stabilitas busa sabun padat bentonit selama 1 jam diperoleh
persentase stabilitas busa berkisar antara 92,68%-93,98%. Stabilitas busa yang
dihasilkan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi NLS sebagai
surfaktan pembentuk busa. Stabilitas busa yang dihasilkan juga dapat disebabkan
oleh adanya surfaktan sekunder yaitu betain yang dapat berfungsi sebagai
penstabil busa (Paye et al., 2006). Menurut Deragon et al. (1968) kriteria stabilitas
busa yang baik yaitu, apabila dalam waktu 5 menit diperoleh kisaran stabilitas
busa antara 60-70% (Rozi, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing
formula sudah memiliki stabilitas busa yang cukup baik. Jika dibandingkan
dengan stabilitas busa sabun komersial Lifebouy dengan presentase 79,05%,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

rata-rata presentase stabilitas busa sabun padat bentonit masih menunjukkan hasil
yang lebih baik.
Hasil uji statistik One way ANOVA terhadap formula sabun padat bentonit
variasi konsentrasi NLS menunjukkan tinggi busa sabun padat bentonit
terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig <0,05 yang berarti bahwa
peningkatan konsentrasi NLS berpengaruh nyata terhadap tinggi busa sabun padat
bentonit yang dihasilkan. Kemudian uji lanjut Tukey HSD formula B dengan
formula C memiliki nilai sig > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan tinggi busa
yang bermakna antara formula B dengan formula C. Berdasarkan hasil uji statistik
terhadap formula sabun padat bentonit variasi konsentrasi NLS dengan sabun
komersil menunjukkan nilai sig < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan tinggi
busa yang bermakna antara sabun padat bentonit dengan sabun komersil.
Kemudian uji lanjut Tukey HSD formula A dengan sabun komersil memiliki nilai
sig > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan tinggi busa yang bermakna antara
formula A dengan sabun komersil.
Selanjutnya hasil uji statistik One way ANOVA terhadap formula sabun
padat bentonit variasi konsentrasi NLS menunjukkan stabilitas busa sabun padat
bentonit terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig < 0,05 yang berarti
bahwa peningkatan konsentrasi natrium lauril sulfat berpengaruh nyata terhadap
stabilitas busa sabun padat bentonit yang dihasilkan. Kemudian uji lanjut Tukey
HSD antara formula B dengan formula C memiliki nilai sig > 0,05 yang berarti
tidak ada perbedaan stabilitas busa yang bermakna antara formula B dengan
formula C. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap stabilitas busa formula sabun
padat bentonit dengan sabun komersil menunjukkan data tidak terdistribusi
normal sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis yang menunjukkan nilai
sig < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan stabilitas busa yang bermakna antara
sabun padat bentonit variasi konsentrasi NLS dengan sabun komersil.
Berdasarkan hasil analisis statistik ANOVA terhadap tinggi dan stabilitas
busa, konsentrasi NLS 4% dan NLS 5% menunjukkan nilai yang tidak berbeda
signifikan. Oleh karena itu, dengan pertimbangan bahwa dengan konsentrasi NLS
yang lebih rendah lebih memudahkan dalam proses pembuatan sabun terutama
dalam proses melarutkan NLS dan penuangan ke dalam cetakan dan memiliki

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

kecenderungan lebih aman terhadap efek iritasi kulit, dimana bila surfaktan yang
digunakan pada konsentrasi lebih dari 4% dapat menimbulkan iritasi pada kulit
(Williams dan Schmitt, 2002 dalam Hardian, 2014) serta dari segi ekonomis dapat
mengurangi biaya produksi, maka NLS 4% dipilih sebagai konsentrasi terbaik
dalam memberikan tinggi dan stabilitas busa sabun padat bentonit.

4.4 Evaluasi Mutu Sabun Mandi Menurut Standar Nasional Indonesia


(SNI)
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Menurut SNI
No Karakteristik Satuan Hasil Persyaratan
Pengujian
1 Kadar Air % 24,82 Maks. 15
2 Jumlah Asam % 0,23 >70
Lemak
3 Alkali Bebas % 0,00 Maks 0,1
(dihitung sebagai
NaOH)
4 Minyak Mineral - Negatif Negatif

4.4.1 Kadar Air


Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat di dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Pengukuran kadar air perlu untuk dilakukan karena akan
berpengaruh terhadap kualitas sabun (Hambali dkk, 2004). Menurut Spitz (1996),
banyaknya air yang ditambahkan pada sabun akan berpengaruh terhadap kelarutan
sabun. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka sabun akan
semakin mudah menyusut pada saat digunakan (Hernani et al., 2010). Kadar air
juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dari sabun padat. Semakin tinggi
kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan semakin lunak, sebaliknya
semakin rendah kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan semakin keras
(Hardian dkk, 2014).
Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui bahwa kadar air sabun
padat bentonit yang diperoleh sebesar 24,82%. Kadar air sabun yang dihasilkan
tersebut melebihi persyaratan kadar air sabun mandi menurut SNI yaitu maksimal
15%. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya air yang ditambahkan saat proses
pembuatan sabun dan hasil samping proses penyabunan (Karo, 2011). Villela dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

Suranyi (1996) menyatakan bahwa asam lemak (RCOOH) yang bereaksi dengan
NaOH akan membentuk sabun (RCOONa) dan air (H2O) (Widiyanti, 2009).

4.4.2 Jumlah Asam Lemak


Asam lemak merupakan komponen utama penyusun minyak atau lemak.
Pengukuran jumlah asam lemak dilakukan untuk mengetahui jumlah asam lemak
yang terdapat dalam sabun dengan cara memutus ikatan antara asam lemak
dengan natrium pada sabun menggunakan asam kuat (Widiyanti, 2009). Jenis
asam lemak yang digunakan menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan.
Jumlah asam lemak pada sabun menunjukkan total jumlah asam lemak yang
tersabunkan dan asam lemak bebas yang terkandung pada sabun. Asam lemak
yang terkandung dalam sabun dapat berasal dari asam stearat dan minyak nabati
yang digunakan sebagai bahan baku. Menurut SNI 1994, jumlah asam lemak yang
baik dalam sabun mandi adalah minimal 70%. Artinya bahan-bahan yang
ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam sabun sebaiknya kurang dari 30%. Hal
ini dimaksudkan untuk mengefisienkan proses pembersihan kotoran berupa
minyak atau lemak pada saat sabun digunakan (Karo, 2011).
Menurut William dan Schmitt (2002), dalam suatu formulasi, asam lemak
berperan sebagai pengatur konsistensi. Asam lemak diperoleh secara alami
melalui saponifikasi trigliserida. Ditambahkan pula oleh Spitz (1996), bahwa
asam lemak memiliki kemampuan terbatas untuk larut dalam air. Hal ini akan
membuat sabun menjadi lebih tahan lama pada kondisi setelah digunakan
(Hambali dkk, 2004), sehingga jika jumlah asam lemak sabun rendah maka sabun
akan cepat habis ketika digunakan (Karo, 2011).
Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui jumlah asam lemak
sabun padat bentonit diperoleh sebesar 0,23%. Jumlah asam lemak yang
dihasilkan tersebut sangat rendah sehingga tidak memenuhi persyaratan menurut
SNI yaitu minimal 70%. Hal ini dapat disebabkan karena dalam formulasi sabun
padat bentonit ditambahkan beberapa bahan tambahan seperti bentonit, gliserin,
NLS, betain dan bahan lainnya dengan jumlah yang tinggi sehingga sabun padat
bentonit memiliki lebih sedikit stok sabun dibandingkan dengan sabun mandi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

biasa. Stok sabun yang dihasilkan merupakan hasil reaksi saponifikasi dari asam
lemak.
4.4.3 Alkali Bebas
Alkali bebas merupakan alkali yang tidak terikat sebagai senyawa pada
saat pembuatan sabun karena adanya penambahan alkali yang berlebihan pada
proses penyabunan (Karo, 2011). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
jumlah alkali bebas yang terdapat dalam sabun. Kelebihan alkali dapat disebabkan
karena penambahan alkali yang berlebih pada proses pembuatan sabun. Alkali
bebas yang melebihi standar akan menyebabkan iritasi pada kulit (Hambali dkk,
2004). Bila kadar alkali bebas terlalu tinggi, akan menyebabkan kulit menjadi
kering (Hernani et al., 2010). Alkali bebas yang ada dalam sabun yang dihasilkan
dalam penelitian ini adalah natrium, karena alkali yang digunakan dalam
pembuatan sabun adalah natrium hidroksida.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui kadar alkali bebas dalam
sabun padat bentonit diperoleh sebesar 0,00%. Kadar alkali yang dihasilkan
tersebut memenuhi persyaratan mutu sabun mandi menurut SNI 1994 yaitu
maksimal 0,1%. Hal ini berarti bahwa sabun padat bentonit yang dihasilkan
memiliki kadar alkali bebas yang sangat rendah sehingga aman digunakan karena
memiliki kecenderungan tidak mengiritasi kulit.

4.4.4 Minyak Mineral


Minyak mineral adalah minyak yang berasal dari penguraian bahan
organik oleh jasad renik seperti minyak bumi dan turunannya (Hambali dkk,
2004). Keberadaan minyak mineral dalam sabun sangat tidak diharapkan karena
akan mempengaruhi proses emulsi sabun dengan air. Apabila terdapat minyak
mineral pada sabun, maka akan menyebabkan daya emulsi pada sabun menurun
(Qisti, 2009).
Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui kandungan minyak
mineral pada sabun padat bentonit adalah negatif. Hasil pengujian ini telah
memenuhi persyaratan mutu sabun menurut SNI bahwa kandungan minyak
mineral pada sabun mandi adalah negatif.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Peningkatan konsentrasi asam stearat dapat mempengaruhi kekerasan


sabun padat bentonit. Semakin tinggi konsentrasi asam stearat dalam
formula sabun, maka semakin tinggi pula kekerasan sabun padat
bentonit yang dihasilkan.
2. Konsentrasi asam stearat 9% merupakan konsentrasi asam stearat yang
memberikan kekerasan paling tinggi pada sabun padat bentonit.
3. Peningkatan konsentrasi NLS dapat mempengaruhi pH, tinggi busa,
stabilitas busa dan kekerasan sabun padat bentonit.
4. Konsentrasi NLS 4% dan 5% merupakan konsentrasi NLS terbaik
dalam memberikan sifat fisika kimia sabun berupa pH, tinggi busa dan
stabilitas busa serta kekerasan pada sabun padat bentonit.
5. Berdasarkan hasil uji syarat mutu sabun mandi menurut SNI
menunjukkan kadar air dan jumlah asam lemak formula B belum
memenuhi syarat mutu sabun mandi menurut SNI.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan optimasi formula untuk mengurangi kadar air dalam


sabun padat bentonit.
2. Perlu dilakukan uji daya antimikroba sabun padat bentonit terhadap air
liur anjing.
3. Dilakukan uji efektivitas pengawet dalam sabun padat bentonit untuk
mencegah pertumbuhan mikroba setelah jangka waktu pemakaian.

45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

DAFTAR PUSTAKA

Ad-imasyqi, Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman. 2001. Fiqh


Empat Mazhab. Bandung: Hasyimi Press.

Al-Faridy, Hasan Rifai dan Iqbal Setyarso. 2009. 100 ++ Tanya Jawab Seputar
Bersuci. Jakarta Selatan: Qultum Media.

Anggraeni, Ika Nustiana. 2014. Optimasi Formula Sabun Bentonit Penyuci Najis
Mughalladzah dengan Kombinasi Minyak Kelapa (Coconut Oil) dan
Minyak Kelapa Sawit (Palm oil) Menggunakan Simplex lattice Design.
Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.

Asad, Md. Abdullah., Shantanu Kar., Mohammad Ahmeduzzaman dan Md.


Raquibul Hassan. 2013. Suitability of Bentonite Clay: an analytical
approach, International Journal of Earth Science 2013; 2(3): 88-95.
Blangladesh: Science Publishing Gruop.

Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of Analisys


Chemist, Vol. 1A. Washington: AOAC Incorporation.

Attwood, David dan Florence, Alexander T. 2012. FASTtrack: Physical


Pharmacy, 2nd edition. Pharmaceutical Press: London, UK.

Ayu, Dewi Fortuna., Akhyar Ali., dan Rudianda Sulaiman. 2010. Evaluasi Mutu
Sabun Padat Dari Minyak Goreng Bekas Makanan Jajanan Di Kecamatan
Tampan Kota Pekanbaru dengan Penambahan Natrium Hidroksida dan
Lama Waktu Penyabunan, Prosiding SEMNAS 2010. Riau: Fakultas
Pertanian Universitas Riau.
http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/523/PROID
ING%20SEMNAS%20LINGKUNGAN%20HIDUP%202010.pdf?sequen
ce=3, diakses pada 26 Januari 2016 pukul 11:47.

Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I. 2009. Handbook of Cosmetic Science
and Technology, 3rd Edition. New York: Informa Healthcare USA, Inc.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

Dahlan, Winai. 2010. Najis Cleansing Clay Liquid Soap. Bangkok: Patent
Cooperation Treaty (PTC).
http://www.freepatentsonline.com/WO2010101534.html, diakses pada 20
Juni 2016 pukul 08:00 WIB.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia,


Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia,


Edisi III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan.

Fatwa Malaysia. 2013. Kedudukan Anjing Dalam Islam Serta Hukum


Berkaitannya.
http://www.efatwa.gov.my/sites/default/files/kedudukan_anjing_dan_huku
m_berkaitannya.pdf, diakses pada 23 Januari 2016 pukul 09:30 WIB.

Fatwa Malaysia. 2006. Hukum Melakukan Samak Najis Mughallazah


Menggunakan Sabun Tanah Liat. http://www.e-fatwa.gov.my/fatwa-
kebangsaan/hukum-melakukan-samak-najis-mughallazah-menggunakan-
sabun-tanah-liat, diakses pada 23 Januari 2016 pukul 09:30 WIB.

Farn, Richard J. 2006. Chemistry and Technology of Surfactants. New Delhi:


Blackwall Publishing.

Fitriana, Rizka Astikah. 2015. Optimasi Formula Krim Antibakteri Ekstrak Kulit
Buah Manggis (Garcinia mangostana Linn) Menggunakan Asam Stearat
Sebagai Emulgator dan Trietanolamin Sebagai Alkalizing Agent dengan
Metode Desain Faktorial, Naskah Publikasi. Surakarta: Fakultas farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Gusviputri, Arwinda., Njoo Meliana P., Aylianawati, dan Nani Indraswati. 2013.
Pembuatan Sabun dengan Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai Antiseptik
Alami, Widya Teknik Widya Teknik Vol. 12, No. 1, 2013 (11-21).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

https://www.academia.edu/3431586/PEMBUATAN_SABUN_DENGAN
LIDAH_BUAYA_ALOE_VERA_SEBAGAI_ANTISEPTIK_ALAMI,
diakses pada 25 Januari 2016 pukul 22:09 WIB.

Hambali, Erliza., Ani Suryani., dan Evimia Indriani Umiarti. 2004. Kajian
Pengaruh Penambahan Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Mutu Sabun
Transparan, Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol. 14(2). Bogor:
Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
IPB.

Hardian, Khairil., Akhyar Ali., dan Yusmarini. 2014. Evaluasi Mutu Sabun Padat
Transparan Dari Minyak Goreng Bekas dengan Penambahan (Sodium
Lauryl Sulfate) dan Sukrosa, Jom Faperta Vol. 1 No. 2 Oktober 2014.
Riau: Fakultas Pertanian Universitas Riau.

Hasanah, Uswatun. 2011. Perilaku Bersuci Masyarakat Islam: Etika


Membersihkan Najis (Studi di Masyarakat Pulo Gerbang Jakarta Timur).
Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Handayani A.P, Hika Citra. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Ekstrak Etanol


96% Biji Alpukat (Perseae americana Mill) Terhadap Formulasi Sabun
Padat Transparan. Skripsi. Jakarta: Fakultas Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Hernani., Tatit K. Bunasor., dan Fitriati. 2010. Formula Sabun Transparan


Antijamur dengan Bahan Aktif Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga
L.Swartz.), Bul. Littro. Vol. 21 No. 2, 2010, 192 205. Bogor: Balitro
Litbang Pertanian.
http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/publikasi/bul.vol.21.no.2s
abun%20ekstrak%20lengkuas.pdf, diakses pada 24 Januari 2016 pukul
13:38 WIB.

Hunting, L.L, Anthony. 1983. Encyclopedia of Shampoo Ingridients. Cranford,


New Jersey and London: Micelle Press.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

Ibrahim, Bustami., Pipih Suptijah., dan Slamet Hermanto. 2005. Penggunaan


Bentonit dalam Pembuatan Sabun dari Limbah Netralisasi Minyak Ikan
Lemuru (Sardinella sp),Vol VIII Nomor 2 Tahun. Bogor: Buletin
Teknologi Hasil Perikanan.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9925/BustamiIbrah
im_PenggunaanBentonitDalamPembuatan.pdf;jsessionid=1AC384DCA62
ACCB726FB4A2B0AE019ED?sequence=1, diakses pada 29 Februari
2016 pukul 12:30 WIB.

Jannah, Barlianty. 2009. Sifat Fisik Sabun Transparan dengan Penambahan


Madu pada Konsentrasi yang Berbeda. Skripsi. Bogor: Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.
http://dokumen.tips/documents/uraian-madu.html, diakses pada 25 Januari
2016 pukul 20:59.

Kadir, Mohd Nidzam Abdul. 2009. Ikhtilaf (Perbezaan Pendapat) Ulama Dalam
Masalah Babi, Seminar Fenomena Najis Mughalladzah dalam Dunia
Kontemporari. Malaysia: Persatuan Ulama Malaysia.
http://www.najahudin.com/muat%20turun/Halal%20Food%20%26%20Ba
bi/Ikhtilaf%20(Perbezaan%20Pendapat)%20Ulama%20Dalam%20Masala
h%20Babi%20Hikmah%20Dan%20Aplikasinya.pdf, diakses pada 23
Januari 2016 pukul 09:30 WIB.

Karo, Armi Yuspita. 2011. Pengaruh Penggunaan Kombinasi Jenis Minyak


Terhadap Mutu Sabun Transparan. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian IPB.

Khoirunnisa. 2010. Perilaku Thaharah (Bersuci) Masyrakat Bukit Kemuning


Lampung Utara Tinjauan Sosiologi Hukum. Skripsi. Jakarta: Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

Langingi, Raymon., Lidya I. Momuata., & Maureen G. Kumaunanga. 2014.


Pembuatan Sabun Mandi Padat dari VCO yang Mengandung Karotenoid
Wortel, Jurnal MIPA UNSRAT Online 1 (1) 20-23. Manado: FMIPA
UNSRAT.

Majelis Ulama Indonesia (MUI). 2003. Fatwa Mejelis Ulama Indonesia Nomor 4
Tahun 2003 Tentang Standardisasi Fatwa Halal. Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia Komisi Fatwa.

Maulana, Achmad. 2004. Kamus Ilmiah Populer Lengkap. Yogyakarta: Absolut.

Maripa, Baiq Risni., Yeti Kurniasih, dan Ahmadi. 2015. Pengaruh Konsentrasi
NaOH Terhadap Kualitas Sabun Padat Dari Minyak Kelapa (Cocos
nucifera) yang Ditambahkan Sari Bunga Mawar (Rosa L.). Mataram:
Pendidikan Kimia FPMIPA IKI Mataram.
http://lppm.ikipmataram.ac.id/wp-content/uploads/2015/04/Baiq-
RisniMaripaPengaruh-Konsentrasi-NaOH-terhadap-Kualitas-Sabun-Padat-
dari-Minyak-Kelapa-Pend-Kimia.pdf, diakses pada 19 Januari 2016 pukul
14:44 WIB.

Miller, Kathy. 2003. Miller's Homemade Soap Pages: Choosing Your Oils, Oil
Properties of Fatty Acid , http://www.millersoap.com/soapdesign.html,
diakses pada 24 Januari 2016 pukul 14:38 WIB.

Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Amsterdam-Netherlands: Elsevier


Science B.V.

Mughniyah, Muhammad Jawad. 2015. Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.

Parasuram, K S. 1995. Soaps and Detergents. New Delhi: Tata McGraw Hill
Publishing Company Limited.

Paye, Marc, Andre O. Barel dan H.I. Maibach. 2006. Handbook of Cosmetic
Science and Technology, 2nd Edition. New York: CRC Press.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

Purnamawati, Debbi. 2006. Kajian Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Asam


Sitrat Terhadap Mutu Sabun Transparan. Skripsi. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian IPB.

Rosen, Milton J. 1978. Surfactants and Interfacial Phenomena. USA: John Wiley
& Sons.

Rosen, Milton J dan Joy T. Kunjappu. 2012. Surfactant and Interfacial


Phenomena, Fourth Edition. USA: John Wiley & Sons.

Rifai, Mohammad. 2006. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT.


Karya Toha Putra.

Rowe, Raymond C., Paul J Sheskey dan Sian C Owen. 2006. Handbook of
Pharmaceutical Excipients, Fifth Edition. London: Pharmaceutical Press.

Rozi, Muhammad. 2013. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Transparan Minyak


Atsiri Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dengan Cocamid DEA Sebagai
Surfaktan. Naskah Publikasi. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Sari, Putri Septika. 2008. Pengaruh Konsentrasi Etanol 70% Pada Formulasi
Sabun Padat Transparan Minyak Zaitun (Olive oil). Skripsi. Jakarta:
Fakultas Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sameng, MR. Wanhusen. 2013. Formulasi Sediaan Sabun Padat Sari Beras
(Oryza sativa) Sebagai Antibakteri Terhadap Staphylococcus epidermidis.
Naskah Publikasi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta.
http://eprints.ums.ac.id/27308/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdf,
diakses pada 19 Januari 2016 pukul 15:21 WIB.

Saputri, Wiradika., Naniek Setiadi Radjab., dan Kori Yati. 2014. Perbandingan
OptimasiNatrium Lauril Sulfat dengan Optimasi Natrium Lauril Eter
Sulfat Sebagai Surfaktan terhadap Sifat Fisik Sabun Mandi Cair Ekstrak
Air Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Jakarta: Fakultas
Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

Sari, Tuti Indah., Julianti Perdana Kasih., dan Tri Jayanti Nanda Sari. 2010.
Pembuatan Sabun Padat dan Sabun Cair Dari Minyak Jarak, Jurnal
Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17, Januari 2010. Palembang: Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya.
http://jtk.unsri.ac.id/index.php/jtk/article/view/99/98, diakses pada 24
Januari 2016 pukul 12:11 WIB.

Setyoningrum, Elisabeth Nita Maharani. 2010. Optimasi Formula Sabun


Transparan dengan Fase Minyak Virgin Coconut Oil dan Surfaktan
Cocoamidopropil Betaine : Aplikasi Desain Faktorial. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Sumaji, Muhammad Anis. 2008. 125 Masalah Thaharah. Solo : Tiga Serangkai.

Suryani, A., S. Windarwati dan E. Hambali. 2007. Pemanfaatan Gliserin Hasil


Samping Produksi Biodiesel dari Berbagai Bahan Baku (sawit, jarak,
kelapa) Untuk Sabun Transparan. Bogor: Pusat Penelitian Surfaktan Dan
Bioenergi Jakarta LPPM IPB.

Susilawati & Nurul Alam Naqiatuddin. 2014. Chemical Activation of Bentonite


Clay and Its Adsorption Properties of Methylene Blue, Jurnal Natural Vol.
14, No.2, 7-12, September 2014 ISSN 1141-8513. Banda Aceh: Fakultas
MIPA Universitas Syiah Kuala.

Schramm, Laurier L. 2005. Emulsion, Foams, and Suspensions. Germany: Wiley


VCH Verlag GmbH&Co.KGaA, Weinheim.

Standarisasi Nasional Indonesia. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-3532
1994. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.

Tjitraresmi, Ami., Sri Agung Fitri Kusuma dan Dewi Rusmiati. 2010. Formulasi
Dan Evaluasi Sabun Cair Antikeputihan Dengan Ekstrak Etanol Kubis
Sebagai Zat Aktif. Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran
Bandung.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/09/pustaka_unpad_for
mulasi_dan-evaluasi_sabun_cair.pdf, diakses pada tanggal 28 Mei 2016
pukul 20:30 WIB.

Wasitaatmadja, S., M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik: Jakarta: UI Press.

Wati, Desi Susilo. 2015. Optimasi Formula Sabun Cair Bentonit Sebagai Penyuci
Najis Mughalladzah Menggunakan Kombinasi Minyak Kelapa Dan
Minyak Kelapa Sawit Dengan Simplex Lattice Design. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=Pen
elitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=82249&obyek_id=4,
diakses pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 20:30 WIB.

Widiyanti, Yunita. 2009. Kajian Pengaruh Jenis Minyak Terhadap Mutu Sabun
Transparan. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Wijana, S., Mustaniroh, S.A., dan Wahyuningrum, I., 2005. Pemanfaatan Minyak
Goreng Bekas untuk Pembuatan Sabun: Kajian Lama Penyabunan dan
Konsentrasi Dekstrin, Jurnal Teknologi Pertanian Vol.6 (3). Malang: FTP
Universitas Brawijaya.

Zurinal dan Aminuddin. 2008. Fiqh Ibadah. Jakarta: Lembaga Penelitian


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


LAMPIRAN
54

Lampiran 1. Certificate of Analyze Minyak Kelapa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

Lampiran 2. Certificate of Analyze Natrium Hidroksida

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

Lampiran 3. Certificate of Analyze Asam Stearat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Lampiran 4. Certificate of Analyze Cocamidopropyl Betaine

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Lampiran 5. Certificate of Analyze Gliserin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

Lampiran 6. Certificate of Analyze Sodium Lauryl Sulfate

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

Lampiran 7. Certificate of Analyze Bentonit

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

Lampiran 8. Certificate of Analyze Triklosan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

Lampiran 9. Hasil Uji Statistik pH Sabun Padat Bentonit (Variasi


Konsentrasi Asam Stearat)

Uji Normalitas Formula Sabun Padat Bentonit (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

pH .331 12 .001 .777 12 .005

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Kruskal Wallis Formula Sabun Padat Bentonit (Variasi Konsentrasi Asam
Stearat)
a,b
Test Statistics

pH

Chi-Square 6.543

df 3

Asymp. Sig. .088

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable:
Perlakuan

Uji Kruskal Wallis Formula Sabun Padat Bentonit dengan Sabun Komersil
a,b
Test Statistics

pH

Chi-Square 11.017

df 4

Asymp. Sig. .026

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable:
Perlakuan

Keterangan: Asymp.Sig <0,05, pH berbeda secara signifikan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi
Asam Stearat)

Uji Normalitas Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Asam Stearat)


Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
kekerasanvariasiasamstearat .195 12 .200 .917 12 .258

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji Normalitas Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Asam Stearat) dengan
Sabun Komersil
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kekerasavariasiasamstearat .204 15 .094 .849 15 .017

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Asam Stearat)


Test of Homogeneity of Variances

kekerasanvariasiasamstearat

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.819 3 8 .519

Uji Homogenitas Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Asam Stearat) dengan
Sabun Komersil
Test of Homogeneity of Variances

kekerasavariasiasamstearat

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.511 4 10 .108

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

Lampiran 10. (Lanjutan)

Uji ANOVA Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Asam Stearat)


ANOVA

kekerasanvariasiasamstearat

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 562.375 3 187.458 190.434 .000

Within Groups 7.875 8 .984

Total 570.250 11

Uji Kruskal Wallis Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Asam Stearat)
dengan Sabun Komersil
a,b
Test Statistics

kekerasavariasia
samstearat

Chi-Square 13.524

df 4

Asymp. Sig. .009

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: perlakuan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Lampiran 10. (Lanjutan)

Uji Lanjut Tukey HSD Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Asam Stearat)
Multiple Comparisons

kekerasavariasiasamstearat
Tukey HSD

95% Confidence Interval


Mean
(I) perlakuan (J) perlakuan Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
asam stearat 6% asam stearat 7% 9.91667 .81009 .000 7.3225 12.5109
*
asam stearat8% 11.91667 .81009 .000 9.3225 14.5109
*
asam stearat 9% 19.16667 .81009 .000 16.5725 21.7609
*
asam stearat 7% asam stearat 6% -9.91667 .81009 .000 -12.5109 -7.3225

asam stearat8% 2.00000 .81009 .140 -.5942 4.5942


*
asam stearat 9% 9.25000 .81009 .000 6.6558 11.8442
*
asam stearat8% asam stearat 6% -11.91667 .81009 .000 -14.5109 -9.3225

asam stearat 7% -2.00000 .81009 .140 -4.5942 .5942


*
asam stearat 9% 7.25000 .81009 .000 4.6558 9.8442
*
asam stearat 9% asam stearat 6% -19.16667 .81009 .000 -21.7609 -16.5725
*
asam stearat 7% -9.25000 .81009 .000 -11.8442 -6.6558
*
asam stearat8% -7.25000 .81009 .000 -9.8442 -4.6558

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


Keterangan: Signifikansi <0,05, kekerasan berbeda secara signifikan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Lampiran 11. Hasil Uji Statistik pH Sabun Padat Bentonit (Variasi NLS)

Uji Normalitas pH Sabun Padat Bentonit (Variasi NLS)


Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
pH .171 9 .200 .924 9 .426

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji Normalitas pH Sabun Padat Bentonit (Variasi NLS) dengan Sabun Komersil
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
pH .144 12 .200 .915 12 .250

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji Homogenitas pH Sabun Padat Bentonit (Variasi NLS)


Test of Homogeneity of Variances

pH

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.575 2 6 .282

Uji Homogenitas pH Sabun Padat Bentonit (Variasi NLS) dengan Sabun Komersil
Test of Homogeneity of Variances

pH

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.521 3 8 .282

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

Lampiran 11. (Lanjutan)


Uji ANOVA pH Sabun Padat Bentonit (Variasi NLS)
ANOVA

pH

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .073 2 .037 47.378 .000

Within Groups .005 6 .001

Total .078 8

Uji ANOVA pH Sabun Padat Bentonit (Variasi NLS) dengan Sabun Komersil
ANOVA

pH

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .307 3 .102 103.204 .000

Within Groups .008 8 .001

Total .314 11

Uji Lanjut Tukey HSD pH Sabun Padat Bentonit (Variasi NLS)


Multiple Comparisons

pH
Tukey HSD

95% Confidence Interval


(I) (J) Mean Difference
Perlakuan Perlakuan (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
NLS 3% NLS 4% .096667 .022727 .013 .02693 .16640
*
NLS 5% -.124000 .022727 .004 -.19373 -.05427
*
NLS 4% NLS 3% -.096667 .022727 .013 -.16640 -.02693
*
NLS 5% -.220667 .022727 .000 -.29040 -.15093
*
NLS 5% NLS 3% .124000 .022727 .004 .05427 .19373
*
NLS 4% .220667 .022727 .000 .15093 .29040

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

Lampiran 11. (Lanjutan)

Uji Lanjut Tukey HSD pH Sabun Padat Bentonit (Variasi NLS) dengan Sabun
Komersil
Multiple Comparisons

pH
Tukey HSD

Mean 95% Confidence Interval


Difference (I-
(I) Perlakuan (J) Perlakuan J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
NLS 3% NLS 4% .096667 .025692 .023 .01439 .17894
*
NLS 5% -.124000 .025692 .006 -.20627 -.04173
*
sabun komersil -.331000 .025692 .000 -.41327 -.24873
*
NLS 4% NLS 3% -.096667 .025692 .023 -.17894 -.01439
*
NLS 5% -.220667 .025692 .000 -.30294 -.13839
*
sabun komersil -.427667 .025692 .000 -.50994 -.34539
*
NLS 5% NLS 3% .124000 .025692 .006 .04173 .20627
*
NLS 4% .220667 .025692 .000 .13839 .30294
*
sabun komersil -.207000 .025692 .000 -.28927 -.12473
*
sabun komersil NLS 3% .331000 .025692 .000 .24873 .41327
*
NLS 4% .427667 .025692 .000 .34539 .50994
*
NLS 5% .207000 .025692 .000 .12473 .28927

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keterangan: Signifikansi <0,05, pH berbeda secara signifikan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

Lampiran 12. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi
Konsentrasi NLS)

Uji Normalitas Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Konsentrasi NLS)


Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
kekerasan .162 9 .200 .942 9 .608

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji Normalitas Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Konsentrasi NLS)


dengan Sabun Komersil
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kekerasanvariasinls .373 12 .000 .657 12 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Konsentrasi NLS)


Test of Homogeneity of Variances

kekerasan

Levene Statistic df1 df2 Sig.

3.182 2 6 .114

Uji Homogenitas Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Konsentrasi NLS)


dengan Sabun Komersil
Test of Homogeneity of Variances

kekerasanvariasinls

Levene Statistic df1 df2 Sig.

5.065 3 8 .030

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Lampiran 12. (Lanjutan)

Uji ANOVA Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Konsentrasi NLS)


ANOVA

kekerasan

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 12162.500 2 6081.250 7.154 .026

Within Groups 5100.000 6 850.000

Total 17262.500 8

Uji Kruskal Wallis Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Konsentrasi NLS)
dengan Sabun Komersil
a,b
Test Statistics

kekerasanvariasi
nls

Chi-Square 9.464

df 3

Asymp. Sig. .024

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: perrlakuan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

Lampiran 12. (Lanjutan)

Uji Lanjut Tukey HSD Kekerasan Sabun Padat Bentonit (Variasi Konsentrasi
NLS)
Multiple Comparisons

kekerasanvariasinls
Tukey HSD

(I) (J) 95% Confidence Interval


perrlakua perrlakua Mean Difference
n n (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

nls 3% nls 4% 2.41667 .79349 .051 -.0180 4.8513


*
nls 5% 2.75000 .79349 .031 .3153 5.1847

nls 4% nls 3% -2.41667 .79349 .051 -4.8513 .0180

nls 5% .33333 .79349 .909 -2.1013 2.7680


*
nls 5% nls 3% -2.75000 .79349 .031 -5.1847 -.3153

nls 4% -.33333 .79349 .909 -2.7680 2.1013

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


Keterangan: Signifikansi <0,05, kekerasan berbeda secara signifikan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Lampiran 13. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa Sabun Padat Bentonit

Uji Normalitas Tinggi Busa Sabun Padat Bentonit


Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
tinggibusa .161 9 .200 .955 9 .740

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji Normalitas Tinggi Busa Sabun Padat Bentonit dengan Sabun Komersil
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

tinggibusa .241 12 .053 .910 12 .213

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas Tinggi Busa Sabun Padat Bentonit


Test of Homogeneity of Variances

tinggibusa

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.778 2 6 .248

Uji Homogenitas Tinggi Busa Sabun Padat Bentonit dengan Sabun Komersil
Test of Homogeneity of Variances

tinggibusa

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.133 3 8 .174

Uji ANOVA Tinggi Busa Sabun Padat Bentonit


ANOVA

tinggibusa

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .162 2 .081 8.111 .020

Within Groups .060 6 .010

Total .222 8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

Lampiran 13. (Lanjutan)

Uji ANOVA Tinggi Busa Sabun Padat Bentonit dengan Sabun Komersil
ANOVA

tinggibusa

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .243 3 .081 9.700 .005

Within Groups .067 8 .008

Total .309 11

Uji Lanjut Tukey HSD Tinggi Busa Sabun Padat Bentonit


Multiple Comparisons

tinggibusa
Tukey HSD

95% Confidence Interval


(I) (J) Mean Difference
perlakuan perlakuan (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
sls 3% sls 4% -.2667 .0816 .039 -.517 -.016
*
sls 5% -.3000 .0816 .024 -.551 -.049
*
sls 4% sls 3% .2667 .0816 .039 .016 .517

sls 5% -.0333 .0816 .914 -.284 .217


*
sls 5% sls 3% .3000 .0816 .024 .049 .551

sls 4% .0333 .0816 .914 -.217 .284

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Lampiran 13. (Lanjutan)

Uji Lanjut Tukey HSD Tinggi Busa Sabun Padat Bentonit dengan Sabun
Komersil
Multiple Comparisons

tinggibusa
Tukey HSD

Mean 95% Confidence Interval


Difference (I-
(I) perlakuan (J) perlakuan J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
sls 3% sls 4% -.2667 .0745 .030 -.505 -.028
*
sls 5% -.3000 .0745 .016 -.539 -.061

sabun komersil .0000 .0745 1.000 -.239 .239


*
sls 4% sls 3% .2667 .0745 .030 .028 .505

sls 5% -.0333 .0745 .968 -.272 .205


*
sabun komersil .2667 .0745 .030 .028 .505
*
sls 5% sls 3% .3000 .0745 .016 .061 .539

sls 4% .0333 .0745 .968 -.205 .272


*
sabun komersil .3000 .0745 .016 .061 .539

sabun komersil sls 3% .0000 .0745 1.000 -.239 .239


*
sls 4% -.2667 .0745 .030 -.505 -.028
*
sls 5% -.3000 .0745 .016 -.539 -.061

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keterangan: Signifikansi <0,05, tinggi busa berbeda secara signifikan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit

Uji Normalitas Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit


Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
stabilitasbusa .191 9 .200 .943 9 .613

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji Normalitas Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit dengan Sabun Komersil
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

stabilitasbusa .394 12 .000 .644 12 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit


Test of Homogeneity of Variances

stabilitasbusa

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.497 2 6 .631

Uji Homogenitas Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit dengan Sabun Komersil
Test of Homogeneity of Variances

stabilitasbusa

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.814 3 8 .108

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

Lampiran 14. (Lanjutan)

Uji ANOVA Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit


ANOVA

stabilitasbusa

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3.106 2 1.553 9.965 .012

Within Groups .935 6 .156

Total 4.041 8

Uji Kruskal Wallis Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit dengan Sabun Komersil
a,b
Test Statistics

stabilitasbusa

Chi-Square 9.492

df 3

Asymp. Sig. .023

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: perlakuan

Uji Lanjut Tukey HSD Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit


Multiple Comparisons

stabilitasbusa
Tukey HSD

95% Confidence Interval


(I) (J) Mean Difference
perlakuan perlakuan (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
sls 3% sls 4% -1.18000 .32234 .025 -2.1690 -.1910
*
sls 5% -1.30333 .32234 .016 -2.2924 -.3143
*
sls 4% sls 3% 1.18000 .32234 .025 .1910 2.1690

sls 5% -.12333 .32234 .923 -1.1124 .8657


*
sls 5% sls 3% 1.30333 .32234 .016 .3143 2.2924

sls 4% .12333 .32234 .923 -.8657 1.1124

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keterangan: Signifikansi <0,05, stabilitas busa berbeda secara signifikan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Lampiran 15. Hasil Evaluasi

Tabel 5.1 Hasil Evaluasi pH Sabun Padat Bentonit


Formula
Percoba
an I II III IV A B C Lifebouy
1 10,239 10,107 10,092 10,088 10,231 10,088 10,353 10,576

2 10,183 10,120 10,120 10,111 10,193 10,111 10,283 10,500

3 10,180 10,103 10,103 10,108 10,173 10,108 10,333 10,514

Rata- 10,201 10,110 10,105 10,102 10,199 10,102 10,323 10,530


rata

Tabel 5.2 Hasil Evaluasi Kekerasan Sabun Padat Bentonit


Percobaan Formula
(satuan:
101mm) I II III IV A B C Lifebouy
1 51,50 41,50 41 33 35,50 33 33 10

2 51 42,75 39,25 33,75 35 33,75 31 10

3 53,50 42 40 31,75 35,25 31,75 33,50 10,10

Rata-rata 52 42,08 40,08 32,83 35,25 32,83 32,50 10,03

Tabel 5.3 Hasil Evaluasi Tinggi Busa Sabun Padat Bentonit


Percobaan Formula
(Satuan
A B C Lifebouy
:cm)
0 1 jam 0 1 jam 0 menit 1 jam 0 menit 1 jam
menit menit
1 1,3 1,2 1,5 1,4 1,8 1,7 1,4 1,1
2 1,4 1,3 1,7 1,6 1,6 1,5 1,4 1,1
3 1,4 1,3 1,7 1,6 1,6 1,5 1,5 1,2
Rata-rata 1,37 1,27 1,63 1,53 1,67 1,57 1,43 1,13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

Lampiran 15. (Lanjutan)

Tabel 5.4 Hasil Evaluasi Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit


Formula
Percobaan
(Satuan : %) A B C Lifebouy
1 92,31 93,33 94,44 78,57

2 92,86 94,12 93,75 78,57

3 92,86 94,12 93,75 80

Rata-rata 92,86 93,87 93,98 79,05

Lampiran 16. Perhitungan Stabilitas Busa Sabun Padat Bentonit

Stabilitas busa = 100% - % Busa yang hilang

% Busa yang hilang = x 100%

Formula A

%Busa yang hilang = x 100% = 7,69%


Stabilitas busa = 100%-7,69% = 92,31%
%Busa yang hilang = x 100% = 7,14% 92,68%
Stabilitas busa = 100%-7,14% = 92,86%
%Busa yang hilang = x 100% = 7,14%
Stabilitas busa = 100%-7,14% = 92,86%

Formula B

%Busa yang hilang = x 100% = 6,67%


Stabilitas busa = 100%-6,67% = 93,33%
%Busa yang hilang = x 100% = 5,88% 93,87%
Stabilitas busa = 100%-5,88% = 94,12%
%Busa yang hilang = x 100% = 5,88%
Stabilitas busa = 100%-5,88% = 94,12%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

Lampiran 16. (Lanjutan)

Formula C

%Busa yang hilang = x 100% = 5,56%


Stabilitas busa = 100%-5,56% = 94,44%
%Busa yang hilang = x 100% = 6,25% 93,98%
Stabilitas busa = 100%-6,25% = 93,75%
%Busa yang hilang = x 100% = 6,25%
Stabilitas busa = 100%-6,25% = 93,75%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


81

Lampiran 17. Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Menurut SNI

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


82

Lampiran 17. (Lanjutan)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

Lampiran 18. Gambar Sabun

Gambar 5.1 Sabun FI (Asam Stearat 6%)

Gambar 5.2 Sabun FII (Asam Stearat 7%)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

Lampiran 18. (Lanjutan)

Gambar 5.3 Sabun FIII (Asam Stearat 8%)

Gambar 5.4 Sabun FIV (Asam Stearat 9%)

Gambar 5.5 Sabun FA (NLS 3%)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


85

Lampiran 18. (Lanjutan)

Gambar 5.6 Sabun FB (NLS 4%)

Gambar 5.7 Sabun FC (NLS 5%)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


86

Lampiran 19. Alat-alat

Gambar 5.8 Penetrometer

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


87

Lampiran 19. (Lanjutan)

Gambar 5.9 Vortex

Gambar 5.10 Timbangan Analitik

Gambar 5.11 pH Meter

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


88

Lampiran 19. (Lanjutan)

Gambar 5.12 Cetakan Sabun

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi