Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Manusia dewasa ini telah berada di persimpangan jalan, antara agama dan kemajuan
ilmu pengetahuan. Kebimbangan pun datang mengusik lamunan di malam hari,
membangunkan dari mimpi-mimpi indahnya sepanjang malam. Manusia cenderung menilai
realita kehidupan dunia yang tampak di depan mata tanpa menoleh fenomena kehidupan di
masa lalu. Ada sebagian darinya yang tidak merujuk kepada perintah-perintah agama sebagai
pedoman hidup di dunia. Padahal, sejarah peradaban manusia telah terukir dari beberapa
peristiwa kebajikan dan kebathilan. Padahal, yang di cari manusia dalam kehidupan di dunia
adalah kebahagiaan.
Sebuah realita tentang kehidupan dunia abad ini diterjemahkan sebagai kehidupan
yang sementara, tempat untuk bersenang-senang, kehidupan modern, kehidupan yang abadi
dan sebuah kehidupan yang fana. Di sisi lain kehidupan dunia dipandang sebagai jembatan
menuju kehidupan setelah mati (akhirat), tempat mencari amal kebajikan, tempat menimba
ilmu pengetahuan dan lain-lainya. Berangkat dari pemahaman di atas maka nyatalah
kehidupan dunia yang fana ini hanyalah sebuah ujian bagaimana mengemban tugas-tugas
kehidupan dan amanat kemanusiaan. Dengan demikian manusia akan merasa puas dan hidup
tidak menjadi sia-sia tanpa melemahkan semangat berjuang dalam kehidupan.
Akhirnya, dapatlah digambarkan bahwa persepsi kehidupan dunia memiliki tujuan
yang beragam, yaitu; kesenangan, kemegahan, kesehatan, kepintaran, kesuksesan,
ketenteraman jiwa, ketenangan hidup dan kebahagiaan. Tidak cukup sampai disitu, manusia
akan terus mempertanyakannya setelah mampu meraih segala apa yang diinginkannya atau
sebaliknya, manusia akan terus mencari-cari jawaban dari sebuah pertanyaan yang
membosankan.
Mengapa pertanyaan demi pertanyaan itu muncul seolah tidak merasa puas dengan
kenyataan hidup, atau sebaliknya? Islam sebagai agama melalui kajian al quran dan hadits-
hadits Rasulullah dapat menjawab pertanyaan demi pertanyaan tersebut dengan menanamkan
kepercayaan terhadap Allah dan Rasulullah. Oleh karena itu jugalah penulis mencoba
menghadirkan jawaban-jawaban yang bersumber dari nash-nash al Quran dan beberapa
Hadits Nabi saw, sekaligus dapat memberikan keyakinan yang kuat dalam diri.
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan permainan. Dan
sesungguhnya akhirat itulah sebenar-benar kehidupan, kalau mereka mengetahui.
Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (Q.S. at Thogobun:
20).
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-banggaan
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan
para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur. Dan di Akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari
Allah serta keridhoan- Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu. (Q.S. al Hadid: 20).
...Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Q.S. Ali
Imran: 185).
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari permainan dan senda gurau belaka. Dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah
kamu memahaminya?. (al Anpappu: 32).
Bermegah-megah telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Dan
janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui
dengan pengetahuan yang yakin. (Q.S. at Takatsur: 1 4).
Telah menjadi ketentuan Allah jikalau manusia hidup sebagai makhluk sosial,
bertetangga, bergaul dengan sesama walaupun terdapat perbedaan bahasa, suku dan warna
kulit. Lantas agama menjawabnya agar manusia menjaga tali silaturrahmi dan saling
mengenal antar satu dengan lainnya, saling menghormati dan menghargai hak-hak sesama.
Islam mengakui kemajemukan manusia sebagai suatu komunitas plural, tetapi bukan untuk
saling membedakan, namun untuk saling mengenal antar satu dengan lainnya. Islam
melarang untuk berlaku sombong dan angkuh karen perbedaan posisi, keadaan, suku, ras, dan
lainnya. Dan kesombongan itu tidak sepantasnya dilakukan manusia karena segala
sesuatunya akan kembali kepada Allah Yang Maha Menciptakan.
Islam tidak membedakan status sosial antara si miskin dan kaya, seharusnya si kaya
yang menyantuni, mengasihi dan menyayangi si miskin dan bukan untuk membeda-bedakan
derajat. Allah yang menurunkan rezeki, meluaskan dan menyempitkannya. Apakah pantas
bagi manusia untuk berlaku bakhil dan kikir? Nyatalah, yang menjadi pembeda adalah
mereka yang paling bertaqwa, bukan mereka yang lebih putih, kaya, cantik, dan
berkedudukan. Kesuksesan manusia merupakan kesempatan baik yang diberikan Allah, tetapi
Allah juga Maha Mampu merubah kesempatan baik itu sebagai ujian bagi manusia.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang
paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal. (Q.S. al
Hujarat: 13).
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (Q.S. ar Rum: 22).
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki
bagi siapa yang dikehendaki Nya dan Dia pula yang menyempitkan rezeki itu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang
beriman. Maka berikanlah kepada kerabat terdekat akan haknya, demikian pula kepada
orang fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi
orang-orang yang mencari keridhaan Allah dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung. (Q.S. ar Rum: 37 dan 38).
Rasulullah saw bersabda: Bukanlah dikatakan seorang mumin yang dirinya merasa
kenyang sedangkan tetangga sebelahnya kelaparan. ( H.R. Bukhari dan Muslim r.a ).
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan
sampai setinggi gunung. (Q.S. al Isra: 37).
Jelaslah dari dalil-dalil di atas menunjukkan kehidupan dunia adalah sebuah ketentuan
Allah (sunnatullah) yang tidak mungkin ada seorangpun yang mampu merubahnya. Seperti
halnya perputaran langit dan bumi, tanam-tanaman yang tumbuh subur, gunung-gunung yang
Allah tinggikan dan tangguhkan, lautan dan daratan yang terbentang luas.
Kemudian dalam kehidupan dunia dijadikan tempat untuk bercocok tanam, berternak
dan lainnya. Dunia merupakan tempat manusia berkembang biak dan meneruskan sejarah.
Semua penciptaan ini merupakan sunnatulah yang harus disyukuri oleh manusia sebagai
makhluk yang lemah di hadapan Allah swt. Inilah dari tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan
Allah swt Yang Maha Kuasa bagi orang-orang yang mau merenungi.
Manusia tidak melihat kekuasaan Allah Yang Maha Mampu dalam mengatur
peredaran benda-benda langit. Manusia ingkar dan meremehkan kekuasaan Allah. Padahal
manusia sangat lemah dihadapan Allah. Manusia lupa dan amat jarang merenungi beberapa
kekuasaan Allah. Padahal, kepada Allah dan Rasulullah sebaik-baik pengaduan dari segala
urusan. Dunia memang salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah swt yang nyata, agar
manusia benar-benar beriman dan tunduk kepada Nya.
Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan
gunung-gunung (di permukaan ) bumi supaya bumi itu tidak menggoyahkan kamu; dan
memperkembang biakkan padanya segala jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari
langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. (Q.S.
Luqman:10).
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan Nya ialan bahwa Dia mengirimkan angin
sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat Nya
dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah Nya dan supaya kamu dapat mencari
karunia Nya; mudah-mudahan kamu mensyukuri. (Q.S. ar Rum: 46).
Allah, Dia lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikanmu sesudah lemah itu kuat, kemudian Dia menjadikanmu sesudah kuat itu lemah
kembali dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki Nya dan Dialah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Q.S. ar Rum: 54).
Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan,
maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah
matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu. (Q.S. Fathir: 9).
Dan tiada sama antara dua laut yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain
asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu memakan daging yang segar dan
kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-
masingnya kamulihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari
karuniya Nyadan supaya kamu bersyukur. (Q.S. Fathir: 12).
Dia memasukkan (merubah) malam menjadi siang dan menjadikan siang menjadi
(berubah) malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut
waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan Nya
lahkerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-
apa walaupun setipis kulit ari. (Q.S. Fathir: 13).
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Onta itu bagaimana diciptakan?. Dan
langit, bagaimana ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan?. Dan
bumi bagaimana dihamparkan?. (Q.S. al Ghasyiyah: 17 20).
Bagi orang-orang yang beriman, Allah menjadikan kehidupan dunia sebagai jembatan
untuk kehidupan yang kekal (akhirat). Allah membimbing mereka meraih dua kebahagiaan
yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta mengajarkan mereka untuk mencari nafkah di
dunia tanpa melalaikan waktunya untuk mengingat Allah. Dan juga memberikan kabar
gembira sekaligus menuntun mereka dengan ajaran islam bahwa kehidupan dunia sebagai
kehidupan untuk bertaubat dan mencari bekal di akhirat. Karena itu Allah menganjurkan
manusia supaya teliliti dengan kehidupan dunia ini agar hidup tidak sia-sia. Membimbing
manusia sebagai makhluk yang pandai bersyukur. Semua ini tidak lain hanyalah ujian bagi
orang-orang yang beriman kepada Nya dan mengikuti ajaran islam.
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagian dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. al Qashash: 77).
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang
hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia Nya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. (Q.S. ar Rum: 23)
Sesungguhnya Allah lebih suka menerima taubat hamba Nya melebihi dari
kesenangan seseorang yang menemukan kembali ontanya yang hilang di tengah
hutan. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah;
Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. at Thagobun: 11)
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan Nya dan diberikan
Nya kesenangan, maka dia berkata: Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila
Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata Tuhanku
menghinakanku. (Q.S. at Thogobun: 15 dan 16).
Itulah yang juga dikritik oleh Karl Marx, dia menilai akumulasi modal dan alat
produksi pada sekelompok elite membuat dunia mengalami kesenjangan sosial yang hanya
memunculkan kemiskinan massal di mana rakyat yang miskin semakin miskin dan yang kaya
menjadi kaya. Orang miskin menjadi sangat bergantung pada pemilik modal yang menguasai
pusat-pusat produksi dan ekonomi sehingga kebebasan individu untuk memilih pekerjaan
sebagai aktualisasi diri tidak mendapatkan tempat yang kondusif. Penindasan terjadi secara
terus menerus mereka bekerja hanya untuk menjaga keberlangsungan hidupnya semata
sementara disisi lain pemilik modal memeras dengan seenaknya.
Kritik Karl Marx hampir sulit diingkari kebenarannya tentang problem alienasi pada
masyarakat modern, hal ini juga diperkuat oleh pandangan Chistropher Lasch yang
menyebutkan bahwa krisis kejiwaan yang menimpa masyarakat kapitalis terutama barat telah
menyebabkan mereka kehilangan sense of meaning dalam hidupnya.
Relevansi dari kuatnya arus globalisasi sebagai bukti dari perkembangan zaman
menurut pendapat sebagian pakar merupakan proses menghilangnya sekat-sekat pembatasan
ruang dan waktu yang berdampak kepada semakin transparannya proses transformasi nilai-nilai
dan terjadinya asimilasi budaya yang semakin cepat dan nyaris tanpa batas (the world without
border) (Tilaar, 2000).
Kehidupan sosial budaya suatu masyarakat pada hakikatnya adalah sistem terbuka yang
selalu berinteraksi dengan sistem lain. Keterbukaan sistem sebagai dampak globalisasi
mendorong terjadinya pertumbuhan, pergeseran, dan perubahan nilai dalam masyarakat, yang
pada akhirnya akan mewarnai cara berpikir dan perilaku manusia.
Nilai menjadi hal yang penting pada tiap fase perkembangan individu karena nilai
menjadi dasar dalam menentukan pengambilan keputusan. Rusaknya nilai dalam mesyarakat
tentunya berdampak negatif pula terhadap perkembangan masyarakat itu sendiri.
Sebagai imbasnya setiap aspek kehidupan, baik yang secara langsung atau tak langsung
memberikan pengaruh terhadap masyarakat ikut terganggu dan bahkan menjadi "hancur"
(Tirtarahardja,1994).
Terkait dengan aspek spiritualitas atau pada istilah lain adalah releigiusitas/
transedensi, dalam kajian keilmuan bimbingan dan konseling terdapat beberapa pandangan
yang disampaikan para ahli psikologi, khususnya yang beraliran fenomenologis-
eksistensial. Pertama, yang dipelopori oleh Viktor E. Frankl dengan faham Logo Terapinya;
dan kedua, Abraham E. Maslow dengan te'ori kebutuhannya (need theory) mencetuskan tentang
konsep yang terkait dengan upaya membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal,
walaupun dengan pemaknaan dan perspektif yang berbeda untuk masing-masing faham. Frankl
memaknai transen-densi sebagai akumulasi pengalaman individu yang bertendensi negatif dan
positif, sehingga melahirkan kebermaknaan hidup; sedangkan Maslow memaknai trensendensi
sebagai pencapaian aktualisasi diri (self actualization) oleh individu.
Walaupun perspektif mereka berbeda, akan tetapi yang perlu dicatat di sini adalah
keberanian dan pencapaian "kontemplasi" mereka dalam mengetengahkan tentang sisi
keterbatasan individu dalam memahami peristiwa ataupun pengalaman yang dialami individu
yang berada di luar jangkauan pemahaman inderawi dan nalar logik manusiawi. Dari pemahaman
itu, pada akhirnya mendorong individu untuk meyakini hakikat ketuhanan, menyadarkan akan
kelemahan yang dimilikinya, dan sekaligus menjadi motivasi untuk mengembangkan potensi diri
secara proporsional.
Nilai-nilai spiritualitas dalam kehidupan individu menjadi urgen karena pada diri individu
terdapat potensi dan kecenderungan yang berorientasi pada obyek pemikiran dan kontemplasi
pada realitas di luar wilayah materi yang bersifat fisik (Hidayat, 2002). Kecenderungan ini
membawa pada suatu kesadaran diri (self awareness) tentang kelebihan dan kelemahan diri, dan
keterbatasan aspek-aspek inderawi dalam memahami sesuatu yang berada di luar jangkauan fisik
dan rasio kamanusiaan.
Hal utama kaitan dimensi spiritualitas dalam konseling adalah upaya memandang
sebagai bagian dari proses kepentingan pembinaan tersebut. Oleh karena itu, dimensi spiritual
dalam bimbingan konseling selalu mengutamakan hakekat manusia. Sebagai keilmuan yang
mengkaji tentang hubungan kemanusiaan, maka bimbingan dan konseling memiliki pandangan
tentang dimensi kemanusiaan. Djawad Dahlan (2002) memaparkan dimensi kemanusiaan dalam
perspektif bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1. Pandangan yang menganggap manusia sebagai makhluk yang pada dasamya bersifat
deterministik, pesimistik, mekanistik dan reduksionalistik. Menurut pandangan ini, individu
dipan-dang tidak mampu meraih kebebasan susila, karena segala gerak dan ucapnya dipandang
datang dan ditentukan oleh dorongan-dorongan instinktif yang tidak terbendung, tidak dapat
dikendalikan dan bahkan tidak mungkin untuk dikenal. Segala perilaku manusia, bahkan yang
bersifat etis religius pun dipandangnya tidak lain sebagai sublimasi dari dorongan-dorongan
tidak disadari.
2. Terdapat juga konsep bimbingan dan konseling yang berwama behavioristik. Pandangan ini pun
menyandang ciri deterministik, sehingga perilaku individu menurut paham ini, sepenuhnya
dapat ditentukan dan ditempa dari luar, melalui pembentukan hubungan stimulus-respon, latihan
atau training. Latihan, pembiasaan, reinforcement, extinction, desentisitasi, merupakan tindakan-
tindakan lunci untuk merubah perilaku klien. Sederhananya individu adalah makhluk mekanistik
yang dapat dikendalikan dari luar oleh lingkungan.
3. Pandangan yang agak sejalan dengan pemberian latihan untuk berbuat, mengimplikasikan bahwa
pemberian bantuan kepada klien hendaknya berupa peningkatan keterampilan
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sekarang ini, dalam kehidupan ini, di tempat ini
dan dengan kondisi seperti ini. Keterlibatan kepada tempat, waktu, situasi dan
kondisi, membuat klien sulit untuk mempunyai pandangan kedepan. Bagi mereka, keadaan
seperti ini tidak dipandang sebagai persoaian yang serius, karena memang segala sesuatu
tiada yang tetap, melainkan selalu berubah.
Berdasarkan ketiga pandangan di atas, lebih lanjut Djawad Dahlan (2002) menegaskan
bahwa apabila pandangan tersebut selamanya menjadi referensi bagi upaya membantu
perkembangan klien, tentunya individu hanya dihargai sebagai makhluk yang degradasi yang
sepenuhnya tunduk kepada naluri dan dorongan impulsif, atau tunduk kepada kekuasaan dari !uar
dirinya, maka muncuilah pandangan lain yang diametral dan mendewa-dewakan manusia.
Pandangan ini bersifat optimistis, penuh harapan terhadap kemampuan individu dan
memandangnya memiliki kemampuan untuk berbuat sendiri di bumi ini dan menentukkan
tujuannya sendiri. Himbauannya terhadap pendidikan dan bimbingan dan konseling ialah agar
individu dapat menolong dirinya sendiri dengan jalan mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Akan tetapi kebebasan berpikir dan mengembangakan diri yang dilakukan klien tidak
menutup kemungkinan akan berbenturan dengan tata nilai dan norma yang berlaku di keluarga,
sekolah ataupun lingkungan masyarakat, apalagi jikalau satuan norma yang berlaku lebih banyak
bermuatan aspek kebebasan dari tatanan nilai-nilai agama dan spiritual.
a. Konsep Spiritualitas
Penggunaan istilah spiritual saat ini meluas hingga memasuki hampir semua
disiplin ilmu dan kehidupan, diduga gejala ini muncul sebagai akibat dari adanya
kehampaan kehidupan manusia modern yang meninggalkan ruh kehidupannya
tergerus oleh corak berfikir rasional, positivistik bahkan cenderung ateis tetapi kering
dari sisi spiritual.
Secara bahasa spiritual berasal dari kata spirit atau spiritus yang mengandung
pengertian: nafas, udara, angin, semangat, kehidupan, pengaruh, antusiasme,
atau nyawa yang menyebabkan hidupnya seseorang. Kata spiritus dipergunakan untuk
bahan bakar dari alkohol, di Barat minuman anggur sering juga disebut
sebagai spirit dalam arti minuman pemberi semangat. Dari serangkaian arti diatas kata
spirit jelas mengandung makna kiasan yaitu semangat atau sikap yang mendasari
sebuah tindakan, karena sebuah tindakan manusia banyak sekali yang mendasarinya,
sedangkan spirit adalah dapat menjadi salah satunya.
Kata spirit juga digunakan untuk menyebut sebuah entitas atau makhluk
immaterial, atau sesuatu bentuk energy yang hidup, nyata, meski kasat mata, tidak
memiliki badan fisik. Entitas makhluk hidup ini ada dua, yang bersifat ketuhanan
menurut aslinya dan memiliki cirri karakteristik kemanusiaan, atau juga dipergunakan
untuk makhluk halus atau hantu (Chaplin, dalam Kartono, 2001)
Secara istilah pengertian spiritual dan spiritualitas sangat luas dan beragam
tergantung dalam konteks dan kajiannya. Menurut Achiryani S. Ahmad (2000:2-4),
spiritualitas adalah; Keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta, sumber kekuatan vital yang memotivasi, mempengaruhi gaya hidup,
perilaku, hubungan seseorang dengan yang lainnya., atau kumpulan dimensi nilai-
nilai yang dapat mempengaruhi sikap dan interaksi seseorang dengan dunia
sekitarnya.
Sedangkan menurut Burkhardt (1993) spiritualitas dalam kehidupan seorang
individu meliputi aspek-aspek beriku;
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidak pastian
dalam kehidupan.
2. Menemukan arti dan tujuan hidup
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam
diri sendiri.
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang
Maha Tinggi.
Diantara dua dimensi tersebut menurut Stoll terdapat hubungan yang terus
menerus dan tidak boleh terputus. Selain istilah diatas terdapat beberapa istilah
penting yang terkait yaitu konsep spiritual dan kebutuhan spiritual. Dalam
pandangannya konsep spiritual adalah konsep dimana seseorang berupaya
mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, mendapatkan
kekuatan saat-saat kritis, ketahanan diri dan mencari jati diri dan kesadaran diri.
Spritual adalah kata yang sangat kabur maknanya bagi orang-orang Kristen di
era kita. Istilah ini berasal dari Katolik Perancis, sekarang juga umum bagi kelompok
Protestan. Ajaran masa sekarang dikritik karena kurangnya spiritualitas, bermakna
bahwa ajaran tersebut hendaknya mungkin lebih suka berbicara teologi mistik,
dimana teologi merupakan perenungan terhadap Tuhan dan bukannya sebuah kegiatan
berdasarkan alasan yang berpindah-pindah semata, atau seperti yang dikatakan
Alexander tentang kehidupan Kristen.
Menurut Dr. Howard Clinebel yang dikutip Prof. Dr.dr. Dadang Hawari
(2002) ada sepuluh kebutuhan dasar spiritual manusia, yaitu kebutuhan akan;
Dalam Islam spiritualitas tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai agama yang terikat
dengan Ketuhanan. Spiritual keagamaan tidak menganggap manusia adalah pusat segala-
galanya, tidak dapat menuhankan segala sesuatu selain Tuhan Sang pencipta jagad raya
dengan segala isinya, apalagi menuhankan diri manusia itu sendiri. Secara naluriah manusia
mengakui keberadaan Tuhan Sang Pengatur kehidupan. Manusia dan makhluk lainnya sangat
tergantung secara transcendental kepada Tuhan. Inilah sifat dari kecerdasan spiritual.
Kecerdasan spiritual selalu berkaiatan dengan agama, dan ini juga telah diakui oleh dunia
internasional (WHO,1994).
http://www.bloggerkalteng.id/p/a.html