Vous êtes sur la page 1sur 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

TINGKAH LAKU MENCEDERAI DIRI / BUNUH DIRI

1. Pengertian
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Di Amerika Serikat, dilaporkan 25.000 tindakan bunuh diri setiap tahun (Wilson dan
Kneisl, 1988, hlm. 786), dan merupakan penyebab kematian kesebelas. Rasio kejadian bunuh diri
antara pria dan wanita adalah tiga berbanding satu (Stuart dan Sundeen, 1987, hlm. 487). Pada
usia remaja, bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua (Leahey dan Wright, 1987, hlm. 79).
Menurut Prayitno (1983) tindakan bunuh diri di Jakarta 2,3 per 100.000 penduduk.
Lebih lanjut Stuart dan Sundeen (1987, him. 488), mengidentifikasikan faktor yang
menyebabkan bunuh diri antara lain perceraian, pengangguran, isolasi sosial. Tishler's 1981
(dikutip oleh Leahey dan Wright, 1987, hlm. 81) melalui penelitiannya telah mengidentifikasi
motivasi remaja melakukan percobaan bunuh diri, yaitu 51 persen masalah dengan orangtua, tiga
puluh persen dengan lawan jenis, tiga puluh persen masalah sekolah dan enam belas persen
masalah dengan saudara.
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres
yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Selain itu, bunuh diri merupakan tindakan
merusak integritas diri atau mengakhiri kehidupan. Situasi gawat pada bunuh did adalah saat ide
bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik untuk bunuh diri. Oleh karena itu,
perawat memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang dapat mencegah terjadinya bunuh diri.
Sekali individu berhasil bunuh diri, maka asuhan keperawatan sudah terlambat dan tidak
diperlukan.
Pada kenyataan, klien yang melakukan tindakan bunuh diri mendapat pertolongan untuk
menyelamatkan hidupnya di unit gawat darurat. Asuhan keperawatan jarang berfokus pada
masalah yang menyebabkan klien melakukan bunuh diri. Diharapkan uraian pada bagian berikut
akan membantu perawat dalam peningkatan kualitas praktek keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan.
2. Tingkah Laku Bunuh Diri
Rentang sehat-sakit dapat dipakai untuk menggambarkan respons adaptif sampai respons
maladaptif pada bunuh diri (lihat Gambar 1).

Respons adaptif <= = = = = = = = = = = = = = = = => Respons maladaptive

Menghargai diri Berani ambil risiko dalam Merusak diri sendiri secara Bunuh diri
mengembangkan diri tidak langsung
Gambar 1. Rentang menghargai-merusak diri (Stuart dan Sundeen, 1987, hlm.484).

Dalam kehidupan, individu selalu menghadapi masalah atau stressor. Respons individu
terhadap stressor tergantung pada kemampuan masalah yang dimiliki serta tingkat stres yang
dialami. Individu yang sehat senantiasa berespons secara adaptif dan jika gagal ia berespons
secara maladaptif dengan menggunakan koping bunuh diri.
Beck, Rawlins, dan Williams (1984, hlm. 499) mengemukakan bahwa individu
berharapan. Rentang harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif (lihat Gambar
2).
Respon adaptif <= = = = = = = = = = = => Respon maladaptive
Harapan Putus Harapan
Yakin Tidak berdaya
Percaya Putus asa
Inspirasi Apatis
Tetap hati Gagal dan kehilangan
Ragu-ragu
Sedih
Depresi
Bunuh diri
Gambar 2. Rentang harapan-putus harapan. (Beck, dkk., 1984, hlm. 499)

Individu putus harapan menunjukkan perilaku yang tidak berdaya, putus asa, apatis,
kehilangan, ragu-ragu, sedih, depresi, serta yang paling berat adalah bunuh diri.
Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. Individu yang tidak berhasil memecahkan
masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu, seolah-olah koping yang biasa
bermanfaat sudah tidak berguna lagi. Harga diri rendah, apatis dan tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
Kehilangan, ragu-ragu. Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dart tidak
realistis akan me rasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Demikian pula jika
individu kehilangan sesuatu yang sudah dimiliki misalnya kehilangan pekerjaan dan kesehatan,
perceraian, perpisahan. Individu akan merasa gagal, kecewa, rendah diri yang semua dapat
berakhir dengan bunuh diri.
Depresi. Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Banyak teori yang menjelaskan ten- tang depresi, dan semua sepakat
keadaan depresi merupakan indikasi terjadinya bunuh diri. Individu berpikir tentang bunuh diri
pada waktu depresi berat, namun tidak mempunyai tenaga untuk melakukannya. Biasanya bunuh
diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
Bunuh diri. Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respons maladaptif yang telah disebutkan
sebelumnya. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.
3. Faktor Risiko Tingkah Laku Bunuh Diri
Mengapa individu terdorong untuk melakukan bunuh diri? Banyak pendapat tentang
penyebab atau alasan, termasuk berikut:
a. Kegagalan untuk adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres,
b. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersohal atau
gagal melakukan hubungan yang berarti.
c. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
e. Tangisan minta tolong.
Stuart dan Sundeen (1987,hlm. 488), mengemukakan faktor risiko tingkah laku bunuh diri (lihat
Tabel 1).
Tabel 1. Faktor Risiko Tingkah Laku Bunuh Diri
(Stuart dan Sundeen, 1987, hlm: 488)

Faktor Risiko Tinggi Risiko Rendah


Umur 45 tahun dan remaja 25- 45 tahun dan < 12 tahun
Jenis Laki-laki Perempuan
Status Kawin Cerai, pisah, janda/duda Kawin
Jabatan Profesional Pekerjaan kasar
Pengangguran Pekerja Pekerja
Penyakit fisik Kronik, terminal Tidak ada yang serius
Gangguan mental Depresi, halusinasi Gangguan kepribadian
Pemakai obat dan alkohol Ketergantungan
Sebagai tambahan dari faktor dan penyebab terjadinya bunuh diri Cook dan Fontaine
(1987) menerangkan penyebab bunuh diri dari masing-masing golongan umur. (Tabel 2, 3, 4 dan
5).

Tabel 2. Penyebab Bunuh Diri pada Anak*)


1. Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
2. Situasi keluarga yang kacau
3. Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
4. Gagal sekolah
5. Takut atau dihina di sekolah
6. Kehilangan orang yang dicintai
7. Dihukum orang lain
*)
Sumber : Hafen dan Frandsen 1985, dikutip oleh Cook dan Fontaine, 1987, hlm. 518

Tabel 3. Penyebab Bunuh Diri pada Remaja*)


1. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
2. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
3. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
4. Perasaan tidak dimengerti orang lain
5. Kehilangan orang yang dicintai
6. Keadaan fisik
7. Masalah dengan orangtua
8. Masalah seksual
9. Depresi
*)
Sumber : Hafen dan Frandsen 1985, dikutip oleh Cook dan Fontaine, 1987, hlm. 518

Tabel 4. Penyebab Bunuh Diri pada Mahasiswa*)


1. Self-ideal terlalu tinggi
2. Cemas akan tugas akademik yang banyak
3. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua
4. Kompetisi untuk sukses
*)
Sumber : Hendlin 1982, dikutip oleh Cook dan Fontaine, 1987, hlm. 518

Tabel 5. Penyebab Bunuh Diri pada Usia Lanjut*)


1. Perubahan status dari mandiri ke tergantung
2. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
3. Perasaan tidak berarti di masyarakat
4. Kesepian dan isolasi sosial
5. Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
6. Sumber hidup berkurang
*)
Sumber : Hendlin 1982, dikutip oleh Cook dan Fontaine, 1987, hlm. 518

4. Pernyataan yang Salah tentang Bunuh Diri (Mitos)


Banyak pernyataan yang salah tentang bunuh diri yang harus diketahui perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tingkah laku bunuh diri:
a. Ancaman bunuh diri hanya cara individu untuk menarik perhatian dan tidak perlu
dianggap serius. Semua perilaku bunuh diri harus dianggap serius
b. Bunuh diri tidak memberi tanda. Delapan dari 10 individu memberi tanda secara
verbal atau perilaku sebelum melakukan percobaan bunuh diri.
c. Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri pada klien. Hal yang paling penting
dalam perencanaan keperawatan adalah pengkajian yang akurat tentang rencana bunuh diri
klien.
d. Kecenderungan bunuh diri adalah keturunan. Tidak ada data dari hasil riset yang
membantu pendapat ini karena pola perilaku bunuh diri bersifat individual.
5. Asuhan Keperawatan Tingkah Laku Bunuh Diri
Asuhan keperawatan tingkah laku bunuh diri difokuskan pada pencegahan bunuh diri.
Pencegahan dapat dicapai karena semua individu yang ingin bunuh diri ambivalen terhadap hidup
dan tidak ada yang seratus persen ingin mati
a) Pengkajian
Pengkajian tingkah laku bunuh diri termasuk aplikasi observasi melekat dan
keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik, rencana yang spesifik.
Hal utama yang perlu dikaji adalah tanda atau gejala yang dapat menentukan tingkat
risiko dari tingkah laku bunuh diri. Untuk ini ada beberapa pendapat dan petunjuk yang dapat
dipilih oleh perawat, sebagai berikut:
Pertama, pengkajian tingkat risiko oleh Hasson, Valente, dan Risk (1977, dikutip
oleh Shiver, 1986) pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengkajian Tingkat Risiko Bunuh Diri*)

Perilaku atau Intensitas Risiko


gejala Rendah Sedang Tinggi
1. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panik
2. Depresi Rendah Sedang Berat
3. Isolasi menarik Perasaan depresi yang Perasaan tidak Tidak berdaya, putus
diri samar, tidak menarik berdaya, putus asa, asa, menarik diri, protes
diri menarik diri pada diri sendiri
4. Fungsi sehari- Tidak baik pada semua
hari Umumya baik pada Baik pada beberapa aktivitas
5. Sumber-sumber semua aktivitas aktivitas Kurang
Beberapa Sedikit

Tabel 6. (lanjutan)
Intensitas Risiko
Perilaku atau gejala
Rendah Sedang Tinggi
6. Strategi koping Umumnya Sebagian konstruktif Sebagian besar
7. Orang penting/ konstruktif Sedikit atau hanya destruktif
dekat Beberapa satu Tidak ada
8. Pelayanan psikiatri
yang lalu Ya, umumya
9. Pola hidup Tidak, sikap positif memuaskan Bersikap negatif
terhadap pertolongan
10. Pemakai alkohol Stabil Sedang (stabil tak Tidak stabil
dan obat stabil)
11. Percobaan bunuh Tidak sering Sering Terus menerus
diri sebelumnya
12. Disorientasi dan
disorga-nisasi Tidak, atau yang Dari tidak sampai Dari tidak, sampai
13. Bermusuhan tidak fatal dengan cedera yang berbagai cara yang
agak fatal fatal
14. Rencana bunuh diri Tidak ada Sedikit Jelas atau ada

Tidak atau sedikit Beberapa Jelas atau ada


Samar, kadang-
kadang ada Sering dipikirkan, Sering dan konstan
kadang-kadang ada dipikirkan dengan
ide untuk rencana yang spesifik
merencanakan

*)
Sumber : Hatton, Valente, dan Rink 1977, dikutip oleh Shiver, 1986, hlm.472.

Kedua pengkajian yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen (1988, hlm. 496 497) yang
mengkaji 10 faktor dan masing-masing diberi nilai, dan nilai akhir akan menentukan tingkat
potensialitas dari bunuh diri tersebut.
Ketiga pengkajian yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1977, dikutip oleh
Shivers, 1988, him. 475) mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut SIRS (Suicidal Intertion
Rating Scale), dengan skor 0 4.

Tabel 7. SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale)


Skor 0 Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang
Skor 1 Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri
Skor 2 Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
Skor 3 Mengancam bunuh diri, misalnya : " tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh diri"
Skor 4 Aktif mencoba bunuh diri
Dari ketiga pengkajian di atas perawat mengidentifikasi klien yang termasuk
kedaruratan adalah klien risiko tinggi dengan skor yang tinggi, tingkat yang lain juga
mempunyai risiko. Skor nol dan intensitas rendah tidak mempunyai risiko bunuh diri saat ini.

b) Perencanaan
Perencanaan meliputi penentuan diagnosis keperawatan, tujuan dan intervensi
keperawatan.
Beberapa kemungkinan diagnosis keperawatan pada keadaan gawat darurat adalah
sebagai berikut :
1) Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan depresi
2) Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan menangani stres,
perasaan bersalah
3) Koping yang tidak efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai
pemecahan masalah
4) Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan krisis yang tiba-tiba (di
rumah, komuniti)
5) Isolasi sosial sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun
6) Gangguan konsep diri : perasaan tidak berharga sehubungan dengan kegagalan
(sekolah, hubungan interpersonal)

Tujuan utama asuhan keperawatan tingkah laku bunuh diri pada keadaan darurat
adalah melindungi keselamatan klien atau mencegah terjadinya bunuh diri dan membantu
klien mengganti koping yang destruktif dengan koping yang konstruktif. Secara terinci dapat
dilihat pada aplikasi asuhan keperawatan pada bagian berikut.

Contoh Perumusan Tujuan


Tujuan jangka panjang:
Dua minggu sebelum pulang dari rumah sakit, klien dapat mengontrol diri untuk
tidak bunuh diri.
Tujuan jangka pendek:
1) Dalam waktu 3 hari klien tetap bersama staf dengan sukarela
2) Dalam waktu 1 minggu klien akan memberitahu staf jika ada perasaan atau dorongan
untuk merusak diri
3) Dalam dua minggu klien dapat menuliskan 3 hal yang positif tentang dirinya
c) Intervensi
Stuart dan Sundeen (1987) mengidentifikasi intervensi utama pada klien tingkah
laku bunuh diri sebagai berikut:
1. Melindungi. Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien
melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi, serta semua
tindakan dijelaskan pada klien. Pengawasan satu-satu selama 24 jam harus dilakukan
pada klien yang risiko tinggi melakukan bunuh diri. Krisis intervensi merupakan tindakan
yang tepat. Kecenderungan bunuh diri yang ada di masyarakat memerlukan bantuan yang
segera dari klinik krisis atau tenaga sukarela yang membantu klien melalui telepon (hot
line). Hot line biasanya tersedia 24 jam, melayani setiap orang, tidak perlu perjanjian dan
bayaran, dan memberi bantuan dengan segera.
2. Meningkatkan harga diri. Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang
rendah. Dengan menyediakan waktu dan diri bagi klien membuktikan bahwa klien
penting. Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif, berikan pujian pada
hal yang positif. Bersama klien identifikasi sumber kepuasan dan rencana aktivitas yang
memungkinkan akan keberhasilan.
3. Menguatkan koping konstruktif atau sehat. Perawat perlu mengkaji koping yang
sering dipakai klien. Berikan pujian dan penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk
koping yang destruktif perlu dimodifikasi atau diganti dengan koping baru yang sehat,
misalnya klien yang selalu menekan perasaan marah dapat dibimbing untuk mengikuti
latihan asertif (mengekspresikan marah secara efektif dan konstruktif).
4. Menggali perasaan. Perawat membantu klien untuk mengenal perasaannya. Bersama
mencari faktor predisposisi atau partisipasi yang mempengaruhi perilaku klien. Dengan
mengenal perasaan dan penyebab perilakunya, maka klien dapat mengubahnya pada
masa yang akan datang.
5. Menggerakkan dukungan sosial. Biasanya klien yang mempunyai kecenderungan
bunuh diri tidak atau kurang dukungan sosial. Untuk itu, perawat mempunyai peran
menggerakkan sistem sosial klien. Keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di
masyarakat dapat membantu mengontrol perilaku klien. Keluarga dan klien memerlukan
bantuan dalam meningkatkan pola dan kualitas komunikasi.
Keluarga perlu mengetahui tanda dan gejala tingkah laku bunuh diri dengan risiko
yang tinggi, serta fasilitas yang dapat menolong situasi krisis.
Intervensi tingkah laku bunuh diri menurut intensitasnya telah dikembangkan oleh
Wilson dan Kenisl (1988), yaitu pedoman pencegahan bunuh diri yang optimal dipakai pada
risiko tinggi dan pedoman dasar pencegahan bunuh diri.

d) Evaluasi
Evaluasi pada tingkah laku bunuh diri memerlukan pemantauan yang teliti tentang
tingkah laku klien setiap hari. Perubahan dapat segera terjadi yang memerlukan modifikasi
perencanaan. Peran serta klien pada perencanaan, evaluasi dan modifikasi rencana sangat
membantu pencapaian tujuan asuhan keperawatan.
Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai ia dapat
melindungi diri sendiri. Melalui intervensi yang aktif dan efektif diharapkan klien dapat
mengembangkan alternatif pemecahan masalah bunuh diri.
6. Aplikasi Asuhan Keperawatan Tingkah Laku Bunuh Diri
Berikut ini akan diuraikan proses keperawatan dari diagnosis yang mungkin ditemukan
pada tingkah laku bunuh diri.
a) Diagnosis : potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan krisis yang tiba-tiba
(di rumah, di masyarakat).
Tujuan jangka panjang :
Klien tidak melukai/membunuh diri
Tujuan jangka pendek :
1) Klien tetap aman dan selamat
2) Klien berperan serta dalam mengontrol perilaku
Intervensi:
1) Temani klien terus-menerus sampai ia dapat dipindahkan ke tempat yang aman
2) Mendapatkan orang yang dapat segera membawa klien ke rumah sakit untuk
pengkajian lebih lanjut dan kemungkinan dirawat
3) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, gelas, silet, tali
pinggang)
4) Cek keberadaan klien setiap 10 15 menit dengan observasi yang tidak teratur
5) Dengan lembut jelaskan pada klien bahwa saudara akan melindungi sampai tidak ada
keinginan bunuh diri
6) Yakin bahwa klien menelan obatnya
b) Diagnosis : potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan menangani
stres dan perasaan bersalah.
Tujuan jangka panjang:
Klien dapat mengontrol tingkah laku bunuh diri.
Tujuan jangka pendek
1) Klien terlindungi dari merusak diri sendiri
2) Klien dapat mengungkapkan dan menerima perasaannya
3) Klien dapat mengidentifikasi dan mengembangkan koping yang sehat
Intervensi:
1) Tentukan tingkat intensitas bunuh diri klien:
a. Menggali percobaan bunuh diri sebelumnya
b. Mengidentifikasi ide, pikiran, rencana bunuh diri
2) Lakukan tindakan perlindungan (pencegahan) bunuh diri :
a. Ciptakan lingkungan yang aman
b. Observasi perilaku klien (lihat pedoman observasi Tabel 8)
c. Pertahankan supervisi melekat
3) Terangkan semua tindakan pada klien
4) Lakukan kontrak tentang penanganan bunuh diri dengan klien dan lokasi staf jika
ide, pikiran dan atau rencana bunuh diri muncul
5) Lakukan pendekatan individual (perseorangan) untuk mendorong klien menyadari,
mengungkapkan dan menerima perasaannya
6) Kuatkan koping yang sehat
7) Gali dan kembangkan koping yang baru
8) Diskusikan alternatif pemecahan selain bunuh diri

Tabel 8. Pedoman Pengkajian dan Observasi Risiko Bunuh Diri *)


Pengecekan saat ini = 30'/15'/5' 10'
Setiap tindakan bunuh diri dalam 24 jam terakhir = ada/ tidak
Jumlah hari perawatan = . . . . . hari
Tidak perlu observasi Observasi tiap
Observasi tiap 30 Observasi tiap 15
melekat 5 10
Tidak ada ide bunuh Verbalisasi ide bunuh Verbalisasi ide bunuh Perubahan perilaku
diri secara verbal diri diri dan perencanaan yang cepat: misalnya
tiba-tiba hiperaktif
Sesuai verbal dan Tidak ada rencana Tidak ada dukungan
perilaku Tidak dapat
Tidak ada keinginan Kurang mengikuti menyetujui untuk
Seratus persen rencana pengobatan tidak bunuh diri
menuruti program Mengikuti program
pengobatan pengobatan
Tabel 8. (lanjutan) *)
Tidak perlu observasi Observasi tiap
Observasi tiap 30 Observasi tiap 15
melekat 5 10
Mengetahui ada Sedikit menarik diri Frustasi diungkapkan Melakukan usaha
sumber dukungan di dengan subjektif dan bunuh diri
masyarakat Ada percobaan bunuh objektif
diri yang lalu
Marah

Alam perasaan yang


labil

Diam atau kurang


bicara

Menghindar dari staf


dan orang lain

Menarik diri

Gangguan orientasi
realita

Hiperaktif

Kurang mampu dalam


pemecahan masalah
*)
Sumber : Bydlon-Brown dan Billman, 1988

c) Diagnosis : potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan depresi
Tujuan jangka panjang klien dapat :
1) Mengembangkan konsep diri yang lebih realistik dan positif
2) Membina hubungan yang berguna dengan orang yang berarti (keluarga atau
teman)

Tujuan jangka pendek klien dapat:


1) Terlindung dari merusak diri sampai klien bertanggung jawab atas dirinya
2) Mengekspresikan marah dengan konstruktif
3) Memenuhi kebutuhan fisik
4) Berperan serta dalam aktivitas
Intervensi:
1) Beritahu tindakan pengawasan ketat yang dilakukan
2) Dorong klien untuk berpartisipasi mengevaluasi tingkat kontrol yang diperlukan
3) Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah
4) Sertakan klien dalam kelompok latihan asertif
5) Terima perasaan marah klien
6) Diskusikan cara mengungkapkan marah yang sehat
7) Dorong klien untuk melakukan aktivitas hi-dup
a. Kebersihan dan penampilan diri
b. Makan yang cukup (3 kali sehari)
c. Tidur yang cukup (tanpa terbangun)
d. Hubungan sosial yang intim
e. Peran serta aktivitas bangsal

d) Diagnosis : koping yang efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai
pemecahan masalah.
Tujuan jangka panjang :
Klien menggunakan koping konstruktif dalam pemecahan masalah
Tujuan jangka pendek :
1) Klien dapat mengungkapkan perasaannya
2) Klien belajar, pendekatan pemecahan masalah
3) Klien menggunakan koping yang konstruktif
Intervensi:
1) Dengarkan dengan penuh perhatian dan serius pada semua pembicaraan tentang
bunuh diri
2) Jangan bicara di luar bunuh diri
3) Pakai pendekatan pemecahan masalah untuk memecahkan keinginan bunuh diri:
a. Dorong klien meneliti alasan untuk hidup dan untuk mati
b. Dorong klien menguraikan tujuan yang ingin dicapai
c. Mengingatkan bahwa bunuh diri hanya satu dari banyak alternatif
d. Diskusikan kemungkinan akibat dari bunuh diri
e. Diskusikan kemungkinan hasil dari alternatif lain
4) Kuatkan koping klien yang sehat;
a. Bantu klien mengenali koping yang maladaptive
b. Identifikasi alternatif koping yang lain
c. Beri pujian atau pengakuan atas perilaku koping yang sehat

e) Diagnosis : isolasi sosial sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun
Tujuan jangka panjang klien dapat:
Mempertahankan hubungan sosial dengan orang lain
Tujuan jangka pendek klien dapat:
1) Membina hubungan dengan perawat dan klien di bangsal
2) Menerima dukungan dari keluarga dan sistem sosial lain di masyarakat
Intervensi:
1) Memperlihatkan penerimaan, minat dan perhatian
2) Beri kesempatan pada klien untuk kontak dengan orang lain (staf, klien, lain) untuk
waktu yang singkat
3) Kaji respons klien pada hubungan individual dan tingkatkan peran serta dalam
aktivitas kelompok
4) Kaji sistem pendukung yang tersedia
5) Bantu orang yang dekat berkomunikasi dengan klien
6) Tingkatkan hubungan yang sehat dalam keluarga
7) Lakukan rujukan pada sumber di masyarakat

f) Diagnosis : gangguan konsep diri: perasaan tidak berharga sehubungan dengan kegagalan.
Tujuan jangka panjang klien dapat:
Menerima dirinya dan mempunyai harga diri
Tujuan jangka pendek klien dapat:
1) Mengungkapkan perasaannya
2) Mengidentifikasi hal positif dari darinya
3) Mendemonstrasikan kemampuannya
Intervensi:
1) Terima klien seadanya
2) Perlihatkan sikap yang memperhatikan
3) Dorong untuk mengungkapkan perasaan
4) Tekankan dan refleksikan hal positif yang dimiliki (pekerjaan, keluarga, hasil yang
dicapai)
5) Dorong untuk melakukan pekerjaan yang disukai dan dapat ia lakukan
6) Beri pujian pada pencapaian dan hindari tindakan perilaku yang negative

Vous aimerez peut-être aussi