Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah hak azazi manusia karena itu masyarakat berhak mendapatkan
pelayanan yang bermutu (UUD 1945) dan juga Negara berkewajiban melindungi masyarakat
dari pelayanan Kesehatan yang tidak profesional. Kita harus melayani pasien dengan standard
profesi, standard Prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien sehingga tidak terjadinya
hal-hal yang di semua orang inginkan.
Untuk mencapai hal tersebut perlu diciptakan berbagai upaya kesehatan kepada seluruh
masyarakat. Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan
masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dan terkait secara langsung dengan proses
pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Ilmu pengetahuan, keterampilan,
sikap dan perilaku sebagai kompetensi yang didapat selama pendidikan akan merupakan
landasan utama bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan kedokteran dalam upaya
pelayanan kesehatan. Pendidikan kedokteran pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
mutu kesehatan bagi seluruh masyarakat.
Sehingga kami sebagai pemateri/penyusun yang mendapat bagian dalam hal kode etik
kedokteran akan mencoba memaparkan hasil kerja kelompok kami dalam bentuk makalah yang
insyaallah di persentasikan pada teman-teman pada saat jam pelajaran etika profesi hukum.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MAKALAH
1
BAB II
PEMBAHASAN
Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the right to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent;
Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan
ke kebaikan pasien. dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja,
melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya
(mudharat);
Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau above
all do no harm;
Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumber daya (distributive justice).
3
Kode Etik Kedokteran Indonesia
Kodeki terdiri dari 4 kewajiban, yaitu kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien,
kewajiban terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri. Bunyi pasal-pasalnya
adalah:
Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan
pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat
menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani
pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
4
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi
pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.
5
Pasal-Pasal yang Berkaitan dengan Kasus
Pasal 3
Seluruh Kode Etik Kedokteran Indonesia mengemukakan betapa luhur pekerjaan profesi
dokter. Meskipun dalam melaksanakan pekerjaan profesi, dokter memperoleh imbalan, namun
hal ini tidak dapat disamakan dengan usaha penjualan jasa lainnya. Pelaksanaan profesi
kedokteran tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, tetapi lebih didasari sikap
perikemanusiaan dan mengutamakan kepentingan pasien.
1. Hal-hal berikut dilarang
a. Menjual contoh obat (tree sample) yang diterima cuma-cuma dari perusahaan farmasi.
b. Menjuruskan pasien untuk membeli obat tertentu karena dokter yang bersangkutan telah
menerima komisi dan perusahaan farmasi tertentu.
c. Mengijinkan penggunaan nama dan profesi sebagai dokter untuk kegiatan pelayanan
kedokteran kepada orang yang tidak berhak, misalnya dengan namanya melindungi balai
pengobatan yang tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah.
d. Melakukan tindakan kedokteran yang tidak perlu atau tanpa indikasi yang jelas, karena ingin
menarik pembayaran yang lebih banyak.
e. Kunjungan ke rumah pasien atau kunjungan pasien ke kamar praktek hendaklah seperlunya
saja supaya jangan menimbulkan kesan seolah-olah dimaksudkan untuk memperbanyak
imbalan jasa. Hal ini perlu diperhatikan terutama oleh dokter perusahaan yang dibayar menurut
banyaknya konsultasi.
f. Melakukan usaha untuk menarik perhatian umum dengan maksud supaya praktek lebih
dikenal orang lain dan pendapatannya bertambah. Misalnya mempergunakan iklan atau
mengizinkan orang lain mengumumkan namanya dan atau hasil pengobatannya dalam surat
kabar atau media massa lain.
g. Meminta dahulu sebagian atau seluruh imbalan jasa perawatan pengobatan, misalnya pada
waktu akan diadakan pembedahan atau pertolongan obstetri.
h. Meminta tambahan honorarium untuk dokter-dokter ahli bedah/ kebidanan kandungan,
setelah diketahui kasus yang sedang ditangani ternyata sulit, dimana pasien yang bersangkutan
berada pada situasi yang sulit.
i. Menjual nama dengan memasang papan praktek di suatu tempat padahal dokter yang
bersangkutan tidak pernah atau jarang datang ke tempat tersebut, sedangkan yang menjalankan
praktek sehani-harinya dokter lain bahkan orang yang tidak mempunyai keahlian yang sama
dengan dokter yang namanya terbaca pada papan praktek.
j. Mengeksploitasi dokter lain, dimana pembagian prosentasi imbalan jasa tidak adil.
k. Merujuk pasien ke tempat sejawat kelompoknya, walaupun di dekat tempat prakteknya ada
sejawat lain yang mempunyal keahlian yang diperlukan.
l. Menerima imbalan selain dari pada jasa yang layak sesuai dengan jasanya, kecuali dengan
keikhlasan, sepengetahuan dan atau kehendak pasien.
6
Pasal 8
Derajat kesehatan rakyat dipengaruhi oleh faktor-faktor keturunan, pelayanan kesehatan,
perilaku dan lingkungan (fisik, sosial, ekonomi dan budaya). Faktor perilaku merupakan faktor
terbesar yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan. Sedangkan lingkungan adalah faktor
kedua terbesar, oleh karena itu upaya meningkatkan derajat kesehatan rakyat menangani kedua
faktor tersebut dan dua faktor lainnya, yang dilaksanakan dalam sistem kesehatan nasional.
Dalam bidang preventif, kuratif dan rehabilitatif, setiap dokter harus selalu berusaha
menyegarkan pengetahuan tentang perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan dan kedokteran
serta penerapannya yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat maupun sesuai
kebijaksanaan yang berlaku. Dokter merupakan tenaga ahli yang dapat
membantu masyarakat melalui pemberian pelayanan kesehatan langsung kepada
masyarakat pada tingkat kontak profesional pertama sampai dengan pada tingkat rujukannya
lebih lanjut (pelayanan rujukan antara lain melalui pelayanan RS).
Pasal 10
Bersikap tulus ikhlas sangat diperlukan dalam menolong pasien karena sikap ini
memberikan keterangan dan kejernihan dalam berfikir dan teliti dalam bertindak. Sikap ini juga
berpengaruh menerangkan bagi pasien yang ditolong. Sikap tulus ikhlas disertai dengan
keramah-tamahan dalam menyambut pasien, akan memberi kesan yang baik terhadap pasien,
sehingga ia akan secara sukarela dan spontan menyerahkan dirinya untuk diperiksa oleh dokter
dan akan bersedia akan menjawab secana terbuka hal-hal yang perlu diketahui oleh dokter
dalam menunjang penegakan diagnosa dan terapi yang tepat.
Sikap ikhlas didasari sikap profesional, akan menegakkan wibawa dokter dalam
menghadapi ataupun melakukan persuasi agar pasien bersikap kooperatif terhadap tindakan
pemeriksaan maupun pengobatan yang diberikan oleh dokter. Sikap profesional dalam hal ini
berarti mempertahankan mutu tindakan berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan profesional
yang dimilikinya. Sikap ikhlas juga perlu disertai dengan tindakan yang selalu memperhatikan
tata sopan santun dan tata susila yang berlaku di masyarakat tempat dokter yang bersangkutan
berpraktek atau melaksanakan tugas profesionalnya. Hal ini terutama perlu diperhatikan dalam
melakukan pemeriksaan dan pengobatan terhadap pasien lawan jenis.
7
sebagal berikut : "Saya akan perlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin
diperlakukan".
Hubungan antara teman sejawat dapat menjadi buruk bukan karena perbedaan pendapat
tentang cara penanganan pasien, perselisihan mengenai cara mewakili teman sejawat yang cuti,
sakit dan sebagainya. Kejadian tesebut hendaknya diselesaikan secara musyawarah antar
sejawat. Kalau dengan cara demikian juga tidak terselesaikan, maka dapat diminta pertolongan
pengurus Ikatan Dokter Indonesia atau Majelis Kehormatan Etik Kedokteran untuk
menjelaskannya. Harus dihindarkan campur tangan dan pihak luar. Perbuatan sangat tidak
kolegial ialah mengejek teman sejawat dan mempergunjingkannya dengan pasien atau orang
lain tentang perbuatannya yang dianggap kurang benar. Mencermarkan nama baik teman
sejawat berarti mencemarkan nama baik sendiri, seperti kata pribahasa "Menepuk air di dulang
terpercik muka sendiri". Sejawat senior wajib membimbing sejawat yang lebih muda, terutama
yang berada di bawah pengawasannya. Janganlah sekalipun juga mengatakan di muka umum,
bahwa ia baru lulus dan tidak mengetahui peraturan.
Untuk menjalin dan mempererat hubungan baik antara para teman sejawat, maka wajib
memperlihatkan hal-hal berikut :
a. Dokter yang baru menetap di suatu tempat mengunjungi teman sejawat yang
telah berada di situ. Hal ini tidak perlu dilakukan di kota-kota besar dimana banyak
dokter yang berpraktek, tetapi cukup dengan pemberitahuan tentang pembukaan
praktek baru itu kepada teman sejawat yang tinggal berdekatan.
b. Setiap dokter menjadi anggota lkatan Dokter Indonesia yang setia dan aktif.
Dengan menghadiri pertemuan sosial dan klinik yang diselenggarakan, akan terjadi
kontak pribadi sehingga timbul rasa persaudaraan dapat berkembang dan penambahan
ilmu pengetahuan.
Terjalinnya hubungan baik antara teman sejawat membawa manfaat tidak saja kepada
dokter yang bersangkutan, tetapi juga kepada para pasiennya. Rasa persaudaraan harus dibina
sejak masa mahasiswa agar menjadi bekal yang berharga.
Pasal 15
Biasanya kalau seseorang sudah percaya pada seorang dokter maka dokter tersebut akan
dicari terus walaupun jauh dari rumahnya. Di kota besar perkembangan pengetahuan umum
masyarakat maju dengan pesat. Penyakit dengan pengobatan bukan rahasia bagi umum yang
benar-benar mempelarinya. Juga karena diburu oleh keinginan untuk lebih efisien, orang ingin
segera sembuh. Oleh karena itu, banyak pasien yang walaupun baru berobat 1 hari tapi belum
sembuh, pada hari ke 2 telah ke dokter yang lain. Dalam hal seperti ini dokter ke 2 yang
menenima tidak dapat dikatakan merebut pasien dan dokter pertama.
Seseorang yang telah kehilangan kepercayaan pada seorang dokter, tidak dapat dipaksa
untuk kembali mempercayainya. Dan kita paham akan hal ini. Oleh karena itu, dokter lain yang
kemudian menerima pasien yang bersangkutan harus menasehatinya agar kembali ke dokter
pertama untuk tiga hari dan mengamati hasilnya. Sangatlah etis bila dokter yang kedua bila
menerima pasien sebagai pasiennya (sesuai hak asasinya) memberitahu dokter pertama.
Sangat tercela kalau kita malahan mengganti obat dan dokter pertama dan mencela
pengobatan dokter pertama di hadapan pasien, padahal belum sempat diamati efeknya dan
karena semata mendengar keluhan pasien yang tidak sabar dan terbunu waktu. Penggantian
atau penghentian obat dapat dilakukan bila kita yakini bahwa pengobatan dan dokter pertama
8
memang nyata-nyata keliru, menimbulkan efek sampingan atau tidak diperlukan lagi dan
bijaksana jika dasarnya dikemukakan.
9
ASPEK ETIK DAN HUKUM
4.1 Aspek Etik Pada kode etik kedokteran dan kedokteran gigi secara tersirat tidak tercantum
etika berkomunikasi. Secara tersurat dikatakan setiap dokter dan dokter gigi dituntut
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi atau menjalankannya
secara optimal. Pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal
35 disebutkan kompetensi dalam praktik kedokteran antara lain dalam hal kemampuan
mewawancarai pasien.
Peraturan yang mengatur tentang tanggung jawab etik dari seorang dokter adalah Kode Etik
Kedokteran Indonesia. Kode Etik adalah pedoman perilaku dokter. Kode Etik harus memiliki
sifat-sifat sebagai berikut:
(1) Kode etik harus rasional, tetapi tidak kering dari emosi;
(2) Kode etik harus konsisten, tetapi tidak kaku;
(3) Kode etik harus bersifat universal.
Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 434/Menkes/SK/X/1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dengan
mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan landasan idiil Pancasila dan
landasan strukturil Undang Undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran Indonesia ini mengatur
hubungan antar manusia yang mencakup kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter
dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri
sendiri. Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang
merupakan pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan
sekaligus pelanggaran hukum.
Selama ini wawancara terhadap pasien ditekankan pada pengumpulan informasi dari sisi
penyakit (disease) untuk menegakkan diagnosis dan tindakan lebih lanjut. Informasi sakit dari
pasien (illness) kurang diperhatikan. Secara empirik, komunikasi yang baik dan efektif antara
dokter dan pasien sangat membantu kepuasan pasien terhadap pelayanan medik dan
meningkatkan penyembuhan serta kepatuhan pasien terhadap terapi. Berdasarkan hal tersebut
maka dalam buku yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia pada tahun 2006 yang
berjudul Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik di Indonesia dan buku berjudul
Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien,
10
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
Komunikasi Efektif Dokter-Pasien
11
sebabnya maka setiap kali Rasulullah melihat beberapa dokter yang merawat pasien beliau
bertanya: Siapakah di antara kalian yang lebih menguasai spesialisasi tentang penyakit ini.
Apabila beliau melihat seorang di antara mereka yang lebih mengetahui (ahli), maka beliau
mendahulukan di antara yang lainnya.
5. Tidak mengobati sebelum meneliti secara cermat
Dilarang mengobati sebelum meneliti pasien dengan tepat sehingga akan tahu jenis penyakit
dan sebab-sebabnya.Syabardal, seorang tabib Bani Najran datang kepada Rasulullah SAW.
Berkata: Demi Bapakku, engkau dan ibuku, wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini adalah
seorang dokter dan tukan tenung kaumku pada masa jahiliyah, apa yang baik bagiku. Maka
Rasulullah SAW bersabda: janganlah kamu mengobati seseorang sehingga kamu yakin benar
penyakitnya.
Budaya
Keseluruhan dari kemampuan pengolahan manusia itu, baik secara individual maupun kolektif, disebut
budaya. Dengan kata lain, dimana ada manusia disana ada masyarakat dan dimana ada masyarakat
disana ada kebudayaan oleh karena itu manusia adalah makhluk budaya.
Sosial budaya adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk
dan/atau dalam kehidupan bermasyarakat. Atau lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar
budi dan pikirannya yang diperuntukkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Pasien yang dirujuk adalah pasien yang memerlukan pemeriksaan dan / atau peperawatan yang lebih
lanjut.
Etika Sosial Budaya pada pasien yang dirujuk adalah ketentuan baik buruk yang bersumber dari nilai-
nilai dan norma-norma sosial yang dilakukan oleh tenaga kesehatan seperti dokter kepada pasien yang
dirujuk.
Dasar dasar sosial budaya :
1. Sopan dan ramah pada setiap pasien yang dirujuk tanpa melihat status (ekonomi,
tampilan, jabatan)
2. Memberikan perhatian kepada pasien yang dirujuk / tidak mementingkan diri sendiri
3. Menjaga perasaan pasien yang dirujuk (menggunakan kata yang sopan dan santun saat
berbicara kepada pasien)
4. Rasa ingin membantu yang tinggi kepada pasien yang dirujuk
5. Memiliki rasa toleransi kepada pasien yang dirujuk
6. Dapat menguasai dan mengontrol diri saat menangani pasien yang dirujuk
7. Mengendalikan emosi dalam setiap situasi apapun
12
Kesalahan dalam etika sosial budaya :
Sebagai tenaga medis yang baik (dokter) kita seharusnya bisa melakukan penanganan kepada pasien
yang dirujuk dari mulai anamnesis sampai ke hasil pemeriksaan dengan baik, dimana kita harus
menjaga etika kita terutama sosial budaya yang mencerminkan sikap dokter yang bijaksana dengan
mengikuti norma-norma yang ada di masyarakat.
13
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunya keahlian dalam penyakit tersebut.
Sedangkan fasilitas kesehatan yang wajib menerima pasien yang dirujuk terdapat
pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam
UU tersebut dijelaskan bahwa pada pasal 24; sebagai penyelenggara kesehatan berjenjang
dan fungsi rujukan sesuai dengan klasifikasi rumah sakit, pasal 29 (1) tentang kewajiban
rumah sakit pada poin J; melaksanakan sistem rujukan, pasal 41 (1); Pemerintah dan asosiasi
Rumah Sakit membentuk jejaring dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan. (2)
Jejaring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi informasi, sarana prasarana,
pelayanan, rujukan, penyediaan alat, dan pendidikan tenaga, dan pasal 42 tentang
pengaturan sistem rujukan.
Adapun klasifikasi dan tahapan dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Dibedakan
menjadi tiga bentuk pelayanan, yakni:
14
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu : kewajiban
dokter, yaitu kewajiban umum, kewajiban kepada pasien, kewajiban kepada diri sendiri dan
teman sejawatnya. Keharusan mengamalkan kode etik disebutkan dalam lafal sumpah dokter
yang didasarkan pada PP No. 26 tahun 1960. Ini berarti terbuka kemungkinan memberikan
sanksi kepada mereka yang melanggar kode etik.
B. SARAN
Dengan penuh kesadaran dari kami selaku penyusun makalah ini, kami sangat
mengaharapkan dan juga membutuhkan saran teman-teman peserta diskusi dan juga khususnya
dari dosen pengampu yang kami hormati guna untuk lebih mendalami apa yang belum
tersampaikan pada makalah ini.
16
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, dkk., 2013, Faktor Sosial Budaya Dan Orientasi Masyarakat Dalam Berobat(Socio-
Cultural Factors And Societal Orientation In The Treatment), Universitas Jember (UNEJ),
Jember. (Diakses 02 Oktober 2017)
Sandra Imelda H, 2013, Faktor sosial budaya yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat
menuju paradigma sehat, Padang. (Diakses 02 Oktober 2017)
Marimba, Hanum. 2008. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Mitra cendikin Press : Yogyakarta
(Diakses 02 Oktober 2017)
Wahyuningsih, Heni Puji. 2005. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Penerbit Fitramaya.
Ali, Muhammad Mulyohadi. Dkk. 2006. Manual Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta:
Konsil Kedokteran Indonesia
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Hanafiah, M. Jusuf & Amir, Amri. 2007. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 4.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
17