Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA AN. S DENGAN APENDISITIS AKUT
DIRUANGAN CEMPAKA RSUD KABUPATEN MAMUJU
OLEH :
NAMA : LUKMAN
NIM : 012010005
CI LAHAN CI INSTITUSI
Supratti, S. ST. M.
Kes Ns. Free Marlin, S. Kep
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, Raymond H. Advanced Trauma Life Support Course for Physicians.
Aru W, Sudoyo, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.5 Jilid 2. Jakarta :
InternalPublishing
Brunner, Suddarth. 2006. Keperawatan MedikalBedah volume 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC
Hadi, Sujono. 2002. Gastroentrologi cet 2. Bandung : PT. Alumni
Kidd, Pamela. 2011. Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC.
Krisanty, Paulina. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Newberry, Lorene. 2005. Sheehys Manual of Emergency Care ed.6. Oregon : Elsivier Mosby.
Smeltzer, Suzanne C. 2001Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Suratun. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal cet.1. Jakarta :
Trans Info Media.
Wilson, Iorraine dan Sylvia A. Prince. 2006. Patpfisiologi Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC
B. Airway (Jalan Nafas)
Airway diatasi terlebih dahulu, selalu ingat bahwa cedera bisa lebih dari satu area tubuh, dan
apapun yang ditemukan, harus memprioritaskan airway dan breathing terlebih dahulu. Jaw thrust
atau chin lift dapat dilakukan atau dapat juga dipakai naso-pharingeal airway pada pasien yang
masih sadar. Bila pasien tidak sadar dan tidak ada gag reflex dapat dipakai guedel. Kontrol jalan
nafas pasien dengan airway terganggu karena faktor mekanik, atau ada gangguan ventilasi akibat
gangguan ventilasi akibat gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endotracheal, baik oral
maupun nasal.
C. Breathing (Pernafasan)
Kaji pernafasan, apakah ventilasi adekuat atau tidak. Berikan oksigen bila pasien tampak
kesulitan untuk bernafas atau terjadi pernafasan yang dangkal dan cepat (takipnue).
Pemberian oksigen nasal : pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4), pemberian oksigen nasal 3
L/menit dapat meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri.
D. Circulation
Kaji sirkulasi dengan TTV, bila terjadi mual muntah yang berlebihan sehingga intake cairan
kurang, maka penuhi cairan dengan pemasangan infus.
Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :
1. Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan anorexia. Demam
biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi
perforasi.
2. Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik
Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya defans muskuler.
3. Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsings
Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumbergs Sign) batuk atau
mengedan.
4. Survei Primer dan Resusitasi Pada Pasien Apendiksitis
5. Survei Sekunder Pada Pasien apendisitis
a. Kaji nyeri
Perhatikan sifat, progrsivitas dan lokasi nyeri. Biasanya, nyeri yang berlahan-lahan
karakteristik untuk peradangan. Nyeri pada apendisitis adalah termasuk nyeri primer atau nyeri
viseral dimana nyeri yang berasal dari organ itu sendiri artinya dapat terlokalisir. Nyerinya
seperti kram dan gas, nyeri ini makin intens kemudian berkurang.
b. Kaji adanya vomitus, anoreksia, nausea.
c. Kaji adanya diare, karena biasanya diare menyertai apendisitis.
d. Kaji adanya demam (pada pasien peradangan intra abdomen).
e. Pemeriksaan Fisik
1) Tidak ditemukan gambaran spesifik.
a) Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
b) Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses periapendikuler.
c) Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan.
2) Palpasi
a) Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
b) Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
3) Perkusi
a) pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
4) Auskultasi
a) biasanya normal
b) peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata.
5) Rectal Toucher
a) tonus musculus sfingter ani baik
b) ampula kolaps
c) nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
d) terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
6) Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi
aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel
di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
7) Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul
pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas
dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
a) leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.
b) pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
2) Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan
ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
b. Radiologis
1) Foto polos abdomen.
2) USG.
3) Barium enema.
4) CT-Scan
5) Laparaskopi
7. Penatalaksanaan Apendisitis Akut
E. Perawatan Kegawat Daruratan
1. Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau septicemia.
2. Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut.
3. Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
4. Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan pasien yang akan
dilanjutkan ke laparotomi.
a. Antibiotik Pre-Operatif
1) Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam menurunkan tingkat
luka infeksi pasca bedah.
2) Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob diindikasikan.
3) Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan.
b. Tindakan Operasi
1) Bila diagnosis klinis sudah jelas, maka tindakan paling tepat adalah apendiktomi dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan tindakan bedah sambil pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi.
2) Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika.
3) Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika IV, massanya
mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d inflamasi pada apendiks.
Tujuan : Nyeri teratasi / hilang.
Kriteria hasil :
a. klien melaporkan rasa sakit atau nyerinya berkurang/terkontrol.
b. ajah tampak rileks.
c. klien dapat tidur/istirahat dengan cukup.
intervensi :
a. kaji nyeri, catat lokasi, karateristik, beratnya (skala 0-10) selidiki dengan laporan perubahan rasa
nyeri dengan tepat.
rasional : untuk menilai keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
b. pertahankan istirahat dengan posisi semifowler
rasional : gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah, menghilangkan
tekanan abdomen sehingga menurunkan nyeri.
c. anjurkan klien napas dalam, (hirup udara dari hidung dan keluarkan melalui mulut).
rasional : Napas dalam, otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat menurunkan nyeri.
d. berikan aktifitas hiburan.
rasional : meningkatkan relaksasi dan dapat menurunkan nyeri.
e. lakukan gate control.
rasional : dengan gate control ransangan nyeri tidak diteruskan ke hipotalamus.