Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Islam sejatinya merupakan agama yang rahmatan lil alamin. Agama yang
senantiasa membawa iklim perdamaian dan menebarkan keselamatan bagi seluruh
makhluk hidup. Perkembangan dunia modern dan munculnya berbagai paham bercorak
ideologis telah memunculkan banyak pemberitaan buruk terhadap agama Islam yang
berkembang di dunia. Eksistensi Islam sebagai agama terbaik, runtuh akibat beberapa
tindakan konfrontatif beberapa paham tertentu dalam berdakwah dengan menggunakah
dalih jihad. Merespon pendapat tersebut, maka solusi alternatif untuk mengembalikan
eksistensi Islam adalah dengan bercermin pada masa kejayaan Islam sahabat, yakni
Khalifah Umar bin Khattab.
Khalifah Umar bin Khattab dalam berdakwah hanya menggunakan dua metode
yakni, metode hikmah dan mauidhoh hasanah. Khalifah Umar tidak menggunakan
metode mujadalah. Namun dalam hal ini yang akan diadopsi bukanlah metode yang
digunakan oleh Khalifah Umar bin Khattab, namun beberapa prinsip dalam
berdakwahnya yang akan digunakan sebagai landasan menggunakan tiga metode
dakwah tersebut. Adapun prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Khalifah Umar bin
Khattab dalam berdakwah adalah persamaan derajat, kesantunan, musyawarah, toleransi
dan kesabaran. Prinsip-prinsip tersebutlah yang direkomendasikan oleh penulis
berdasarkan penelitian ini untuk kemudian dapat diterapkan dalam kehidupan modern
Kata Kunci: islam, dakwah, Khalifah Umar, metode, dan prinsip
PENDAHULUAN
Konstelasi kehidupan di dunia ini manusia tidak dapat terlepas dari apa yang
dinamakan agama. Karena agama sangat inheren dalam kehidupan sosial dengan segala
dinamika yang ada. Hal tersebut menunjukkan bahwasannya manusia tidak terlepas dari
nilai-nilai agama. Dalam hal ini, Islam menunjukkan sebagai agama yang memuat nilai-
nilai universal yang selalu mengikat selama dalam masa makallaf. Konsekuensi tersebut
tertuang dalam konsepsi hukum Islam yang menjamin perbaikan dan peningkatan
kehidupan umatnya di dunia dan akhirat (Bawany, 1994: 5).
Dalam tataran praktis, Islam menuntut pemeluknya senantiasa menyeru, dan
mengajak untuk menyampaikan ajarnya ke seluruh dunia. Hal tersebut menjadi sebuah
kewajiban bagi setiap muslim, dan tentunya dengan cara-cara yang diajarkan oleh
Rosulullah SAW. Dalam Islam hal ini dikenal dengan istilah dakwah. Dalam al-Quran
perintah berdakwah diwahyukan oleh Allah SWT, sebagai berikut ini:
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (An-Nahl:
125).
PEMBAHASAN
A. Motode Dakwah Modern
Dakwah secara etimologi berasal dari bahasa Arab ( - ) , artinya
ajakan, panggilan, seruan, menjamu (Yunus, 1973: 127). Berikut juga dijelaskan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penyiaran, propaganda, penyiaran
agama dan pengembangan di kalangan masyarakat. Secara terminologi, para ahli sudah
banyak mendefinisikan istilah dakwah dengan berbagai sudut pandanganya. Quraih
Sihab mendefinisikan bahwasanya dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan
atau usaha mengubah situasi kepada yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap
pribadi maupun masyarakat (Shihab, 1992: 194). Soedirman menambahkan,
bahwasanya dakwah adalah usaha untuk merealisasikan ajaran Islam di dalam
kenyataan hidup sehari-hari baik kehidupan seseorang, maupun kehidupan masyarakat
sebagai keseluruhan tata hidup bersama dalam rangka pembangunan bangsa dan umat,
untuk memperoleh keridhoan Allah SWT (Ahmad dkk, 1972: 13-14).
Metode dakwah yang dimaksudkan di sini berhubungan dengan caranya dakwah
itu harus dilaksanakan. Tindakan-tindakan atau kegiatan dakwah yang telah dirumuskan
akan efektif bilamana dilaksanakan dengan menggunakan cara yang tepat. Dalam hal
berdakwah ini ada hubungan yang sangat erat antara dai (orang yang berdakwah) dan
objeknya. Namun istilah dai harus dipahami lebih komprehensif, bukan terbatas pada
seseorang yang berdiri di mimbar kemudian memegang microphone dan menyuarakan
kebaikan. Tetapi lebih pada siapa yang mengetahui kebaikan untuk dapat disampaikan
kepada sesamanya yang belum mengetahuinya.
Dari pemaran diatas, maka metode dakwah dapat diartikan sebagai cara-cara
tertentu yang dilakukan oleh seorang dai (komunikator) kepada madu (objek dakwah)
untuk mencapai suatu tujuan terntentu. Hal ini mengandung arti bahwasanya dakwah
harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented yaitu menempatkan penghargaan
yang mulai dari atas diri manusia.
Dari landasan ayat yang berhubungan dengan dakwah di atas, maka dipahat
direduksi menjadi sebuah metode dakwah dalam Islam sebagai berikut ini:
1. Al-Hikmah
Kata hikmah biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
bijaksana atau kebijaksanaan. Kata hikmah dalam Al-Quran disebutkan
sebanyak 20 kali baik dalam bentuk nakiroh maupun marifat. Bentuk
masdarnya adalah hukman yang diartikan literal dengan mencegah. Jika
dihubungkan dengan hukum berarti mencegah dari kedzaliman, dan jika
dikaitkan dengan dakwah berarti menghindari dari hal-hal yang kurang relavan
dalam melaksanakan dakwah (Santoso, 2008: 35). Sebagai metode dakwah, al-
hikmah diartikan sebagai tindakan yang bijaksana, akal budi yang mulia, dada
yang lapang, hati yang bersih dalam menarik perhatian orang kepada All SWT.
Para hali juga memiliki banyak pendapat tentang konsep al-hikmah ini,
salah satunya adalah Muhammad Abduh. Ia menjelaskan bahwasanya hikmah
adalah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal. Toha yahya Umar
menyampaikan bahwasanya hikmah adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya
dengan berfikit, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai
keadaan zaman dengan baik dan tidak bertentangan dengan larangan Allah SWT
(Shaleh, 1993: 73).
Dari padangan para ahli, metode dakwah bil hikmah dapat disimpulan
sebagai kemampuan seorang dai dalam memilih dan memilah serta menjelaskan
dokterin-dokterin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis.
Kemudian al-hikmah sendiri dipahami sebagai sebuah sistem yang menyatukan
antara teoritis dan praktis dalam dakwah.
2. Al-Mauidhzatil al-Hasanah
Al-Mauidhzatil secara etimologi berasala dari kata ( - ) ,
yang artinya nasihat, bimbingan, pendidikan, dan peringatan (Munawwir, 1997:
1568). Dan istilah hasanah diartikan sebagai kebaikan. Metode dakwah dengan
Al-Mauidhzatil al-Hasanah adalah ungkapan yang mengandung unsur-unsur
bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah berita gembira, peringatan,
pesan-pesan positif yang dijadikan dalam pedoman kehidupan di dunia dan
akhirat. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Abdul Hamid al-Bilali dalam
bukunya Fiqh al-Dakwah fi Ingkar al-Mungkar (1989: 260).
3. Al-Mujadalah bi al-lati Hiya Ahsan
Kata al-Mujadalah secara etimologi berasalah dari kata yang artinya
meintal, namun jika ditambahkan alif ( )menjadi berdebat, dan mujadalah
berati perdebatan (Munawwir, 1997: 175). Dari segi terminologi kata al-
mujadalah dapat diartikan sebagai sebuah upaya bertukar pendapat yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih secara sinergis, tanpa adanya sesutau yang
mengharuskan keduanya bermusuhan.
Dari pemarapan diatas berarti dapat diketahui, bahwasanya metode Al-
Mujadalah bi al-lati Hiya Ahsan diartikan dengan upaya bagaimana berdiskusi,
berdialog dengan cara-cara yang baik untuk menghasilkan sesuatu yang baik
pula dengan tanpa menimbulkan permusuhan diantara pihak yang terlibat di
dalamnya.
Tiga metode diatas merupakan dasar-dasar dalam berdakwah ala Islam. Dalam
kehiduapn modern ketiganya tetap sangat relavan, tinggal bagaimana saja diaplikasikan
dengan gaya-gaya modern dan teknologi-toknologi yang berkembang sekarang.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menentukan titik temu,
Khalifah Umar tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, bahkan beliau tidak
sungkan untuk meminta pendapatnya orang lain yaitu Ali bin Abi Thalib. Hal ini
berarti menunjukkan bahwasanya kahlifah tidak bersifat otoriter, namun
mempertimbangakan sebuah kebenaran dengan hati-hati.
4. Memahami Realitas Perbedaan
Dalam Hal ini Khalifah Umar sangat mengetahui dan menyadari bajwa
memlik agama merupakan hal yang paling asasi setiap individu. Oleh sebab itu,
beliau tidak pernah memaksakan pada rakyatnya untuk memeluk agama Islam.
Khalifah Umar sangat menghormati dan melindungi rakyatnya yang berbeda
keyakinan. hal tersebut dapat diketahui dari bagaimana Khalifah Umar dalam
meneruskan perjanjian dari Rosullullah SAW dan Abu Baka, yakni akan melindungi
dan berbuat adil kepada penduduk yang beragama Nasrani Najran selama mereka
memelihara perjanjian itu, beritikad baik dan tidak menjalankan riba (Haekal, 2001:
107).
5. Menyampaikan Wasiat Ulama Salaf
Wasiat ulama salaf merupakan aspek historis dari interpretasi terhadap pesan-
pesan al-Quran dan al-Hadits. Para ulama salaf menerapkan wasiat pada level yang
tinggi sebagai metode dakwah mereka di waktu itu, yakni Khalifah Umar bin
Khattab.
Wasiat ini beliau contohkan dengan berwasiat kepada Abu Ubaidah untuk
menggantikan Khalid bin Walid sebagai komandan perang di Irak, lalu Khalifah
Umar berkata:
hendaklah kamu senantiasa bertaqwa kepada Allah, Rabb yang kekal abadi
sedang yang lainnya akan binasa, Dia-lah yang memberikan hidayah kedapa kami
dan Dia-lah yang mengeluarkan kami dari kegelapan ke alam yang terang. Aku
angkat kau menjadi panglima perang pasukan Khalid bin Walid, karena itu
kerjakanlah sebaik mungkin semua tugasmu. Jangan kau korbankan kaum muslimin
ke tempat-tempat yang bakal membinasakan mereka, hanya demi mendapatkan
ghanimah... (Haekal, 2001: 101-102).
Dalam aspek penyampaian wasiat juga Khalifah mempertimbangkan
beberapa hal penting, diantaraya adalah:
a. Esensi dari wasiat
Esensi dari dakwah adalah ucapan dari seorang dai yang berupa pesan
penting dalam upaya mengarahkan madu tentang sesuatu yang bermanfaat
dan bermuatan kebaikan. serta persolan-persoalan yang disampaikan dalam
wasiat berkaitan dengan sesuatu yang belum dan akan terjadi.
b. Kapan wasiat itu seharusnya diberikan
Wasiat adalah hal penting, oleh sebab itu maka perlu dicarikan waktu yang
tepat dalam penyampainnya. Sebaiknya wasiat diberikan dai pada
tahappembentukan dan pembinaan setelah dakwah diterima dan dipahami
madu.
c. Materi yang terkandung dalam wasiat
Materi wasiat yang diberikan kepada madu adalah materi wasiat yang
berdasarkan al-Quran dan al-Hadits. Materi umum sebagai materi yang
menggiring madu menuju ketaqwaan.
d. Efek Wasiat
Wasiat adalah satu model perspektif komunikasi, maka seorang dai harus
mempu memanage pesan yang sampai kepada madu, sehingga wasiat yang
diberikan memberikan efek positif.
Media Cetak
Gerakan Radikalisme
Hikmah Konfrontatif
Prinsip dakwah
Fundamentalis
Modern
Mujadalah Teroris
Media Elektronik
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
ini:
Perkembangan dunia modern dan munculnya berbagai paham bercorak ideologis
telah memunculkan banyak pemberitaan buruk terhadap agama Islam yang berkembang
di dunia. Eksistensi Islam sebagai agama terbaik, runtuh akibat beberapa tindakan
konfrontatif beberapa paham tertentu dalam berdakwah dengan menggunakah dalih
jihad. Merespon pendapat tersebut, maka solusi alternatif untuk mengembalikan
eksistensi Islam adalah dengan bercermin pada masa kejayaan Islam sahabat, yakni
Khalifah Umar bin Khattab.
Khalifah Umar bin Khattab dalam berdakwah hanya menggunakan dua metode
yakni, metode hikmah dan mauidhoh hasanah. Khalifah Umar tidak menggunakan
metode mujadalah. Namun dalam hal ini yang akan diadopsi bukanlah metode yang
digunakan oleh Khalifah Umar bin Khattab, namun beberapa prinsip dalam
berdakwahnya yang akan digunakan sebagai landasan menggunakan tiga metode
dakwah tersebut. Adapun prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Khalifah Umar bin
Khattab dalam berdakwah adalah persamaan derajat, kesantunan, musyawarah, toleransi
dan kesabaran. Prinsip-prinsip tersebutlah yang direkomendasikan oleh penulis
berdasarkan penelitian ini untuk kemudian dapat diterapkan dalam kehidupan modern.
PENUTUP
Al-Bilali, Abdul Hamid. 1989. Fiqh al-Dakwah fi Ingkar al-Mungkar.
Al-Quran Al-Karim.
Anwar, Aminudin. 1986. Pengantar Ilmu Dakwah. Semarang: Fakultas Dakwah
As-Suyuti, Imam. 2005. Tarikh Khulafau. Jakarta: Pustaka AL-Kautsar.
Bakar, Istianah Abu. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Malang: UIN Press
Bawany, Aisyah. 1994. Mengenal Islam Selayang Pandang. Terjemahan: Machmun
Husain. Jakarta: Bumi Aksara
Haekal, Muhammad Husain. 2001. Umar bin Khattab; Sebuah Telaah mendalam
tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu. Jakarta: PT. Pustaka
Litera Antar Nusa.
Hassan, Ibrahim. 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Penterjemah: Djahdan Human.
Yogyakarta: Kota Kembang
Juergensmeyer, Marx. 2002. Teror Atas Nama Tuhan; Kebangkitan Global Kekerasan
Agama. Jakarta: Anima Publishing.
KBBI offline Versi 1.5
Khalid, Amru. 2007. Jejak Para Khalifah. Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali.
Penerjemah: Farur Muis. Solo: PT. Aqwam Profetika
Kurniati, Nur. 2013. Nilai-Nilai Pendidikan dan Budaya dalam Novel Dunia Kecil
Karya Yoyon Indra Joni. Palembang: Universitas PGRI Palembang
Mubarak, Zulfi. 2007. Tafsir Jihad; Menyingkap Tabir Fenomen Terorisme Global.
Malang: UIN Press
Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.
Yogyakarta: Pustaka Progresif.
Naim, Ngainun. 2014. Islam dan Pluralisme Agama. Yogyakarta: Aura Pustaka
Rahmat, Imdadun. 2005. Arus Baru Islam Radikal; Transmisi Revivalisme Islam Timur
Tengah ke Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Santoso, Budi. 2008. Metode Dakwah Khalifah Umar bin Khattab. Jakarta: UIN Jakarta
Shaleh, Abdul Rosyad. 1993. Manajemen Dakwah Islam.Jakarta: PT. Bulan Bintang
Shihab, Quraish. 1992. Membumikan al-Quran. Bandung: Mizan.
Umbar, Kisno dan Himmatul Istiqomah. 2015. Nilai Humanisme Perspektif Ali Syariati
dalam Diwan Sayyid Quthb. Malang: UIN Malang
Yunus, Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penterjemahan.
Zuhdi, Muhammad Harfin. 2010. Fundamentalisme dan Upaya Deradikalisasi
Pemahaman al-Quran dan Hadits. Jurnal RELIGA Vol. 13, No. 1