Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian lalat buah dapat dilakukan baik secara fisik, kimia maupun hayati.
Di Indonesia pengendalian lalat buah dilakukan secara fisik yaitu dengan cara
tenaga kerja sehingga kurang efektif dan efisien untuk usaha sekala besar.
memiliki kekurangan yaitu dapat menimbulkan kerusakan lingkungan serta biaya yang
Serangan yang dilakukan oleh lalat buah pada buah dapat menurunkan kualitas
maupun kuantitas buahnya. Jika serangan yang terjadi sudah besar dan tanpa dilakukan
pengendalian dapat menyebabkan gagal panen. Sifat khas lalat buah adalah hanya
dapat bertelut di dalam buah, larva (belatung) yang menetas dari telur tersebut akan
merusak daging buah, sehingga buah menjadi busuk dan gugur. Serangan hama ini juga
menjadi resisten dan terbunuhnya musuh alami. Serta dapat mengakibatkan terjadinya
resujensi dan ledakan hama. Saat ini banyak dikembangkan alternatif lain dalam
mengendalikan hama lalat buah, salah satunya dengan menggunakan zat pemikat yang
berupa feromon seks. Salah satu jenis feromon seks yang sudah beredar adalah metil
46
eugenol. Metil eugenol mempunyai daya pikat dengan jangkauan radius lebih kurang
0,8 km. Oleh sebab itu, dilakukan praktikum pengendalian hama lalat buah untuk
B. Tujuan
47
II. TINJAUAN PUSTAKA
termasuk famili Solanaceae. Buah terung disenangi setiap orang baik sebagai lalapan
segar maupun diolah menjadi berbagai jenis masakan. Terung diduga berasal dari
benua Aisa, terutama India dan Birna. Tanaman terung banyak tumbuh di Cina. Dari
ditemukan di Jawa (Hardy, 1983). Dari spesies yang ada, hanya kurang dari lima
spesies merupakan hama yang merugikan, salah satu di antaranya adalah Dacus (Syn.
kerusakan pada bebuahan seperti belimbing, mangga, jeruk dan cabai merah. Lalat
buah atau biasa dikenal dalam istilah ilmiah yaitu Bactrocera sp. merupakan salah satu
serangga yang bersifat hama atau menganggu, merusak dan menurunkan hasil
pertanian. Bactrocera sp. merupakan spesies-spesies lalat buah yang berasal dari daerah
tropika, tidak semua jenis lalat buah secara ekonomis penting, hanya kira-kira 10 %
Siklus hidupnya lalat buah mempunyai 4 stadium hidup yaitu telur, larva, pupa
dan dewasa. Umur imago atau lalat buah dewasa dapat mencapai 1 bulan. Lalat buah
48
buah atau batang, dan akan menetas dua-tiga hari kemudian. Satu ekor lalat betina
Bactrocera sp. menghasilkan telur 1200-1500 butir. Telur berwarna putih, berbentuk
bulat panjang, dan diletakkan berkelompok 2-15 butir. Seekor lalat betina dapat
meletakkan telur 1-40 butir/hari. Larva yang disebut sindat atau singgat ini kemudian
mulai menggerogoti daging buah atau jaringan batang dan matang setelah tujuh sampai
sepuluh hari. Larva kemudian berpupa di dalam tanah, di dalam sebuah selubung. Masa
pupa rata-rata 19 hari, dan sangat dipengaruhi oleh kondisi kelembaban tanah, yaitu
umur pupa lebih pendek pada kelembaban lebih tinggi( Kalshoven, 1981).
Lalat buah termasuk salah satu jenis serangga yang banyak ditemukan pada pagi
atau sore hari terbang di sela-sela tanaman buah-buahan maupun sayurs-ayuran. Lalat
buah membutuhkan karbohidrat, asam amino, mineral dan vitamin. Aktivitas makan
lalat buah berlangsung antara pukul 07.00-10.00 WIB (Putra, 1997). Pakan lalat buah
dewasa diperoleh dari cairan manis buah-buahan, eskudat bunga, nectar, embun madu
Lalat buah merupakan hama yang sangat merusak tanaman dari jenis tanaman
hortikultura, khususnya tanaman buah-buahan dan sayuran. Jenis tanaman buah dan
sayur yang sangat riskan terserang lalat buah salah satunya adalah terong. Hama ini
beberapa buah muda atau buah yang belum matang. Sementara itu, kerugian secara
kualitas, misalkan buah atau sayuran menjadi busuk dan berisi belatung. Selain itu lalat
49
buah juga merupakan pembawa (vektor) bakteri Escherichia coli yang bisa
serangan lalat buah ditandai oleh adanya noda-noda kecil bekas tusukan ovipositor
imago betina. Noda-noda kecil ini kemudian berkembang menjadi bercak coklat
sebagai akibat dari aktivitas larva di dalam buah, perkembangan lebih lajut akan
dapat digunakan zat pemikat atau atraktan. Jenis zat pemikat (antraktan) yang sering
digunakan dan memiliki pengaruh daya pikat yang kuat ialah: Methyl Eugenol (ME)
dan Cue Lure (Cue). Kedua atraktan ini mempunyai daya pikat yang bebeda, ME
mempunyai daya pikat dengan jangkauan radius lebih kurang 0,8 km, sedangkan Cue
hanya pada radius 0,3 km (Drew, 1978). Penelitian Kardinan (2005) dilaporkan bahwa
ekstrak selasi hijau mengandung metil eugenol sekitar 67 persen. Grainge dan Ahmed
(1987), menuliskan bahwa dalam minyak selasih hijau mengandung bahan yang
mampu untuk menarik lalat buah jantan. Dengan menggunakan antraktan disamping
dapat digunakan sebagai monitoring juga dapat digunakan sebagai perangkap untuk
pengendalian lalat buah. Dengan tertangkapnya lalat jantan maka kegiatan kawin dari
lalat buah akan terhambat sehingga dapat menekan populasi lalat buah di kemudian
hari. Sekaligus dapat menekan intensitas serangan karena semakin sedikit lalat betina
yang dibuahi semakin sedikit pula lalat betina yang meletakan telur pada buah.
50
Metil Eugenol dapat dihasilkan dari berbagai tanaman seperti cengkih, cemara
hantu, selasih dan masih banyak lagi. Tumbuhan penghasil metil eugenol yang
langsung dapat dipakai adalah dari tanaman cengkih dan selasih dari jenis O.
eugenol yang dapat digunakan sebagai atraktan lalat buah. Senyawa metil eugenol yang
digunakan sebagai atraktan dengan perangkap dapat menarik lalat buah untuk datang
ke perangkap yang diberikan larutan senyawa metil eugenol. Senyawa metil eugenol
hanya dapat menarik lalat jantan saja dan lalat betina tidak tertarik pada metil eugenol
(Shelly, 2004).
51
III. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang digunakan pada praktikum pengendalian hama lalat buah meliputi :
metil eugenol. Alat yang digunakan pada praktikum pengendalian hama lalat buah
meliputi : botol aqua bekas, kapas, tali rafia, kantong plastik, label, kertas plano, alat
B. PROSEDUR KERJA
2. Kapas yang telah diolesi metil eugenol dipasang oleh tiap kelompok di dalam
6. Kemudian bentuk tubuh lalat buat digambar pada kertas plano dan diberi warna,
7. Kemudian spesies dari lalat yang tertangkap ditentukan dan dideskripsikan seperti
52
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
53
Gambar 10. Lalat Buah Bactrocera papaya
54
B. Pembahasan
dibagian cabang tanaman terong, didekat buah. Pengamatan dilakukan selama 3 hari,
mulai tanggal 4-6 Oktober 2016. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan,
pengamatan dilakukan terhadap perangkap lalat buah menggunakan umpan kapas yang
telah di lapisi feromon seks yang di taruh pada tanaman terong. Kami tidak menemukan
Berdasarkan morfologi ukuran rubuh lalat jantan lebih kecil dari pada lalat betina,
terdapat sisir kelamin sebesar ujung abdomen tumpul, dan lebih hitam. Muka berwarna
kuning coklat dengan speasang spot hitam berbentuk oval. Sayap dengan costal band
tipis berwarna hitam coklat. Abdomen berwarna coklat oranye dengan pola T jelas
dengan garis hitam tipis melintang. Torak, skutum, berwarna hitam dominan, pita
warna kuning disisi lateral. Menurut Isnaeni (2013), lalat buah Bactrocera papayae
memiliki ciri pita hitam pada garis costa dan garis anal sangat jelas, abdomen dengan
ruas-ruas jelas, tergit 3 terdapat garis melintang, dan warna hitam dominan pada
skutum dan mempunyai rambut supra, skutum dengan pita berwarna kuning/orange
disisi lateral.
Perilaku lalat buah, seperti kegiatan mencari makanan, meletakkan telur, dan
melakukan hubungan seksual, dikendalikan dan dirangsang oleh bahan kimia yang
55
Kairomones. Kairomones yang dapat merangsang alat sensor serangga adalah metil
eugenol yang merupakan antraktan atau pemikat lalat buah (Kardinan, 2005).
Jantan Betina
Ukuran lebih kecil dari betina Ukuran tubuh lebih besar dari jantan
Sayap lebih pendek dari sayap betina Sayap lebih panjang dai sayap jantan
Terdapat sisir kelamin (Sex comb) Tidak terdapat sisir kelamin (sex comb)
(Putra, 1997).
Gejala awal ditandai dengan noda atau titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak
telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah. Selanjutnya karena aktivitas
hama di dalam buah, noda tersebut berkembang menjadi meluas. Larva makan daging
buah sehingga menyebabkan buah busuk sebelum masak. Apabila dibelah pada daging
buah terdapat belatung-belatung kecil dengan ukuran antara 4-10 mm yang biasanya
meloncat apabila tersentuh. Kerugian yang disebabkan oleh hama ini mencapai 30-
60%. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larvanya akan menyebabkan gugurnya buah
Lalat betina memerlukan nutrisi untuk proses pematangan telur. Beberapa nutrisi
yang diperlukan dan terdapat di alam antara lain nektar dan madu. Lalat betina
56
merupakan penyebab kerusakan pada buah-buahan karena lalat betina inilah yang
meletakkan telur-telurnya kedalam buah dengan alat peletak telur (Ovipositor). Telur
tersebut kemudian menetas menjadi larva atau belatung yang merusak buah. Berbeda
dengan lalat betina, lalat jantan tidak berperan langsung dalam menimbulkan kerugian,
tetapi peranannya sebagai pejantan yang membuahi lalat buah betina sangat
a. Fisik (Mekanis)
Cara mekanis adalah dengan pengumpulan dan pemungutan sisa buah yang tidak
dipanen terutama buah sotiran untuk menghindarkan hama tersebut menjadi inang
potensial, akan menjadi sumber serangan berikutnya. Pengendalian mekanis juga dapat
dilakukan dengan mengumpulkan buah yang busuk atau sudah terserang kemudian
dibenamkan kedalam tanah atau dibakar. Pembungkusan buah mulai umur 1,5 bulan
untuk mencegah peletakan telur (oviposisi), merupakan cara mekanik yang paling baik
untuk diterapkan sebagai antisipasi terhadap serangan lalat buah. Atau dapat juga
dilakukan dengan pembungkusan buah, atau penjaringan pohon buah. Namun cara-
cara ini kurang efisien jika diterapkan di kebun yang luas. Cara ini hanya efisien
fisik atau mekanik adalah sulit diterapkan pada komoditas sayuran, seperti tmat, cabai
merah dan meolon. Kesulitan terutama terjadi karena terlalu banyak bungkus plastik
dan tenaga kerja yang diperlukan untuk membungkus sayuran (Kardinan, 2005).
57
b. Kultur Teknis
(membalik tanah) di bawah pohon/tajuk tanaman dengan tujuan agar pupa terangkat ke
permukaan tanah sehingga terkena sinar matahari dan akhirnya mati (Putra, 1997).
c. Kimia
pemborosan sebab banyak yang tidak tepat sasaran, mengingat sifat lalat buah yang
(Kardinan, 2005).
umum digunakan adalah Methyl eugenol. Caranya dengan meneteskan pada segumpal
kapas sampai basah namun tidak menetes, ditambah dengan insektisida dan dipasang
pada perangkap yang sederhana, modifikasi dari model perangkap Stiener. Alat
perangkap terbuat dari dari botol bekas air minum mineral yang lehernya berbentuk
kerucut atau toples plastik. Botol diberi lubang dan setiap lubang diberi corong. Corong
tersebut berperan sebagai tempat masuknya lalat. Kapas yang telah ditetesi metil
eugenol gigantung di dalam botol. Perangkap dipasang dekat pertanaman atau pada
cabang atau ranting tanaman. Pemasangan dilakukan sejak buah pentil sampai panen.
58
Pemberian cairan atraktan diulang setiap 2 minggu sampai 1 bulan. Setiap satu hektar
Masih ada lagi cara pengendalian lalat buah, yakini dengan menggunakan
protein bait (Pencampuran protein hidrolisat yang merupakan makanan lalat buah
dengan insektisida). Keunggulan penggunaan protein bait adalah daya bunuhnya yang
tinggi. Jika lalat bua mengkonsumsinya, bisa dipastikan langsung mati sehingga tidak
d. Biologi
Pengendalian lalat buah secara biologis bisa dilakukan dengan cara menghasilkan
lalat buah jantan yang mandul. Teknik pengandalian ini masih dalam penelitian, tetapi
dianggap kurang praktis karena untuk menghasilkan lalat jantan mandul diperlukan alat
dan teknoloi khusus. Untuk membuat lalat jantan mandul diperlukan sejumlah lalat
jantan yang disinari dengan sinar gamma (biasanya cobalt 60 atau phosphor 132)
(Kardinan, 2005). Penyinaran sebenarnya dapat dilakukan pada beberapa fase, seperti
pada fase telur, larva, kepompong dan pada serangga dewasa. Penyinaran yang umum
dilakukan adalah pada fase kepompong. Hal ini dikarenakan pada fase kepompong
dewasa, yakini terbentuknya sperma dan telur. Umur kepompong yang baik untuk
dilakukan radiasi yaitu pada akhir fase kepompong (1 atau 2 hari sebelum eklosi).
Karena pada fase tersebut jaringan terbentuk mendekati sempurna (Widiyana et al.,
2006).
59
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi dinamika populasi adalah faktor suhu,
kelembaban, cahaya, curah hujan, tanaman inang, dan musuh alami. Faktor iklim
reproduksi, dinamika populasi, dan peledakan hama (McPheron dan Steck, 1996).
Menurut Siwi et al (2006), iklim berpengaruh terhadap perilaku seperti aktifitas kawin
dan peletakan telur yang mempengaruhi angka kelahiran, kematian, dan penyebaran
serangga.
Curah hujan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kelimpahan buah inang
dan populasi. Kemunculan imago lalat buah dari pupa juga dipengaruhi oleh
kelembaban tanah. Kelembaban tanah yang optimal bagi kehidupan pupa lalat buah
antara 80-90% (Sodiq, 1992). Pada umumnya kepadatan populasi meningkat dengan
curah hujan yang meningkat, akan tetapi melalui melalui studi diketahui bahwa terjadi
ledakan pada kepadatan populasi setelah badai topan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
peletakan telur. Semakin tinggi kelembaban udara maka lama perkembangan akan
semakin panjang. Kelmebaban yang optimu perkembangan lalt buah berkisar antara
70-80%. Lalat buah dapat hidup baik pada kelembaban antara 62-90% (Landolt dan
Quilici, 1996).
Intensitas cahaya dan lama penyinaran dapat mempengaruhi aktivitas lalat betina
dalam perilaku makan, peletakan telur, dan kopulasi. Lalat aktif pada keadaan terang,
60
yaitu pada siang hari dan kopulasi pada intensitas cahaya rendah. Selain itu, lalat betina
yang banyak mendapatkan sinar akan lebih cepat bertelur (Siwi et al, 2006).
Suhu adalah faktor yang mempengaruhi laju perkembangan stadium muda lalat
buah dan akan menentukan fluktuasi populasinya Pada daerah tropis yang tidak banyak
mengalami fluktuasi suhu, fluktuasi populasi lalat buah secara nyata tetap terjadi.
Populasi lebih besar terjdi selama musim kemarau daripada di musim hujan. Untuk
lalat buah yang multivoltine, suhu di bawah 21C dapat menurunkan laju pertumbuhan
lalat buah selama stadium muda. Produksi telur maksimum terjadi pada suhu 25C
Tingkat kematangan buah berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Buah yang
lebih matang lebih disukai oleh lalat buah untuk meletakkan telur daripada buah yang
masih hijau. Tingkat kematangan buah sangat mempengaruhi populasi lalat buah. Jenis
pakan yang banyak mengandung asam amino, vitamin, mineral, air, dan karbohidrat
dapat memperpanjang umur serta meningkatkan keperidian lalat buah. Peletakkan telur
dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur buah. Bagian buah yang ternaungi dan
agak lunak merupakan tempat ideal untuk peletakan telur (Siwi, 2006).
Musuh alami lain bagi lalat buah di alam berupa parasitoid dari genus Biosteres
dan Opius dan beberapa predator seperti semut, sayap jala (Chrysopidae va. (ordo
Neuroptera)), kepik Pentatomide (ordo Hemiptera) dan beberapa kumbang tanah (ordo
61
insektisida. Parasitoid dan predator ini lebih rentan terhadap insektisida daripada hama
Prinsip kerja perangkap lalat buah ini adalah memikat lalat buah agar masuk ke
dalam perangkap. Lalat buah akan masuk, lengket atau tenggelam di dalam botol dan
akhirnya mati. Perangkap ini bisa dibuat dari botol air minum kemasan yang bagian
lehernya dipotong dan dipasang lagi dengan posisi terbalik. Di dalam botol tersebut
dipasang kapas yang ditetesi metil eugenol, atraktan yang menyerupai feromon seks
lalat betina. Metil eugenol ini mengeluarkan aroma wangi yang disenangi lalat buah
jantan, sehingga lalat buah jantan akan tertarik masuk perangkap. Kalau lalat buah
jantannya terperangkap, artinya populasi lalat buah bisa diminimalisir. Perangkap ini
dipasang pada tiang atau ranting pohon setinggi 2-3 meter dari permukaan tanah.
Dipasang terus menerus selama tanaman berbuah dan zat pemikat harus diisi ulang jika
Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam 3 cara,
yaitu : (a) mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, (b) menarik lalat buah untuk
kemudian dibunuh dengan perangkap dan (c) mengacaukan lalat buah dalam
2001). Salah satu bahan antraktan adalah metil eugenol. Metil eugenol adalah zat yang
bersifat volatile atau menguap dan melepaskan aroma wangi. Susunan kimia metil
eugenol terdiri dari unsur C, H dan O (C12H24O2). Radius aroma antraktan bisa
62
mencapai 20-100 m, tetapi jika dibantu angin jangkauannya bisa mencapai 3 km
(Kardinan, 2005).
diproses dalam tubuhnya melalui suatu metabolisme akan menghasilkan zat penarik
(sex pheromone) bagi lalat betina yang sangat diperlukan pada proses perkawinan.
Atraktan berbahan aktif metil eugenol ini tergolong kepada Food lure artinya lalat
jantan akan datang tertarik untuk keperluan makan (Food), bukan untuk keperluan
sexual secara langsung. Lalat jantan akan berusaha keras untuk mendapatkan metil
Metil eugenol dapat dibuat secara sintetis dari bahan-bahan kimia. Selain dari
bahan kimia sintetis, metil eugenol juga dapat dibuat secara langsung dari eugenol.
Salah satu tanaman penghasil eugenol adalah cengkeh. Eugenol cengkeh diproses lebih
lanjut dengan proses metilasi untuk kemudian menjadi metil eugenol. Di alam lalat
jantan bisa mendapatkan eugenol dari beberapa jenis tanaman, seperti trengguli dan
pengendalian hama secara terpadu, jadi pengendalian hama lalat buah tidak hanya
menggunakan satu jenis cara semisal pembuatan perangkap, namun harus dilakukan
pula pengendalian lain seperti melakukan pemanenan sebelum buah terlalu matang,
63
populasi dari lalat buah sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunarno (2013).
Perlindungan tanaman sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pengelolaan
Lalat buah sendiri tidak membawa virus atau patogen, namun patogen bisa
menginfeksi buah yang luka akibat tusukan ovipositor lalat buah, sehingga adanya luka
pada buah bisa menjadi tempat perkembangbiakan patogen dengan cara patogen masuk
melalui percikan air hujan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nirwanto (2008) menurut
hasil penelitian penyebaran penyakit bercak ungu pada tanaman bawang merah melalui
percikan air hujan. Konidia disebarkan ke daun-daun lain oleh angin dan percikan air
hujan. Tidak semua patogen disebarkan oleh percikan air namun bisa melalui udara
kelembapan dalam tanah mulsa juga bisa dijadikan sebagai salah satu cara
pengendalian pupa lalat buah, sebab pupa lalat buah berada pada dalam tanah. Mulsa
plastik berfungsi untuk memutus siklus hidup lalat buah yaitu menghalangi larva instar
terakhir untuk masuk dan berpupa di dalam tanah sedangkan mulsa jerami dipercaya
64
dapat menumbuhkan jamur parasit yang dapat menyerang pupa. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wahyono dan Tarigan (2007) bahwa larva lalat buah kemudian berpupa di
dalam tanah dan masa pupa rata-rata 19 hari, dan sangat dipengaruhi oleh kondisi
kelembaban tanah, yaitu umur pupa lebih pendek pada kelembaban lebih tinggi
(Montoya, 2008).
a. Sanitasi lahan, bertujuan untuk memutuskan daur hidup lalat buah, sehingga
dikumpulkan dan dibakar atau dipendam dalam tanah. Pastikan ke dalam tanah
tidak memungkinkan larva berkembang menjadi pupa. Pupa yang ada dalam
tanaman.
b. Gunakan perangkap lem kuning atau lem tikus bening yang dicampur dengan
65
c. Pengapasan dengan membakar sampah kering, dan dibagian atasnya ditutupi
sampah basah, agar dapat dihasilkan asap dan tidak sampai terbakar. Kepulan
2. Secara fisik/mekanis
dalam perangkap yang terbuat dari bekas air mineral untuk menangkap lalat
jantan. Bagian dasar botol diberi sedikit air lalat buah mati terendam air.
pertanaman, hal ini bertujuan agar lalat tidak terkumpul di tengah pertanaman.
3. Secara biologi
yang sudah mandul, maka telur yang dihasilkan dari perkawinan dengan lalat
betina menjadi steril atau tidak bisa menghasilkan keturunan, dan akhirnya
Biosteres sp. dan Opius sp. Predator lalat buah yang umum adalah semut, laba-
66
laba, kumbang stafilinid dan cocopet. Jenis patogen yang banyak menyerang
4. Secara kimia
(tertarik dengan makanan). Food attraktan yang biasanya digunakan adalah berupa
protein hidrolisa yang berasal dari limbah bird an diberi insektisida spinosad kemudian
disemprotkan pada tanaman. Umpan beracun akan dimakan oleh lalat buah jantan atau
Fungsi dari lalat buah jantan adalah sebagai lalat yang mengawini lalat betina
untuk menghasilkan keturunan. Lalat buah terong disebabkan oleh faktor genetik dan
faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya, curah hujan, tanaman inang, dan
musuh alami. Selain itu faktor kematangan buah, dimana tingkat kematangan buah
berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Buah yang lebih matang lebih disukai oleh
lalat buah untuk meletakkan telur daripada buah yang masih hijau. Tingkat kematangan
buah sangat mempengaruhi populasi lalat buah. Jenis pakan yang banyak mengandung
asam amino, vitamin, mineral, air, dan karbohidrat dapat memperpanjang umur serta
meningkatkan keperidian lalat buah. Peletakan telur dipengaruhi oleh bentuk, warna,
dan tekstur buah. Bagian buah yang ternaungi dan agak lunak merupakan tempat ideal
67
untuk peletakan telur (Siwi, 2005). Dinamika populasi lalat buah terjadi karena
pengaruh kombinasi antara faktor lingkungan yang bekerja pada populasi dan
hujan, tanaman inang, dan musuh alami. Faktor iklim berpengaruh pada pemencaran,
1. Telur berwarna putih berukuran dengan panjang 0.8 mm dan lebar 0.2 mm.
2. Larva berukuran dengan panjang 7.5-10 mm dan lebar 1.5-2 mm, tidak berkaki dan
4. Imago memiliki thoraks berwarna hitam dengan garis kuning di tepi thoraks, pada
bagian abdomen berwana coklat kekuningan, dan sayap yang transparan (panjang
6. Jenis kelamin Bactrocera dorsalis dapat dibedakan dengan ada atau tidaknya
ovipositor pada ujung abdomen. Bila terdapat ovipositor dapat dipastikan betina.
Menurut Vijayasegaran (2006) siklus hidup dari lalat buah (Bactrocera papayae)
68
1. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, diletakkan berkelompok 2 - 15 butir
dan diletakkan dibawah kulit buah, dalam waktu 2 hari telur akan menetas
menjadi 1arva yang akan membuat terowongan kedalam buah dan memakan
dagingnya kurang lebih 2 minggu. Seekor lalat betina mampu menghasilkan telur
panjang dengan salah satu ujungnya runcing. Larva terdiri atas tiga instar, dengan
lama stadium larva 6 - 9 hari. Larva setelah berkembang maksimum akan membuat
lubang keluar untuk meloncat dan melenting dari buah dan masuk ke dalam tanah
3. Pupa terbentuk dari larva yang telah dewasa yang meninggalkan buah dan jatuh di
atas tanah, kemudian masuk kedalam tanah dan membentuk pupa didalamnya.
Pupa berwarna coklat, dengan bentuk oval, panjang 5 mm dan lama stadium
pupa 4 - 10 hari.
4. Imago rata-rata berukuran panjang 7 mm, lebar 3 mm. Lalat buah dewasa
berwarna kuning, sayapnya datar dan transparan dengan bercak-bercak pita (band)
yang bervariasi merupakan ciri masing-masing spesies lalat buah. Pada ujung
sayap ada bercak coklat kekuningan. Pada abdomen terdapat pita-pita hitam pada
bahan seperti tanduk keras. Pada lalat betina ujung abdomennya lebih runcing dan
69
mempunyai alat peletak telur, sedangkan abdomen lalat jantan lebih bulat. Secara
70
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aplikasi feromon seks dilakukan pada tanaman terong dengan penggunaan botol
aqua bekas yang diberi lubang berbentuk segitiga dan diberi kapas yang telah diberi
feromon sek.
2. Berdasarkan hasil pengamatan tidak diperoleh jumlah lalat buah yang masuk
kedalam botol.
lapang secara tidak langsung, dengan menangkap lalat buah jantan agar tidak
B. Saran
Praktikan harus bisa mengira-ngira ukuran lubang perangkap yang tepat agar lalat
yang sudah masuk tidak keluar kembali, dan praktikan juga harus benar-benar teliti
71
DAFTAR PUSTAKA
Alwood, A.J. dan Leblanc, L. 1996. Losses Caused by Fruit Flies (Diptera:
Tephiritidae) in Seven Pacific Island Countries: 208-211. Prosiding ACIAR
Management of fruit Flies In the Pacific. A Regional symposium, Nadi, Diji
28-31 October 1996.
Drew, R.A.I. 1978. Economic Fruit Flies of the South Pacific Region. Romig
Queensland : MCF.
Hardy, D.E. 1983. The fruit flies: The genus Dacus of Java, Sumatra, & Lombok,
Indonesia. Treubia.
Hasyim, A, Boy, A dan Hilman, Y. 2010. Respon Hama Lalat Buah Jantan Terhadap
Beberapa Jenis Attraktan dan Warna Perangkap di Kebun Petani. Jurnal
Hortikultura. Vol 2(42) : 164-170.
Isnaeni, Yanuarti Nur. 2013. Identifikasi Spesies dan Kelimpahan Lalat Buah
Bactrocera spp di Kabupaten Demak. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Landolt PJ dan Quilici, S. 1996. Overview of Research on the Behavior of Fruit Flies.
In Fruit Fly Pest : A World Assessment of Their Biology and Management. St.
Lucie Press, Florida.
Liang, G.Q., Yang G.H., Liang F, Ian Q.Q, and Xu W. 1991. The First Report of an
Analysis of Protein from Larvae of Four Species of Fruit Fleis with
Elechoplioresis. Acta Agricultural Univenity Jianxiensis. Vol 5(13) : 134-136.
McPheron, B.A. and G.J. Steck. 1996. Overview of Research on the Behavior of Fruit
Flies. In Fruit Fly Pests: A World Assessment of Their Biology and Management.
St Lucie Press, Florida.
72
Montoya, P., S. Flores, & J. Toledo. 2008. Effect of rainfall and soil moisture on
survival of adults and immature stages of Anastrepha ludens and A. obliqua
(Diptera: Tephritidae) under semi-field conditions. Florida Entomologist. Vol
9(1): 643-650.
Nirwanto, Herry. 2008. Kajian Aspek Spasial Penyakit Bercak Ungu (Alternaria porri
Cif. (Ell) pada Tanaman Bawang Merah. Jurnal Pertanian Mapeta. Vol 10 (3):
25-31.
Putra, N.S. 1997. Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya. Kanisius, Yogyakarta.
Rouse P., PF. Duyck, S. Quilici and P. Ryckewaert. 2005. Adjustment of Field Cage
Methodology for Testing Food Attractants for Friut Flies (Diptera : Tephritidae).
Ann. Entomol. Soc. Am. Vol 98(3) : 402-408.
Shelly, T.E and, R. Nishida. 2004. Larval and Adult Feeding on Methyl Eugenol and
the Mating Success of Male Oriental Fruit Flies, Bactrocera dorsalis (Hendel)
(Diptera: Tephritidae). Entomol. Exp. Appl. Vol 11(2) :155-158.
Siwi S.S, P. Hidayat dan Suputra. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah
Penting, Bactrocera spp. (Diptera : Tephritidae) di Indonesia. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik, Bogor.
Sodiq, M. 1992. Musuh Alami Lalat Buah di Indonesia. Fakultas Pertanian UPN
Veteran, Jawa Timur.
Sunarjono, H. A., A. Soetasad dan S. Muryanti. 2003. Budidaya Terung Lokal dan
Terung Jepang. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sunarno dan Stefen Popoko. 2013. Keragaman Jenis Lalat Buah (Bactrocera Spp) Di
Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal Agroforestri. Vol 8(4): 34-41.
Wahyono, T.E. dan N. Tarigan. 2007. Uji Patogenisitas Agen Hayati Beauveria
Bassiana dan Metarhizium anisopliae terhadap Ulat Serendang (Xystrocera
festiva). Buletin Teknik Pertanian. Vol. 12 (1): 56-63.
Widiyana, Rachmia, Achmad Nasroh dan Kuswadi. 2006. Pengaruh Iradiasi Gamma
Terhadap Kemampuan Kawin dan Fertilitas Lalat Buah Bactrocera carambolae
(DREW dan HANCOCK). Risalah Seminar Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi.
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Batan.
73
Vijayasegaran S, and Drew RAI. 2006. Fruit Fly Spesies of Indonesia : Host Range
and Distribution. ICMPFF : Griffith University.
74