Vous êtes sur la page 1sur 18

MAKALAH INDIVIDU

AKUAKULTUR

IKAN SIDAT Anguilla bicolor dan Anguilla marmomata

DISUSUN OLEH :

NUR AFIYAH SULAIMAN

H41113504

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Akuakultur merupakan kegiatan pemeliharaan hewan pada air tawar,

payau dan air laut, adalah salah satu kegiatan yang mendorong kemajuan ekonomi

Amerika Serikat. Secara umum produksi budidaya ikan dan karang telah

berkembang dengan sangat cepat sejak tahun 1992. Masyarakat Amerika yakin

bahwa akuakutur akan mengurangi tekanan terhadap perikanan samudra.

Agrikultur sejak tahun 1987 mengalami peningkatan penjualan sebanyak

tiga kali lipat hingga tahun 1992. Berdasarkan data terakhir pada sensus pada

tahun 1998, industri akuakultur di amerika serikat mencapai hampir 1 milyar USD

(agalternative.aers.psu.edu). Sekarang di Amerika Serikat, produksi akuakultur

untuk spesies air tawar perkembangannya jauh lebih cepat bila dibandingkan

dengan produksi marine kultur.

Pada abad 21 ini Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan

bahwa Perikanan Budidaya (Akuakultur) menjadi salah satu sektor andalan untuk

pemenuhan kebutuhan protein hewani dan penciptaan lapangan kerja. Indonesia

memiliki potensi SDA di bidang perikanan budidaya yang besar yang merupakan

keunggulan komparitif dibanding negara lainnya. Selain itu, sebagai negara tropis

yang dapat berproduksi sepanjang tahun, Indonesia juga memiliki ribuan jenis

biota akuatik berupa ikan, udang, kerang, rumput laut dan sebagainya dengan

karakter masing-masing yang khas.


Berdasarkan perkembangan pesat dari akuakultur tersebut pada makalah

ini akan dibahas mengenai salah satu contoh budidaya akuakultur dari spesies

Anguilla bicolor dan Anguilla marmomata.

I.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Bagaimana menyeleksi spesies yang akan dibudidayakan?

2. Bagaimana penentuan lokasi budidaya dari spesies yang dipilih?

3. Bagaimana rancangan teknologi dan desain dari budidaya tersebut?

I.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah:

1. Mengetahui cara dan alasan menyeleksi spesies yang akan dibudidayakan.

2. Mengetahui faktor dalam penentuan lokasi budidaya dari spesies tersebut.

3. Mengetahui rancangan teknologi dan desain dari budidaya tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Seleksi Spesies

Indonesia memiliki sumberdaya Sidat (Anguilla spp.) yang melimpah,

mulai dari tahap benih (elver) sampai konsumsi, namun belum dimanfaatkan

secara optimal. Masyarakat belum mengenal nama, rupa, dan potensinya sebagai

salah satu sumber zat gizi yang kaya akan protein. Kondisi geografis Indonesia

yang berada di wilayah tropis menjadi salah satu kelebihan dalam hal kelimpahan

jenis sidat dan kebutuhan budidaya. Indonesia memiliki 6 dari sekitar 17 jenis

sidat yang ditemukan di seluruh dunia, yaitu Anguilla bicolor, Anguilla

marmorata, Anguilla celebensis, Anguilla ancentralis, Anguilla borneensis, dan

Anguilla bicolor pacifa. Seluruh jenis sidat tersebut tersebar mulai dari perairan

estuaria sampai perairan tawar.

Ikan sidat (Genus Anguilla) merupakan komoditas perikanan bernilai

ekonomis penting, dan khususnya di Sulawesi Tengah telah ditetapkan sebagai

salah satu komoditas unggulan daerah. Permintaan global ikan sidat semakin

tinggi, namun budidaya masih tergantung benih hasil tangkapan dari alam.

Sekilas sidat nampak mirip dengan belut, namun tubuh sidat lebih

memanjang dan memiliki kapala berbentuk segi tiga serta memiliki empat sirip di

bagian dada yang sering disebut telinga, dubur, punggung dan ekor. Memiliki

sisik yang sangat halus dan tubuhnya ditutupi lendir.


Gambar ii.1 Ikan Sidat

Sumber: Gusrina, 2008.

Terdapat 2 jenis Ikan sidat yang paling populer dan memiliki potensi besar

untuk dibudidayakan. Bicolor adalah salah satu jenis sidat yang sumber bibitnya

berasal dari Jawa (Sukabumi, Cilacap, Jember) dan bibit terbaik banyak

ditemukan di sekitar Pelabuhan Ratu, sukabumi, Jawa Barat. Sidat yang memiliki

warna hitam kecoklatan polos ini juga sering disebut dengan sidat anjing yang

sangat diminati orang Jepang.

Sementara itu jenis sidat lain yang yang tak kalah populer adalah dari jenis

marmorata. Sidat jenis ini berwarna hitam kecoklatan dengan corak seperti batik,

sering juga disebut dengan sidat kembang. Sumber bibit umumnya dari Sulawesi

dan Kalimantan. Namun bibit terbaik banyak ditemukan di Poso. Menariknya

harga jual Marmorata 2-3 kali lebih mahal dari jenis bicolor dan lebih disukai

orang Indonesia, Korea dan Taiwan.

Nama sidat sudah dikenal luas di beberapa negara lain seperti Jepang,

Korea, Hongkong, Taiwan, Italia, Jerman, Australia, dan Selandia Baru bahkan

menjadi salah satu komuditi ekonomi yang berpotensi untuk dikembangkan.


Menilik kebutuhan pasar internasional terhadap sidat, maka budidaya sidat di

Indonesia perlu untuk dikembangkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan

pasar lokal, tetapi juga internasional (ekspor).

Di setiap daerah nama dan sebutan ikan sidat berbeda-beda. Ada yang

menyebutnya ikan masapi (Bugis), ikan moa (Betawi), ikan lubang (Sunda), ikan

pelus (Lampung), dan lainnya. Meski bukan komoditas baru di bidang perikanan,

namun karena tidak banyak di budidayakan, maka popularitasnya kalah dengan

ikan konsumsi lainnya. Padahal di negara lain seperti Jepang dan Korea ikan sidat

ini menjadi lauk favorit di restoran yang biasa disebut sebagai unagi.

Permintaan sidat di pasar lokal cukup banyak. Begitu juga dengan

permintaan ekspor sidat dari Jepang meningkat menjadi 2000 ton di tahun 2011.

Hal ini dikarenakan Jepang telah menutup akses impor sidat dari Taiwan dan

China yang tercemar bakteri patogen. Dengan demikian tentu permintaan sidat ke

Indonesia akan meningkat tajam. Permintaan sidat di pasar lokal cukup banyak.

Begitu juga dengan permintaan ekspor sidat dari Jepang meningkat menjadi 2000

ton di tahun 2011. Hal ini dikarenakan Jepang telah menutup akses impor sidat

dari Taiwan dan China yang tercemar bakteri patogen. Dengan demikian tentu

permintaan sidat ke Indonesia akan meningkat tajam.

Ikan sidat sendiri memiliki kandungan vitamin yang tinggi. Hati ikan sidat

memiliki 15.000 IU/100 gram kandungan vitamin A. Lebih tinggi dari kandungan

vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram. Bahkan kandungan

DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya

tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram. Sementara kandungan
EPA ikan sidat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon yang hanya

492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram. Dengan fakta

seperti itu, maka membudidayakan ikan sidat selain mempunyai potensi pasar

yang menjanjikan juga bisa memberikan jaminan gizi kepada orang yang

mengkonsumsinya.

Kebutuhan pasar terhadap sidat juga tidak hanya bergantung pada

kuantitas, namun juga kualitas. Salah satu komponen penting yang mendukung

syarat tersebut dalam budidaya sidat adalah pemberian pakan. Pemberian jenis

dan jumlah pakan yang tepat selama masa pertumbuhan dan perkembangan sidat

secara optimum, sehingga dihasilkan sidat dengan jumlah yang melimpah dan

baik dari segi fisik.

Gambar 2 Siklus hidup Ikan Sidat


Faktor alam yang sangat mendukung untuk dilakukan pengembangannya,

seperti di laut Sulawesi merupakan perairan dalam yang berbentuk teluk, dari

umur glass eel yang tertangkap lebih muda sehingga diduga daerah spawning

ground-nya dekat, perairan tawarnya masih bersih dan ketersediaan benihnya

sepanjang tahun.

II.2 Seleksi Lokasi

Sebagai langkah awal usaha budi daya laut adalah pemilihan lokasi yang

tepat. Oleh karena itu, pemilihan dan penentuan lokasi lahan budi daya laut harus

didasarkan pertimbangan ekologis, teknis, higienis, sosio-ekonomis, dan

ketentuan peraturan/ perundang-undangan yang berlaku. pemilihan lokasi

sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan gabungan beberapa faktor yang;

dikaji secara menyeluruh.

Sesuai dengan sifatnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan,

lingkungan bagi kegiatan budi daya laut dalam karamba jaring apung sangat

menentukan keberhasilan usaha. pemilihan lokasi yang baik harus

mempertimbangkan aspek fisika, kimia, dan biologi perairan yang cocok untuk

biota laut. Selain itu, pemilihan lokasi perlu juga mempertimbangkan aspek

efisiensi biaya operasional budi daya sehingga harus memperhatikan aspek

kemudahan dalam mendapatkan benih, pakan, pemasaran, dan keamanan.

Teluk atau selat kecil yang terlindung dari ombak dan badai, tetapi

memiliki pola pergantian massa air yang baik, bebas dari pencemaran, terdapat
sumber benih dan pakan, mudah dijangkau dan aman, sangat cocok dijadikan

lokasi budi daya laut.

Berikut beberapa aspek sosio-ekonomi yang perlu mendapat perhatian

dalam pemilihan dan penentuan lokasi.

a) Keterjangkauan lokasi. Lokasi budi daya yang dipilih sebaiknya adalah lokasi

yang mudah dijangkau. Umumnya lokasi budi daya relatif berdekatan dengan

rumah tempat tinggal agar lebih mudah dalam pemeliharaan.

b) Tenaga kerja. Tenaga kerja sebaiknya dipilih yang bertempat tinggal

berdekatan dengan lokasi budi daya, terutama pembudidaya atau nelayan lokal.

Upaya tersebut dilakukan untuk menghemat biaya produksi dan sekaligus

membuka peluang atau kesempatan kerja.

c) Sarana dan prasarana. Lokasi budi daya sebaiknya berdekatan dengan sarana

dan prasarana perhubungan yang memadai untuk mempermudah dalam

pengangkutan bahan, benih, hasil panen, dan pemasarannya.

d) Kondisi masyarakat. Kondisi masyarakat yang lebih kondusif memungkinkan

perkembangan usaha budi daya laut di daerah tersebut. Kondisi ini perlu menjadi

perhatian dalam pemilihan lokasi budidaya.

Persyaratan nonteknis yang perlu mendapat perhatian dalam pemilihan

lokasi budi daya adalah sebagai berikut:

a) Keterlindungan. Untuk menghindari kerusakan fisik sarana budi daya dan biota

laut, diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang

besar. Lokasi yang terlindung biasanya didapatkan di perairan teluk atau perairan

yang terlindung atau terhalang oleh pulau di depannya.


b) Keamanan lokasi. Masalah pencurian dan sabotase mungkin saja dapat terjadi

pada lokasi tertentu sehingga upaya pengamanan, baik secara perorangan maupun

kelompok harus dilakukan. Sebaiknya dilakukan upaya pendekatan dan hubungan

yang baik dengan masyarakat sekitar lokasi budi daya.

c) Konflik kepentingan. pemilihan lokasi sebaiknya tidak menimbulkan konflik

dengan kepentingan lain. Beberapa kegiatan perikanan (penangkapan ikan,

pemasangan bubu, dan bagan dan kegiatan nonperikanan (pariwisata,

perhubungan laut, industri, dan taman laut,) dapat berpengaruh negatif terhadap

aktivitas budi daya laut.

d) Aspek peraturan dan perundang-undangan. Untuk menguatkan keberlanjutan

usaha budi daya laut, pemilihan lokasi tidak bertentangan dengan peraturan

pemerintah serta mengikuti tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah

daerah (BAPPEDA serta dinas kelautan dan perikanan setempat).

Beberapa aspek Teknis lainnya yang perlu diperhatikan yaitu:

a. Topografi (Ketinggian Tempat)

Topografi adalah bentuk keseluruhan dari permukaan tanah (datar,

bergelombang atau curam). Apabila tanahnya terlalu miring, terpaksa harus

membuat pematang yang lebar, tinggi dan sangat kuat agar dapat menahan massa

air besar yang dikumpulkan dibagian yang terendah.

Demikian pula sebaliknya apabila tanahnya terlalu datar harus menggali

tanah yang banyak, untuk memperoleh dasar kolam yang miring. Ada 6 tipe area

menurut kemiringan tanah :

b. Kondisi Tanah
Tanah merupakan faktor mutlak dalam kegiatan budidaya, khususnya untuk

kegiatan pendederan dan pembesaran. Untuk membuat suatu unit usaha harus

memperhatikan sifat sifat tanah. Faktor utama yang harus diperhatikan adalah

tanah pematang kolam harus kokoh sehingga dapat menahan massa air. Tanah

pematang yang baik seharusnya kedap air atau tidak mudah meloloskan air

(porous), Subur, berlempung dan berhumus, pH atau reaksi tanah netral sampai

basa, dan memiliki stabilitas yang tinggi.

c. Kuantitas dan Kualitas Air

1) Sumber Air

Sumber air untuk kolam budidaya dapat berasal dari saluran irigasi teknis

(buatan), sungai, kali, atau sumber air lainnya. Meskipun tidak membutuhkan

sumber air yang selalu mengalir sepanjang waktu, tetapi untuk unit pembenihan

(hatchery) kondisi airnya harus benar-benar bersih. Karena itu, jika sulit

mendapatkan sumber air irigasi yang baik, petani dapat memanfaatkan air tanah

yang diperoleh melalui sumur biasa atau sumur pompa.

Sungai sebagai salah satu sumber air

2) Debit Air

Menurut R. Rustami Djayadiredja mengemukakan bahwa kebutuhan air untuk

pemeliharaan ikan sebagai berikut :

Kultur ekstensif memerlukan air 3 liter/ha, debit air cukup untuk menutupi

penguapan saja.

Kultur semi ekstensif memerlukan 6 12 liter/detik/ha yang dapat

ditingkatkan menjadi 25 50 liter/detik/ha.


Kultur intensif memerlukan air 100 liter/detik/kolam dimana kuantitas ini

sangat diperlukan terutama mengenai oksigen (O2).

3) Kontinuitas

Air harus mencukupi atau tersedia sepanjang tahun atau sepanjang musim

pemeliharaan. Di musim kering sering terjadi bahaya yang timbul karena

kekeringan dimana pada musim ini air sangat kurang. Untuk menjaga kontinuitas

air sehingga dapat terhindar dari bahaya kekeringan pada kompleks perkolaman

itu harus ada sumur atau sumber yang lainnya.

4) Warna hijau jernih, kecerahan 35 cm

5) Alklainitas yang produktif 50 500 ppm CaCO2 organik

6) Phospat lebih kecil dari 0,002 ppm

7) Cadmium (Cd) lebih kecil dari 0,002 ppm

8) Plumbum (Pb) lebih kecil dari 0,002 ppm

9) Kandungan H2S toxio maksimum 1 ppm

10) Temperatur air optimal 25o 300C

11) Kandungan oksigen dan Karbondioksida

Termasuk salah satu jenis ikan yang tahan terhadap kekurangan oksigen

karena mampu mengambil langsung oksigen dari udara bebas. Pada usaha

intensif, kandungan oksigen yang baik minimum 5 6 mg/liter air, minimal 2

ppm. Sementara kandungan karbondioksida sebaiknya.

12) Derajat keasaman (pH) untuk budidaya adalah 5 9. Optimum 6,7 8,6.

13) Senyawa Beracun


Salah satu senyawa beracun di dalam air yang berbahaya bagi kehidupan

adalah amoniak. Ada dua jenis amoniak, yakni amoniak bukan ion (NH3) dan

NH4 (amonium). Gas yang berbau menyengat ini berasal dari proses metabolisme

ikan dan proses pembusukkan bahan organik yang dilakukan oleh bakteri. Batas

konsentrasi kandungan amoniak yang dapat menyebabkan kematian adalah 0,1

0,3 mg/liter air.

14) Kekeruhan

Kekeruhan suatu perairan merupakan kebalikan dari kecerahan air. Penyebab

kekeruhan adalah partikel partikel lumpur, bahan organik, sampah atau

plankton. Akibat kekeruhan, cahaya matahari yang masuk kedalam air akan

terhambat. Kekeruhan yang baik disebabkan oleh plakton tersedia cukup banyak.

II.3 Seleksi Teknologi dan Desain

Sidat merupakan jenis ikan karnivora. Pemberian pakan buatan untuk sidat

harus memperhatikan komposisi kandungan protein yang cukup tinggi, yaitu

sebesar 45%. Kendala yang akan dihadapi adalah mahalnya bahan yang akan

digunakan pada campuran pakan untuk memenuhi asumsi kebutuhan protein

tersebut, sehingga biaya untuk pemenuhan kebutuhan pakan akan jauh lebih besar.

Oleh karena itu perlu disiasati dengan pemberian jenis pakan lain yang lebih

murah, kandungan protein tinggi, ketersediannya meimpah dan mudah untuk

diperoleh. Beberapa pilihan yang dapat dijadikan sebagai sumber pakan alami

sidat antara lain cacing, bekicot, dan Daphnia sp.


Gambar 3. Ikan Sidat

Pemeliharaan dilakukan selama 3 bulan yang dibagi menjadi 3 tahapan

yang terdiri atas tahap 1 pendederan awal, tahap 2 pendederan lanjutan 2 dan

tahap 3 pendederan lanjutan 3 masing- masing selama 1 bulan. Sidat yang

digunakan masih dalam tahapan glass eel berukuran sekitar 5-6 cm dengan bobot

tubuh berkisar antara 0,4 -0,5 g. Benih sidat diperoleh dari BBPBAT Sukabumi

yang sebelumnya telah dilakukan pendederan dan pembesaran sidat Anguilla

marmomata dan Anguilla bicolor yang masing-masing didatangkan langsung dari

Manado dan Pelabuhan Ratu (Jawa Barat).

Pemberian pakan dilakukan secara kontinyu selama masa pemeliharaan

berupa pakan alami, yaitu Daphnia sp. dan Tubifex sp. Porsi pemberian pakan

disesuaikan dengan bobot tubuh sidat, yaitu 20 % berat badan untuk Tubifex sp.

dan 2% untuk Daphnia sp. Asumsi pemberian pakan Tubifex sp yang lebih besar

dibandingkan dengan Daphnia sp. didasarkan pada pemenuhan kebutuhan protein

yang lebih besar. Pemberian pakan dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari.
Pemeliharaan sidat dilakukan dalam bak fibre glass dengan kapasitas 1

ton/ bak, untuk masing-masing jenis sidat berjumlah 12 bak. Air yang digunakan

selama masa pemeliharaan berasal dari air sumur di sekitar area pemeliharaaan.

Volume pengisian air setiap bak sebesar 600 L dengan kepadatan sidat 0,600 g/L.

Proses penyaringan selalu dilakukan sebelum air dari sumur digunakan sebagai

medium pemeliharaan. Sistem resirkulasi air diupayakan agar selalu berjalan

secara kontinyu agar kebutuhan oksigen terlarut dapat tercukupi dan mengurangi

peningkatan kandungan NH3 akibat pembuangan sisa-sisa makanan. Aerasi

tambahan juga diberikan selama pemeliharaan untuk lebih mengoptimalkan

ketersediaan oksigen terlarut di dalam air.

Gambar 4. Kolam budidaya Ikan Sidat


BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah:

1. Ikan sidat merupakan komoditas perikanan yang merupakan salah satu

sumber zat gizi yang kaya akan protein. Ikan sidat ini bernilai

ekonomis penting dengan permintaan global ikan sidat yang tinggi.

Hal ini juga didukung kondisi geografis Indonesia di wilayah tropis

yang menjadi salah satu kelebihan dalam hal kelimpahan jenis sidat

dan kebutuhan budidaya. Adapun dua jenis ikan yang paling populer

adalah Anguilla bicolor dan Anguilla marmorata.

2. Pemilihan dan penentuan lokasi lahan budidaya harus didasarkan

pertimbangan ekologis, teknis, higienis, sosio-ekonomis, dan ketentuan

peraturan/ perundang-undangan yang berlaku. Pemilihan lokasi

sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan gabungan beberapa

faktor yang dikaji secara menyeluruh.

3. Pemeliharaan dilakukan selama 3 bulan yang dibagi menjadi 3 tahap

pendederan. Pemberian pakan dilakukan secara kontinyu selama masa

pemeliharaan berupa pakan alami, yaitu Daphnia sp. dan Tubifex sp.

Pemeliharaan sidat dilakukan dalam bak fibre glass dengan kapasitas 1

ton/ bak. Air yang digunakan selama masa pemeliharaan berasal dari
air sumur di sekitar area pemeliharaaan. Selain itu untuk menjaga

faktor pertumbuhan maka dilakukan proses penyaringan air sumur,

sistem resirkulasi dan aerasi tambahan.

III.2 Saran

Sebaiknya budidaya ikan sidat dilakukan dengan memperhatikan faktor

lingkungan termasuk suhu untuk mengoptimalkan dan efisiensi pertumbuhannya.


DAFTAR PUSTAKA

Agung Nugroho, K. P., Uktolseja, Jacob A., Sasongko A. 2012. Perbedaan Pola
Pertumbuhan antara Ikan Sidat Anguilla marmorata dengan Anguilla
bicolor Selama Masa Pendederan. Akuakultur Indonesia 13 (1):25-29.

Kurniaji, A. 2011. Akuakultur. http://bdp-unhalu.blogspot.co.id/. Diakses pada


21 September 2016 pukul 07: 58 WITA di Makassar.

Ndobe, S., Serdiati, N., dan Moore, A. 2012. Potensi dan Upaya Pengembangan
Budidaya Benih Ikan Sidat (Glass Eel) dari Sungai Palu. Akuakultur
Indonesia 13 (1):37-45.

Setyani A L. 2015. Segala Info Tentang Sidat.


http://www.eelsidatindonesia.com/. Diakses pada 21 September 2016 pukul
07:36 WITA di Makassar.

Supriatna, A. Pemilihan Lokasi untuk Kolam Budidaya Ikan 2014.


http://lalaukan.blogspot.co.id Diakses pada 21 September 2016 pukul 07: 47
WITA di Makassar.

Penebar Swadaya. 2008. Pemilihan Lokasi Pada Budidaya Ikan Laut.


http://suarapenyuluhperikananpati.blogspot.co.id. Diakses pada 21
September pukul 07: 51 WITA di Makassar

Vous aimerez peut-être aussi