Vous êtes sur la page 1sur 3

Abrasi Ancam Kawasan Pesisir Riau

Kamis, 14 April 2016 00:55 WIBPenulis:

MI/Benny Andriyos

KAWASAN pesisir Indonesia tidak lepas dari pengikisan oleh gelombang laut (abrasi). Di Riau,
rata-rata abrasi di kawasan pesisir bahkan mencapai 30 meter per tahun.

Hal ini tentu saja akan sangat memengaruhi kami, juga negara, terang Pelaksana Tugas (Plt)
Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman saat ditemui di Selat Panjang, Riau, Senin (11/4).

Pengaruh terhadap negara yang dimaksud berkaitan dengan batas negara.

Ketika kawasan pesisir pada pulau-pulau terluar tergerus abrasi, ada luasan kepulauan
Indonesia yang bakal hilang.

Kawasan pesisir di Riau berhadapan langsung dengan Selat Malaka yang merupakan lautan
tersibuk tempat lalu lalang kapal, kata Arsyad.

Karena itu, lanjutnya, percepatan abrasi sangat mungkin terjadi akibat kuatnya gelombang laut
yang disebabkan pergerakan berbagai jenis kapal yang lalu lalang. Hal tersebut tentu saja
mengancam kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang berada di kawasan pesisir.

Menurut Arsyad, selain karena faktor dari arus laut, mudahnya kawasan pesisir Riau terkena
abrasi tidak lepas dari kondisinya yang terdiri dari lahan gambut.
Kekeliruan dalam tata kelola lahan gambut telah menyebabkan lahan itu kering hingga
memudahkan terjadinya subsiden (penurunan permukaan tanah). Hal itu juga memicu abrasi,
imbuh dia.

Pada kesempatan sama, Deputi Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut Haris
Gunawan membenarkan abrasi menjadi masalah bagi kawasan ekosistem gambut. Karena itu,
perlu dilakukan upaya pembenahan secara komprehensif untuk memulihkan kawasan gambut di
pesisir.

Mengenai abrasi, itu memang bukan kami yang mengurusi, tetapi kalau menyangkut gambut,
pasti kami akan kerjakan selama berada di wilayah prioritas (program restorasi lahan gambut),
ucap Haris.

Menurut Haris, persoalan abrasi perlu dilihat sejak 50 bahkan 100 tahun lalu untuk mengetahui
penyebab pastinya. Penyebab itu tentu tidak lepas dari perilaku manusia. Belum lagi pengaruh
perubahan iklim yang menyebabkan kenaikan air laut setiap tahunnya.

Ini perlu kita cermati bersama, jangan sampai terjadi musibah di kemudian hari jika kita tidak
melakukan pembenahan saat ini, kata Haris. (Ric/H-3)

Hutan Bakau Pesisir Riau tragis


Fazar Muhardi

Lingkungan

03 February 2012

Pekanbaru - Direktur Kepolisian Perairan Polda Riau, Kombes Pol Lukas Gunawan, Sik menaruh
keprihatinan terhadap kondisi hutan bakau di wilayah pesisir Riau yang menurutnya bernasib tragis
karena gegundulan yang kian parah.

"Setiap melakukan patroli di perairan, terutama untuk wilayah pesisir Riau yang berbatasan dengan
Selat Malaka, terlihat kondisi hutan yang cukup tragis. Kegundulan di mana-mana," kata Lukas di
Pekanbaru, Jumat.

Beberapa wilayah hutan bakau atau mangrove yang mengalami kegundulan cukup parah menurut dia
melanda pinggiran pantai sejumlah pulau di Kabupaten Bengkalis, Meranti dan Kota Dumai.

"Informasi di lapangan, kegundulan hutan bakau ini disebabkan maraknya pembalakan dari warga
sekitar dengan tidak melakukan penanaman kembali," ujarnya.

Pemerhati lingkungan dari Universitas Riau (UR), Tengku Ariful Amri mengatakan, kondisi demikian
sangat merugikan, dimana minimnya tanaman bakau di tepian pantai akan berdampak pada luasan
abrasi yang pastinya akan semakin parah.

"Sebaiknya pemerintah daerah segera melakukan evaluasi dengan meninjau wilayah-wilayah yang
mengalami kegundulan hutan bakau. Setelah itu, lakukan penanaman kembali sebelum pulau-pulau
di Riau ini tenggelam," demikian Ariful yang juga Direktur Rona Lingkungan UR.

Sementara bagi pengrusak lingkungan, termasuk para pencuri kayu bakau, menurut Ariful, sebaiknya
diberikan sanksi hukum sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

"Karena jika tidak, perambahan secara liar akan tetap saja marak karena tidak adanya efek jera bagi
pelaku," katanya.

Vous aimerez peut-être aussi