Vous êtes sur la page 1sur 46

BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : An. M. Fachri
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 1 tahun
Alamat : Jl.Semangka 3 05/04 Kalinegoro, Magelang

Agama : Islam
Masuk di IGD RST : 10 Februari 2014 pukul 11.20

DI BANGSAL FLAMBOYAN
A. Subjektif

Keluhan Utama :
- Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak td malam, sesak timbul terutama
jika terpapar udara dingin. Semakin berat pada pagi hari. Orangtua pasien
menyangkal kalau anaknya memiliki riwayat asma. Dalam 1 tahun terakhir pasien
mengalami sesak sebanyak 2 kali. orang tua sering mendengarkan suara mengi
bersamaan dengan sesak nafas. Biasanya sesak menghilang dengan istirahat.
Keluhan Tambahan :
Demam sejak 2 hari SMRS, naik-turun, turun bila diberi paracetamol, dan
lebih tinggi pada malam hari
Batuk berdahak (+), dahak berwarna putih bening, tidak banyak dan tidak
kental serta susah dikeluarkan sejak 4 hari SMRS
Pilek (+) sejak 4 hari SMRS
Mual (-)
Muntah (-)
Nyeri perut (-)
Kejang (-)

1
BAB cair sejak 2 hari lalu, 1x/hari, ada ampas, lendir (-), darah (-). Namun
sejak tadi malam belum BAB.
BAK (+)
Nafsu makan dan minum menurun
Nyeri saat menelan (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sesak sebelumnya (+) terutam saat udara dingin, sering muncul
dalam 8 bulan terakhir sebanyak 3 kali. Riwayat alergi sebelumnya (-),
tidak ada riwayat batuk lama dan demam terus-menerus dan tidak ada
kontak dengan penderita batuk lama, riwayat kejang (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Penyakit asma dalam keluarga disangkal, TB paru disangkal, riw. Alergi
disangkal
- Pengasuh mengalami batuk 1 minggu

Riwayat pengobatan : -
Riwayat imunisasi : imunisasi lengkap
Riwayat persalinan : Selama mengandung pasien, ibu pasien kontrol ke bidan
secara teratur. Pasien dikandung cukup bulan, lahir spontan ditolong oleh dokter
di rumah sakit. Berat badan lahir pasien 3000 gram. Setelah lahir pasien langsung
menangis spontan, kulit kemerahan dan tidak ada kelainan
Riwayat ASI : ASI sampai 6 bulan

B. Objektif
Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan Umum : tampak sesak
- Kesadaran : GCS 15,Compos Mentis
- Vital Sign
Nadi : 140 x/menit
Pernapasan : 40 x/menit
Suhu : 38 0C
BB : 10,7 Kg
- Kepala dan leher :

2
Konjungtiva anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-, dispneu (+) Nafas cuping
hidung (+)
Pembesaran KGB (-)
Tonsil dan faring tidak hiperemis
Lidah kotor (-)
- Thorax : simetris, retraksi dinding dada (+)
Jantung : iktus kordis tidak terlihat dan tidak teraba, S1 > S2, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Paru : ekspirasi memanjang, vesikuler +/+, Rh basah nyaring +/+, Wh
+/+
- Abdomen : soefl, BU (+), hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani.
- Ekstremitas : Edema (-), akral hangat (+), capillary refill < 2detik, sianosis (-)
Daftar Masalah
Dari anamnesis
1. Sesak nafas, terutama jika terpapar udara dingin. Semakin memberat pada
pagi hari.
2. Bunyi mengi
3. Demam sejak 2 hari SMRS
4. Batuk berdahak sejak 4 hari SMRS
5. Pilek sejak 4 hari SMRS
6. Nafsu makan/minum menurun
7. Riwayat sesak sebelumnya 8 bulan terakhir SMRS
8. Pengasuh batuk 1 minggu
Dari pemeriksaan fisik :
9. Tampak sesak, dispneu
10. Suhu : 38 C
11. Nadi 136 x/menit
12. RR 40 x/menit
13. Nafas cuping hidung
14. Retraksi dinding dada
15. Ekspirasi memanjang
16. Ronkhi basah nyaring +/+, wheezing +/+

3
C. Assesment :
- Obs. Dispneu ec
dd/
asma bronkhial episodik jarang
bronkopneumonia
bromkiolitis
ISPA
D. Planning
Planning Diagnostik :
- Darah lengkap, Urin lengkap
- Elektrolit
- Thorax foto
- IgE dan Eosinofil
- Peak flow dan spirometri
- Analisa gas darah

Planning Terapi :
- Terapi suportif :
IFVD KAEN 3B 1000 cc/24 jam
O2 2L/mnt
- Terapi kausatif :
Inj.Cefotaxime 3 x 1/3 gr
Fartolin (Salbutamol Nebulizer) 3 x 1,5 ml + NaCl 0,9% 1 ml
- Terapi simtomatis :
Metamizole Na (Norages) 3 x 100 mg (iv),
Ranitidin (Zantadin) 2 x ampul (iv),
Dexametason (Kalmetasone) 3 x ampul
Ambroxol drops 3 x 1 ml
Sanmol (Paracetamol) syr 3 x 125 mg
- Diet : BSTIK, TKTP 1100 kkal, protein 25 gr
Planning Monitoring :
- Kesadaran
- Tanda vital (TD, nadi, pernafasan, suhu)

4
- Pemeriksaan fisik
- Saturasi oksigen
- Efek samping obat

Hasil Follow Up
Tanggal 11-02-14, 05.30 WIB

A. Subjektif

Sesak (+), batuk berdahak (+), pilek (-), demam (-), pusing (-), mual (-),
muntah (-), nyeri perut (-), nyeri telan (-), makan / minum <<, BAB (+), diare
(-), BAK (+).
B. Objektif
- Keadaan umum : tampak sedikit sesak
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Nadi : 126 x/menit
Suhu 36 0C
Pernapasan : 34 x/menit

- Kepala & Leher


Konjungtiva anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-, Nafas cuping hidung (-)
Pembesaran KGB (-)
Tonsil dan faring tidak hiperemis
Lidah kotor (-)
- Thorax : simetris, retraksi dinding dada (+)
Jantung : iktus kordis tidak terlihat dan tidak teraba, S1 > S2, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Paru : simetris, ekspirasi memanjang, vesikuler +/+, Rhonki +/+,
wheezing +/+
- Abdomen : soefl, BU (+), hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani.
- Ekstremitas : Edema (-), akral hangat (+), capillary refill < 2detik, sianosis (-)

5
Hasil pemeriksaan laboratorium (11 Februari 2014)

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi


WBC 11,2.109/L 4,0 -10,0
LYM% 20,0% 20,0-40,0
MON% 5,3 % 1,0-15,0
GRAN% 51,7 % 50,0-70,0
LYM# 1,8.109/L 0,6-4,1
9
MON# 0,5.10 /L 0,1-1,8
GRAN# 6,6.109/L 2,0-7,8
12
RBC 3,97.10 /L 3,50-5,50
HGB 11,1 g/dl 11,0-15,0
HCT 34,2 % () 36,0-48,0
MCV 79,0 fL () 80,0-99,0
MCH 25,9 pg () 26,0-32,0
MCHC 32,6 g/dL 32,0-36,0
RDW 13,0% 11,5-14,5
9
PLT 224.10 /L 150-450
MPV 8,2 fL 7,4-10,4
PDW 11,8 % 10,0-14,0
PCT 0,27% 0,10-0,28

C. Assessment :
Obs. Dispneu e.c : dd/
a. Asma bronkial episodik jarang serangan sedang
b. Bronkopneumonia
c. ISPA
D. Planning
Planning Diagnostik :
PDL
UL
Ro thorax PA view
Planning Terapi :
- Terapi suportif :

6
IFVD KAEN 3B 1000 cc/24 jam
O2 2L/mnt
- Terapi kausatif :
Inj.Cefotaxime 3 x 1/3 gr
Fartolin (Salbutamol Nebulizer) 3 x 1,5 ml + NaCl 0,9% 1 ml
- Terapi simtomatis :
Metamizole Na (Norages) 3 x 100 mg (iv),
Ranitidin (Zantadin) 2 x ampul (iv),
Dexametason (Kalmetasone) 3 x ampul
Ambroxol drops 3 x 1 ml
Sanmol syr 3 x 125 mg
- Diet : BSTIK, TKTP 1100 kkal, protein 25 gr
Planning Monitoring :
- Kesadaran
- Tanda vital (TD, nadi, pernafasan, suhu)
- Pemeriksaan fisik
- Saturasi oksigen
- Efek samping obat

Tanggal 12 Februari 2014


A. Subjektif
Sesak (+), batuk berdahak (+), pilek (-), demam td malam (+), pusing (-),
mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), nyeri telan (-), makan / minum <<,
BAB (+), diare (-), BAK (+)
B. Objektif
- Keadaan umum : tampak sesak
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Nadi : 120 x/menit
Suhu 37,8 0C
Pernapasan : 32 x/menit
- Kepala & Leher

7
Konjungtiva anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-, dispneu (+), Nafas cuping
hidung (-)
Pembesaran KGB (-)
Tonsil dan faring tidak hiperemis
Lidah kotor (-)
- Thorax : simetris, retraksi dinding dada (+)
Jantung : iktus kordis tidak terlihat dan tidak teraba, S1 > S2, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Paru : simetris, ekspirasi memanjang, vesikuler +/+, Rhonki +/+,
wheezing +/+
- Abdomen : soefl, BU (+), hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani.
- Ekstremitas : Edema (-), akral hangat (+), sianosis (-)
C. Assessment :
Dispneu e.c :
a. Asma bronkial episodik jarang serangan sedang
b. Bronkopneumonia
D. Planning
Planning Diagnostik :
Ro thorax PA view
Planning Terapi :
- Terapi suportif :
IFVD KAEN 3B 1000 cc/24 jam
O2 2L/mnt
- Terapi kausatif :
Inj.Cefotaxime 3 x 1/3 gr
Fartolin (Salbutamol Nebulizer) 3 x 1,5 ml + NaCl 0,9% 1 ml
- Terapi simtomatis :
Metamizole Na (Norages) 3 x 100 mg (iv),
Ranitidin (Zantadin) 2 x ampul (iv),
Dexametason (Kalmetasone) 3 x ampul
Ambroxol drops 3 x 1 ml
Sanmol syr 3 x 125 mg

8
- Diet : BSTIK, TKTP 1100 kkal, protein 25 gr
Planning Monitoring :
- Kesadaran
- Tanda vital (TD, nadi, pernafasan, suhu)
- Pemeriksaan fisik
- Saturasi oksigen
- Efek samping obat
Hasil Ro Thorax PA view (11 Februari 2014)

Kesan : bercak-bercak infiltrat perihiler dan parakardial kedua lapang


paru

Tanggal 13 Februari 2014


A. Subjektif
Sesak (+), batuk berdahak (+), pilek (-), demam sudah mulai turun, pusing
(-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), nyeri telan (-), makan / minum <<,
BAB (+), diare (-), BAK (+)
B. Objektif

9
- Keadaan umum : tampak sesak
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Nadi : 110 x/menit
Suhu 37,3 0C
Pernapasan : 30 x/menit
- Kepala & Leher
Konjungtiva anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-, Nafas cuping hidung (-)
Pembesaran KGB (-)
Tonsil dan faring tidak hiperemis
Lidah kotor (-)
- Thorax : simetris, retraksi (-)
Jantung : iktus kordis tidak terlihat dan tidak teraba, S1 > S2, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Paru : simetris, ekspirasi memanjang, vesikuler +/+, Rhonki +/+,
wheezing minimal +/+
- Abdomen : soefl, BU (+), hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani.
- Ekstremitas : Edema (-), akral hangat (+), sianosis (-)
C. Assessment

Diagnosa Utama : Asma Bronkhial episodik jarang dengan serangan sedang dan
Bronkopneumonia
D. Planning
Planning Diagnostik : -
Planning Terapi :

- Terapi suportif : aff infus


- Terapi kausatif :
Azomax 1 x 100 mg
Salbutamol Sulfate (Ventolin Nebulizer) 3 x 1 mg
Terapi simtomatis : Fartolin (Salbutamol Nebulizer) 3 x 1,5 ml
+ NaCl 0,9% 1 ml
- Terapi simtomatis :

10
Ambroxol drops 3 x 1 ml
Sanmol syr 3 x 125 mg
- Diet : BSTIK, TKTP 1100 kkal, protein 25 gr
Planning Monitoring :
- Kesadaran
- Tanda vital (TD, nadi, pernafasan, suhu)
- Pemeriksaan fisik
- Saturasi oksigen
- Efek samping obat

Tanggal 14 Februari 2014


A. Subjektif
Sesak (+), batuk berdahak (+), pilek (-), demam sudah mulai turun, pusing
(-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), nyeri telan (-), makan / minum <<,
BAB (+), diare (-), BAK (+)
B. Objektif
- Keadaan umum : tampak sesak
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Nadi : 105 x/menit
Suhu 36,8 0C
Pernapasan : 28 x/menit
- Kepala & Leher
Konjungtiva anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-, Nafas cuping hidung (-)
Pembesaran KGB (-)
Tonsil dan faring tidak hiperemis
Lidah kotor (-)
- Thorax : simetris, retraksi (-)
Jantung : iktus kordis tidak terlihat dan tidak teraba, S1 > S2, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Paru : simetris, ekspirasi memanjang, vesikuler +/+, Rhonki +/+,
wheezing minimal +/+

11
- Abdomen : soefl, BU (+), hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani.
- Ekstremitas : Edema (-), akral hangat (+), sianosis (-)
C. Assessment

Diagnosa Utama : Asma Bronkhial episodik jarang dengan serangan sedang dan
bronkopneumonia
D. Planning
Planning Diagnostik : -
Planning Terapi :

- Terapi kausatif :
Azomax 1 x 100 mg
Salbutamol Sulfate (Ventolin Nebulizer) 3 x 1 mg
Terapi simtomatis : Fartolin (Salbutamol Nebulizer) 3 x 1,5 ml
+ NaCl 0,9% 1 ml
- Terapi simtomatis :
Ambroxol drops 3 x 1 ml
Sanmol syr 3 x 125 mg
- Diet : BSTIK, TKTP 1100 kkal, protein 25 gr
Planning Monitoring :
- Kesadaran
- Tanda vital (TD, nadi, pernafasan, suhu)
- Pemeriksaan fisik
- Saturasi oksigen
- Efek samping obat

Tanggal 15 Februari 2014


A. Subjektif
Sesak (-), batuk berdahak (+), pilek (-), demam sudah mulai turun, pusing
(-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), nyeri telan (-), makan / minum <<,
BAB (+), diare (-), BAK (+)
B. Objektif
- Keadaan umum : membaik

12
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Nadi : 100 x/menit
Suhu 36 0C
Pernapasan : 24 x/menit
- Kepala & Leher
Konjungtiva anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-, Nafas cuping hidung (-)
Pembesaran KGB (-)
Tonsil dan faring tidak hiperemis
Lidah kotor (-)
- Thorax : simetris, retraksi (-)
Jantung : iktus kordis tidak terlihat dan tidak teraba, S1 > S2, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Paru : simetris, ekspirasi memanjang, vesikuler +/+, Rhonki +/+,
wheezing minimal +/+
- Abdomen : soefl, BU (+), hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani.
- Ekstremitas : Edema (-), akral hangat (+), sianosis (-)
C. Assessment

Diagnosa Utama : Asma Bronkhial episodik jarang dengan serangan sedang dan
bronkopneumonia
D. Planning
Planning Diagnostik : -
Planning Terapi :

- Terapi kausatif :
Azomax 1 x 100 mg
- Terapi simtomatis :
Ambroxol drops 3 x 1 ml
Sanmol syr 3 x 125 mg (prn)
- Diet : BSTIK, TKTP 1100 kkal, protein 25 gr
Planning Monitoring :
- Kesadaran

13
- Tanda vital (TD, nadi, pernafasan, suhu)
- Pemeriksaan fisik
- Saturasi oksigen
- Efek samping obat

Tanggal 16 Februari 2014


A. Subjektif
Sesak (-), batuk berdahak (+), pilek (-), demam sudah mulai turun, pusing
(-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), nyeri telan (-), makan / minum <<,
BAB (+), diare (-), BAK (+)
B. Objektif
- Keadaan umum : membaik
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Nadi : 84 x/menit
Suhu 36 0C
Pernapasan : 24 x/menit
- Kepala & Leher
Konjungtiva anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-, Nafas cuping hidung (-)
Pembesaran KGB (-)
Tonsil dan faring tidak hiperemis
Lidah kotor (-)
- Thorax : simetris, retraksi (-)
Jantung : iktus kordis tidak terlihat dan tidak teraba, S1 > S2, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Paru : simetris, ekspirasi memanjang, vesikuler +/+, Rhonki +/+,
wheezing minimal +/+
- Abdomen : soefl, BU (+), hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani.
- Ekstremitas : Edema (-), akral hangat (+), sianosis (-)
C. Assessment

Diagnosa Utama : Asma Bronkhial episodik jarang dengan serangan sedang dan
bronkopneumonia

14
D. Planning
Planning Diagnostik : -
Planning Terapi :

- Terapi kausatif :
Azomax 1 x 100 mg
- Terapi simtomatis :
Ambroxol drops 3 x 1 ml
Sanmol syr 3 x 125 mg (prn)
- Diet : BSTIK, TKTP 1100 kkal, protein 25 gr
Planning Monitoring :
- Kesadaran
- Tanda vital (TD, nadi, pernafasan, suhu)
- Pemeriksaan fisik
- Saturasi oksigen
- Efek samping obat

- Karena kondisinya sudah membaik, siang harinya pasien diperbolehkan


pulang. Obat pulang :
1. Azomax 1 x 100 mg
2. Ambroxol drops 3 x 1 ml
3. Puyer : salbutamol 1 mg + metilprednisolon 1 mg, DMP 5 mg (3 x 1)

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

Asma Bronkial
1. Definisi
Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun 2004
menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini
hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau
atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.
Pembahasan : dari anamnesis, menurut orang tua pasien, pasien sering sesak
dan batuk terutama pada pagi hari, jika terpapar udara dingin. Dalam 8 bulan
terakhir pasien mengalami sesak sebanyak 3 kali orang tua sering
mendengarkan suara mengi bersamaan dengan sesak nafas. Biasanya sesak
menghilang dengan istirahat.

Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk
dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah
hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. WHO memperkirakan terdapat
250.000 kematian akibat asma.
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS
(2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000
anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah
dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada
lelaki. Berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma
atau 1,6 per 100 ribu populasi.
Berdasarkan informasi dari data statistik pusat nasional Amerika Serikat
pada tahun 1998, terdapat 8,65 juta anak menderita asma dan 3,8 juta anak pernah
mengalami episode serangan asma dalam waktu 12 bulan. Asma pada anak di
Amerika Serikat dianggap sebagai penyebab tersering adanya kunjungan ke IGD
(867,000 kasus), rawat inap (166,000 kasus) dan tidak masuk sekolah (10.1 juta

16
kasus) Walaupun asma tidak sering menyebabkan kematian, namun dilaporkan
164 kematian anak akibat asma pada tahun 1998.
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Faktor Genetik Faktor Lingkungan
Hiperreaktivitas Alergen dalam ruangan (tungau, debu
rumah, kucing, jamur)
Atopi/alergi bronkus Alergen di luar ruangan
Faktor yang memodifikasi penyakit Makanan (bahan penyedap, pengawet,
genetik pewarna makanan, kacang, makanan laut,
susu sapi, telur, kacang)
Jenis kelamin (anak laki-laki sampai Obat-obatan tertentu (misalnya golongan
usia 10 tahun 1,5 - 2 kali lipat aspirin, NSAID, beta-blocker dll)
anak perempuan)
Ras/etnik (pada ras kulit hitam lebih Perubahan cuaca
tinggi daripada kulit putih)
Exercise induced asthma, mereka yang
kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas
tertentu
Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
Ekspresi emosi berlebih

Pembahasan : pada pasien etiologi dan faktor resiko terjadinya asma adalah :
1. Pasien berjenis kelamin laki-laki, dimana prevalensi terjadinya asma lebih
tinggi dibanding perempuan
2. Jika terpapar udara dingin, sesaknya kambuh

Faktor yang memicu terjadinya asma :


Hiperaktivitas bronkus obstruksi

Faktor Genetik
Sensitisasi inflamasi Gejala Asma
Faktor Lingkungan

Pemicu (inducer) Pemacu (enhancer) Pencetus (trigger)

17
Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu
(anjing, kucing, tikus), ragi, serta pajanan asap rokok.
Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian 2 agonist.
Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen
dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk
sari, asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara
dingin dan kering, olahraga, menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi
komorbid (rinitis, sinusitis, dan gastroesofageal refluks).

3. Manifestasi Klinis
Tanda klinis serangan asma terkait dengan patofisiologi serangan asma. Hal
ini berupa antara lain :
1. Batuk persisten, khususnya pada malam hari atau dini hari
2. Bunyi mengi berulang
3. Sesak nafas
4. Rasa tertekan pada dada
5. Hiperkapnea dan asidosis metabolik
Pembahasan : pada pasien ditemukan gejala batuk, terutama pada pagi hari,
bunyi mengi berulang, dan sesak nafas.

5. Diagnosis
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan
batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau
dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma
dan/atau atopi pada pasien atau keluarga.
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan
bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi
lebih definitive. Untuk anak yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal
paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow
meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan
histamine, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan dingin,atau

18
dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis. Pemeriksaan ini berguna
untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya.
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%
2. Kenaikan 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi
bronkodilator.
3. Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
Anamnesis
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala:
-
Batuk dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif
-
Sesak nafas dari ringan sampai berat
-
Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih
lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala
bertambah berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat,
gejala sesak dan sianosis dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat
mengucapkan kata-kata.
Pembahasan :jika dilihat dari anamnesis, pada pasien didapatkan adanya batuk
dan mengi berulang, sesak nafas, namun pasien masih lancar berbicara, dan
aktivitasnya tidak terganggu.

Pemeriksaan fisik
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya:
- Pada serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai
adanya retraksi baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih
dalam batas normal.
- Pada serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama
pada saat ekspirasi, retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi
bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda atau manifestasi alergi, seperti
dermatitis atopi dapat ditemukan.
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi
kronik saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lendir, udem dinding
bronkus dan konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas
mengakibatkan timbulnya gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi

19
basah kasar dan mengi. Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak
dengan komponen ekspiratori yang lebih menonjol.
Pembahasan : tetapi dari hasil pemeriksaan fisik, pasien aktif, berbicaranya
lancar, nangis kuat, adanya wheezing saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi pada
dinding dada, serta frekuensi nafas dan denyut nadi meningkat.

Pemeriksaan Penunjang
Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah
analisis gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada
AGD dapat dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2
(hipoksemia). Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru
bila kondisi memungkinkan. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya
penurunan FEV1 yang mencapai <70% nilai normal(11).
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eusinofil total dapat
membantu penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total
umum dijumpai pada pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan
pemeriksaan uji provokasi dengan histamin atau metakolin. Bila uji provokasi
positif, maka diagnosis asma secara definitive dapat ditegakkan.
Pembahasan : pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa rontgent
thorax PA view

20
Tabel. Klasifikasi derajat asma anak secara arbitreri PNAA membagi asma anak
menjadi 3 derajat penyakit

Parameter klinis Asma episodic jarang Asma episodic sering Asma persisten
Kebutuhan obat, (asma ringan) (asma sedang) (asma berat)
dan faal paru
1.Frekuensi serangan 3-4x /1tahun 1x/bulan 1/bulan

2.Lama serangan <1 minggu 1 minggu Hampirsepanjang tahun,


tidak ada remisi

3.Intensitas serangan Ringan Sedang Berat

4.diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam

5.Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu


<3x/minggu >3x/minggu

6.Pemeriksaan fisis Normal, tidak Mungkin terganggu Tidak pernah normal


diluar serangan ditemukan kelainan (ditemukan kelainan)

7.Obat pengendali Tidak perlu Perlu, non steroid/ Perlu, steroid inhalasi
steroid inhalasi dosis Dosis 400 g/hari
100-200 g

8.Uji faal paru PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%

9.Variabilitas faal paru 20% 30% 50%


(bila ada serangan)

Pembahasan : berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien


termasuk dalam asma episodik jarang (asma ringan)

21
Tabel. Penetuan Derajat Serangan Asma
Parameter klinis, Ringan Sedang Berat Ancaman
Fungsi paru, henti napas
Laboraturium
Sesak (breathless) Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi : Bayi : Bayi :
Menangis keras Tangis pendek & lemah, Tidak mau minum /
Kesulitan makan
menetek dan makan

Posisi Bisa berbaring Lebih suka Duduk bertopang


Duduk lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

Kesadaran Mungkin irritable Biasanya irritable Biasanya Irritable kebingungan

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata


Wheezing Sedang, sering hanya Nyaring, Sepanjang Sangat nyaring, Sulit / Tidak
pada akhir ekspirasi ekspirasi Terdengar tanpa terdengar
inspirasi Stateskop

Penggunaan otot bantu Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradox


nafas Torako-
Abdominal
Retraksi Dangkal, Retraksi Sedang, ditambah Dalam, ditambah Dangkal/Hilang
Interkosta Retraksi suprasternal Napas cuping
hidung

Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu


Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:
Usia frekuensi napas normal
<2 bulan < 60 / menit
2-12 bulan < 50 /menit
1-5 tahun < 40 / menit
6-8 tahun < 30 / menit
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :
Usia Frekuensi nadi normal
2-12 bulan < 160 / menit
1-2 tahun < 120 / menit
3-8 tahun < 110 / menit

22
Pulsus paradoksus Tidak ada Ada Ada Tidak ada,
<10 mmHg 10-20 mmHg >20 mmHg Tanda kelelahan
Otot respiratorik

PEFR atau FEV1 (% Nilai dugaan/ Nilai terbaik)


- Prabronkodilator >60% 40-60% <40%
- Pascabronkodilator >80% 60-80% <60%
Respon < 2 jam
SaO2 % >95% 91-95% 90%
PaO2 Normal >60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

Pembahasan :berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien


termasuk dalam asma serangan sedang.
6. Patogenesis

23
Ada dua faktor utama berperan dalam timbulnya serangan asma. Pertama
faktor genetik dan yang kedua faktor lingkungan. Faktor lingkungan termasuk:
alergen, polusi (indoor polutants maupun outdoor polutans) dan infeksi (virus,
bakteri). Interaksi kedua faktor tersebut akan mengakibatkan proses inflamasi,
berupa terbentuknya mediator-mediator inflamasi termasuk sitokin. Semuanya
akan mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan perubahan fungsi saluran
nafas (kerusakan epitel saluran nafas, hipersekresi, kongesti / pembuluh darah,
edema, bronkokonstriksi, airway remodelling) yang akan memberikan gejala-
gejala klinis asma.
Reaksi bronkial terhadap alergen menunjukkan reaksi asma segera
(immediate phase response) dan reaksi asma fase lanjut (late-phase response).
Apabila ada suatu rangsangan atau paparan alergen pada permukaan mukosa
saluran nafas, primary effector cells (pro inflammatory cells) yang terdapat pada
saluran nafas seperti : sel mas, makrofag dan sel epitel akan mengeluarkan
mediator inflamasi (termasuk sitokin) yang merangsang terjadinya proses
inflamasi pada saluran nafas. Reaksi asma segera (RAS) berupa konstriksi
bronkus, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, edema dan migrasi sel.
Ternyata, disamping itu mediator inflamasi tersebut juga akan menarik dan
mengaktifkan secondary effector cells (sel inflamasi yang berasal dari sirkulasi
seperti eosinofil, netrofil, makrofag dan limfosit) dan sel-sel inipun akan
menghasilkan mediator inflamasi yang akan memperberat inflamasi yang sudah
terjadi sebelumnya. Pelepasan mediator inflamasi akibat infiltrasi sel-sel tersebut
akan menimbulkan peningkatan kepekaan bronkus terhadap rangsangan
(bronchial hyperreactivity). Reaksi asma fase lanjut (RAL) terjadi dalam waktu
dua sampai empat jam setelah RAS. Fase lanjut ini mencapai puncaknya setelah
24 jam dan menurun secara bertahap.
Pada reaksi asma segera (RAS) tidak terjadi hipereaktivitas bronkus. Pada
reaksi asma fase lanjut (RAL), sel eosinofil dan netrofil berinteraksi dengan
mediator lain menyebabkan kerusakan dan deskuanasi sel epitel bronkus dengan
cara meningkatkan fragilitas epitel dan melemahkan daya lekat sel epitel pada sel
basal. Mekanisme migrasi sel radang ke saluran nafas sangat kompleks,
mengikutsertakan adhesion molecule substance (ICAM-1,2,3, intergrin,

24
selectin) serta peran limfosit dan lain-lain sel yang memproduksi limfokin dan
sitokin yang berperan penting terjadinya inflamasi akut maupun kronik.

25
7. Penatalaksanaan

Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan
jangka panjang. Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk

26
menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan
potensi genetiknya. Secara lebih khusus tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk
bermain dan berolah raga.
2. Sedikit mungkin angka absensi sekolah.
3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu)
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok
pada PEF.
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari,
dan tidak ada serangan.
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul,
terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Tujuan tatalaksana saat serangan :
- Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin
- Mengurangi hipoksemia
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
- Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah
kekambuhan.
Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah
perlu tingkat pengobatan dinaikkan (step up) atau bahkan perubahan pengobatan
atau bila tujuan telah tercapai dan stabil 1 3 bulan apakah sudah perlu dilakukan
penurunan pelan pelan (step down).
Syarat step up :
1. Pengendalian lingkungan dan hal-hal yang memberatkan asma sudah
dilakukan.
2. Pemberian obat sudah tepat susunan dan caranya.
3. Tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 -6 minggu.
4. Efek samping ICS (inhaled cortikosteroid) tidak ada.
ICS baru boleh dinaikkan.
Syarat step down :
1. Pengendalian lingkungan harus tetap baik.
2. Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturut-turut.

27
3. ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3 bulannya sampai dengan dosis
terkecil yang masih dapat mengendalikan asmanya.
4. Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan kalau sudah dikoreksi, ICS
dapat diturunkan bersama dengan penambahan LABA dan atau LTRA
Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk
meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah
teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau
diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga
obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah
dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian
obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya
kemudian pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25 % setiap penurunan
setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.
Obat obat Pereda (Reliever)
1. Bronkodilator
a. Short-acting 2 agonist
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada
anak. Obat ini menstimulasi reseptor 2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP
menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang
menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens
mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan
mediator sel mast.
Epinefrin/adrenalin
Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada 2
agonis selektif. Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi
efek bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama
pada jantung dan CNS.
2 agonis selektif
Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.
Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

28
Dosis tebutalin oral : 0,05 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB),
interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam
(dosis maksimum 15 mg/jam).
Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek
puncak dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.
Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak
dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 4 semprotan tiap 3 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam.
Serangan berat : MDI 10 semprotan.
Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada
keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek
samping takikardi lebih sering terjadi.
Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB
setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.
Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan
dengan 0,1 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.
Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi,
palpitasi, dan takikardi.
b. Methyl xanthine
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi
karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini
diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan
anticholinergick.

Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :

1 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam
6 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam
1 9 tahun : 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam

29
> 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam

Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi
yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.
2. Anticholinergics
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan
nebulisasi 2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis
anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam(12).
Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk
usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek sampingnya
adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak
direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.

3. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan :
Terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang
cukup lama.
Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid
hirupan sebagai kontroler.
Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.

Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk


mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam.
Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon
dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 3 kali sehari selama 3 5 kali
sehari.
Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini
bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat
sintesis eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain
di jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular.
Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi
kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek
mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1
mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6

30
jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari
setiap 6 8 jam.
Obat obat Pengontrol
Obat obat asma pengontrol pada anak anak termasuk inhalasi dan sistemik
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, theofilin,
cromones, dan long acting oral 2-agonist.
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling
efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Terapi
pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-
gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di
rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif
bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.
Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis,
mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya
down regulation receptor 2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai
400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak,
gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut.
2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)
Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan
mungkin hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang
yang membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai
LTRA adalah sebagai berikut :
LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil
leukotriane;
Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap
bronkokonstriktor;
Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction
Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per
hari., penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati;
sayangnya preparat montelukast ini belum ada di Indonesia;

31
Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan
meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan
transforming growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan
terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan
mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.

Ada 2 preparat LTRA :


a. Montelukast
Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis pada anak
usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)
b. Zafirlukast
Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun
dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.
Efek samping obat dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan
transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati.
3. Long acting 2 Agonist (LABA)
Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol.
Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi
serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya
hiperreaktivitas dan airway remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada
dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide),
budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan
Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan
meningkatkan kepatuhan memakai obat.
4. Teofilin lepas lambat
Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid
yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan
glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada
glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.
Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi
ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan
lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh

32
karena itu terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap
diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.

Terapi Suportif

a. Terapi oksigen
Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula hidung,
masker atau headbox. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya
diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).
b. Campuran Helium dan oksigen
Inhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit sebagai
tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi
salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus
paradoksus, meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak.
c. Terapi cairan
Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya
asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic
teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat terjadi
peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya
retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang
memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5
kali kebutuhan rumatan.

Cara Pemberian Obat

UMUR ALAT INHALASI


< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer)
5-8 tahun Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)
>8 tahun Nebuliser
MDI (metered dose inhaler)
Alat Hirupan Bubuk
Autohaler

33
8. Pencegahan
Pencegahan serangan asma pada anak terdiri atas :
1. Menghindari factor pencetus
2. Penggunaan obat atau tindakan untuk meredakan atau mengurangi reaksi
yang akan atau sudah ditimbulkan oleh factor pencetus.
Dengan kata lain, pencegahan serangan asma adalah mencoba
mengusahakan keadaan remisi selama mungkin.
Pembahasan : pada pasien pencegahan yang dapat dilakukan agar asmanya tidak
kambuh lagi dengan menghindari faktor pencetusnya yaitu udara dingin, aktivitas
yang berat/kelelahan, serta diet/asupan makanan yang baik, yaitu tidak memakan
susu, telur, ikan, kacang-kacangan yang mungkin dapat menyebabkan alergi.

9. Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan
terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu toraks
membungkuk ke depan dan memanjang.
Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung (pigeon chest)
dan tampak sulcus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus akan tersumbat sehingga
dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis
berlangsung lama, dapat berubah menjadi bronkiektasis, dan bila ada infeksi akan
terjadi bronkopneumonia.
Serangan asma yang terus menerus dan berlangsung beberapa hari serta
berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan, yang biasa disebut status
asmatikus, bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan kematian,
kegagalan pernafasan, dan kegagalan jantung.

Pembahasan : pada pasien belum/tidak mengalami komplikasi apapun.

10. Prognosis
Prognosis jangka panjang asma pada anak umumnya baik. Sebagian asma
anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya usia. Sekitar 50% asma
episodik jarang sudah menghilang pada umur 0-14 tahun dan hanya 15% yang

34
menjadi asma kronik pada umur 21 tahun. 20% asma episodik sering sudah tidak
timbul pada masa akil bali, 60% tetap sebagai asma episodik sering dan sisanya
sebagai asma episodik jarang. Hanya 5% dari asma kronik/persisten yang dapat
menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodik sering, hampir 60%
tetap menjadi asma kronik/persisten, dan sisanya menjadi asma episodik jarang.
Secara keseluruhan, dapat dikatakan 70-80% asma anak bila diikuti sampai umur
21 tahun asmanya sudah menghilang. Faktor yang dapat mempengaruhi prognosis
anak :
1. Umur ketika serangan timbul, seringnya serangan asma, berat-ringannya
serangan
2. Banyak sedikitnya faktor atopi pada anak dan keluarganya
3. Lamanya minum ASI
4. Usaha pengobatan dan penanggulangannya
5. Jenis kelamin dan hormonal
6. Penghindaran alergen

Pembahasan : jika asmanya terkontrol dengan baik, faktor-faktor pencetusnya


dihindari, serta pengobatannya teratur, maka prognosis pada pasien ini baik.

II.2. BRONKOPNEUMONIA
II.2.1. DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3) Bronkopneumonia.
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian
bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah
sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas
bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia.
Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh
karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian
anak.

35
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing(
Ngastiyah,2005). Bronkopneumonia adalah bronkolius terminal yang tersumbat
oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk
gabungan di dekat lobules, disebut juga pneumonia lobaris.
Bronkopneumonia berasal dari kata bronchus dan pneumonia berarti
peradangan pada jaringan paru-paru dan juga cabang tenggorokan (broncus).
Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru
melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui
hematogen sampai ke bronkus.(Riyadi sujono&Sukarmin,2009)
Kesimpulannya bronkopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh
agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai daerah
bronkus dan sekitar alveoli.

II.2.2. EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
anak di bawah umur 2 tahun.

Pasien berusia 1 tahun, termasuk ke dalam usia dengan epidemiologi


insiden kesakitan dan kematian tertinggi pada anak karena penyakit
bronkopneumonia.

II.2.3. ETIOLOGI ATAU PREDISPOSISI


Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
Faktor Infeksi
Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus
(RSV)

36
Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
Pada anak besar dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. Trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

Faktor Non Infeksi.


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung
pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-
penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang

37
belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit ini.

II.2.4. PATOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus influenza atau karena
aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan dengan gambaran
sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi
pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan
alveoli
2. Ekspansi kuman melaui pembuluh darah kemudian masuk kedalam saluran
pencernaan dam menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora
normal dalam usus, peristaltic meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi
dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.

II.2.5. MANIFESTASI KLINIK


Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksit traktus respiratoris
bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40
derajat celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat
gelisah, dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung
serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare.
Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa
hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik
tetapi dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil
pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi
sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar
ronchi basah nyaring halus dan sedang.

38
Pada pasien ini awal masuk IGD mengalami keluhan ISPA yaitu
berupa batuk sejak 4 hari SMRS. Pilek (+), suhu 38 C. Kemudian
pada hari ke-2 di RS pasien tampak sesak dengan pola pernapasan
yang cepat dan dangkal. Pada pemeriksaan fisik diperoleh
peningkatan frekuensi pernapasan dengan dan denyut nadi,
terdapat nafas cuping hidung, retreaksi suprasternal, ekspirasi
memanjang, serta pada auskultasi terdapat suara rhonki basah
nyaring pada lapang paru

II.2.6. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai
pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati
pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya
komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau
perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada
bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena
pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman
penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan
pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman
tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

39
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
Bukan bronkopenumonia
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi
kuman penyebab:
1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama viru
3. deeteksi antigen bakteri

II.2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Untuk dapat menegakkan diagnose keperawatan dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil)

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah lengkap 1x yaitu pada


tanggal 10 Februari 2014 dengan hasil leukositosis.

b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan
untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensifitas untuk
mendeteksi agen infeksius.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba
2. Pemeriksaan radiologi
a) Rontgenogram thoraks

40
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada infeksi
stafilokokus dan haemofilus.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan Rongent thorax posisi PA dengan


hasil pemeriksaan terdapat bercak-bercak infiltrat perihiler dan parakardial
kedua lapang paru

Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apkah jalan nafas tersumbat oleh


benda padat.

II.2.8. DIAGNOSA BANDING


Bronkiolitis
Aspirasi pneumonia
Tb paru primer

II.2.9. PENATALAKSANAAN
1. Oksigen 1-2 liter per menit
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melaui
selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk transport muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit.
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal
ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka
dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi seperti penisilin ditambah
dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas
seperti ampicilin.

II.2.10. KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang

41
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

PENGOBATAN YANG DIBERIKAN KEPADA PASIEN :


Terapi farmakologi :

1. KAEN 3B 1000 cc/24 jam


Indikasi : rehidrasi, penambah kalori secara parenteral.
2. Cefotaxime 3 x 1/3 gr
Indikasi : Infeksi sal pernafasan bag bwh, ISK, infeksi kulit & struktur
kulit, infeksi abdominal & billed infeksi tulang & sendi, dialisis.
Kontra Indikasi : Hipersensitif thd sefalosporin.
Efek Samping : Ggn Gl, efek SSP, flebitis atau tromboflebitis pd tempat
inj, nyeri & atau inflamasi stlh inj IM. Sangat Jarang, reaksi hipersensitif.
Perubahan hematologi sementara.
Dosis : anak > 12 thn 1 g IV/IM tiap 8-12 jam. Bayi & anak (1 bln-12 thn)
30-50 mg/kgBB IV, maks 6 g/hr, tiap 8 jam.
3. Salbutamol Sulfate (Fartolin Nebulizer) 3 x 1,5 ml
Komposisi: Salbutamol sulfate
Indikasi: Penanganan dan pencegahan serangan asma. Penanganan rutin
bronkospasme kronik yang tidak memberi respon terhadap terapi
konvensional; asma berat akut (status asmatikus)
Dosis: anak : Awal 2.5 mg, lalu dapat ditingkatkan sampai 5 mg. Dapat
diulangi 4 kali sehari dengan nebulizer.
Efek Samping: Tremor, sakit kepala, takikardi; iritasi mulut dan
tenggorokan; kram otot.
4. Norages 3 x 100 mg (iv)
Tiap 1 ml NORAGES injeksi mengandung Metamizole sodium 500 mg
Mekanisme kerja :

42
Menghambat transmisi rasa sakit ke susunan saraf pusat dan perifer.
Metamizole Na bekerja sebagai analgesik, diabsorpsi dari saluran
pencernaan mempunyai waktu paruh 1-4 jam.
INDIKASI :
- Mengatasi nyeri berat akut dan kronis seperti pada keadaan penyakit
rematik, sakit kepala, sakit gigi atau adanya tumor. Nyeri setelah kecelakaan
atau sehabis operasi.
- Mengatasi nyeri berat yang disebabkan oleh spasme otot polos baik itu
akut dan kronis seperti pada spasme otot, kolik pada saluran pencernaan,
saluran empedu, ginjal dan saluran kemih bagian bawah.
EFEK SAMPING :
- Efek samping yang utama adalah reaksi anafilaksis. Yang paling berat
yaitu syok dan diskrasia darah (agranulositosis, lekopenia,
trombositopenia) kedua reaksi ini jarang terjadi akan tetapi dapat
mengancam jiwa.
- Efek samping yang lain yaitu reaksi hipersensitif pada kulit dapat berupa :
urtikaria, dan yang terberat adalah sindroma Steven Johnson atau sindroma
Lyell's,
DOSIS : 10mg/kgBB/x (3xsehari)
5. Ranitidin (zantadin) 2 x ampul (iv)
Cara Kerja :
Ranitidine adalah antihistamin penghambat reseptor H2 (AH2).
Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung. Dalam
menghambat reseptor H2, ranitidine bekerja cepat, spesifik dan reversibel
melalui pengurangan volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung.
Ranitidine juga meningkatkan penghambatan sekresi asam lambung akibat
perangsangan obat muskarinik atau gastrin.
Indikasi :
Ranitidine digunakan untuk pengobatan tukak lambung dan duodenum akut,
refluks esofagitis, keadaan hipersekresi asam lambung patologis seperti
pada sindroma Zollinger-Ellison.
6. Dexametason (Kalmetason) 3 x ampul

43
Indikasi : anti inflamasi dan anti alergi yang sangat kuat.
Kontra Indikasi : penderita herpes simplex pada mata; tuberkulose aktif,
peptio ulcer aktif, wanita hamil karena akan terjadi hypoadrenalism pada
bayi yang dikandungnya atau diberikan dengan dosis yang serendah-
rendahnya.
Komposisi:
Tiap tablet Dexamethasone Harsen mengandung:
a. Dexamethasone ................. 0.5 mg.
b. Dexamethasone ................. 0.75 mg.

Tiap ml injeksi Dexamethasone Harsen mengandung:

Dexamethasone Sodium phosphat ..... 5 mg.


Efek Samping: Pengobatan yang berkepanjangan dapat mengakibatkan
efek katabolik steroid seperti kehabisan protein, osteoporosis dan
penghambatan pertumbuhan anak; Penimbunan garam, air dan kehilangan
potassium jarang terjadi bila dibandingkan dengan beberapa glucocorticoid
lainnya; Penambahan nafsu makan dan berat badan lebih sering terjadi.
Dosis: Anak-anak 0.08 mg - 0.3 mg/kg berat badan/perhari dibagi dalam 3
atau 4 dosis.

Terapi nonfarmakologi: Diet : BSTIK, TKTP 1100 kkal, protein 25 gr.

44
BAB III

KESIMPULAN

Pada kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa An. M. Fachri, berusia 1


tahun didiagnosis asma bronkhial episodik jarang dengan serangan
sedang dan bronkopneumonia berdasarkan :

dari anamnesis, menurut orang tua pasien, pasien sering sesak dan batuk
terutama pada pagi hari, jika terpapar udara dingin. Dalam 1 tahun
terakhir pasien mengalami sesak sebanyak 2 kali orang tua sering
mendengarkan suara mengi bersamaan dengan sesak nafas. Biasanya
sesak menghilang dengan istirahat.
didapatkan adanya batuk dan mengi berulang, sesak nafas, namun pasien
masih lancar berbicara, dan aktivitasnya tidak terganggu.
dari hasil pemeriksaan fisik, pasien aktif, berbicaranya lancar, nangis
kuat, adanya wheezing saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi pada dinding
dada, serta frekuensi nafas dan denyut nadi meningkat.
Pasien berusia 1 tahun, termasuk ke dalam usia dengan epidemiologi
insiden kesakitan dan kematian tertinggi pada anak karena penyakit
bronkopneumonia

Pada pasien ini awal masuk IGD mengalami keluhan ISPA yaitu berupa
batuk sejak 4 hari SMRS. Pilek (+), suhu 38 C. Kemudian pada hari ke-2
di RS pasien tampak sesak dengan pola pernapasan yang cepat dan
dangkal. Pada pemeriksaan fisik diperoleh peningkatan frekuensi
pernapasan dengan dan denyut nadi, terdapat nafas cuping hidung,
retreaksi suprasternal, ekspirasi memanjang, serta pada auskultasi
terdapat suara rhonki basah nyaring pada lapang paru

pemeriksaan Rongent thorax posisi PA dengan hasil pemeriksaan terdapat


bercak-bercak infiltrat perihiler dan parakardial kedua lapang paru
bronkopneumonia

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Guill M. Asthma update: Epidemiology and Pathophysiology. Pediatric


and Review Article, volume 25. 2004,p 299-304
2. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak.
edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.
3. Nelson Textbook of Pediatrics : Childhood Asthma. Elsevier Science
(USA);2003.
4. OByrne P, Bateman ED, Bousquet J, et al. Global Initiative For Asthma.
Medical Communications Resources, Inc. 2006
5. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak.
Jakarta: UKK Pulmonologi PP IDAI; 2009.
6. Sibernagl Stefan.2006.Teks Dan Atlas Berwarna Patofisiologi.Jakarta.
EGC.
7. Suraatmaja Sudaryat. 2007.Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi
Anak. Jakarta: Sagung Seto.

46

Vous aimerez peut-être aussi