Vous êtes sur la page 1sur 8

Nama : Bima Indra

NIM : 04011181419208
Kelas : Beta 2014

1. Tuan X, kisaran usia 27 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit
tipe A diantar oleh polisi setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Dari saksi di
tempat kejadian diketahui mekanisme trauma ialah pasien yang mengendarai
motornya dengan kecepatan tinggi menabrak tiang listrik lalu terpelanting dan
membentur trotoar. Saat itu pasien tidak menggunakan helm. Baju dan celana pasien
basah karena darah.
a. Apa jenis dan bagaimana mekanisme trauma yang terjadi pada kasus?
Tabrakan yang terjadi di muka pengendara motor biasanya mengakibatkan
pengendara motor sepenuhnya terlempar keluar atau terlempar sebagian melewati
stang. Beberapa cedera yang umum terjadi antara lain:
- Cedera kepala dan leher apabila tidak ada helm
- Cedera torakoabdominal akibat benturan dengan stang
- Fraktur pelvis open book, yaitu fraktur pelvis anterior dan posterior
yang membuka seperti buku akibat benturan dengan stang
- Cedera femur bilateral
- Abrasi dan laserasi
Dugaan mekanisme trauma pada kasus:
Pengendara motor melaju dengan kecepatan tinggi dan menabrak tiang listrik
deselerasi pasien terlempar melewati stang kiri membentur trotoar pada sisi
tubuh sebelah kiri
Trauma kepala ringan: benturan dengan trotoar (tanpa pengamanan helm)
trauma deselerasi penurunan kesadaran
Trauma tumpul abdomen: benturan dengan stang trauma abdomen kanan atas
Fraktur terbuka humerus sinistra: benturan dengan trotoar di tubuh sebelah kiri
trauma deselerasi fraktur
Fraktur terbuka femur sinistra: benturan dengan trotoar di tubuh sebelah kiri
trauma deselerasi fraktur
Fraktur terbuka cruris sinistra: benturan dengan trotoar di tubuh sebelah kiri
trauma deselerasi fraktur
Syok hemoragik : diawali dari Tn. X yang mengendarai motor dengan kecepatan
tinggi disertai dengan tidak menggunakan helm terjadinya trauma pada tn.X
trauma tajam dan trauma tumpul terjadi pendarahan yang bersifat akut
Penurunan pada Venous return penurunan pada Cardiac Output perfusi ke
jaringan mengalami penurunan tubuh akan kompensasi dengan mengaktivasi
saraf simpatis terjadi vasokontriksi perpindahan darah dari organ non vital
ke organ vital terjadinya syok hemoragik pada Tn. X

d. Apa makna klinis baju dan celana basah terkena darah?


Berarti sudah terjadi perdarahan yang masif hingga dapat membasahi baju dan
celana

3. Breathing : RR: 32x/menit, SpO2 95% (dengan udara bebas), gerakan thoraks
statis dan dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal, tidak ada ronkhi,
tidak ada wheezing
b. Bagaimana pemberian terapi oksigen pada kasus?
Terapi oksigen secara umum
Terapi O2 merupakan salah satu terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi. Tujuan pemberian terapi O2 adalah 1.
Mengatasi keadaan hipoksemia 2. Menurunkan kerja pernafasan 3.
Menurunkan beban kerja otot Jantung (miokard) Indikasi pemberian
terapi O2 adalah kerusakan 02 jaringan yang diikuti gangguan
metabolisme dan sebagai bentuk Hipoksemia, secara umum pada:
Kadar oksigen arteri (Pa 02) menurun, kerja pernafasan meningkat
(laju nafas meningkat, nafas dalam, bemafas dengan otot tambahan),
adanya peningkatan kerja otot jantung (miokard)
Indikasi klinisnya: Henti jantung paru, gagal nafas, gagal
jantung atau ami, syok, meningkatnya kebutuhan o2 (luka bakar,
infeksi berat, multiple trauma), keracunan co, post operasi, dll
Metode & peralatan min. yang harus diperhatikan pada therapi O2:
1. Mengatur % fraksi O2 (% FiO2)
2. Mencegah akumulasi kelebihan CO2
3. Resistensi minimal untuk pernafasan
4. Efesiensi & ekonomis dalam penggunanan 02
5. Diterima pasien Pa02 kurang dari 60 mmHg

Perkiraan konsentrasi oksigen pada alat masker semi rigid


Kecepatan aliran02 % Fi02 yang pasti 4 1/mnt 0,35 6 1/mnt 0,50 8
1/mnt 0,55 10 1/mnt 0,60 12 l/mnt 0,64 15 l/mnt 0,70 Tidak ada
peralatan yang dapat memberi O2 100 %, walaupun O2 dengan
kecepatan > dari Peak Inspiratory flow rate (PIFR)

METODE PEMBERIAN OKSIGEN


I. Sistem Aliran Rendah
1. Kateter Nasal Oksigen : Aliran 1 - 6 liter/ menit menghasilkan
oksigen dengan konsentrasi 24-44 % tergantung pola ventilasi
pasien. Bahaya : Iritasi lambung, pengeringan mukosa hidung,
kemungkinan distensi lambung, epistaksis.
2. Kanula Nasal Oksigen : Aliran 1 - 6 liter / menit menghasilkan
02 dengan konsentrasi 24 - 44 % tergantung pada polaventilasi
pasien. Bahaya : Iritasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri
sinus dan epitaksis
3. Sungkup muka sederhana Oksigen : Aliran 5-8 liter/ menit n 0 2
dengan konsentrasi 40 - 60 %. Bahaya : Aspirasi bila muntah,
penumpukan C02 pada aliran 02 rendah, Empisema subcutan
kedalam jaringan mata pada aliran 02 tinggi dan nekrose, apabila
sungkup muka dipasang terlalu ketat.
4. Sungkup muka" Rebreathing " dengan kantong 02 Oksigen :
Aliran 8-12 l/menit menghasilkan oksigen dnegan konsentrasi 60 -
80%. Bahaya : Terjadi aspirasi bila muntah, empisema subkutan
kedalam jaringan mata pada aliran 02 tinggi dan nekrose, apabila
sungkup muka dipasang terlalu ketat.
5. Sungkup muka" Non Rebreathing" dengan kantong 02 Oksigen :
Aliran 8-12 l/menit menghasilkan konsentrasi 02 90 %. Bahaya :
Sama dengan sungkup muka "Rebreathing".
II. SistemAliran tinggi
1. Sungkup muka venturi (venturi mask) Oksigen : Aliran 4 -14 It /
menit menghasilkan konsentrasi 02 30 - 55 %. Bahaya : Terjadi
aspirasi bila muntah dan nekrosis karena pemasangan sungkup yang
terialu ketat.
2. Sungkup muka Aerosol (Ambu Bag) Oksigen : Aliran lebih dan
10 V menit menghasilkan konsentrasi 02 100 %. Bahaya :
Penumpukan air pada aspirasi bila muntah serta nekrosis karena
pemasangan sungkup muka yang terialu ketat.

BAHAYA TERAPI OKSIGEN


Keracunan 02 -> pada pemberian jangka lama dan berlebihan dapat
dihindari dengan pemantauan AGD dan Oksimetri
1. Nekrose C02 ( pemberian dengan Fi02 tinggi) pada pasien
dependent on Hypoxic drive misal kronik bronchitis, depresi
pemafasan berat dengan penurunan kesadaran . Jika terapi oksigen
diyakini merusak C02, terapi 02 diturunkan perlahan-lahan karena
secara tiba-tiba sangat berbahaya
2. Toxicitas paru, pada pemberian Fi02 tinggi ( mekanisme secara
pasti tidak diketahui). Terjadi penurunan secara progresif
compliance paru karena perdarahan interstisiil dan oedema intra
alviolar
3. Retrolental fibroplasias. Pemberian dengan Fi02 tinggi pada bayi
premature pada bayi BB < 1200 gr menyebabkan kebutaan
4. Barotrauma ( Ruptur Alveoli dengan emfisema interstisiil dan
mediastinum), jika 02 diberikan langsung pada jalan nafas dengan
alat cylinder Pressure atau auflet dinding langsung.
4. Circulation : nadi: 145x/menit (isi dan tegangan kurang), TD 70/50mmHg, akral
dingin lembab pucat, CRT (capillary refill time) 4 detik
c. Berapa derajat syok dan jumlah cairan yang diberikan untuk resusitasi?

Berdasarkan tabel di atas, pasien mengalami syok derajat 4 dengan perkiraan


kehilangan darah lebih dari 2 liter (> 40% total darah).

5. Disability : respond to verbal (skala AVPU), GCS E3M6V4


c. Bagaimana cara pemeriksaan AVPU dan GCS?
Skala AVPU adalah metode cepat untuk menilai penurunan kesadaran
pasien. Tingkatan kesadaran pasien dilaporkan dengan A, V, P, atau U.
(1) A: Alert and oriented
Penilaian kesadaran dan orientasi terhadap orang, tempat, waktu, dan
kejadian. Pada level ini, pasien dalam kondisi sadar sepenuhnya. Untuk
menilainya, caranya dengan menanyakan pertanyaan yang jawabannya
bukan berupa ya atau tidak seperti Tahun berapa sekarang?atau
Sekarang anda ada dimana?

(2) V: response to Verbal stimulus


Hal ini mengindikasikan bahwa pasien hanya merespon (menjadi fully
alert atau partially alert) jika diberi rangsangan verbal seperti panggilan
atau teriakan.
(3) P: response to Pain
Pada level ini, menandakan pasien sudah tidak responsive lagi dengan
rangsangan verbal dan harus dirangsang dengan perlakuan fisik seperti
cubitan atau pukulan. Positif jika ketika dicubit atau dipukul, pasien
meringis atau mengerang.

(4) U: Unresponsive
Level terendah kesadaran. Terjadi jika sudah dilakukan rangsangan nyeri
di kedua sisi dan pasien tetap dalam kondisi flasid atau tidak sadarkan diti
tanpa adanya pergerakan atau suara.
Semua level dibawah Alert interpretasinya adalah gangguan kesadaran.
Maka pada kasus ini, Mr. X mengalami gangguan kesadaran dengan
tingkat kesadaran di level sadar jika distimulus dengan verbal.
Glasgow-Coma Scale E3 V4 M6 13
Skala GCS dibuat untuk menilai keparahan penurunan kesadaran dan
memprediksi awal tingkat kerusakan otak. Terdiri dari 3 indikator yaitu
bukaan mata, respon verbal, dan respon motoric.
(1) Eye opening (1 to 4 points).
(a) Spontan: E4. Mata terbuka dan focus, pasien bias
mengenali pemeriksa dan mengikuti pergerakan mata.
(b) Terhadap suara: E3. Pasien membuka mata ketika
diajak bicara, dipanggil atau diperintahkan.
(c) Terhadap nyeri.: E2. Pasienmembuka mat ajika diberi
stimulus nyeri
(d) Tidak membuka: E1

(2) Verbal response (1 to 5 points).


(a) Sadar penuh.: V5. Pasien bias berbicara dan menjawab
pertanyaan perihal lokasi, tempat, dan waktu saat ini. Bisa
juga ditanyakan bagaimana kejadian ini bias terjadi.
(b) Bingung: V4. Pasien bias berbicara jelas, namun tidak
terorientasi dengan baik.
(c) Kata-kata tidak sesuai: V3. Pasien menjawab rangsangan
verbal dengan jawaban tidak sesuai dengan situasi, tidak
jelas dan terkadang dengan jawaban kasar atau tidak
senonoh
(d) Meracau: V2. Mengeluarkan kata kata yang tidak
dimengerti orang normal.
(e) Tidak ada respon suara: V1

(3) Motor response (1 to 6 points).


(a) Mengikuti perinta: M6. Pasien bisa mengerti dan
melakukan tindakan sesuai perintah. Perlu
diperhatikan kesesuaian respon motoric pasien untuk
memastikan ada tidaknya jejas di belahan otak yang
berbeda.
(b) Nyeri terlokalisir: M5. Jika pasien dapat dengan akurat
mendorong atau melepaskan cubitan yang dilakukan
pemeriksa dengan tangannya, maka pasien tersebut
responsif dengan nyeri terlokalisir.
(c) Mengelak dari nyer: M4. Hal ini mengindikasikan bahwa
tubuh pasien hanya menjauh ketika diberikan rangsangan
nyeri.
(d) Fleksi (postur dekortikasi): M3. Tubuh pasien menekuk
menjadi postur protektif dengan lengan fleksi ke dada. Hal
ini terjadi pada trauma otak berat.
(e) Ekstensi (postur decerebrasi): M2. Tubuh pasien ekstensi,
kaki tungkai dan lengan ekstensi dan kaku, bahkan sulit
digerakkan.
(f) Benar benar flasid: M1

6. Exposure : temperatur: 35,5oC, jejas di abdomen kanan atas, tampak fraktur


terbuka os humerus sinistra dengan perdarahan aktif, fraktur terbuka os femur sinistra
dengan perdarahan aktif, fraktur terbuka kruris sinistra dengan perdarahan aktif
b. Bagaimana keterkaitan antara jejas dan fraktur pada kasus?
Untuk kaitan jejas abdomen kanan atas dengan fraktur kurang jelas, namun fraktur
ini sendiri memiliki andil terhadap syok pada pasien, dimana pada fraktur
humerus dan femur bisa mengakibatkan kehilangan darah >1,5 liter, belum
termasuk kehilangan darah akibat fraktur regio kruris dan trauma di regio tubuh
yang lain.

e. Bagaimana tatalaksana awal secara kesuluruhan di IGD?

Vous aimerez peut-être aussi