Vous êtes sur la page 1sur 4

FYI....

Sungguh prihatin deh :-(

Sebatang Salib yang Dikunci

KASUS penutupan gereja di sejumlah daerah dalam waktu singkat berkembang menjadi
isu nasional. Sidang kabinet terbatas langsung digelar Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Hasilnya, Surat Keputusan Bersama Dua Menteri perlu ditinjau ulang.
Adakah agenda tersembunyi di balik kasus ini?
Seharusnya sore itu akan menjadi acara perpisahan yang mengesankan bagi jemaat
gereja di Kampung Sukabirus, Dayeuh Kolot, Bandung, dengan Pendeta Yuyun Noormalia.
Masa tugas Yuyun sudah berakhir. Oleh sinode, dia ditarik kembali ke Jakarta.
Ruangan disiapkan. Bangku-bangku sudah ditata, dan mimbar telah siap di ruangan. Di
dinding, salib suci tergantung rapi.
Tetapi acara itu tak jadi berlangsung. Menjelang sore, Senin dua pekan lalu, rumah
yang difungsikan sebagai tempat pribadatan itu didatangi puluhan orang dari Aliansi
Gerakan Anti-Pemurtadan (AGAP) dan Barisan Anti-Pemurtadan (BAP). Dikomandani oleh
H Muhammad Mu'min, mereka memasuki ruangan menemui Yuyun. "Jumlah mereka sekitar 50
orang," ujar Merry Kristiani, seorang pengurus gereja, kepada Tempo pekan lalu.
Tujuan massa teramat jelas. Mereka minta kegiatan peribadatan di rumah itu ditutup.
Pihak gereja, yang diwakili 11 orang majelis jemaat, termasuk Yuyun, berusaha
memberikan argumentasi. Suasana menegang. Menurut Merry, yang mendengar cerita dari
Yuyun, di antara massa sempat ada yang menggebrak meja seraya menggertak, "Mau
damai atau perang?"
Tetapi tak terjadi kekerasan apaapa. Polisi, yang semula diundang guna mengamankan
acara perpisahan, kini beralih menjaga pertemuan dadakan itu. Hasilnya, sore itu
juga tak boleh lagi ada kegiatan peribadatan di sana. Bahkan acara perpisahan
dengan Pendeta Yuyun pun batal. "Kami lalu hanya melakukan doa bersama," kata
Merry.
Esoknya, penutupan itu ditegaskan oleh Agus Zakia, Camat Dayeuhkolot, dengan
menerbitkan sebuah surat keputusan. Hal itu dilakukan setelah digelar pertemuan
yang dihadiri musyawarah pimpinan kecamatan (muspika) setempat, perwakilan gereja,
warga, dan AGAP. Alasan penutupan, rumah itu tidak dilengkapi izin sesuai dengan
Surat Edaran Bupati Bandung No. 4522/1994 tentang Persyaratan Pendirian Rumah
Ibadat.
Peristiwa Dayeuh Kolot itu adalah yang kesekian kalinya terjadi di Kota Kembang.
Dalam dua pekan terakhir sekurangnya sudah tiga rumah ibadah yang disegel. Selain
di Dayeuh Kolot, sebuah rumah ibadah di kawasan Cimahi dan Kompleks Margahayu juga
ikut ditutup muspika atas desakan warga.
Komandan AGAP, H. Muhammad Mu'min, mengakui bahwa total ada 23 rumah ibadah yang
telah mereka tutup dalam beberapa waktu terakhir. "Masih banyak lagi yang akan kami
tutup," katanya (lihat Kami Akan Menyandera Pendeta). Pria yang sehari-hari dikenal
sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YPKP Bandung ini beralasan, gereja
yang mereka tutup telah melanggar SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Tahun
1969 tentang pendirian rumah ibadah.
Kabar dari Bandung ini menyebar cepat. Semangat menutup rumah ibadah tak berizin
lekas menjalar ke berbagai arah. Di Tangerang, Banten, warga RW 11, Kelurahan
Larangan Utara, ramai-ramai mendatangi sebuah bangunan yang difungsikan sebagai
tempat ibadah umat Kristiani, Minggu pekan lalu.
Menurut Safrudin, Ketua RW 11, mereka mendatangi pengurus gereja di gedung itu dan
meminta agar kegiatan peribadatan tak diteruskan. Alasannya, bangunan yang aslinya
berupa gedung serbaguna itu disalahgunakan. "Mestinya mereka menggunakan gedung itu
sebagaimana fungsinya," kata Safrudin. Dia menolak tindakan itu diartikan bahwa
mereka telah mencederai kehidupan umat beragama. "Dalam kejadian hari Minggu itu,
kami menunggu sampai kebaktian mereka selesai."
Masih di pinggiran Jakarta, sebuah rumah kawasan Citeureup, Bogor, juga mengalami
nasib serupa. Menurut Ketua Umum Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja
di Indonesia (PGI), Pendeta Andreas A. Yewangoe, rumah ibadah itu ditutup pada
Agustus silam. Sebelumnya, pada April lalu, sebuah rumah ibadah di Garut juga
ditutup. Anderas mengungkap hal itu seusai menemui Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, Selasa 23 Agustus lalu.
Istana bereaksi. Senin pekan silam Presiden memanggil Menteri Koordinator Politik,
Hukum, dan Keamanan, Widodo A.S., Menteri Agama Maftuh Basyuni, Panglima TNI
Jenderal Endriartono Sutarto, Kapolri Jenderal Sutanto, Kepala BIN Sjamsir Siregar,
dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, untuk sebuah rapat kabinet terbatas.
Hasilnya, Presiden meminta agar SKB dua menteri ditinjau kembali.
* * *

SKB yang diteken Menteri Agama K.H. Ahmad Dahlan dan Menteri Dalam Negeri Amir
Machmud pada 1969 itu tampaknya dianggap menjadi sumber kericuhan. Inilah sebuah
surat keputusan yang mengatur soal penyebaran agama, termasuk perihal pendirian
rumah ibadah. Di sana disebutkan bahwa untuk mendirikan rumah ibadah diperlukan
izin seorang kepala daerah. Dan jika diperlukan, kepala daerah bisa meminta
pertimbangan organisasi-organisasi keagamaan serta ulama atau rohaniwan setempat.
Tidak hanya sekarang. Dari tahun ke tahun isu perlu-tidaknya SKB itu muncul
tenggelam sesuai dengan kejadian di masyarakat. Setiap meletup aksi penggerudukan
sebuah rumah ibadah, orang pun kembali melirik pada SKB tersebut (lihat Secarik
Kertas, Beragam Soal).
Kalangan minoritas menganggap SKB itu tak lagi sesuai dengan perkembangan zaman.
Beleid itu dianggap menjadi penghalang kaum minoritas mendirikan rumah ibadah.
Menurut Weinata Sairin M.Th., Wakil Sekretaris Umum PGI, sering mereka sulit
mendapatkan izin dari warga sekitar saat hendak mendirikan gereja. "Anda pasti
tidak percaya, kami butuh sekitar 20 tahun hingga perizinan keluar," katanya kepada
Mawar Kusuma dari Tempo.
Namun, karena ritus pemujaan terhadap Tuhan tak bisa menunggu, mereka lalu
memanfaatkan rumah tinggal, ruko, atau gedung serbaguna sebagai tempat ibadah.
Sairin mengakui, dari sekitar 15 rumah ibadah di Jawa Barat yang telah ditutup,
baru lima yang sudah berbentuk gereja. Sisanya merupakan gedung serbaguna. "Setelah
ditutup, di mana para jemaat itu bisa beribadah sekarang?"
Tetapi, di sisi lain, penggunaan bangunan nongereja untuk peribadatan acap
memercikkan benih curiga: gereja dituding melakukan Kristenisasi terhadap warga
sekitar. Apalagi, selain menyelenggarakan kebaktian, pengurus rumah ibadah juga
kerap menggelar kegiatan sosial. Mumammad Mu'min mempunyai catatan ribuan warga
Bandung sudah murtad kena pengaruh rumah-rumah ibadah. "Dua ribu kepala keluarga di
Pangalengan dan 500 kepala keluarga di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, sudah
murtad," katanya.
Tidak hanya kalangan minoritas yang setuju peninjauan SKB. Din Sjamsuddin, Ketua
Umum PP Muhammadiyah, ikut mengamini langkah Presiden itu. Dia mengusulkan
pendekatan hukum dan pendekatan kesepakatan untuk mencegah konflik di sekitar
pendirian rumah ibadah. Dia juga meminta agar etika sosial tetap dijaga kalangan
pemimpin agama. "Mendatangkan jemaah dari daerah lain di suatu komunitas umat agama
tertentu akan merusak harmoni sosial," katanya kepada Maria Ulfah dari Tempo.
Sampai di sini SKB dua menteri menjadi teks dengan dua tafsir. Yang satu
menganggapnya sebagai penghalang penyebaran agama. Kelompok lain menjadikannya
sebagai pegangan untuk beraksi.
* * *

TAPI benarkah rumah ibadah menjadi basis pemurtadan? Pastor Rosbani Setiawan,
penanggung jawab rumah ibadah di Margahayu Raya, menepis tudingan itu. Dia bahkan
menunjuk penjaga parkir rumah ibadah itu yang muslim dan tak pernah dimintanya
pindah agama. Adapun di Gereja Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria-tempat dia
beraktivitas sehari-hari-sebagian besar karyawannya juga muslim. "Sekian puluh
tahun bekerja di sini, mereka masih salat. Tidak ada masalah."
Pastor Setiawan menggunakan rumah ibadah di Margahayu sejak 1986. Sebelumnya, rumah
tersebut dibelinya dari Haji Azis, Ketua RT saat itu. Kala membelinya, Pastor
mengaku sudah minta izin Azis akan memanfaatkannya untuk pembinaan rohani umat
Katolik di sekitar situ. "Untuk mendapatkan izin dari masyarakat, (bahkan) kami
dibantu Pak Azis." Sejak itulah setiap Sabtu digelar peribadatan di sana.
Namun, Sabtu akhir Agustus silam, rumah ibadah itu ditutup. Saat itu warga sekitar
bersama puluhan anggota BAP mendatangi rumah tersebut dan meminta Pastor Setiawan,
menghentikan kegiatan peribadatan. Menurut Marjani, ketua keamanan RW setempat,
penutupan dilakukan karena warga sudah lama keberatan. Bahkan, kata dia, pengurus
rumah ibadah itu pernah ditegur aparat kecamatan. "Tapi kegiatan jalan terus,"
katanya.
Kisah serupa juga tersimpan di rumah ibadah Dayeuh Kolot. Rumah yang terletak di
permukiman warga itu difungsikan sebagai tempat ibadah dengan nama Gereja Kristen
Pasundan sejak 1980. Dulunya tempat itu milik seorang bernama Risa, yang kemudian
dibeli gereja. Separuh tempat digunakan sebagai kediaman Pendeta Yuyun, dan
selebihnya sebagai tempat ibadah. "Kami melakukan ritual kebaktian seminggu sekali,
itu pun hanya selama dua jam," tutur Merry.
Pada awal akan digunakan, menurut Merry, proses izin sudah ditandatangani sebagian
masyarakat Sukabirus. Namun, katanya, izin itu mentok di meja Ketua RW. Meski
demikian, peribadatan tetap mereka lakukan. Merry mengakui, jemaat yang datang
bukan hanya penduduk Sukabirus. Dari 200 kepala keluarga jemaat, hanya dua keluarga
yang merupakan warga Sukabirus. Sisanya berasal dari Dayeuh Kolot, Cimahi, Ciparay,
Banjaran, Palasari, dan Margahayu. Toh, dia mengklaim hubungan Gereja Kristen
Pasundan (GKP) dengan warga sekitar baik-baik saja.
Merry bahkan menyatakan beberapa kali gereja dan warga melakukan kegiatan bersama.
Dia menunjuk penanganan banjir pada awal tahun ini, dan ketika mereka bahu-mambahu
menangani wabah demam berdarah.
Tokoh masyarakat setempat, Kusnadi, membenarkan hal itu. Masyarakat sekitar,
katanya, selama ini tak mempermasalahkan kehadiran GKP. Dia malah menanyakan
kedatangan AGAP dan BAP yang mengatasnamakan waga. "Warga Sukabirus mana yang
mereka wakili?" katanya.
Sikap warga Sukabirus terbelah. Menurut Ketua RW setempat, Tjetjen Darmanto, pada
Juli lalu dia pernah membuat surat edaran yang berisi keberatan warga terhadap GKP.
Alasannya, GKP menyalahi aturan SKB dua menteri tentang pendirian rumah ibadah.
"Lebih dari 230 kepala keluarga yang meneken edaran itu," kata dia. Di sana
sekurangnya ada 300 kepala keluarga, dan 90 persen di antaranya muslim.
Menurut Tjetjen, surat itu merupakan yang ketiga, setelah pada 1985 dan 2004
beredar surat serupa. "Pada dasarnya kami tidak mempermasalahkan keberadaan GKP.
Soalnya, kenapa mereka tidak memenuhi aturan SKB," tanyanya.
* * *

GUMPALAN kekecewaan kini menyesaki dada tokoh-tokoh Kristiani. Selain mendesakkan


peninjauan SKB, mereka juga menyimpan ganjalan terhadap aparat keamanan yang
dinilai kurang netral. Mantan Ketua Umum PGI, Nathan Setiabudi, menuding aksi
penutupan itu direstui oleh aparat keamanan dan pemerintah setempat. "Ini sangat
absurd," katanya. Menurut dia, yang terjadi dalam aksi penutupan itu adalah
pelanggaran ketertiban umum. "Jadi, polisi harus menertibkan."
Suasana tegang memang sempat terjadi saat warga dan massa AGAP mendatangi rumah
ibadah di Margahayu. Fotografer Tempo, Budiyanto, yang saat itu berada dalam
ruangan, melihat sejumlah aparat polisi berjaga-jaga.
Dalam dialog, Pastor Iwan secara halus sempat menolak penutupan. Alasannya,
persoalan harus diselesaikan lewat pengadilan. Ini membuat suasana menghangat.
Beberapa kali terdengar teriakan takbir dari massa. "Di sini sudah ada muspika yang
berwenang dan juga warga yang menolak gereja. Tak perlu ke pengadilan," kata massa.
Memang, saat itu hadir pula unsur muspika, yakni Camat Margacinta, Kapolsek
Margacinta AKP Sugianta, dan sekretaris RW 16.
Belakangan Pastor Iwan akhirnya bersedia meneken surat penutupan gereja. "Itu
pilihan terbaik yang bisa saya ambil dalam situasi yang buruk. Saya memikirkan
keselamatan umat saya dan rumah itu," katanya kepada Tempo.
Kapolres Bandung Timur AKBP Edison Sitorus menyatakan, saat itu polisi memang
membiarkan penutupan gereja terjadi. "Karena bukan AGAP yang meminta penutupan,
tapi muspika setempat," katanya kepada Setiyardi dari Tempo.
Dia merujuk SKB dua menteri yang menyatakan bahwa penutupan merupakan wewenang
kepala daerah. "Anggota saya hanya bertugas mengamankan agar tak terjadi bentrok,"
kata Edison. Kapolsek menegaskan, jika yang melakukan penutupan AGAP, dia baru akan
bertindak.
Mu'min sendiri menegaskan, AGAP yang dipimpinnya tak pernah melakukan aksi
kekerasan. Kelompok yang dipimpinnya sudah memiliki prosedur tetap setiap kali
hendak mendatangi rumah ibadah.
Dalam pertemuan antara Pastur Frans Magnis Suseno dan Ketua Front Pembela Islam
(FPI) Habib Rizieq pada Sabtu pekan lalu, yang berlangsung sekitar dua jam 30 menit
itu di rumah Habib Rizieq, di jalan Petamburan, Jakarta, diungkapkan beberapa
persoalan yang terjadi dalam kasus tersebut. "Masalah intinya adalahnya adanya
saling kecurigaan antara pemeluk Islam dan Kristen," kata Frans Magnis Suseno
kepada wartawan usai melakukan pertemuan
FPI sendiri, kata Rizieq, berjanji akan menghormatinya. Bahkan dirinya mengaku
kalau aktivisnya di berbagai daerah siap menjaga gereja-gereja sepanjang tidak
bermasalah dari sisi perizinannya.
Mengenai SKB, dirinya mempersilahkan pihak agama lain untuk memperjuangkan agar
diubah. Namun dirinya juga mengaku punya hak untuk memperjuangkan agar SKB tersebut
tetap berlaku.
Kekerasan fisik memang tak terjadi. Tapi teror, intimidasi, dan pelarangan orang
beribadah telah meletup di mana-mana-aksi yang dilarang Tuhan dan negara tapi
sayangnya dibiarkan aparat keamanan.
Tulus Wijanarko, Ayu Cipta (Tangerang), Endang Purwanti, dan Rana Akbari (Bandung)
_____

Click here to donate <http://store.yahoo.com/redcross-donate3/> to the Hurricane


Katrina relief effort.

[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->


Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/m8ewlB/TM
--------------------------------------------------------------------~->

API KATOLIK adalah milis evangelisasi, bertujuan memperdalam iman Katolik.


--------------------------------------------------------------------
Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah
Tuhan. Roma 12:11

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:


http://groups.yahoo.com/group/ApiKatolik/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:


ApiKatolik-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:


http://docs.yahoo.com/info/terms/

Vous aimerez peut-être aussi