Vous êtes sur la page 1sur 17

II.

BAB II
SELEKSI DAN URAIAN PROSES

II.1 Tipe-Tipe Proses Pembuatan dan Pemurnian Garam


Ada beberapa macam prses pembuatan dan pemurnian garam (sodium chloride) dengan
bahan baku brine (saturated sea water) maupun dari garam kasar (garam rakyat). Metode-
metode yang dimaksud antara lain:

1. Proses Vacuum Pan (Multiple Effect Evaporation);


2. Proses Open Pan (The Grainer Process);
3. Proses Penambangan Garam (Rock Salt Mining);
4. Proses Penguapan Air Laut (Solar Evaporation); dan
5. Proses Pencucian dengan Brine.

II.1.1 Proses Vacuum Pan (Multiple Effect Evaporator)

Gambar II.1 Diagram Proses Vacuum Pan (Multiple Effect Evaporator)

Pada proses vacuum pan biasanya digunakan saturated brine atau leburan garam kasar
yang berasal dari dalam tanah atau laut. Saturated brine dapat juga diperoleh dari hasil
samping produksi sodium carbonate (Na2CO3) dengan proses Solvay.

II-1
Pertama-tama, saturated brine (leburan garam) dari air dalam tanah memiliki kadar H2S
yang terlarut dalam garam NaCl dengan kadar maksimum 0,015%. Perlakuan pendahuluan
dari bahan baku brine adalah dengan aerasi untuk menghilangkan kandungan hidrogen
sulfide. Penambahan sedikit chlorine dimaksudkan untuk mempercepat penghilangan H2S
dalam brine. Brine setelah proses aerasi kemudian diumpankan dalam tangki pengendap
untuk mengendapkan lumpur atau solid yang tidak diinginkan.

Proses pengendapan dibantu dengan penambahan campuran caustic soda, soda ash dan
barium chloride sehingga didapatkan larutan garam. Setelah proses pengendapan, kemudian
larutan garam dipekatkan dengan evaporator multi efek (multiple effect evaporator). Larutan
garam pekat kemudian dicuci dengan brine untuk memurnikan garam. Larutan garam
kemudian difiltrasi pada filter untuk proses pemisahan garam dan larutan brine. Garam yang
terpisah kemudian ditambahkan kalium yodat untuk penambahan kandungan yodium pada
garam. Garam yang telah dimurnikan kemudian dikeringkan pada dryer dan kemudian
disaring untuk mendapatkan ukuran yang seragam. Garam (sodium chloride) kemudian siap
dikemas dan dipasarkan.

II.1.2 Proses Open Pan (The Grainer Process)

Gambar II.2 Diagram Proses Open Pan (The Grainer Process)

Pembuatan garam dengan proses open pan menggunakan bahan baku brine yang
berasal dari proses pemanasan air laut. Proses ini disebut juga proses Grainer, dimana air laut
dijenuhkan dengan cara memanaskan pada heater pada suhu 230oF (110oC). Larutan brine
panas kemudian diumpankan pada graveller yang memiliki fungsi untuk memisakhan

II-2
calcium sulfate pada larutan brine. Larutan brine kemudian didinginkan pada flasher dengan
suhu yang dijaga agar garam (NaCl) masih dalam kondisi larut dalam air. Larutan brine
dingin kemudian diumpankan ke open pan yang berfungsi untuk menguapkan air dengan
suhu operasi 205oF (96oC) sehingga dihasilkan kristal garam yang kemudian dipisahkan dari
mother liquor pada centrifuge. Mother liquor kemudian direcycle kembali pada open pan,
sedangkan kristal garam yang terpisah kemudian ditambahkan kalium yodat untuk
penambahan kandungan yodium pada garam. Garam (sodium chloride) kemudian
dikeringkan pada dryer dan kemudian disaring untuk mendapatkan ukuran yang seragam.
Garam (sodium chloride) kemudian siap dikemas dan dipasarkan.

II.1.3 Proses Penambangan Garam (Rock Salt Mining)

Gambar II.3 Diagram Proses Penambangan Garam (Rock Salt Mining)

Pada zaman kuno, sumber utama garam adalah batuan garam yang merupakan batuan
kristal yang ditambang seperti batu bara serta endapan garam kering yang ditemukan di area
dekat laut. Batuan garam didapatkan dari hasil penggalian yang tidak begitu dalam. Cadangan
terbesar batuan garam ditemukan di Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Eropa Timur dan
China. Pengolahan batuan garam secara umum terdiri dari beberapa tahap, mulai dari
penggalian batuan dan dilanjutkan dengan proses crushing, grinding, screening lalu
dihasilkan garam.

Potongan-potongan batuan garam yang telah hancur kemudian diangkut ke area


penghancuran bawah tanah dan melewati kisi yang dikenal sebagai grizzly. Grizzly akan
mengumpulkan potongan-potongan kecil berukuran sekitar 9 inci (23 cm). Potongan yang

II-3
lebih besar akan hancur dalam silinder berputar di antara rahang dengan logam berduri.
Garam tersebut kemudian diangkut ke luar tambang menuju ke area proses penghancuran
sekunder

Pada proses penghancuran sekunder, grizzly yang lebih kecil dan crusher yang lebih
kecil akan mengurangi ukuran partikel garam menjadi sekitar 3,2 inci (8 cm). Pada proses ini,
benda asing seperti kotoran, akan dihilangkan dari garam. Proses penghilangan kotoran ini
dikenal sebagai picking. Logam akan dihilangkan oleh magnet dan bahan-bahan lain dengan
tangan. Material batuan-batuan juga dapat dihilangkan dalam Penghancur Bradford yang
merupakan drum metal yang berputar dengan lubang kecil di bagian bawah. Garam
dimasukkan ke drum, lalu dipecah ketika bertubrukan di bagian bawah dan melewati lubang.
Batuan-batuan umumnya lebih keras dari garam, sehingga tidak pecah dan tidak akan
melewati alat tersebut. Garam yang lolos kemudian dipindahkan ke area penghancuran
tersier.

Di dalam proses penghancuran tersier, grizzly paling kecil dan crusher akan
menghasilkan ukuran partikel sekitar 1,0 inci (2,5 cm). Jika diinginkan partikel garam yang
lebih kecil, maka garam akan dilewatkan melalui penggiling yang terdiri dari dua silinder
logam yang bergulir terhadap satu sama lain. Jika diinginkan garam murni, maka garam
dilarutkan dalam air untuk membentuk air garam untuk diproses labih lanjut. Biasanya garam
dihancurkan atau ditumbuk, lalu dilewatkan melalui penyaring untuk dipisahkan berdasarkan
ukuran. Garam hasil tambang memiliki kemurnian yang berbeda-beda dalam komposisinya,
bergantung pada lokasi, namun biasanya mengandung 95-99,5%. Selanjutnya garam hasil ini
dituangkan ke dalam bag packing dan dikirim ke konsumen.

II-4
II.1.4 Proses Penguapan Air Laut (Solar Evaporation)

Gambar II.4 Diagram Proses Penguapan Air Laut (Solar Evaporation)

Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan garam melalui solar evaporation


antara lain:

a) Pengeringan Lahan
Tahapan pengeringan lahan untuk pembuatan garam secara solar evaporation meliputi:
1) Pengeringan Lahan Peminihan dan
2) Pengeringan Lahan Kristalisasi.
Lahan pembuatan garam dibuar secara berpetak-petak dan bertingkat, sehingga
dengan gaya gravitasi, air dapat mengalir ke hilir kapan saya dikehendaki. Kalsium dan
magnesium sebagai unsur yang cukup banyak dikandung dalam air laut. Selain itu, NaCl juga
perlu diendapkan agar didapatkan kadar NaCl yang lebih besar. Kalsium dan magnesium
dapat terendapkan dalam bentuk garam sulfat, karbonat dan oksalat. Dalam proses
pengendapan atau kristalisasi, garam karbonat dan oksalat akan mengendap terlebih dahulu,
disusul dengan garam sulfat, dan yang terakhir adalah bentuk garam kloridanya.

b) Pengolahan Air Peminihan / Waduk


Pengolahan air peminihan atau waduk dibagi menjadi beberapa tahapan, antara lain:
1) Pemasukan air laut ke lahan peminihan,
2) Pemasukan air laut ke lahan kristalisasi,
3) Pengaturan air di peminihan,

II-5
4) Pengeluaran air garam ke meja kristal dan setelah hasis dikeringkan selama satu
minggu,
5) Pengeluaran brine dari peminihan tertua melalui Brine Tank, dan
6) Apabila air peminihan cukup untuk memenuhi meja kristal, selebihnya dipompa
kembali ke waduk.

c) Pengolahan Air dan Tanah


Pengolahan air dan tanah terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:
1) Proses Kristalisasi
Pada proses pengkristalan, bila seluruh zat yang terkandung dalam garam, termasuk
zat selain natrium klorida yang terbentuk akan ikut terbawa (impurities). Proses
kristalisasi yang demikian disebut dengan kristalisasi total.
2) Proses Pungutan
i. Umur kristal garam 10 hari secara rutin (tergantung pada intensitas cahaya
matahari),
ii. Pengaisan garam dilakukan secara hati-hati dengan ketebalan air meja garam
yang cukup (3-5 cm), dan
iii. Pengangkutan garam dari meja ke timbangan membentuk profil (ditiriskan),
kemudian diangkat ke gudang dan siap untuk proses selanjutnya, yaitu proses
pencucian.

d) Proses Pencucian
Berikut beberapa uraian tentang proses pencucian:
1) Pencucian bertujuan untuk meningkatkan kandungan NaCl dan mengurangi unsur
impurities seperti Mg, Ca, SO4 dan kotoran-kotoran lainnya,
2) Kandungan Mg 10gr/Liter.
Untuk mengurangi impuritis dalam garam, dapat dilakukan dengan kombinasi dari
peroses pencucian dan pelarutan cepat pada saat pembuatan garam. Sedangkan untuk
penghilangan impuritis dari produk garam, dapat dilakukan dengan proses kimia, yaitu
dengan mereaksiakannya dengan Na2CO3 dan NaOH sehingga terbentuk endapan CaCO3 dan
Mg(OH)2. Reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut:

II-6
CaSO4 + Na2CO3 CaCO3 (putih) + Na2SO4

MgSO4 + 2NaOH Mg(OH)2 (putih) + Na2SO4

CaCl2 + Na2SO4 . CaSO4 (putih) + 2NaCl

MgCl2 + 2NaOH Mg(OH)2 (putih) + 2NaCl

CaCl2 + Na2CO3 CaCO3 (putih) + 2NaCl

Kondisi proses produksi garam dilakukan pada T = 30oC dan tekanan 1 atm, hal ini
dikarenakan proses evaporasi air laut menggunakan tenaga surya dan dilakukan di ruang
terbuka. Air laut yang diuapkan sampai kering mengandung sejumlah 7 mineral seperti
CaSO4, MgSO4, MgCl2, KCl, NaBr, NaCl, dan air dengan berat total 1.025,68 gram untuk
setiap liter air laut. Setelah dikristalkan pada proses elanjutnya, akan diperoleh garam dengan
kepekatan 16,75-28,5oBe yang setara dengan 23,3576 gram. Kemurnian garam yang dibuat
dengan penguapan air laut biasanya lebih dari 90%.

II.1.5 Pencucian dengan Brine


Proses pencucian garam yang baik pada dasarnya mampu meningkatkan kualitas
garam, bukan hanya sekedar membersihkan garam dari kotoran lumpur atau tahan, tetapi juga
mampu menghilangkan zat-zat pengotor (impuritis) seperti senyawa-senyawa Mg, Ca dan
kandungan zat pereduksi lainnya. Proses pengolahan garam pada industri kecil dan menengah
umumnya menggunakan proses pencucian. Kemurnian garam yang didapat dengan metode
ini lebih dari 94,7%.

Pencucian garam dilakukan dengan menggunakan larutan garam jenuh (brine) yang
digunakan berulang kali. Tujuannya adalah menghilangkan kotoran dari permukaan garam.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Nelson Saksono, menunjukkan bahwa zat
yang bersifat pereduksi dan higroskopis pada garam adalah yang paling bertanggung jawab
terhadap hilangnya Iodium pada garam melalui proses redoks dalam suasana asam karena zat
tersebut terbentuk bersamaan dengan pembentukan garam.

II-7
II.2 Pemilihan Proses
Berdasarkan uraian proses yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan perbandingan
dari masing-masing proses seperti pada tabel berikut:

Tabel II.1 Perbandingan Proses Pemurnian Garam

Macam Proses
Parameter Pencucian
Vacuum Rock Salt Solar
Open Pan dengan
Pan Mining Evaporation
Brine
Garam Garam
Bahan Baku Batuan Air Laut / Garam
rakyat / rakyat /
Utama Garam Brine rakyat
Brine Brine
Soda Ash,
Bahan Baku Air, Na2CO3,
Caustic Air - Air / Brine
Pembantu NaOH
Soda, Air
Yields Produk 99-99,8% 98,5-99,4 % 98,5-99,4 % 90 % 94,7 %
Peralatan Mahal Mahal Mahal Murah Murah
Utilitas Mahal Mahal Ekonomis Ekonomis Ekonomis
Instrumentasi Mahal Mahal Sederhana Sederhana Sederhana

Dari uraian diatas, maka dipilih pembuatan garam farmasi dari garam rakyat/brine
dengan proses vacuum pan. Keuntungan dari proses pemurnian garam dengan vacuum pan
adalah bahan baku yang digunakan dapat dengan mudah diperoleh dari dalam negeri yang
berupa garam rakyat atau brine. Yield produk yang dihasilkan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan proses lainnya, yaitu sebesar 99-99,8% yang telah memenuhi standar
garam farmasi dari Farmakope Indonesia, dimana garam farmasi harus memiliki kadar NaCl
minimal 99,0% dan paling tinggi 101,0%, sehingga produk yang dihasilkan dengan proses ini
memenuhi standar pasar yang telah di tetapkan di Indonesia.

II.3 Potensi dan Spesifikasi Bahan Baku

II.3.1 Potensi Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan adalah crude salt, yang merupakan garam curah yang
dihasilkan oleh petani garam. Garam curah ini dibuat dari air laut dengan kadar garam tinggi.
Indonesia memiliki panjang garis pantai mencapai 99.093 kilometer, sehingga potensi bahan
baku garam di Indonesia sangat besar.

II-8
Pusat produksi garam di Indonesia tersebar di beberapa daerah dan terkonsentrasi di
Jawa dan Madura serta beberapa lokasi di Sulawesi dan Nusa Tenggara. Lahan nominatif
pusat produksi garam di Indonesia sebesar 32.343 Ha, sedangkan untuk lahan produktif
sebesar 14.467 Ha. Dari semua lahan tersebut, 25.542 Ha diantaranya dikelila secara
tradisional oleh rakyat dengan kapasitas produksi hanya mencapai 40 ton/Ha/tahun,
sedangkan PT. Garam selaku BUMN, memproduksi garam sebesar 310.000 ton (2009) dan
pangsa pasay yang dikuasai juga minim (sekitar 20 persen).

II.3.2 Spesifikasi Bahan Baku Utama


Bahan baku utama yang digunakan adalah crude salt. Crude salt yang dimaksud
merupakan garam yang diperoleh dari air laut atau biasa disebut dengan garam surya yang
dibuat dengan cara konvensional (garam rakyat), atau melalui bak-bak pengendapan yang
masih mengandung banyak zat-zat pengotor di dalamnya.

Komposisi dari crude salt antara lain:

NaCl : 88% berat,


MgCl2 : 7% berat,
CaSO4 dan lainnya : 5% berat.

II.3.3 Spesifikasi Bahan Baku Pembantu


1. Soda Abu (Soda Ash)
Nama Lain : Natrium Karbonat
Rumus Molekul : Na2CO3
Bentuk : Kristal
Warna : Putih
Berat Molekul : 106 gram/mol
Densitas : 2530 kg/m3
Titik Didih : 1600 oC
Titik Lebur : 854 oC
Kelarutan : Tidak dapat larut dalam alkohol, larut dalam air (220
gram/liter air, pada T= 20 oC)
Bau / Rasa : Tidak berbau
II-9
Keamanan : Debunya dapat menyebabkan iritasi pada membran mucous
atau menyebabkan ketidaknyamanan pada prespirasi
(pernapasan). Jika terdapat kapu, maka iritasi yang lebih
ekstrim dapat terjadi pada tubuh atau baju yang terpapar soda
abu (soda ash). Soda abu sedikit higroskopis, bereaksi dengan
karbon dioksida di udara dan memproduksi sodium
bikarbonat, Na2CO3.NaHCO3.2H2O. kondisi ini menyebabkan
terjadinya gumpalan (cake).
Penggunaan : Digunakan untuk menghilangkan garam kalsium dengan
pengendapan sebagai kalsium karbonat.

2. Soda Api (Caustic Soda)


Nama Lain : Natrium Hidroksida
Rumus Molekul : NaOH
Bentuk : Padat, flake, bubuk, liquid dan kristal
Warna : Putih
Berat Molekul : 40 gram/mol
Densitas : 2130 kg/m3
Titik Didih : 1390 oC
Titik Leleh : 323 oC
Kelarutan : 1090 gram/ liter (20 oC)
Baru / Rasa : Tidak berbau / saline
Keamanan : Soda api sangat cepat menyerap uap air (moisture) dalam
udara dan menjadi licin serta partikel individual akan
bergabung. Soda api sering kali digunakan dalam bentuk
liquid dalam chemical feeder. Memiliki sifat korosif.
Penggunaan : Digunakan untuk mengendapkan garam magnesium dan
garam besi dari brine.

II-10
3. Barium Klorida
Rumus Molekul : BaCl2
Bentuk : Kristal hidrat dan anhidrat
Warna : Putih
Berat Molekul : 208,23 gram/mol
Densitas : 3856 kg/m3
Tititk Didih : 1560 oC
Titik Leleh : 963 oC
Kelarutan : Mudah terlarut dalam air dingin, air panas (275 gram/Liter air
pada 20oC. Larut dalam methanol. Tidak larut dalam HCl)
Bau / Rasa : Sedikit bau / saline
Keamanan : Berbahaya bila terhirup, beracun jika tertelan dan butuh
penanganan yang teliti.
Penggunaan : Digunakan untuk menghilangkan ion sulfat dari brine dengan
mengendapkan barium sulfat.

4. Air
Rumus Molekul : H2O
Bentuk : Liquid
Warna : Tidak berwarna
Berat Molekul : 18 gram/mol
Densitas : 1000 kg/m3
Titik Didih : 100 oC
Titik Lebur : 0 oC
Penggunaan : Digunakan untuk melarutkan komponen-komponen pengotor

II.4 Kapasitas Produksi


Dalam pendirian pabrik, salah satu faktor yang sangat perlu diperhatikan adalah
penentuan kapasitas produksi pabrik. Pra Desain Pabrik Garam Farmasi dari Garam Rakyat
direncanakan mulai beroperasi pada tahun 2020 dengan mengacu pada kebutuhan garam
farmasi nasional.

II-11
Perhitungan kapasitas pabrik garam farmasi ini mempertimbangan data impor garam
farmasi yang pada tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh pemerintah maupun perusahaan
pembuat obat-obatan. Berikut data impor garam farmasi dari tahun 2011-2013.

Tabel II.2 Jumlah Impor Garam Farmasi Tahun 2011-2013

Jumlah Garam Farmasi


Tahun
Impor (Ton)
2011 1.867,852
2012 2.334,815
2013 3.152
(www.kimiafarma.co.id)

Dari tabel menunjukkan bahwa impor garam farmasi pada tahun 2013 sebesar 3.152 ton
dan seluruhnya digunakan untuk kebutuhan dalam negeri. Kenaikan volume impor garam
farmasi pada rentang tahun 2011-2012 dan 2012-2013 masing-masing adalah 25% dan 35%.
Dari data data diatas dapat dilakukan perhitungan untuk memprediksi nilai kebutuhan garam
farmasi pada tahun 2020 dengan persamaan:

= (1 + )

Dimana:

F : Nilai pada tahun ke-n

P : Nilai pada tahun awal

n : tahun, dan

i : pertumbuhan

Dengan menggunakan persamaan diatas dan pertumbuhan penggunaan garam farmasi


sebesar 35%, maka kebutuhan garam farmasi pada tahun 2020 akan mencapai 25.758,620
ton/tahun. Dikarenakan selama ini kebutuhan garam farmasi dipenuhi dengan melakukan
impor, sehingga diputuskan pilih kapasitas produksi 20.000 ton/tahun untuk memenuhi 80%
kebutuhan pasar garam farmasi di Indonesia.

II-12
II.5 Basis Perhitungan
Untuk menentukan perhitungan neraca massa, dibutuhkan basis perhitungan. Dalam
pengerjaan Pra-Desain Pabrik Pembuatan Garam Farmasi dari Garam Rakyat ini dugunakan
basis perhitungan sebagai berikut:

Kapasitas produksi : 20.000 ton/tahun


Jumlah hari kerja : 330 hari
Jam kerja : 24 jam
Satuan operasi : kg/jam

II.6 Lokasi Pabrik


Letak geografis suatu pabrik memiliki pengaruh yang sangat besar pada kelangsungan
atau keberhasilan pabrik tersebut. Oleh karena itu, penentuan lokasi pabrik yang akan
didirikan sangat penting dalam perencanaannya. Lokasi pabrik yang tepat, ekonomis, dan
menguntungkan harga produk yang semurah mungkin dengan keuntungan yang sebesar-
besarnya. Idenya, lokasi yang dipilih harus depat memberikan keuntungan jangka panjang
dan dapat memberikan keungkinan untuk memperluas pabrik tersebut. Lokasi pabrik garam
farmasi ini di tetapkan berada di kawasan penggaraman, Sampang, Pulau Madura dengan
beberapa pertimbangan antara lain:

1) Ketersediaan Bahan Baku dan Lahan


Lokasi ini dipilih dikarenakan berdekatan dengan sumber bahan baku utama yaitu
berupa garam rakyat. Produksi garam rakyat terbanyak berada di Sampang, Pulau Madura.
Tersedianya banyak lahan kosong dengan harga yang relatif murah di Pulau Madura dapat
menunjang rencana jangka panjang dalam pengembangan pabrik ini.
2) Sarana Transportasi dan Pemasaran
Pabrik yang didirikan dekat dengan pelabuhan dimana pelabuhan merupakan
terminal mempermudah akses pengapalan produk dengan tujuan luar neeri maupun dalam
negeri.
3) Tenaga Kerja
Tenaga kerja sebagian besar akan diambil dari penduduk sekitar. Lokasi pabrik
yang didirikan cukup dekat dengan pemukiman penduduk. Dengan terpenuhinya kebutuhan

II-13
tenaga kerja dengan penyerapan tenaga kerja dari sekitar lokasi pabrik, maka taraf hidup
penduduk di sekitar lokasi pabrik akan meningkat.
4) Ketersediaan Air dan Listrik
Dalam perencanaan pabrik ini, air diperlukan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan selama berlangsungnya proses produksi. Air akan dipergunakan sebagai air proses
maupun air sanitasi.
Penyediaan kebutuhan listrik direncanakan akan disuplai secara eksternal dan
internal. Untuk penyediaan listrik secara eksternal dari PLN Sampang. Sedangkan secara
internal digunakan generator listrik yang digerakkan oleh turbin uap.

Kondisi wilayah suatu daerah juga merupakan hal yang cukup penting dalam
menentukan lokasi pendirian pabrik. Berikut ini merupakan kondisi wilayah Kabupaten
Sampang, Madura berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Provinsi Jawa Timur
pada tahun 2015. Data ini nantinya dapat dijadikan basis desain pabrik garam farmasi yang
akan direncanakan mulai beroperasi pada tahun 2020.
Suhu Udara : 24 oC 33 oC
Tekanan : 1 atm
Kelembaban Udara : 45% - 81%
Curah Hujan : 165 mm/tahun
Kecepatan Angin : 35 km/jam
Gempa :-
(www.bmkg.go.id)

II.7 Uraian Proses


Pembuatan pra rencana pabrik garam farmasi dari garam rakyat ini dapat dibagi
menjadi 3 tahapan, yaitu:

1. Unit Pemurnian Bahan Baku


2. Unit Penguapan dan Pengeringan
3. Unit Pengendalian Produk
Adapun uraian dan penjelasan proses adalah sebagai berikut:

II-14
II.7.1 Unit Pemurnian Bahan Baku
Garam rakyat dengan kadar NaCl sebesar 85,6% dilarutkan dalam Tangki Pelarut
(Mixer) (M-110) dengan penambahan air proses dari utilitas menjadi larutan brine dan
komponen-komponen pengotor juga terlarutkan. Pelarutan garam dilakukan pada suhu 30 oC
dengan tekanan 1 atm. Setelah itum larutan brine dipompa ke dalam reaktor (R-120) untuk
direaksikan dengan caustic soda, bariun chloride dan soda ash. Reaksi yang terjadi adalah:

Reaksi-1. CaSO4(Aq) + Na2CO3(Aq) Na2SO4(Aq) + CaCO3(S)


Reaksi-2. MgCl2(Aq) + 2NaOH(Aq) 2NaCl(Aq) + Mg(OH)2(S)
Reaksi-3. MgSO4(Aq) + 2NaOH(Aq) Na2SO4(Aq) + Mg(OH)2(S)
Reaksi-4. Na2SO4(Aq) + BaCl2(Aq) 2NaCl(Aq) + BaSO4(S)

Kondisi operasi yang digunakan pada reaktor (R-120) adalah 1 atm dengan suhu
operasi 25oC. Reaksi yang berlangsung selama 1 jam bersifat eksotermis namun tidak
digunakan air pendingin untuk menjaga kondisi operasi, karena diharapkan suhu larutan naik
sehingga mengurangi beban Evaporator (V-210). Produk yang keluar dari reaktor (R-120)
memiliki kadar air 88,29%.

Produk reaktor kemudian dialirkan ke dalam tangki flokulator (R-130). Suhu operasi di
dalam tangki flokulator (R-130) adalah 30oC dengan tekanan 1 atm. Dalam tangki flokulator
(R-130) terjadi proses penghilangan impuritis dengan penambahan flokulan. Fungsi dari
flokulan adalah untuk membentuk flok-flok dari impuritis dan tidak terlarut sehingga lebih
mudah untuk diendapkan. Flokulan yang ditambahkan ke dalam tangki sebanyak 3 ppm/jam
sehingga dibutuhkan 0,57 ton/tahun.

Keluaran dari flokulator (R-130) kemudian dialirkan ke dalam settler (H-140). Suhu
operasi di dalam settler (H-140) berkisar 30oC dengan tekanan 1 atm. Di dalam settler (H-
140) terjadi proses pemisahan sludge dan filtrat dengan proses sedimentasi. Sludge berupa
limbah padat yang terdiri dari CaCO3, Mg(OH)2, dan BaSO4 kemudian dialirkan ke unit
waste water treatment, sedangkan filtrat berupa larutan brine dipompa menuju tangki
netralisasi (R-150) yang sebelumnya filtrat dialirkan pada tangki penampung I (F-142).

Larutan brine yang masuk ke dalam tangki netralisasi (R-150) direaksikan dengan HCl
untuk menghilangkan kandungan NaOH dalam brine serta menghasilkan NaCl yang lebih
banyak. Reaksi yang terjadi adalah:

II-15
NaOH(Aq) + HCl(Aq) NaCl(Aq) + H2O(S)

Hasil dari proses netrasilasi berupa larutan brine bebas NaOH ditampung terlebih
dahulu di dalam tangki penampung II (F-153) sebelum menuju evaporator (V-210) untuk
proses selanjutnya. Selain sebagai penampung, tangki penampung (F-153) juga berfungsi
untuk mengatur rate masuk ke proses berikutnya.

II.7.2 Unit Penguapan dan Pengeringan


Larutan brine yang telah murni kemudian dipekatkan di dalam double effect evaporator
(V-210) hingga mencapai kondisi saturated brine. Di dalam double effect evaporator (V-210)
ini, larutan diuapkan kandungan airnya hingga mencapai konsentrasi 65%. Kondisi operasi
pada double effect evaporator (V-210) bertekanan 1 atm dengan suhu operasi 110oC. Suhu
operasi tersebut disesuaikan dengan kenaikan titik didih air menggunakan duhring-line.

Larutan brine yang telah mecapai kondisi jenuh akan dialirkan menuju Vacuum Pan
Crystallizer. Saturated brine tersebut dipekatkan kembali hingga mencapai konsentrasi 50%
agar terbentuk kristal-kristal garam. Vacuum Pan Crystallizer (V-220) beroperasi pada
kondisi vakum dengan tekanan 0,7 atm dengan suhu 90oC. Slurry (campuran kristal garam
dan mother liquor) kemudian di pompa menuju ke centrifuge (H-230) untuk dipisahkan
antara padatan kristal garam dengan mother liquor.
Di dalam centrifuge (H-230), campuran kristal garam dengan mother liquor dipisahkan
satu sama lain dan filtrat yang dihasilkan (mother liquor) dikembalikan ke dalam tangki
penampung II (F-153). Produk keluar dari centrifuge memiliki konsentrasi NaCl diatas 98%.
Kristal garam yang telah dipisahkan dari mother liquor kemudian disalurkan melewati
Belt Conveyor I (J-311) menuju Rotary Dryer (B-310) untuk dikeringkan. Pada Rotary Dryer,
terjadi proses pengeringan kristal garam pada suhu 100oC dan tekanan 1 atm dengan bantuan
panas secara berlawanan arah. Bahan yang keluar Rotary Dryer (B-310) memiliki konsentrasi
NaCl sebesar 99,93%.
Padatan yang terbawa udara panas dialirkan menuju Cyclone I (H-312) sebesar 1%
yang diumpankan secara bersamaan dengan produk bawah Rotary Dryer (B-310) menuju ke
Belt Conveyor II (J-321) untuk proses pendinginan sampai suhu 45oC dengan Rotary Cooler
(B-320).

II-16
Pada Rotary Cooler (B-320) terjadi proses pengeringan kristal garam dengan udara
kering pada suhu 45oC dan tekanan 1 atm dengan arah alir udara kering berlawanan arah.
Bahan yang keluar dari Rotary Cooler (B-320) memiliki konsentrasi NaCl sebesar 99,93%
Padatan yang terbawa udara panas dialirkan menuju Cyclone II (H-322) sebesar 1%
yang diumpankan secara bersamaan dengan produk bawah Rotary Cooler (B-320) menuju ke
Bucket Elevator (J-411) untuk proses berikutnya. Sementara udara yang berasal dari Cyclone
I (H-312) dan Cyclone II (H-322)dikeluarkan untuk kemudian menjadi gas buang.

II.7.3 Unit Pengendalian Produk


Setelah melewati Bucket Elevator (J-411), suhu kristal garam turun menjadi 30oC dari
suhu awal 40oC. Kemudian diumpankan menuju Crusher (C-410) pada suhu 30oC dan
tekanan operasi 1 atm untuk dihaluskan hingga mencapai ukuran 50 mesh. Kristal garam
kemudian disaring pada Screener (H-420), dimana produk yang tidak lolos pada Screener (H-
420) direcycle kembali ke Crusher (H-410) dengan Bucket Elevator (J-411). Kemudian
produk kristal garam berukuran 50 mesh ditampung pada Tangki Produk (silo sodium
chloride) (F-430) sebagai produk akhir.

II-17

Vous aimerez peut-être aussi