Vous êtes sur la page 1sur 26

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan
permeabilitas membran alveolar kapiler terhadap air, larutan dan protein
plasma disertai kerusakan alveolar difus dan akumulasi cairan yang
mengandung protein dalam parenkim paru (Sudoyo, 2009; Naomi, 2014).
Sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan
oksigen arteri yangterjadi setelah penyakit atau cedera serius (Brunner &
Suddarth, 2002; Naomi, 2014).
ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan
tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan
infiltratyang menyebar dikedua belah paru.ARDS (syok paru) akibat cedera
parudimana sebelumnya paru sehat,sindrom ini kurang lebih 150.000 sampai
200.000 pasientiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien
yang mengalami ARDS. ARDS telah menunjukkan hubungan dengan angka
kematian hingga setinggi 50% sampai 60% (Doenges, 2000; Naomi, 2014).
Faktor resiko yang menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain
termasuk trauma mayor, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau
kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan
dosisobat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan
intubasi dan ventilasi mekanik (Doenges, 2000; Naomi, 2014).
ARDS juga dapat meningkatkan angka mortalitas sampai 65%
sehingga hal ini membutuhkan penanganan dengan tindakan khusus
dari perawat untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan
klien.Hal tersebut dikarenakan klien yang mengalami ARDS dalam
kondisi gawat yang dapat mengancam jiwa klien.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas tentang
ARDS yang dapat meningkatkan angka mortalitas. Dengan konsentrasi ilmu
dari penulis adalah keperawatan maka makalah ini akan membahas makalah
secara khusus yang berjudul ARDS (Acute respiratory distress syndrome)

1
B. Rumusan Masalah
Penulisan makalah ini mempunyai beberapa rumusan masalah, antara
lain adalah:
1. Apa definisi atau pengertian dari ARDS?
2. Apa etiologi ARDS?
3. Bagaimana patofisiologi dari ARDS?
4. Apa manifestasi klinik dari ARDS?
5. Komplikasi yang terjadi pada klien dengan ARDS?
6. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan ARDS?
7. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada klien dengan ARDS?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien ARDS?
C. Tujuan
Penulisan makalah ini mempunyai beberapa tujuan, antara lain adalah:
1. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang definisi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan klien dengan ARDS
2. Memberikan pengetahuan tentang asuhan keperawatan klien ARDS,
diagnosa, dan intervensi keperawatan
D. Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah memperoleh pengetahuan
tentang definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan klien ARDS.Selain itu,
pengetahuan tersebut nantinya dapat diterapkan secara tepat dalam
memberikan penanganan kegawatdaruratan jika terjadi masalah ARDS pada
klien dan dapat memberikan asuhan keperawatan klien ARDS dengan tepat.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sindrom gangguan pernapasan akut (Acute respiratory distress
syndrome-ARDS) merupakan manifestasi cedera akut paru-paru, biasanya
akibat sepsis, trauma, dan infeksi paru berat. Secara klinis, hal ini ditandai
dengan dyspnea, hipoksemia, fungsi paru-paru yang menurun, dan infiltrat
difus bilateral pada radiografi dada (Udobi et al, 2003; Rizkhy, 2015).
Dasar definisi dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-
Eropa tahun 1994 terdiri dari:
1. Gagal napas dengan onset akut
2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang
diinspirasi (PaO2 / FIO2) < 200 mmHg-hipoksia berat.
3. Radiografi torak: infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema
paru
4. Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) <
18 mmHg, tanpa tanda klinis adanya hipertensi atrial kiri/tanpa adanya
tanda gagal jantung kiri (Sudoyo, 2009; Naomi, 2014).

Gambar 1. Gagal nafas akut/ARDS

Gagal nafas akut/ARDS terjadi apabila pertukaran oksigen terhadap


karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat mempertahankan tekanan

3
oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh, sehingga
menyebabkan tekanan oksigen kurang dari 50 mmHg (hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia)
(Brunner & Sudarth, 2001; Julyarni, 2016). Jadi ARDS adalah
ketidakmampuan atau kegagalan bernafas yang terjadi secara mendadak dan
progresif (Julyarni, 2016)
B. Etiologi

Gambar 2. Etiologi, Tanda dan gejala ARDS

Menurut Smeltzer dan Bare, (2002), faktor faktor etiologi yang


berhubungan dengan ARDS (Naomi, 2014) :
1. Aspirasi (sekresi lambung, tenggelam, hidrokarbon)
2. Kelainan hematologik (koagulasi intravascular diseminata, transfuse
massif, pirau jantung paru)
3. Inhalasi oksigen konsentrasi tinggi berkepanjangan, asap, atau bahan
korosif
4. Infeksi setempat (pneumonia bakteri, jamur, virus)
5. Kelainan metabolik (pankreatitis, uremia)
6. Syok (sembarang penyebab)
7. Trauma (kontusia paru, fraktur multiple, cedera kepala)
8. Bedah mayor
9. Embolisme lemak atau udara
10. Sepsis sistemik

4
11. Penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika
Sindrom sepsis tampaknya menjadi faktor resiko paling umum, tetapi
secara keseluruhan risiko akan meningkat secara multifaktor. Transfusi darah
merupakan risiko independen faktor. Usia lanjut dan rokok berhubungan
dengan peningkatan risiko ARDS, sementara konsumsi alkohol tampaknya
tidak memiliki pengaruh. Sebuah studi menunjukkan bahwa kematian akibat
ARDS pertahun mengalamipenurunan, tetapi pria dan orang kulit hitam
memiliki angka kematian lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dan
groups. ras lainnya(Udobi et al, 2003; Rizky, 2015).
Tabel 1 Kondisi Klinis yang berkaitan dengan kejadian ARDS
Cedera paru-paru langsung Cedera paru-paru tidak langsung
Pneumonia Sepsis
Aspirasi gaster Trauma berat
Trauma inhalasi Pankreatitis Akut
Tenggelam Bypass kardiopulmonal
Kontusi paru Tranfusi massif
Emboli lemak Overdosis obat
Reperfusi edema paru pasca
transplantasi paru-paru atau
embolectomy paru

C. Patofisiologi
ARDS terjadi akibat cedera pada membran kapiler alveolar yang
mengakibatkan kebocoran cairan ke dalam ruang interstisial alveolar dan
perubahan dalam jarring jaring kapiler.Terdapat ketidakseimbangan
ventilasi perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan
ekstensif darah dalam paru paru.ARDS menyebabkan penurunan dalam
pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar.Komplians paru
menjadi sangat menurun (paru-paru kaku).Akibatnya adalah penurunan
karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat, dan
hipokapnia (Smeltzer dan Bare, 2002; Naomi, 2014).

5
Secara lebih terperinci patofisiologi ARDS berjalan melalui 3 fase,
yaitu fase eksudatif, fase proliteratif, fase fibrinolitik.

Gambar 3. Fase-fase patologi ARDS

1. Fase eksudatif
Fase eksudatif merupakan fase pertama yang timbul pada pasien
ARDS, muncul lebih kurang 12 hingga 36 jam, atau hingga 7 hari sejak
paparan pertama pasien dengan factor risiko. Pada fase ini terjadi kerusakan
dari sel endothelial kapiler alveolar dan pneumosit tipe I, mengakibatkan
penurunan kemampuan sawar alveolar untuk menahan cairan dan
makromolekul. Gambaran histologis berupa eosinofilik padat membrane
hialin dan kolaps alveoli. Sel endotel membesar, sambungan interselular
melebar dan vesikel pinocytic meningkat, menyebabkan membrane kapiler
terganggu dan mengakibatkan kebocoran kapiler. Pneumosit tipe I juga
membesar dengan vacuola sitoplasmik, yang sering terlihat di membrane
basal. Lebih lanjut lagi kelainan ini akan mengakibatkan terjadinya edema
alveolar yang disebabkan oleh akumulasi sel-sel radang, debris selular,
protein plasma, surfaktan alveolar yang rusak, menimbulkan penurunan
aerasi dan atelektaksis. Keadaan tersebut kemudian akan diperburuk
dengan adanya oklusi mikrovascula dan menyebabkan penurunan dari
kemampuan perfusi darah menuju ke daerah ventilasi (Lorrain et al, 2010;
Rizky, 2015)
Kondisi tersebut di atas akan menyebabkan terjadinya sintas
(shunting) interpulmonal dan hipoksemia ataupun pada keadaan lanjut
hiperkarbia, disertai dengan peningkatan kerja nafas yang ditandai dengan

6
gejala dispnea, takipnea, atau gagal nafas pada pasien. Secara radiologis,
kalainan ronsen thorax yang dapat dijumpai pada fase awal perkembangan
ARDS ini, dapat berupa opasitas alveolar dan interstisial yang melibatkan
setidaknya dua per tiga dari keseluruhan lapangan paru (Udobi et al, 2003;
Rizky, 2015).
2. Fase Proliferatif
Fase perkembangan selanjutnya dari ARDS adalah fase
proliferative yang terjadi pada hari ke-7 hingga ke-21 dari awal gejala.Fase
proliferatif ditandai dengan organisasi eksudat dan fibrosis. Paru-paru yang
tetap berat dan solid, dan secara mikroskopik integritas arsitektur paru-paru
menjadi lebih kaku, kapiler jaringan rusak dan ada progresifitas penurunan
profil kapiler di jaringan. Proliferasi intimal jelas dalam pembuluh darah
kecil lebih lanjut mengurangi daerah luminal. Ruang interstisial menjadi
nekrosis yang melebar, dan mengisi lumen alveolar dengan leukosit, sel
darah merah, fibrin, dan puing-puing sel. Sel alveolus tipe II berkembang
dalam upaya untuk menutupi epitel permukaan yang gundul dan
berdiferensiasi menjadi sel tipe I. Fibroblas menjadi jelas dalam ruang
interstisial dan kemudian di alveolar lumen. Hasil dari proses ini adalah
penyempitan ekstrem atau bahkan kolapnya ruang udara. Fibrin dan puing-
puing sel digantikan oleh fibril kolagen. Tempat utama fibrosis adalah
ruang intra-alveolar, tetapi juga terjadi di dalam interstitium (Levy et al,
2007; Rizky, 2015).
3. Fase Fibrotik (Fibrosis Alveolitis)
Fase terakhir dari perkembangan ARDS adalah fase fibrotic yang
hanya akan dialami oleh sebagian kecil dari pasien, yakni pada minggu ke-
3 atau ke-4 penyakit. Pada fase ini, edema alveolar dan eksudat inflamasi
yang terlihat pada fase awal penyakit akan mengalami perubahan menuju
fibrosis duktal dan interstisial yang intensif. Struktural asiner akan
mengalami kerusakan yang berat, mengakibatkan terjadinya perubahan
mirip emfisema dengan munculnya bula-bula yang besar. Fibroproliferasi
intimal juga akan terjadi pada jaringan mikrosirkulasi pulmoner yang pada
akhirnya akan menyababkan terjadinya oklusi vaskular yang progresif dan

7
hipertensi pulmoner. Pada akhirnya konsekuensi fisiologis yang muncul
dari perubahan perubahan yang terjadi ini adalah adanya peningkatan
resiko dari pneumothoraks, reduksi dari komplians paru, dan peningkatan
dari ruang mati (dead space) pulmoner (Price & Wilson, 2002; Rizky,
2015).

D. Manifestasi Klinis
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama
bernapas spontan. Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara
bermakna dengan ventilasi menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal
ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia.
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
1) Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea , pernafasan menggunakan otot
aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
2) Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai
seharian.
3) Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru,
stridor, wheezing.
4) Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai
koma.
5) Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
(Asih, 2003; Naomi, 2014).

8
Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam
setelah kelainan dasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas,
bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar
oksigen dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti
jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigen karena
sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah
sindroma terjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita
tidak membaik (Naomi, 2014).
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan
komplikasi serius seperti agal ginjal.Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus
berakhir dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50%
penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampumelawan infeksi,
mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan
penyakitnya.Gejala lainnya yang mungkin ditemukan cemas, merasa ajalnya
hampir tiba, tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai
oleh kegagalan organ lain), dan penderita seringkali tidak mampu
mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit (Naomi, 2014).
E. Komplikasi Klinis
Peningkatan beratnya penyakit secara klinis dan berlanjutnya
penyakit dari hasil pemeriksaan radiologik yang menyertai proses primernya
seringkali akan mengaburkan komplikasi yang timbul selama perjalanan gagal
napas hipoksemia akut.
1. Gagal ventrikel kiri merupakan komplikasi yang sering terjadi tapi mudah
terlewatkan. Hal ini diakibatkan karena semua pasien berkemungkinan
memiliki rales dan ronki yang difus, meskipun tanpa gagal ventrikel kiri
dan bunyi-bunyi ini juga membuatnya sulit untuk mendeteksi irama
gallop. Kesukaran tambahan adalah bahwa film dada yang dapat
dipindahkan (portable) diambil dalam arah anteroposterior, seringkali
pada inflamasi paru yang kurang dari pada inflamasi penuh, sehingga
bayangan jantung tampak membesar, sehingga sebagai konsekuensinya,
penilaian fisis dan radiografinya yang tidak dapat selalu dipercaya. Oleh
karenanya, dengan adanya gangguan tersebut, harus dicurigai akan adanya

9
gagal ventrikel kiri, hal yang membantu adalah memasang kateter Swan
yang digunakan untuk memantau tekanan arteri pulmonalis secara terus-
menerus dan secara intermiten untuk menilai desakan kapiler paru dan
kandungan oksigen dari campuran darah vena (Iselbacher et all, 2000;
Naomi, 2014).
2. Pada corak gambaran radoiografik yang difus, infeksi bakteri sekunder
mudah terlewatkan, karena itu sediaan apus dan kultur sputum harus
sering dikerjakan, khususnya kalau terdapat gejala fibris. Dengan berbagai
macam kondisi, misalnya septicemia gram negative pancreatitis hemoragis
akut dan paru yang syok mungkin disertai koagulasi intravascular
diseminata, yang mengara ke perdarahan saluran makanan dan
intrapulmonal. Pemantauan yang sering terhadap jumlah trombosit, kadar
fibrinogen dan tromboplastin parsial dan waktu protombin membantu
dalam deteksi dini komplikasi ini dan dalam menuntun terapi (Iselbacher
et all, 2000; Naomi, 2014).
3. Obstruksi bronchial oleh pipaendotrakeal atau trakeostomi sering
dijumpai. Kalau terlampau panjang dan tidak terfiksasi dengan baik, pipa
ini dapat meluncur ke dalam salah satu bronkus utama, biasanya kedalam
bronkus kanan karena origonya dari trakea tidak begitu menekuk dengan
tajam pipa tersebut kemudian menyumbat ventilasi pada bronkus utama
lainnya dan atelektasis dapat terjadi. Kejadian ini biasnay menyebabkan
kemunduran mendadak kedalam kedaan umum pasien yang menderita
gagal nafpas. Deteksinya dapat dilakukan dengan mudah lewat
pemeriksaan fisis yang akan mengungkapkan tidak adanya suara
pernapasan pada bagian paru yang tersumbat. Pipa tersebut harus segera
ditarik dengan perlahan-lahan jika dicurigai adanya komplikasi ini. Dalam
proses penanganan sindroma distress pernapasan orang dewasa dengan
menggunakan ventilator mekanis dan tekana peniupan yang tinggi,
pneumotoraks atau pneumomediastinum dapat terjadi dan keadaan ini
tidak mungkin terdeteksi kecuali lewat pemeriksaan radiologic. Kadang-
kadang adanya emfisema sebkutan memberikan penjelasan secara klinis.
Setiap gangguan harus dipertimbangkan terhadap komplikasi ini,

10
pengulangan radiograf dada dan institusi terapi pneumotoraks yang segera
jika ada. Jika gangguan terjadi mendadak, pneumotoraks tegangan harus
dicurigai jika ada tanda fisis, kateter pleura haerus segera dipasang tanpa
konfirmasi radiografik, kadar oksigen yang tinggi (>0,60) dalam jangka
lama dapat menimbulkan lesi maupun gambaran klinis ARDS. Oleh
karenanya, kadar oksigen minimal disertai dengan oksigenasi arteri yang
dapat diterima harus selalu digunakan (Iselbacher et all, 2000; Naomi,
2014).
F. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Selain hipoksemia, gas darah arteri sering awalnya menunjukkan
alkalosis pernapasan. Namun, jika ARDS terjadi dalam konteks sepsis,
asidosis metabolik yang dengan atau tanpa kompensasi respirasi dapat
terjadi (Harman, 2011).
Bersamaan dengan penyakit yang berlangsung dan pernapasan
meningkat, tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat.
Pasien dengan ventilasi mekanik untuk ARDS dapat dikondisikan untuk
tetap hiperkapnia (hiperkapniapermisif) untuk mencapai tujuan volume
tidal yang rendah yang bertujuan menghindaricedera paru-paruterkait
ventilator (Harman, 2011; Rizky, 2015).
Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab
yang mendasarinya atau komplikasi yang terkait dan mungkin termasuk
yang berikut (Harman, 2011; Naomi, 2015).
a. Hematologi. Pada pasien sepsis, leukopenia atau leukositosis dapat
dicatat. Trombositopenia dapat diamati pada pasien sepsis dengan
adanya koagulasi intravaskular diseminata (DIC). Faktor von
Willebrand (vWF) dapat meningkat pada pasien beresiko untuk ARDS
dan dapat menjadi penanda cedera endotel.
b. Ginjal. Nekrosis tubular akut (ATN) sering terjadi kemudian dalam
perjalanan ARDS, mungkin dari iskemia ke ginjal. Fungsi ginjal harus
diawasi secara ketat.

11
c. Hepatik. Kelainan fungsi hati dapat dicatat baik dalam pola cedera
hepatoseluler atau kolestasis.
d. Sitokin. Beberapa sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8,
yang meningkat dalam serum pasien pada risiko ARDS.
2. Radiologi
Pada pasien dengan onset pada paru langsung, perubahan fokal
dapat terlihat sejak dini pada radiograf dada. Pada paien dengan onset
tidak langsung pada paru, radiograf awal mungkin tidak spesifik atau mirip
dengan gagal jantung kongestif dengan efusi ringan. Setelah itu, edema
paru interstisial berkembang dengan infiltrat difus. Seiring dengan
perjalanan penyakit, karakteristik kalsifikasi alveolar dan retikuler bilateral
difus menjadi jelas. Komplikasi seperti pneumotoraks dan
pneumomediastinum mungkin tidak jelas dan sulit ditemuakn, terutama
pada radiografi portabel dan dalam menghadapi kalsifikasi paru difus.
Gambaran klinis pasien mungkin tidak parallel dengan temuan radiografi.
Dengan resolusi penyakit, gambaran radiografi akhirnya kembali normal
(Udobi et al, 2003; Naomi, 2015)

Gambar 4. ARDS menunjukkan perubahan interstisial dan bercak infiltrat


3. Bronkoskopi
Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi
kemungkinan infeksi pada pasien akut dengan infiltrat paru bilateral.
sampel dapat diperoleh dengan bronkoskop bronkus subsegmental dalam
dan mengumpulkan cairan yang dihisap setelah meberikan cairan garam
nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage; UUPA). Cairan dianalisis untuk

12
diferensial sel, sitologi, perak noda, dan Gram stain dan pemeriksaan
kuantitatif (Harman, 2011; Rizky, 2015).
G. Penatalaksanaan
Tujuan terapi
1. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya
bersifat suportif
2. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi
jaringan yang adekuat
3. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)
Farmakologi
1. Inhalasi NO2 (nitric oxide) memberi efek vasodilatasi selektif
pada area paru yan terdistribusi, sehingga menurunkan pirau
intrapulmoner dan tekanan arteri pulmoner, memperbaiki V/Q
matching dan oksigenasi arterial. Diberikan hanya pada pasien
dengan hipoksia berat yang refrakter
2. Kortikosteroid pada pasien dengan usia lanjut ARDS / ALI
atau fase fibroproliferatif, yaitu pasien dengan hipoksemia
berat yang persisten, pada atau sekitar hari ke 7 ARDS.
Rekomendasi mengenai hal ini masih menunggu hasil studi
multi senter RCT besar yang sedang berlangsung.
3. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan
menghambat biosintesisleukotrienes mungkin bisa digunakan
untuk mencegah ARDS
Non-farmakologi
1. Ventilasi mekanisdgn berbagai teknik pemberian,
menggunakan ventilator, mengatur PEEP (positive-end
expiratory pressure)
2. Pembatasan cairan. pemberian cairan harus menghitung
keseimbangan antara :
Kebutuhan perfusi organ yang optimal

13
Masalah ekstra vasasi cairan ke paru dan jaringan : peningkatan
tekanan hidrostatik intravascular mendorong akumulasi cairan di
alveolus (Rizky, 2015)
H. Konsep Asuhan Keperawatan ARDS
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway : Mengenali adanya sumbatan jalan napas
a) Peningkatan sekresi pernapasan
b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
c) Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
d) Jalan napas bersih atau tidak
2) Breathing
a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
b) Menggunakan otot aksesori pernapasan
c) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
d) Frekuensi pernapasan : cepat
e) Kedalaman Pernapasan
f) Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
g) Reflek batuk ada atau tidak
h) Irama pernapasan : teratur atau tidak
i) Bunyi napas normal atau tidak
3) Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
d) Papiledema
e) Penurunan haluaran urine
b. Pemeriksaan fisik
1) Mata
a) Konjungtiva pucat (karena anemia)

14
b) Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
c) Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau
endokarditis)
2) Kulit
a) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah
perifer)
b) Sianosis secara umum (hipoksemia)
c) Penurunan turgor (dehidrasi)
d) .Edema
e) Edema periorbital
3) Jari dan kuku
a) Sianosis
b) Clubbing finger
4) Mulut dan bibir
a) Membrane mukosa sianosis
b) Bernafas dengan mengerutkan mulut
5) Hidung
a) Pernapasan dengan cuping hidung
6) Vena leher : adanya distensi/bendungan
7) Dada
a) Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas
pernafasan, dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)
b) Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
c) Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara
melewati saluran /rongga pernafasan)
d) Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
e) Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction
rub, /pleural friction)
f) Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
8) Pola pernafasan
a) Pernafasan normal (eupnea)
b) Pernafasan cepat (tacypnea)

15
c) Pernafasan lambat (bradypnea)
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan meningkatnya
tahanan jalan nafas (edema interstisisial).
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kehilangan surfaktan
menyebabkan kolaps alveoli
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran
balik vena, dan penurunan curah jantung.
d. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian, atau
kecatatan, perubahan peran dalam sosial, atau kecatatan permanen.
3. Rencana/ intervensi keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif berhubungan dengan Meningkatnya
tahanan jalan nafas (edema interstisisial).
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi Hasil
Bersihan Jalan NOC: NIC :
Nafas tidak efektif Respiratory status : Pastikan kebutuhan oral
berhubungan Ventilation / tracheal suctioning.
dengan: Respiratory status : Berikan O2 l/mnt,
- Infeksi, disfungsi Airway patency metode
neuromuskular, Aspiration Control Anjurkan pasien untuk
hiperplasia Setelah dilakukan tindakan istirahat dan napas
dinding bronkus, keperawatan selama dalam
alergi jalan nafas, ..pasien Posisikan pasien untuk
asma, trauma menunjukkan keefektifan memaksimalkan
- Obstruksi jalan jalan nafas dibuktikan ventilasi
nafas : spasme dengan kriteria hasil : Lakukan fisioterapi
jalan nafas, sekresi Mendemonstrasikan dada jika perlu
tertahan, batuk efektif dan suara Keluarkan sekret
banyaknya mukus, nafas yang bersih, tidak dengan batuk atau
adanya jalan nafas ada sianosis dan suction

16
buatan, sekresi dyspneu (mampu Auskultasi suara nafas,
bronkus, adanya mengeluarkan sputum, catat adanya suara
eksudat di bernafas dengan mudah, tambahan
alveolus, adanya tidak ada pursed lips) Berikan bronkodilator :
benda asing di Menunjukkan jalan -
jalan nafas. nafas yang paten (klien -
tidak merasa tercekik, .
irama nafas, frekuensi -
pernafasan dalam Monitor status
rentang normal, tidak hemodinamik
ada suara nafas Berikan pelembab
abnormal) udara Kassa basah NaCl
Mampu Lembab
mengidentifikasikan Berikan antibiotik :
dan mencegah faktor .
yang penyebab. .
Saturasi O2 dalam batas Atur intake untuk cairan
normal mengoptimalkan
Foto thorak dalam batas keseimbangan.
normal Monitor respirasi dan
status O2
Pertahankan hidrasi
yang adekuat untuk
mengencerkan sekret
Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.

17
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kehilangan surfaktan
menyebabkan kolaps alveoli
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi Hasil
Gangguan NOC: NIC :
Pertukaran gas Respiratory Status : Posisikan pasien untuk
Berhubungan Gas exchange memaksimalkan
dengan : Keseimbangan asam ventilasi
Basa, Elektrolit Pasang mayo bila perlu
ketidakseimbangan Respiratory Status : Lakukan fisioterapi
perfusi ventilasi ventilation dada jika perlu
perubahan Vital Sign Status Keluarkan sekret
membran kapiler- Setelah dilakukan dengan batuk atau
alveolar tindakan keperawatan suction
DS: selama .
Gangguan Auskultasi suara nafas,
sakit kepala pertukaran pasien teratasi catat adanya suara
ketika bangun dengan kriteria hasi: tambahan
Dyspnoe Mendemonstrasikan Berikan bronkodilator ;
Gangguan peningkatan ventilasi -.
penglihatan dan oksigenasi yang -.
DO: adekuat
Barikan pelembab
Penurunan CO2 Memelihara udara
Takikardi kebersihan paru paru
Atur intake untuk
Hiperkapnia dan bebas dari tanda
cairan mengoptimalkan
Keletihan tanda distress
keseimbangan.
Iritabilitas pernafasan
Monitor respirasi dan
Hypoxia Mendemonstrasikan
status O2
kebingungan batuk efektif dan suara
Catat pergerakan
sianosis nafas yang bersih,
dada,amati
warna kulit tidak ada sianosis dan
kesimetrisan,
abnormal (pucat, dyspneu (mampu

18
kehitaman) mengeluarkan sputum, penggunaan otot
Hipoksemia mampu bernafas tambahan, retraksi otot
hiperkarbia dengan mudah, tidak supraclavicular dan
AGD abnormal ada pursed lips) intercostal
pH arteri Tanda tanda vital Monitor suara nafas,
abnormal dalam rentang normal seperti dengkur
frekuensi dan AGD dalam batas Monitor pola nafas :
kedalaman nafas normal bradipena, takipenia,
abnormal Status neurologis kussmaul,
dalam batas normal hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus
mental
Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
persiapan tindakan dan
tujuan penggunaan alat
tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
Auskultasi bunyi
jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung

19
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik
vena, dan penurunan curah jantung.
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi Hasil
Perfusi jaringan NOC : NIC :
kardiopulmonal Cardiac pump Monitor nyeri dada
tidak efektif b/d Effectiveness (durasi, intensitas
gangguan afinitas Circulation status dan faktor-faktor
Hb oksigen, Tissue Prefusion : presipitasi)
penurunan cardiac, periferal Observasi perubahan
konsentrasi Hb, Vital Sign Statusl ECG
Hipervolemia, Setelah dilakukan asuhan Auskultasi suara
Hipoventilasi, selamaketidakefe jantung dan paru
gangguan transport ktifan perfusi jaringan Monitor irama dan
O2, gangguan aliran kardiopulmonal teratasi jumlah denyut
arteri dan vena dengan kriteria hasil: jantung
Tekanan systole dan Monitor angka PT,
diastole dalam PTT dan AT
rentang yang Monitor elektrolit
diharapkan (potassium dan
CVP dalam batas magnesium)
normal Monitor status cairan
Nadi perifer kuat Evaluasi oedem
dan simetris perifer dan denyut
Tidak ada oedem nadi
perifer dan asites Monitor peningkatan
Denyut jantung, kelelahan dan
AGD, ejeksi fraksi kecemasan
dalam batas normal Instruksikan pada
Bunyi jantung pasien untuk tidak
abnormal tidak ada mengejan selama

20
Nyeri dada tidak ada BAB
Kelelahan yang Jelaskan pembatasan
ekstrim tidak ada intake kafein,
Tidak ada sodium, kolesterol
ortostatikhipertensi dan lemak
Kelola pemberian
obat-obat: analgesik,
anti koagulan,
nitrogliserin,
vasodilator dan
diuretik.
Tingkatkan istirahat
(batasi pengunjung,
kontrol stimulasi
lingkungan)

d. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian, atau


kecatatan, perubahan peran dalam sosial, atau kecatatan permanen.

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi Hasil
Kecemasan NOC : NIC :
berhubungan dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
Krisis situasional, - Koping (penurunan kecemasan)
perubahan status Setelah dilakukan asuhan Gunakan pendekatan
kesehatan, selama klien yang menenangkan
perubahan konsep kecemasan teratasi dgn Nyatakan dengan
diri. kriteria hasil: jelas harapan
Klien mampu terhadap pelaku

21
mengidentifikasi dan pasien
mengungkapkan Jelaskan semua
gejala cemas prosedur dan apa
Mengidentifikasi, yang dirasakan
mengungkapkan dan selama prosedur
menunjukkan tehnik Temani pasien untuk
untuk mengontol memberikan
cemas keamanan dan
Vital sign dalam mengurangi takut
batas normal Berikan informasi
Postur tubuh, faktual mengenai
ekspresi wajah, diagnosis, tindakan
bahasa tubuh dan prognosis
tingkat aktivitas Libatkan keluarga
menunjukkan untuk mendampingi
berkurangnya klien
kecemasan Instruksikan pada
pasien untuk
menggunakan tehnik
relaksasi
Dengarkan dengan
penuh perhatian
Identifikasi tingkat
kecemasan
Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi

22
Kelola pemberian
obat anti cemas:........

23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom gangguan pernapasan akut (Acute respiratory distress
syndrome-ARDS) merupakan manifestasi cedera akut paru-paru, biasanya
akibat sepsis, trauma, dan infeksi paru berat.
Faktor faktor etiologi yang berhubungan dengan ARDS (Naomi,
2014) : aspirasi, kelainan hematologic, inhalasi oksigen konsentrasi tinggi
berkepanjangan, asap, atau bahan korosif, infeksi setempat, kelainan
metabolik, syok, trauma, bedah mayor, embolisme lemak atau udara, sepsis
sistemik, penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika
Patofisiologi ARDS berjalan melalui 3 fase, yaitu fase eksudatif, fase
proliteratif, fase fibrinolitik.
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama
bernapas spontan. Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara
bermakna dengan ventilasi menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal
ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia.
Komplikasi yang timbul selama perjalanan gagal napas hipoksemia
akut : gagal ventrikel kiri, obstruksi bronchial oleh pipaendotrakeal atau
trakeostomi
Pemeriksaan penunjang : laboratorium, radiologi, bronkoskopi
B. Saran
Perawat yang menangani klien dengan ARDS harus membuat prioritas
keperawatan sebagai berikut:
1. Memperbaiki atau mempertahankan fungsi respirasi optimal dan
oksigenasi
2. Meminimalkan atau mencegah komplikasi
3. Mempertahankan nutrisi adekuat untuk penyembuhan/membantu fungsi
pernafasan
4. Memberikan support emosi kepada pasien dan keluarga
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognose, dan kebutuhan
pengobatan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Fetty, Naomi. 2014. Penatalaksanaan Klien Dengan ARDS.


https://www.scribd.com/doc/202469886/ARDS didownload 08 Juli 2017
Julyarni. 2016. Laporan Pendahuluan Ards.
https://www.scribd.com/doc/309206684/LP-ARDS didownload 08 Juli
2017
Wahyu, Rizkhy. 2015. ARDS (Acute respiratory distress syndrome).
https://www.scribd.com/doc/294079068/Lp-ARDS didownload 08 Juli
2017
Asih, Niluh Gede Yasmin, 2003. Keperawatan Medikal Bedah. Klien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC
Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Farid, 2006.Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Penyakit Sejuta
Etiologi. http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=108. Diakses tanggal 24
September 2012.
Hudak dan Gallo.(2001) Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Iselbacher.(2000). Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
Mansjore, Arif. (2000)Kapita Selekta
Kedokteran.http://medicastore.com/penyakit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasa
n_Akut.html. Diakses tanggal 24 September 2012.
Smeltzer and Bare.(2002) Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta: EGC.
Sudoyo, S. (2009) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1.Edisi 5. Jakarta Pusat:
Internal Publishing.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan.Jakarta : EGC.

Amin Zulkifli, Purwoto J. (2007). Acute Respiratory Distress Syndrome


(ARDS) Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV.
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI

25
Farid (2006). Acute Respiratory Distress Syndrome. Maj Farm vol 4 (12).
<http://content.ebscohost.com/pdf
1821/pdf/2010/IJM/01Feb06/4949718.pdf>diakses pada 01 april 2013

Guntur AH. (2007). Sepsis Dalam : buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II;
Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam : FKUI

Harman EM. (2011). Acute Respiratory Distress Syndrome Overview.


http://emedicine.medscape.com/article/165139-overview diakses pada 01 april
2013

Udobi KF, Touijer K. (2003). Acute Respiratory Distress Syndrome. Am Fam


Physician. Vol. 67 (2) :315-322.http://www.biomedcentral.com/1471-
230X/11/35diakses pada 01 april 2013

Ware LB, Matthay MA.(2000)The Acute Respiratory Distress Syndrome. N Engl


J Med vol (342) 1334-1349. www.nejm.org

Wilkinson,J & Ahern, N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda,


Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc. Jakarta : Prima Medika.

26

Vous aimerez peut-être aussi