Vous êtes sur la page 1sur 27

KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN HELLP SINDROM

DISUSUN OLEH :

YENNI APRIDAYANTI
04021481518004

ALIH PROGRAM 2015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2015-2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan nikmat sehat
yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Keperawatan Maternitas ini yang berjudul Asuhan Keperawatan Help
Sindrom tepat waktu yang telah ditentukan
Adapun tugas makalah Keperawatan Maternitas ini untuk memenuhi salah
satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Keperawatan Maternitas. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan serta
bantuan dari semua pihak terutama untuk kedua orang tua yang terus memberikan
semangat akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa didalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan, baik dalam hal penulisan maupun penyusunan tata bahasa jauh dari kata
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya (amin).

Inderalaya, Januari 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Salah satu masalah yang sangat perlu untuk dikhawatirkan bagi semua ibu hamil
yaitu masalah preeklamsia. Sebuah komplikasi pada kehamilan yang ditandai
dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan tanda-tanda kerusakan organ,
misalnya kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh tingginya kadar protein pada
urine (proteinuria). Saat usia kehamilan Anda sudah memasuki minggu ke-20
atau lebih (paling umum usia kehamilan 24-26 minggu) sampai tidak lama setelah
bayi lahir maka sebaiknya harus waspada karena gejala awal preeklamsia
biasanya akan muncul. Masalah preeklamsia biasanya tidak disadari oleh ibu
hamil sehingga lama kelamaan akan berkembang menjadi eklamsia, kondisi
medis serius yang mengancam keselamatan ibu hamil dan janinnya. Pada tahun
2014 preeklamsia dan eklamsia menjadi penyebab kematian saat kehamilan
nomor tiga tertinggi di dunia, dengan menyumbang 14 persen dari total kematian
saat kehamilan seluruh dunia, menurut lembaga kesehatan intenasional (Maya,
2015).
Menurut data WHO (World health Organization) tahun 2001 di seluruh dunia
preeklamsi menyebabkan 50.000 76.000 kematian maternal dan 900.000
kematian perinatal setiap tahunnya. Insidens preeklamsi pada kehamilan adalah
sebesar 5-10% dan menjadi satu dari tiga penyebab utama angka kematian ibu
setelah perdarahan dan infeksi (Miller, 2007).
Angka kejadian di Indonesia bervariasi di beberapa rumah sakit di seluruh
Indonesia yaitu antara 5,75 - 9,17% dan meningkat sebesar 40% selama beberapa
tahun terakhir di seluruh dunia (Gilbert dkk, 2008).
Di Indonesia masih merupakan penyebab kematian nomor dua tertinggi (24%)
setelah perdarahan (Depkes RI, 2001). Pengaruh preeklamsi pada ibu hamil
bervariasi dari hipertensi ringan, hipertensi berat atau krisis hipertensi, eklampsia
sampai sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet),
kondisi preeklamsi berat ini dapat terjadi pada 1 per 1000 kehamilan (Davison,
2004).

Pada beberapa penelitian yang ada, dikemukakan bahwa terjadi peningkatan


risiko yang merugikan dari keluaran persalinan pada wanita yang mengalami
hipertensi dalam kehamilan yang kronik. Keluaran persalinan terdiri dari keluaran
maternal dan keluaran perinatal. Keluaran maternal sebagai contohnya adalah
kematian maternal. Di negara maju presentase kematian maternal akibat serangan
eklamsia adalah 0,4% hingga 7,2%. Sedangkan di negara berkembang yang
pelayanan kesehatan tersiernya kurang memadai, kematian maternal akibat
eklamsia dapat mencapai lebih dari 25%.7. Selain kematian maternal pada
keluaran maternal dari penderita preeklamsia dapat ditemukan juga solusio
plasenta (14%), edema paru / aspirasi (25%), gagal ginjal akut (15%),
eklamsia (<1%), kegagalan fungsi hepar (<1%).8 dan disseminated
coagulopathy/HELLP syndrome (1020%) (Sibai dkk, 2005).

Sindrom Hemolysis Elevated Liver Enzymes Low Platelets (HELLP) merupakan


suatu komplikasi pada kehamilan yang dapat membahayakan serta mengancam
nyawa baik ibu hamil atau pun janin yang dikandung. Hellp sindrom biasanya
dihubungkan dengan kondisi Pre-eklamsia. Dimana angka kejadian dilaporkan
sebesar 0,2 0,6% dari seluruh kehamilan dan 10 20% terjadi pada pasien
dengan komorbid Preeklamsia. Secara umum terjadi pada pasien multipara, usia
kehamilan minimal 35 minggu. Sebanyak 20% kasus tidak disertai dengan
hipertensi, 30% kasus disertai hipertensi sedang dan 50% kasus disertai hipertensi
berat. Gejala lainnya adalah nyeri kepala 30%, pandangan kabur, malaise 90%,
mual/muntah 30%, nyeri disekitar perut atas 65% dan parestesia, kadang juga
disertai edema (Wahjoeningsih, 2005).
Sehingga diperlukan deteksi dini serta penanganan yang serius pada seorang ibu
hamil yang di indikasikan Preeklamasi-eklamsia dengan Sindrom Hemolysis
Elevated Liver Enzymes Low Platelets (HELLP).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pengertian dari HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme,
Low Platelet) sindrom ?
2. Apa saja penyebab dari HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet) sindrom?
3. Ada berapa klasifikasi dari HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet) sindrom?
4. Bagaimana terjadinya HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet) sindrom?
5. Apa saja faktor resiko dari HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet) sindrom?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan dari HELLP (Hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelet) sindrom?
7. Apa saja diagnosis banding dari HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme,
Low Platelet) sindrom?
8. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada HELLP
(Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet) sindrom?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menambah pengetahuan tentang penyakit HELLP sindrom yang
merupakan akibat lanjut dari Pre-eklamsia dan eklamsia.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari HELLP (Hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelet) sindrom.
b. Untuk mengetahui penyebab dari HELLP (Hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelet) sindrom.
c. Untuk mengetahui klasifikasi dari HELLP (Hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelet) sindrom.
d. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya HELLP (Hemolysis, Elevated
Liver Enzyme, Low Platelet) sindrom.
e. Untuk mengetahui faktor resiko dari HELLP (Hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelet) sindrom.
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk HELLP
(Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet) sindrom.
g. Untuk mengetahui diagnosa banding dari HELLP (Hemolysis, Elevated
Liver Enzyme, Low Platelet) sindrom
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada
HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet) sindrom.

3. Manfaat
a. Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini penulis diharapkan dapat meningkatkan
wawasan dan pengetahuan tentang konsep dasar serta asuhan keperawatan
yang dapat diberikan dari HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet) sindrom.

b. Bagi Pembaca
Dapat menambah wawasan serta pengetahuan pembaca tentang HELLP
(Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet) sindrom , terutama bagi
para ibu, sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari masalah
tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian
Hellp Sindrom merupakan komplikasi kebidanan yang mengancam nyawa yang
biasanya terjadi akibat pre-eklampsia, kedua kondisi ini biasanya terjadi selama
fase akhir dari suatu kehamilan atau kadang-kadang terjadi setelah melahirkan
(Abildgaard dkk, 2009).
Hellp Sindrom merupakan rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim liver,
rendahnya jumlah trombosit darah. Sindrom ini bisa mengancam keselamatan
wanita hamil dan janinnya (Maya, 2015).
Menurut Prawirohardjo (2009) Hellp syndrom (Hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelets Count) merupakan suatu variasi dari Pre-eklamsi berat
yang disertai trombositopenia,hemolisis dan gangguan fungsi hepar. Hellp
Sindrom adalah hemolisis dan peningkatan fungsi hepar serta trombositopenia
yang merupakan komplikasi dari Pre-eklamsi dan eklamsi yang terdiri dari :
1. Hemolisis (penghancuran sel darah merah)
2. Peningkatan enzim hati (yang menunjukan adanya kerusakan hati) dan
3. Penurunan jumlah trombosit.

Sindrom HELLP adalah suatu keadaan multisitem, yang merupakan suatu bentuk
preeklamsia-eklamsia berat dimana ibu tersebut mengalami berbagai keluhan dan
menunjukan adanya bukti laboratorium umum untuk sindrom hemolisis sel darah
merah, peningkatan enzim hati dan trombosit rendah(Bobak dkk 2005).
Menurut Vegan (2010) HELLP sindrom merupakan suatu kerusakan multisystem
dengan tanda-tanda: hemolisis, peningkatan enzim hati dan trombositopenia yang
diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Insidens Sindrom Hellp pada kehamilan
berkisar antara 0,2 0,6%, pada Pre-eklampsi berat 4 12% dan menyebabkan
mortalitas maternal cukup tinggi (24%) serta mortalitas perinatal antara 7,7
60%.
Sindroma HELLP juga merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan
berpotensi mempersulit kehamilan, dimana penyakit ini dulu dikenal sebagai
edema, proteinuria dan hipertensi pada abad ke 20 dan kemudian berganti nama
pada tahun 1982 oleh Louis Weinstein.

B. Etiologi
Penyebab pasti Hellp Sindrom sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan
pada penyakit multisystem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme dan
kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya.
Etiologi dan patogenesis dari sindroma HELLP ini selalu dihubungkan dengan
preeklampsia, walaupun etiologi dan patogenesis dari preeklampsia sampai saat
ini juga belum dapat diketahui dengan pasti. Banyak teori yang dikembangkan
dari dulu hingga kini untuk mengungkapkan patogenesis dari preeklampsia,
namun dalam dekade terakhir ini perhatian terfokus pada aktivasi atau disfungsi
dari sel endotel. Tetapi apa penyebab dari perubahan endotel ini belum juga
diketahui dengan pasti. Saat ini ada empat buah hipotesis yang sedang diteliti
untuk mengungkapkan etiologi dari preeklampsia, yaitu : iskemia plasenta, Very
Low Density Lipoprotein versus aktivitas pertahanan toksisitas, maladaptasi imun
dan penyakit genetik. Sindroma HELLP ini merupakan manifestasi akhir dari
hasil kerusakan endotel mikrovaskular dan aktivasi dari trombosit intravaskular.
(Prawirohardjo, 2009).

C. Klasifikasi
Kriteria diagnosis Hellp Sindrom berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
antara lain Mississippi dan Tennessee. Bila dikombinasikan kedua klasifikasi ini
maka Klas 1 termasuk kelompok sindroma HELLP atau Hellp Sindrom komplit,
sedangkan Klas 2 dan 3 merupakan Hellp Sindrom partial (Khan, 2014).
Tabel klasifikasi Hellp Sindrom
Sistem Mississippi Sistem Tennessee
1. Klas 1 trombosit 50 K/mm Sindrom Komplit
2. Klas 2 trombosit > 50 - 100 K/mm 1. Hemolisis (gambaran sel abnormal)
3. Klas 3 trombosit > 100 - 150 K/mm 2. AST 70 IU/L
3. Platelet < 100 K/mm
4. LDH 600 IU/L
5. AST dan atau ALT 40 IU/L Sindrom partial
6. Hemolisis (gambaran sel abnormal) Terdapat 1 atau 2 tanda di atas

1. LDH 600 IU/L

D. Patofisiologi
HELLP sindrom (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets Count) ini
merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel
mikrovaskular dan aktivasi trombosit intravascular, akhirnya terjadi vasospasme,
aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel.
Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemi hemolitik mikroangiopati merupakan
tanda khas. Sel darah merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil
yang endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan apus darah tepi
ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular cells dan burr cells. Peningkatan
kadar enzim hati diperkirakan skunder akibat obstruksi aliran darah hati oleh
deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal dan
pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom
subkapsular atau rupture hati. Nekrosis periportal dan pendarahan merupakan
gambaran histopatologik yang paling sering ditemukan . trombositopenia ditandai
dengan peningkatan pemakaian dan atau destruksi trombosit (Prawirohardjo,
2009).
Menurut Bobak, dkk (2005) walaupun mekanisme pasti belum diketahui, sindrom
HELLP diduga terjadi akibat perubahan yang mengiring preeklamsia-eklamsia.
Vasospasme arterial, kerusakan endothelium dan agregasi trombosit dengan
akibat hipoksia jaringan adalah mekanisme yang mendasarinya untuk
patofisiologi sindrom HELPP.

E. Faktor Resiko
Menurut Prawirohardjo (2009) Faktor Hellp Sindrom berbeda dengan Pre-
eklamsi. Pasien Hellp Sindrom secara bermakna lebih tua (rata rata umur 25
tahun) disbanding pasien Pre-Eklamsi dan eklamsi tanpa Hellp Sindrom (rata
rata umur 19 tahun). Insiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit
putih dan multipara

Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun 11 % pasien


muncul pada umur kehamilan < 27 minggu, pada masa antepartum sekitar 69 %
pasien dan pada masa postpartum sekitar 31 %. Pada masa postpartum, saat
terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama postpartum (Khan, 2014).

Tabel faktor resiko Hellp Sindrom


Hellp Sindrom Pre eklampsi

Multipara Nulipara
Usia Ibu > 25 tahun Usia ibu < 20 tahun atau > 40 tahun
Ras Kulit Putih Riwayat Keluarga pre-eklampsi
Riwayat Obstetri Jelek ANC yang minimal
Diabetes Melitus
Hipertensi Kronik
Kehamilan Multipel
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pasien dengan Hellp Sindrome sangat bervariasi. Secara umum
terjadi pada kehamilan multipara, warna kulit putih, dengan usia kehamilan
minimal 35 minggu. Sebanyak 20% kasus tidak disertai dengan hipertensi, 30%
disertai dengan hipertensi sedang dan 50% disertai hipertensi berat. Gejala
lainnya adalah nyeri kepala (30%), pandangan kabur, malaise (90%),
mual/muntah (30%), nyeri disekitar perut atas (65%) dan parestesia. Kadang
kadang bisa juga disertai dengan edema (Rahardjo dan Maulydia, 2012)

Tanda gejala atau keluhan ibu terhadap kondisi ini bervariasi dari malaise, nyeri
ulu hati, mual dan muntah sampai gejala meyerupai virus yang tidak spesifik.
Pada awal berobat, ibu biasanya sudah berada dalam trimester kedua atau awal
trimester ketiga dan awalnya hanyamenunjukan beberapa tanda preeklamsia-
eklamsia (Bobak dkk, 2005).

Sedangkan menurut Vegan (2010) Hellp Sindrome ditandai dengan :


1. Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara
laboratorik adanya Burr Cells pada apusan darah tepi.
2. Elevated Live Enzymes
Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (>70 IU) dan LDH (>600 IU) maka
merupakan tanda degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH >1400 IU
merupakan tanda spesifik akan kelainan klinik
3. Low Platelets
Jumlah trombosit <100.000/mm merupakan tanda koagulasi intravaskuler.

Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti bukti Hemolisis dengan adanya
kerusakan sel eritrosit, antara lain Burr Celss dan Helmet Cells. Hemolisis ini
mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH).
Disfungsi hepar direfleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu Aspartate
transaminase (AST/GOT), Alanin transaminase (ALT/GPT). Semakin lanjut
proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan koagulasi dan hemostatis darah
dengan ketidaknormalan Protrombin Time, Partial Tromboplastin time dan
fibrinogen bila keadaan semakin parah dimana trombosit sampai dibawah
50.000/ml biasanya akan didapatkan hasil hasil degradasi fibrin dan aktivasi
antitrombin III yang mengarah terjadinya Disseminated Intravaskular
Coagulopathy (DIC), dimana insidens DIC pada Hellp Sindrome sekitar 4 38%.

Pasien Hellp Sindrom dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat bervariasi,
dari yang bernilai diagnostic sampai semua gejala dan tanda pada pasien
preeklampsi-eklampsi yang tidak menderita Hellp Sindrom. Pasien biasanya
muncul dengan keluhan nyeri epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%).
Beberapa mengeluh mual dan muntah (50%), yang lainnya bergejala seperti
infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat malaise selama
beberapa hari sebelum tanda lain. Mual dan atau muntah dan nyeri epigastrium
diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh
deposit fibrin intravascular. Pasien Hellp Sindrom biasanya menunjukan
peningkatan berat badan yang bermakna dengan edema menyeluruh. Hal yang
penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik 160 mmHg, diastolic 110 mmHg)
tidak selalu ditemukan (Khan, 2014).

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Cushman dkk (2012) satu satunya tatalaksana yang efektif adalah
dengan proses persalinan yang cepat. Protokol standar dari The University of
Mississippi termasuk pemberian Kortikosteroid.
Sedangkan menurut Khan (2014) penatalaksanaan Hellp Sindrom antara lain
sebagai berikut:
1. Diagnosis dini sangat penting mengingat banyaknya penyakit yang mirip
dengan Hellp Sindrom
2. Pengobatan Hellp Sindrom juga harus memperhatikan cara cara perawatan
dan pengobatan pada preeklampsi dan eklampsi
3. Pemberian cairan intravena harus sangat hati-hati karena sudah terjadi
vasospasme dan kerusakan sel endotel.
4. Hendaknya dilakukan section cesaria dan bila trombosit < 50.000/cc, maka
perlu diberikan transfusi trombosit. Bila trombosit < 40.000/cc dan akan
dilakukan section cesaria maka perlu ditransfusi darah.
5. Dapat pula diberikan Plasma Exchange dengan Fresh Frozen Plasma dengan
tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.
6. Pemberian Double Strength Dexamethasone diberikan 10 mg/iv/12 jam segera
setelah diagnosis Hellp sindrom ditegakan. Kegunaan pemberiannya yaitu
untuk meningkatkan pematangan paru pada kehamilan preterm dan dapat
mempercepat perbaikan gejala klinis dan laboratories.
7. Pada Hellp sindrom postpartum diberikan Dexamethasone 10 mg/12 jam
disusul pemberian 5 mg Dexamethasone 2 kali dalam selang waktu 12 jam.
8. Perbaikan gejala klinik pada pemberian Dexamethasone dapat diketahui
dengan :
a. Meningkatnya produksi urin
b. Meningkatnya trombosit
c. Menurunnya tekanan darah
d. Menurunnya kadar LDH dan ASH
9. Bila terjadi rupture hati, sebaiknya segera dilakukan pembedahan lobektomi.
10. Sikap terhadap kehamilan pada Hellp Sindrom lahirkan bayi tanpa
memandang usia kehamilan.

H. Diagnosis banding
Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat
bervariasi, yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat. Akibatnya
sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan
pembedahan. Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi:
1) Perlemakan hati akut dalam kehamilan
2) Apendistis
3) Gastroenteritis
4) Kolesistitis
5) Batu ginjal
6) Pielonefritis
7) Ulkus peptikum
8) Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik
9) Trombositipeni purpura trombotik
10) Sindrom hemolitik uremia
11) Ensefalopati dengan berbagai etiologi
12) Sistemik lupus eritematosus (SLE)

I. Prognosis
1. Pada kebanyakan pasien akan stabil dalam waktu 24 48 jam dan sebagian
dengan penyakit Klas 1 lebih lama waktu pemulihan postpartum.
2. Tingkat kekambuhannya adalah 2 27% pada kehamilan berikutnya.
3. Pasien dengan resiko Pre-eklampsi atau hipertensi dalam kehamilan dapat
beresiko melahirkan premature, pertumbuhan janin terhambat dan solution
plasenta pada kehamilan berikut.
BAB
III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Suatu proses
kolaborasi melibatkan perawat, ibu dan tim kesehatan lainnya. Pengkajian
dilakukan melalui wawancara dan pemeriksaan fisik. Dalam pengkajian
dibutuhkan kecermatan dan ketelitian agar data yang terkumpul lebih akurat,
sehingga dapat dikelompokan dan dianalisis untuk mengetahui masalah dan
kebutuhan ibu terhadap perawatan.
Menurut Mitayani (2012) pengkajian yang dilakukan pada pasien antara lain
sebagai berikut :
1. Identitas umum ibu
2. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan ibu menderita hipertensi sebelum hamil, mempunyai riwayat
pre eklamsia eklamsia pada kehamilan terdahulu, biasanya mudah terjadi
pada ibu dengan obesitas serta ibu hamil mungkin pernah menderita penyakit
ginjal kronis.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya ibu merasa sakit kepala di daerah frontal, terasa sakit di ulu hati /
nyeri epigastrium, gangguan virus (penglihatan kabur, skrotoma dan
diplopoa), mual dan muntah, tidak nafsu makan, gangguan serebral lainnya
(terhuyung-huyung, refleks tinggi dan tidak tenang), edema pada ekstremitas,
tengkuk terasa berat serta kenaikan berat badan mencapai 1 kg/minggu.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan mempunyai riwayat preeklamsia dan eklampsia dalam
keluarganya.
5. Riwayat perkawinan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia 20 tahun atau diatas
35 tahun
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum (biasanya lemah)
b. Sakit kepala dan wajah terlihat edema
c. Konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina.
d. Nyeri daerah epigastrium, anoreksia serta mual dan muntah
e. Hiper refleksia dan klonus pada kaki
f. Oliguria dan proteinuria
g. DJJ tidak teratur serta gerakan janin melemah
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Penurunan Hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal Hemoglobin
untuk wanita hamil adalah 12 14 gr%).
2) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 43 vol%)
3) Trombosit menurun (nilai rujukan 150 450 ribu/mm
4) Ditemukan protein dalam urin
5) Bilirubin meningkat ( N= <1 mg/dl)
6) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
7) AST (asparat aminomtransferase) > 60 ui
8) SGPT meningkat ( N=15 45 /ml)
9) SGOT meningkat ( N= < 31/l).
10) Total protein serum menurun ( N=6,7 8,7 gr/dl)
b. Pemeriksaan radiologi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intrauterus, pernafasan intrauterus
lambat, aktivitas janin lambat dan volume cairan ketuban sedikit serta
denyut jantung bayi melemah.
8. Data sosial ekonomi
Berat lebih banyak terjadi pada wanita dan golonganekonomi rendah, karena
mereka kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung protein dan juga
kurang melakukan perawatan antenatal yang teratur
9. Data psikologis
Biasanya ibu berada dalam kondisi yang labil dan mudah marah, ibu merasa
khawatir akan keadaan dirinya dan keadaan janin dalam kandungannya, ibu
takut nanti anaknya lahir cacat atau meninggal dunia sehingga ibu takut untuk
melahirkan.

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Mitayani (2012) dari hasil pengkajian diatas diagnose keperawatan yang
mungkin muncul adalah sebagai berikut :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotic,
perubahan permeabilitas pembuluh darah serta retensi sodium dan air.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemi, penurunan aliran
balik vena
3. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah
ke plasenta

4. Risiko kejang pada ibu b/d penurunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah).
5. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
6. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d
misinterpretasi informasi
7. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat hipertensi
8. Risiko cedera ibu b/d edema / hipoksia jaringan.
C. Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan tugas lanjut dari perawatan setelah
mengumpulkan data yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ibu sesuai
dengan pengkajian yang telah dilakukan. Pada tahap ini ditetapkan tujuan dan
alternative tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan kemungkinan diagnosis
yang telah dijelaskan sebelumnya (Mitayani, 2012).

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotic,


perubahan permeabilitas pembuluh darah serta retensi sodium dan air.
Tujuan :
Volume cairan kembali seimbang
Intervensi :
a. Pantau dan catat intake dan output setiap hari
R/. dengan memantau intake dan output diharapkan dapat diketaui adanya
keseimbangan cairan dan dapat diramalkan keadaan dan kerusakan
glomerulus.
b. Pantau tanda-tanda vital, catat waktu pengisian kapiler atau CRT
(capillary refill time)
R/. dengan memantau tanda tanda vital dan pengisian kapiler dapat
dijadikan pedoman untuk penggantian cairan atau menilai respons dari
kardiovaskular.
c. Pantau serta ukur berat badan ibu
R/. dengan mengukur berat badan ibu dapat diketahui berat badan yang
merupakan indicator yang tepat untuk menentukan keseimbangan cairan
d. Observasi keadaan edema
R/. keadaan edema merupakan indicator keadaan cairan dalam tubuh
e. Kaji distensi vena jugularis dan perifer
R/. retensi cairan yang berlebihan bisa dimanifestasikan dengan pelebaran
vena jugularis dan edema perifer.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diit rendah garam
R/. diit rendah garam akan mengurangi terjadinya kelebihan cairan
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat diuretic
R/. diuretic dapat meningkatkan filtrasi glomerulus dan menghambat
penyerapan nsodium dan air dalam tubulus ginjal.

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemi, penurunan aliran


balik vena
Tujuan :
Curah jantung kembali normal
Intervensi :
a. Pantau nadi dan tekanan darah
R/. dengan memantau nadi dan tekanan darah dapat melihat peningkatan
volume plasma, relaksasi vascular dengan penurunan tahanan perifer.
b. Lakukan tirah baring pada ibu dengan posisi miring ke kiri
R/. meningkatkan aliran balik vena, curah jantung dan perfusi ginjal
c. Kolaborasi untuk pantau parameter hemodinamik
R/. memberikan gambaran akurat dari perubahan vascular dan volume
cairan. Konstruksi vascular yang lama, peningkatan dan hemokonsentrasi
serta perpindahan cairan menurunkan curah jantung.
d. Kolaborasi pemberian obat antihipertensi sesuai kebutuhan
R/. obat antihipertensi bekerja secara langsung pada arteriol untuk
meningkatkan relaksasi otot polos kardiovaskular dan membantu
meningkatkan suplai darah.
e. Pantau TD dan setelah pemberian obat antihipertensi
R/. mengetahui efek samping yang terjadi seperti takikardi, sakit kepala.
Mual, muntah dan palpitasi.
3. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah
ke plasenta.
Tujuan :
Tidak terjadi cedera pada janin
Aliran darah ke plasenta adekuat
Intervensi :
a. Monitor tekanan darah ibu
R/. dengan mengetahui tekanan darah ibu dapat mengetahui keadaan
aliran darah ke plasenta seperti tekanan darah tinggi, aliran darah ke
plasenta berkurang sehingga suplai oksigen ke janin berkurang.
b. Pantau denyut jantung janin
R/. dengan memantau denyut jantung janin (DJJ) dapat diketaui keadaan
jantung janin lemah atau menurun menandakan suplai oksigen ke plasenta
berkurang sehingga dapat direncanakan intervensi selanjutnya.
c. Anjurkan ibu untuk istirahat
R/. dengan mengistirahatkan ibu diharapkan metabolism tubuh menurun
dan peredaran darah ke plasenta menjadi adekuat sehingga kebutuhan
oksigen untuk janin dapat dipenuhi.
d. Anjurkan ibu untuk tidur miring ke kiri
R/. dengan posisi miring kekiri diharapkan venan kava di bagian kanan
tidak tertekan oleh uterus yang membesar sehingga aliran darah keplasenta
menjadi lancer
e. Berikan obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter
R/. dengan diberikannya obat hipertensi dapat menurunkan tonus arteri
dan menyebabkan penurunan afterload jantung dengan vasodilatasi
pembuluh darah sehingga tekanan darah menurun. Dengan menurunnya
tekanan darah maka aliran darah ke plasenta menjadi adekuat
4. Risiko kejang pada ibu b/d penurunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu
Intervensi :
a. Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan
indikasi dari PIH
b. Catat tingkat kesadaran pasien
R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
c. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam,
penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak,
ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang
d. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi
uterus
R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan
terjadinya persalinan
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM
R/. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk
mencegah terjadinya kejang

5. Resiko cedera ibu berhubungan dengan edema / hipoksia jaringan.


Tujuan :
Ibu tidak mengalami risiko cedera karena mengalami edema
Intervensi :
a. Kaji adanya masalah SSP ( mis; sakit kepala, peka rangsang ,gangguan
penglihatan atau perubahan pada pemeriksaan funduskopi )
R/: Edema serebral dan vasokontriksi dapat diev aluasi dari masa
perubahan gejala, prilaku atau retina.
b. Tekankan pentingnya klient melaporkan tanda tanda dan gejala yang
berhubungan dengan SSP.
R/: Keterlambatan tindakan atau awitan progresif gejala-gejala yang dapat
menga kibatkan kejang tonik-klonik atau eklamsia.
c. Perhatikan perubahan pada tingkat kesadaran.
R/: Pada kemajuan HKK vasokonstriksi dan vasospasme pembuluh darah
serebral menurunkan konsumsi ogsigen 20% dan mengakibatkan iskemia
serebral
d. Kaji tanda tanda eklamsia yang akan datang; hiperaktivitas (3+sampai 4+)
dari reflek tendon dalam, klonus pergelangan kaki, penurunan nadi dan
oernafasan , nyeri epegastrik, dan oliguria (kurang dari 50ml/jam ) .
R/: Edema / vasokonstiksi umum, dimanifestasikan oleh masalah SSP
berat dan masalah ginjal hepar ,kardiovaskular dan pernapasan
mendahului kejang .
e. Implementasi tindakan pencegahan kejang perprotokol.
R/: Menurunkan resiko cidera bila kejang terjadi.
f. Pada kejadian kejang , miringkan klient; pasng jalan nafas/blok gigitan
bila mulut rileks; berikan oksigen lepaskan pakaian yang ketat ; jangan
membatasi gerakan ; dan dokumentasikan masalah motorik , durasi kejang
, dan perilaku pasca kejang.
R/: Mempertahankan jalan nafas menurunkan resiko aspirasi dan
mencegah lidah menyumbat jalan nafas . memaksimalkan oksigenasi
.(catatan ; waspada dengan penggunaan jalan nafas / blok gigitan ; jangan
mencoba bila rahang keras karena dapat terjadi cidera).

6. Nyeri akut (epigastrium) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler


cerebral akibat hipertensi
Tujuan :
Nyeri mendekati normal
Nyeri terkontrol dan Pasien merasa nyaman
Intervensi :
a. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
b. Kaji penyebab nyeri, tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
c. Kurangi factor presipitasi nyeri
d. Pilih dan lakukan penanganan nyeri ( farmakologi , non farmakologi, dan
inter personal )
e. Ajarkan teknik relaksasi
f. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
g. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
h. Evaluasi keefektifan control nyeri
i. Tingkatkan istirahat
j. Kolaborasikan dengan dokter atau medis lain jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil

7. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan immobilisasi; kelemahan


Tujuan :
ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Mampu beraktivitas secara mandiri
Intervensi :
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakn termometer berikut :
nadi 20/m diatas frekuensi nadi istirahat, catat peningkatan tekanan darah,
Dispenia, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau
pingsang.
b. Tingakat istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri atau respon
hemodinamik
c. berikan aktifitas senggang yang taidak berat.
d. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas ; penurunan kelemahan dan
kelelahan, tekanan darah stabil, peningkatan perhatian pada aktifitas dan
perawatan diri.
e. Dorong memjukan aktifitas atau toleransi perawatan diri.
f. Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasien
g. Anjurakan pasiien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan
saat defekasi.
h. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh : posisi duduk
diatas tempat tidur bila tidak ada pusing dan nyeri, bangun dari tempat
tidur, belajar berdiri dst.

8. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan


berhubungan dengan misinterpretasi informasi
Tujuan :
Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.
Intervensi :
a. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi.
Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, takut dll.
b. Mempertahankan kepercayaan pasien ( tanpa adanya keyakinan yang
salah )
c. Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
d. Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas,
tingkatkan partisipasi bila mungkin.
e. Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang
konsisten, ulangi bila perlu.
f. Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif dalam
perawatan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hellp Sindrom yaitu singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelets Count merupakan suatu variasi dari Pre-eklampsi berat yang disertai
trombositopenia, hemolisis dan ganggua fungsi hepar. Faktor resiko Hellp
Sindrom berbeda dengan pasien Pre-eklampsi, pasien Hellp Sindrom secara
bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien Pre-eklampsi
dan Eklampsi tanpa Hellp Sindrom. Gambaran klinis Hellp Sindrom bervariasi.
Oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis Hellp
Sindrom. Diagnosis ini sangat penting mengingat banyak penyakit yang mirip
dengan Hellp Sindrom. Pengobatan Hellp Sindrom juga harus memperhatikan
cara-cara perawatan dan pengobatan pada Pre-eklampsi dan eklampsi.
Tanda dan gejala pasien dengan Hellp Sindrome sangat bervariasi. Secara umum
terjadi pada kehamilan multipara, warna kulit putih, dengan usia kehamilan
minimal 35 minggu. Sebanyak 20% kasus tidak disertai dengan hipertensi, 30%
disertai dengan hipertensi sedang dan 50% disertai hipertensi berat. Gejala
lainnya adalah nyeri kepala (30%), pandangan kabur, malaise (90%),
mual/muntah (30%), nyeri disekitar perut atas (65%) dan parestesia. Kadang
kadang bisa juga disertai dengan edema, asuhan keperawatan yang diberikan
dapat disesuaikan dengan kondisi pasien.

B. Saran
Diharapkan nanti nya pasien dengan pre eklamsi dapat segera diatasi serta
diberikan penanganan yang maksimal sehingga dapat mencegah terjadinya
HELLP sindrom dan apabila sudah terjadi dalam kondisi sindrom HELLP
hendaknya mendapat penatalaksanaan yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Ardianti, M. (2015). Waspada preeklamsi komplikasi kehamilan penyebab kematian.


(artikel). Diakses pada tanggal 19 januari 2016 dari http://ilmukesehatan.com

Bailis, A., & Witter, F. Hypertensive Disorders of Pregnancy. In: The Jhons Hopkins
Manual of Gynecology and Obstetrics, 3rd Ed.2007

Bobak dkk.(2005). Buku Ajar keperawatan maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC

Depkes RI. 2001. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001. Jakarta: Departement
Kesehatan RI.

Gilbert, J.S. Ryan, M. Babbette, B. Sedeek, M. Murphy, S. Granger, J.P. 2008.


Pathophysiology of hypertension during preeclampsia :linking placental
ischemia with endothelial dysfunction. Journal Physiology 294 : 541-550.

Haram, K., Svendsen, E., Abildgaard, U.(2009). The Hellp syndrome: clinical issue
and management, BMC Pregnancy Childbirth 9: 8.(online). Doi:
10.1186/1471-2393-9-8. PMC 2654858. PMID 19245695.

Khan, H.(2014, Mei 26). Kesehatan Penyakit Hellp Sindrom.(artikel).Diakses pada


tanggal 19 januari 2016 dari http://emedicine.medscape.com/article/1394126-
overview/showall

Martin, J.N., Owens, M.Y., Keiser, S.D., Parrish, M.R., Tam tam, K.B., Brewer, J.M.,
Crushman, J.L.(2012). Standardized Mississippi Protocol treatment of 190
patients with HELLP syndrome: slowing disease progression and preventing
new major maternal morbidity, hypertens pregnancy 31 (1): 79-90. Doi:
10.3109/10641955.2010.525277. PMID 21219123.
Miller, D.A. 2007. Hypertension in pregnancy. In : De Cherney, Alan H. Lauren,
N. Goodwin, T. editors. Current diagnosis and treatment obstetrics and
Gynecology 10th . Ed. New York : McGraw Hill. p. 318 328.

Mitayani.(2012).Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Prawirohardjo, S.(2009). Buku Ajar Ilmu Kebidanan 530-60 Fakultas Kedokteran


Indonesia. Jakarta: PT bina pustaka sarwono

Rahardjo, E., Maulydia. (2012). Sindrom HELLP, Eklampsia dan pendarahan


intracranial. Majalah Kedokteran Terapi Intensif Volume 2 no 1. Departemen
Anestesiologi dan Reanimasi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Vegan.(2010, agustus 8). Program pencegahan dan pemulihan penyakit serta


penyakit Sindrom Hellp.(artikel). Diakses pada tanggal 19 januari 2016 dari
http://kesehatanvegan.com/2010/08/08/hellp-sindrom/pdf

Wahjoeningsih, S. Anesthesia pada pasien dengan preeklamsia-eklamsia. In:


Preeceding book 1st Indonesian symposium pediatric anesthesia and critical
care. Surabaya. (2005).p.95-104

Vous aimerez peut-être aussi