Vous êtes sur la page 1sur 11

EFFUSI PLEURA AKIBAT MALIGNANCY

a. Pengertian
Effusi Pleura adalah : Kumpulan cairan dalam rongga pleura yaitu anatara pleura
parietalis dan pleura viceralis yang berupa cairan transudat atau eksudat (Lab UPF
Ilmu Penyakit Paru FK Unair RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994 : 3).

b. Faktor Penyebab
Menurut asalnya cairan yang terkumpul dalam rongga pleura ada dua yaitu :
berasal dari paru sendiri yang disebut eksudat dan cairan yang berasal dari luar paru
yang disebut transudat. Adapun penyebab adanya cairan eksudat antara lain :
a. Infeksi : Tuberkolosa Pneumonia
b. Tumor
c. Infark Paru
Sedangkan penyebab adanya cairan transudat antara lain :
a) Kegagalan jantung kognetif
b) Asites
c) Vena kava superior Syndrom
d) Tumor
c. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 20 cc yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser
satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan
selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada
pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan
kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh
system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura
viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel sel mesofelial. Jumlah
cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan
absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o
dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H 2o. Keseimbangan tersebut dapat
terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer.
Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
2

(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi
permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat
menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi
pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui
aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran
getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat,
yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran
protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang kadang bisa juga
hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500
2000. Mula mula yang dominan adalah sel sel polimorfonuklear, tapi kemudian
sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya
cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya
effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama
pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat , pergerakan dada
asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain
hal hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang
diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan
menurun.
d. Diagnosis
1. Klinis.
Cairan pleura yang kurang dari 300 cc tidak meberi tanda tanda fisik yang
nyata. Bila lebih dari 500 cc akan memberikan kelainan pada pemeriksaan
fisik seperti penurunan pergerakan hemithoraks yang sakit, fremitus suara dan
suara napas melemah.. Cairan pleura yang lebih dari 1000 cc dapat
menyebabkan dada cembung dan egofoni (dengan syarat cairan tidak
memenuhi seluruh rongga pleura). Cairan yang lebih dari 2000 cc : Suara
napas melemah atau menurun (mungkin menghilang sama sekali) dan
mediastinum terdorong ke arah paru yang sehat.
2. Radiologi
Cairan yang kurang dari 300 cc, pada fluoskopi maupun foto thoraks PA tidak
tampak. Mungkin kelainan yang nampak hanya berupa penumpukan sinus
kontofrenikus. Pada effusi pleura subpulmonal , meskipun cairan pleura lebih
dari 300 cc, sinus kontofrenikus tidak tampat tumpul tetapi diafragma
kelihatan meninggi. Untuk memastikan dapat dilakukan dengan membuat foto
dada lateral dari sisi dada yang sakit.
3

Foto thoraks PA dan possi lateral dekubitus pada sisi yang sakit sering
memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit, atau cairan
subpulmonal yaitu nampak garis batas cairan yang sejajar dengan kolumna
vertebralis atau berupa garis horisontal.

e. Pengelolaan
Pengelolaan efusi pleuran ditujuhkan pada pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan (Torasentesis)
Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga plera.
b. Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan
cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat
menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.
Kerugian :
a. Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada
dalam cairan pleura.
b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c. Dapat terjadi pneumothoraks.

: Dari gejala kardinal dapat di ketahui gambaran keadaan umum klien.

\ ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
b. Riwayat Keperawatan
Keluhan utama : Adanya sesak napas yang dirasakan semakin berat disamping
itu disertai nyeri dada yang semakin berat saat inspirasi dan saat miring ke sisi
yang sakit.
c. Riwayat Penyakit sekarang.
Adanya demam yang menyerupai influenza yang timbulnya berulang, batuk
lebih dari 2 minggu yang sifatnya non produktif, Nafsu makan menurun,
meriang, sesak napas dan nyeri dada.
d. Riwayat penyakit dahulu.
Perlu dikaji adanya riwat penyakit TBC paru, kegagalan jantung kongestif,
pneumonia, infark paru, tumor paru.
4

e. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Didapatkan penggunaan otot bantu pernapasan, cuping hidung
melebar, iga melebar, rongga dada asimetris, cemmbung pada sisi
yang sakit, pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit.
Palpasi : Pergerakan dada asimetris, fremitus raba melemah.
Perkusi : Suara redup pada posisi yang sakit dan nyeri ketok
Auskultasi : Adanya suara tambahan,suara egofoni, suara pernapasan
melemah pada posisi yang sakit.

f. Kebutuhan sehari hari


Kebutuhan Nutrisi : Pada pola nutrisi akan ditemukan : nafsu makan
menurun yang diakibatkan oleh toksemia dan pada observasi ditemukan
klien kurus, berat badan tidak ideal, jaringan lemak tipis dan iga kelihatan.
Kebutuhan istirahat dan tidur : Klien dengan sesak dan nyeri
kemungkinan akan mengalami gangguan dalam pola tidur dan istirahat.
Oleh karena itu perlu dikaji lamanya istirahat dan tidur, kebiasaan sebelum
tidur, posisi tidur, sclera mata, apatis, kurang perhatian dan kurang respon.
Kebutuhan aktivitas : Klien dengan nyeri dada dan sesak mengalami
gangguan aktivitas / keterbatasan dalam aktivitas. Terutama dalam
memenuhi kebutuhan sehari hari ( ADL)
g. Pola Persepsi : Perlu di kaji tentang pandangan klien terhadap
dirinyaserta pandangan klien terhadap penyakit yang diderita.

II. Diagnosa keperawatan:


Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1. Ketidakefektifan pernapasan sehubungan dengan expansi paru yang
menurun.
2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan penumpukan
cairan pada rongga pleura.
3. Gangguan nutrisi ; Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan tidak
adekuatnya asupan nutrisi.
4. Gangguan Istirahat dan tidur sehubungan dengan sesak napas dan
nyeri.
5. Gangguan aktivitas sehubungan dengan sesak napas dan nyeri.
6. Cemas sehubungan dengan kurang pengetahuan.

III. Perencanaan
5

a. Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pernapasan sehubngan


dengan adanya penurunan ekspansi paru (Penumpukan cairan dalam
rongga pleura)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan keperawatan diharapakn pernapasan
efektif kembali
Kriteria : Tidak mengeluh sesak napas, RR 20 24 X/menit. Hasil Lab BGA
Normal
Intervensi :
1) Pertahankan Posisi semi fowler.
Rasional : Posisi ini memungkinkan tidak terjadinya penekanan isi perut
terhadap diafragma sehingga meningkatkan ruangan untuk
ekspansi paru yang maksimal. Disamping itu posisi ini juga
mengurangi peningkatan volume darah paru sehingga
memperluas ruangan yang dapat diisi oleh udara.
2) Observasi gejala kardinal dan monitor tanda tanda ketidakefektifan
jalan napas.
Rasional : Pemantau lebih dini terhadap perubahan yang terjadi sehingga
dapat dimabil tindakkan penanganan segera.
3) Berikan penjelasan tentang penyebab sesak dan motivasi utuk
membatasi aktivitas.
Rasional : Pengertian Klien akan mengundang partispasi klien dalam
mengatasi permahsalahan yang terjadi.
4) Kolaborasi dengan tim medis (dokter) dalam aspirasi caian pleura
(Puctie pleura / WSD), Pemberian Oksigen dan Pemeriksaan Gas darah.
Rasional : Puctie Pleura / WSD mengurangi cairan dalam rongga pleura
sehingga tekanan dalan rongga pleura berkurang sehingga
eskpasi paru dapat maksimal.

b. Diagnosa keperawatan : Gangaguan rasa nyaman nyeri dada


sehubungan dengan adanya penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan keperawatan diharapakn nyeri dapat
berkurang atau Pasien bebas dari nyeri.
Kriteria : Tidak mengeluh nyeri dada, tidak meringis, Nadi 70 80 x/menit.
Intervensi :
1) Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.
Rasional : Analgesik bekerja mengurangi reseptor nyeri dalam mencapai
sistim saraf sentral.
6

2) Atur posisi klien yang enak sesuai dengan keadaan yaituy miring ke
sisi yahg sakit.
Rasional : Dengan posisi miring ke sisi yang sehat disesuaikan dengan
gaya gravitasi,maka dengan miring kesisi yang sehat maka
terjadi pengurangan penekanan sisi yang sakit.
3) Awasi respon emosional klien terhadap proses nyeri.
Rasional : Keadaan emosional mempunyai dampak pada kemampuan
klien untuk menangani nyeri.
4) Ajarkan teknik pengurangan nyeri dengan teknik distraksi.
Rasional : Teknik distrasi merupakan teknik pengalihan perhatian
sehingga mengurangi emosional dan kognitif.
5) Oservasi gejala kardinal
Rasional

c. Diagnosa keperawatan: Gangguan nutrisi : Kurang dari


kebutuhan sehubungan dengan tidak adekuatnya asupan nutrisi.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpeniuhi.
Kriteria : Kriteria berat badan naik, klien mau mengkonsumsi makanan yang
di sediakan.
Intervensi :
1) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin.
Rasional : Dengan pemberian vitamin membantu proses metabolisme,
mempertahankan fungsi berbagai jaringan dan membantu pembentukan
sel baru.
2) Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh dan diit yang
di tentukan dan tanyakan kembali apa yang telah di jelaskan.
Rasional : Pengertian klien tentang nutrisi mendorong klien untuk
mengkonsumsi makanan sesuai diit yang ditentukan dan umpan balik
klien tentang penjelasan merupakan tolak ukur penahanan klien tentang
nutrisi
3) Bantu klien dan keluarga mengidentifikasi dan memilih makanan
yang mengandung kalori dan protein tinggi.
Rasional : Dengan mengidentifikasi berbagai jenis makanan yang telah di
tentukan.
4) Identifikasi busana klien buat padan yang ideal dan tentukan kenaikan
berat badan yang diinginkan berat badan ideal.
7

Rasional : Diharapkan klien kooperatif.


5) Sajikan makanan dalam keadaan menarik dan hangat.
Rasional : Dengan penyajian yang menarik diharapkan dapat
meningkatkan selera makan.
6) Anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan mulut.
Rasional : Dengan kebersihan mulut menghindari rasa mual sehingga
diharapkan menambah rasa.
7) Monitor kenaikan berat badan
Rasional : dengan monitor berat badan merupakan sarana untuk
mengetahui perkembangan asupan nutrisi klien.

d. Diagnosa keperawatan : Gangguan istirahat tidur sehubngan


dengan sesak dan nyeri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan perawatan diharapakn tidur terpenuhi
sesuai kebutuhan
Kriteria : klien mengatakan sudah dapat tidur.
Intervensi :
1) Lakukan koliborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen dan
analgesik
Rasional : dengan penambahan sublay O2 diharapkan sesak nafas
berkurang sehingga klen dapat istirahat.
2) Beri suasana yang nyaman pada klien dan beri posisi yang
menyenangkan yaitu kepala lebih tinggi:
Rasional: Suasana yang nyaman mengurangi rangsangan ketegangan dan
sangat membantu untuk bersantai dan dengan posisi lebih tinggi
diharapkan membantu paru paru untuk melakukan ekspansi optimal.
3) Berikan penjelasan terhadao klien pentingnya istirahat tidur.
Rasional : dengan penjelasan diharapkan klien termotivasi untuk
memenuhi kebutuhan istirahat secara berlebihan.
4) Tingkat relaksasi menjelang tidur.
Rasional : Diharapkan dapat mengurangi ketegangan otot dan pikiran
lebih tenang.
5) Bantu klien untuk melakukan kebiasaannya menjelang tidur.
Rasional : Dengan tetap tidak mengubah pola kebiasaan klien
mempermudah klien untuk beradaptasi dengan lingkungan.

e. Diagnosa keperawatan : Gangguan aktifitas sehubungan dengan sesak


8

dan nyeri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan perawatan diharapkan klien dapat
melakukan aktivtas dengan bebas.
Kriteria : Klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Intervensi :
1) Bimbing klien melakukan mobilisasi secara bertahap.
Rasional : Dengan latihan secara bertahap klien dapat melakukan aktivitas
sesuai kemampuan.
2) Latih klien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.
Rasonal : Diharapkan ada upaya menuju kemandirian.
3) Ajarkan pada klien menggunakan relaksasi yang merupakan salah satu
teknik pengurangan nyeri.
Rasional : Pengendalian nyeri merupakan pertahanan otot dan persendian
dengan optimal.
4) Jelaskan tujuan aktifitas ringan.
Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif.
5) Observasi reaksi nyeri dan sesak saat melakukan aktifitas.
Rasional : Dengan mobilisasi terjadi penarikan otot, hal ini dapat
meningkatkan rasa nyeri.
6) Anjurkan klien untuk mentaati terapi yang diberikan.
Rasional : Diharapkan klien dapat kooperatif.
Diagnosa Keperawatan : Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakit yang diderita.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan cemas berkurang.
Kriteia : Klien tenang, klien mampu bersosialisasi.
Intervensi :
1. Berikan dorongan pada klien untuk mendiskusikan perasaannya
mengemukakan persepsinya tentang kecemasannya.
Rasional : Membantu klien dalam memperoleh kesadaran dan memahami
keadaan diri yang sebenarnya.
2. Jelaskan pada klien setiap melakukan prosedur baik keperawatan
maupun tindakan medis.
Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif dan mengurangi
kecemasan klien
3. Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan tentang penyakitnya.
Rasional : Dengan penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah
kepercayaan terhadap apa yang dijelaskan sehingga cemas klien
9

berkurang.
DAFTAR KEPUSTAKAAN.

LAB/UPF Ilmu Penyakit Paru FK. Unair. RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 1994
Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Marilyn E. Doenges, Merry Frances Mourhouse, Allice C. Glisser. 1986. Nursing


Care Planning Gidelines For Planning Patient care. Second
Edition.Philadelphia FA. Davis. Company.

Med Muhammad Amin DKK. 1993. Pengantar ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga.

Soeparman, Sarwono Maspadji 1990. Ilmu Penyakit Dalam II Jakarta : Balai


Penerbit FKUI.

Vous aimerez peut-être aussi